Analisis Feminisme Tokoh Utama Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami

(1)

ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM

NOVEL

PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG

KARYA AYU UTAMI

SKRIPSI

OLEH :

RANDI AYU PRATIWI

090701030

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Lembar Persetujuan

ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI

SKRIPSI

OLEH

RANDI AYU PRATIWI 090701030

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah diseujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution M.Si Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P NIP 19620925 198903 1 017 NIP 19670523 199203 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution M.Si NIP 19620925 198903 1 017


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditentukan.

Medan, 01 Maret 2015


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kurnia dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Analisis Feminisme Tokoh Utama dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang”.Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana bidang ilmu Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan bimbingan baik selama penulis mengikuti perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini, khususnya kepada Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P sebagai pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan pikiran serta dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini juga penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si dan Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P sebagai ketua dan sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya.


(5)

3. Seluruh dosen di sastra Indonesia yang telah mencurahkan ilmu dan motivasinya untuk penulis.

4. Keluarga tercinta, Ayahanda Afriadi dan Ibunda Rantina, terima kasih untuk semangat, kasih sayang, dan bantuan materi yang diberikan kepada penulis.

5. Terima kasih juga kepada Yohandi Pratama Ginting yang selalu bersedia memberikan bantuan tenaga dan semangat agar saya segera menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih banyak pada sahabat saya, Hapni Febryanti Hasibuan yang bersedia membantu serta memberi banyak masukan termasuk menjadi teman diskusi saya mengenai skripi ini.

6. Sahabat-sahabat saya : Reyza, Ina, Andi atas kebaikan dan dorongan semangatnya bagi penulis.

7. Teman teman Sasindo, khususnya stambuk 2009 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terima kasih untuk motivasi agar penulis secepatnya menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Maret 2015

Randi Ayu Pratiwi


(6)

ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASTI LAJANG KARYA AYU UTAMI

ABSTRAK

Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan tujuan untuk menguraikan (1) watak dan (2) sikap feminisme dari tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminisme yang mengungkapkan nilai-nilai yang ada pada tokoh dan stereotypa yang dilekatkan pada kaum wanita yang ditentang oleh tokoh utama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.Untuk mencapai tujuan itu, telah dikumpulkan data dengan menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik yang menghasilkan sinopsis cerita.Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang dilakukan dengan mendeskripsikan data-data yang bersumber dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang dan kemudian disusul dengan penganalisisan berdasarkan data yang telah dituliskan dalam kartu data. Hasil penelitian ini mengungkapkan watak tokoh utama yang (1) keras kepala (2) cerdas (3) kritis (4) peduli (5) berani (6) jujur dan (7) bertanggungjawab serta mengungkapkan adanya bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi pada kaum perempuan, yang ditentang tokoh utama, yaitu (1) marginalisasi (2) subordinasi (3) stereotipe (4) kekerasan dan (5) beban kerja ganda. Tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menunjukkan bahwa kehidupannya tetap bisa ia jalani tanpa harus menikah atau bergantung pada laki-laki. Dari analisis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap dan tindakan tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menggambarkan semangat feminisme, yaitu keinginan untuk menunjukkan bahwa perempuan bukan makhluk yang akan selalu bergantung pada laki-laki dan punya hak serta kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan dan kesempatan mengeluarkan pendapat serta menentukan keinginannya sendiri sama seperti laki-laki.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 3

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Konsep ... 5

2.1.1 Watak ... 5

2.1.2 Feminisme ... 8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.3 Tinjauan Pustaka ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 16

3.2 Sumber Data... 18

3.3 Sinopsis ... 18

3.4 Teknik Analisis Data ... 20

BAB IV ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI ... 22

4.1 Watak Tokoh A dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang ... 22

4.2 Sikap Feminisme Tokoh A dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang ... 28

4.2.1 Subordinasi ... 29

4.2.2 Marginalisasi ... 32

4.2.3 Stereotipe ... 35

4.2.4 Kekerasan ... 38

4.2.5 Beban Ganda ... 40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 43


(8)

ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASTI LAJANG KARYA AYU UTAMI

ABSTRAK

Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan tujuan untuk menguraikan (1) watak dan (2) sikap feminisme dari tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.Penelitian ini menggunakan kritik sastra feminisme yang mengungkapkan nilai-nilai yang ada pada tokoh dan stereotypa yang dilekatkan pada kaum wanita yang ditentang oleh tokoh utama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.Untuk mencapai tujuan itu, telah dikumpulkan data dengan menggunakan metode membaca heuristik dan hermeneutik yang menghasilkan sinopsis cerita.Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang dilakukan dengan mendeskripsikan data-data yang bersumber dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang dan kemudian disusul dengan penganalisisan berdasarkan data yang telah dituliskan dalam kartu data. Hasil penelitian ini mengungkapkan watak tokoh utama yang (1) keras kepala (2) cerdas (3) kritis (4) peduli (5) berani (6) jujur dan (7) bertanggungjawab serta mengungkapkan adanya bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi pada kaum perempuan, yang ditentang tokoh utama, yaitu (1) marginalisasi (2) subordinasi (3) stereotipe (4) kekerasan dan (5) beban kerja ganda. Tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menunjukkan bahwa kehidupannya tetap bisa ia jalani tanpa harus menikah atau bergantung pada laki-laki. Dari analisis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap dan tindakan tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menggambarkan semangat feminisme, yaitu keinginan untuk menunjukkan bahwa perempuan bukan makhluk yang akan selalu bergantung pada laki-laki dan punya hak serta kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan dan kesempatan mengeluarkan pendapat serta menentukan keinginannya sendiri sama seperti laki-laki.


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan) ( Esten 1978 : 9 ). Artinya bahwa sastra adalah suatu proses kreatif yang menuangkan imajinasi penulis ke dalam tulisan-tulisan bernilai seni sebagai refleksi atau cerminan dari kehidupan manusia.

Sugihastuti (2005:15-16) mengemukakan bahwa dasar pemikiran dalam penelitian sastra berperspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra

Novel yang berjudul Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utamiini pun sarat dengan berbagai nilai feminisme.Novel ini merupakan cerminan dari kisah hidup seorang Ayu Utami, dan novel ini dapat disebut sebagai autobiografi dari si penulis.Pengakuan Eks Parasit Lajang bercerita tentang tokoh A yang menganggap segala hukum, kebudayaan, juga agama yang ada di Indonesia, tempat ia tinggal maupun di dunia, meletakkan perempuan berada di tingkatan nomor dua di bawah laki-laki. Banyak hal yang mendasari tokoh A hingga dapat menarik kesimpulan seperti itu, salah satunya adalah lingkungan sekitar tempat ia


(10)

tumbuh, tokoh A akhirnya memutuskan untuk tidak menikah seumur hidupnya, karena ia berpendapat bahwa pernikahan adalah bentuk lain patriarki yang mengharuskan perempuan tunduk terhadap laki-laki dan hal itu ia anggap tidak adil.

Mengapa novel Pengakuan Eks Parasit Lajang akhirnya menjadi objek kajian dalam skripsi ini?Hal ini dikarenakan novel ini mengangkat pemikiran seorang tokoh A, dengan pemikiran-pemikiran feminismenya yang masih banyak bertentangan dengan budaya di Indonesia.Tokoh A, seorang perempuan yang memutuskan untuk melepas keperawanannya di usia dua puluh tahun, untuk sekaligus menghapus konsep keperawanan yang baginya tidak adil. Selama tahun-tahun berikutnya, yang ia lakukan dalam hidup pribadinya adalah melawan nilai-nilai adat, agama, dan hukum negara yang patriarkal. Meskipun, ia berhadapan dengan kenyataan bahwa patriarki adalah fakta sejarah.

Kekontrasan tema novel inidengan budaya serta adat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat,tentang perempuan yang menolak menikah dan menjaga keperawanannya hingga malam pertama, bagi peneliti sangat sensitif sekaligus menarik karena berbicara tentang kejujuran yang total, apalagi novel ini diangkat dari kisah nyata hidup penulisnya. Hal inilah yang membuat peneliti semakin tertarik untuk membahas sisi-sisi feminis dari novel ini.

Selain feminisme, peneliti juga akan mengangkat watak tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, karena watak dan karya sastra adalah hal yang sangat berkaitan, watak merupakan unsur intrinsik dari sebuah novel.


(11)

Peneliti ingin mengkaji bagaimana watak tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, yakni hal-hal yang membentuk dan mengubah sikap tokoh serta bagaimana tokoh menghadapi persoalan dan benturan-benturan nilai yang berlaku, dan akan sangat menarik bila dikaji dari sudut feminisme. Tinjauan dari sudut feminisme akan membantu kita dalam upaya memahami kehidupan. Hal ini sesuai dengan sifat sastra itu sendiri, di samping dituntut untuk memberi pesona, memberi hiburan, memberi hikmah cerita, juga dituntut adanya sesuatu yang bermanfaat bagi pemahaman terhadap manusia dan kehidupan ini.

1.2Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah watak tokoh A dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang?

1.2.2 Bagaimanakah sikap tokoh A untuk menentang ketidakadilan yang ia anggap menimpa kaum perempuan?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik maka diperlukan batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada bagaimana watak tokoh A, dan sikap tokoh A yangmencerminkan upaya feminisme.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan watak tokoh A dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang


(12)

2. Mendeskripsikan sikap feminisme tokoh A untuk menentang ketidakadilan yang ia anggap menimpa kaum perempuan

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Manfaat Teoritis

1. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan dibidang sastra mengenai unsur feminisme dalam karya sastra.

2. Memperkaya khasanah sastra kepada pembaca mengenai studi sastra Indonesia tepatnya melalui analisis feminisme.

1.4.2.2Manfaat Praktis

1. Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari pengajarantentang segala aspek kehidupan, diantaranya mengenai unsur-unsur feminisme.

2. Membantu para pembaca untuk memahami isi dari novel Pengakuan Eks Parasit Lajang yang sarat dengan feminisme yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya.


(13)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi yang akan dikaji menjadi terarah tidak melebar kepada hal-hal yang tidak penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : watak dan feminisme.

2.1.1 Watak

Watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku sedangkan perwatakan adalah penggambaran watak atau sifat tokoh cerita.Perwatakan berfungsimenyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan tertentu dengan cara menggambarkan watak atau sifat tokoh-tokoh cerita.

Menurut KBBI watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku sedangkan, perwatakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan watak. Dalam sebuah novel perwatakan mengambil peranan yang cukup penting untuk menentukan cerita yang disampaikan. Perwatakan merupakan pengambaran watak atau sifat tokoh cerita. Perwatakan berfungsi menyiapkan atau menyediakan alasan bagi tindakan tertentu dengan cara


(14)

mengambarkan watak atau sifat tokoh-tokoh cerita. Watak atau tokoh dalam cerita terbagi atas tiga yaitu protagonis, antagonis, tritagonis.

Sedangkan tokoh dalam KBBI adalah rupa (wujud dan keadaan), macam atau jenis. Dilihat dari segi peranannya, tokoh cerita terbagi atas dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakn penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang berperan sebagai pelengkap cerita.

Sedangkan penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh itu. Penokohan dapat digambarkan melalui dialog antartokoh, tanggapan tokoh lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh. Melalui penokohan, dapat diketahui bahwa karakter tokoh adalah seorang yang baik, jahat, atau bertanggung jawab.

Wellek dan Warren (1993: 266) mengemukakan bahwa dalam karya sastra secara garis besar tokoh dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tokoh statis atau tokoh datar (flat characterization) dan tokoh dinamis (round characterization).Tokoh statis adalah tokoh yang di dalam cerita perkembangan jiwanya tidak begitu bergejolak, biasanya dimiliki oleh tokoh pembantu.Tokoh dinamis ialah tokoh yang selama berlangsungnya cerita perkembangan jiwanya


(15)

dapat dideteksi kelogisannya, atau tokoh yang kompleks.Tokoh dinamis ini dimiliki oleh tokoh utama, sebab tokoh ini menjadi titik pusat pembicaraan yang memegang peranan dalam menghidupkan cerita untuk menjadi penggerak alur cerita.Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.Tokoh utama adalah tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita.Dapat dikatakan, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel, tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek (Nurgiyantoro, 1995: 176-177).

Boulton (dalam Aminuddin, 1984:85) mengungkapkan bahwa cara sastrawan menggambarkan atau memunculkan tokohnya dapat menempuh berbagai cara. Mungkin sastrawan menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya atau pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi, pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia, misalnya kancil, kucing, kaset, dan sepatu.

Ada beberapa cara memahami watak tokoh, diantaranya : 1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya


(16)

2. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian

3. Menunjukkan bagaimana perilakunya

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri 5. Memahami bagaimana jalan pikirannya

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya 7. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya

8. Melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya

9. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain (Aminuddin, 1984:87-88).

2.1.2 Feminisme

Pada dasarnya tujuan dari feminisme adalah menyamakan kedudukan atau derajad perempuan dan laki-laki.Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka secara utuh.Feminisme berbeda dengan emansipasi, Sofia dan Sugihastuti (2003:24) menjelaskan bahwa emansipasi lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam pembagunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang dinilai tidak adil, sedangkan feminisme memandang perempuan memiliki aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.Paham feminisme timbul di kalangan wanita untuk mandirisebagai subjek, baik berdasarkan kodrat maupun berdasarkan kemandirian individu.Kata feminisme sendiri pertama kali dipopulerkan oleh seorang sosialis Prancis bernama Charles Fourier yang pada akhirnya banyak mempengaruhi gerakan emansipasi wanita di seluruh dunia sampai dengan saat ini.

Di Indonesia sendiri feminisme sudah berkembang sebelum kemerdekaan Indonesia melalui perjuangan R.A Kartini yang mengusung tema emansipasi wanita.Perjuangan R.A Kartini secara tidak langsung membuat banyak perempuan


(17)

terinspirasi olehnya dan mulai memunculkan gerakan-gerakan yang mengusung kesetaraan gender. Perjuangan perempuan di Indonesia sendiri telah banyak menghasilkan perundang-undangan yang melindungi mereka, diantaranya, UU No. 1 Tahun 1997 tentang perkawinan, UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilu yang mensyaratkan partai memenuhi 20% caleg dari perempuan, dan lain-lain. Indonesia sendiri pernah dipimpin oleh seorang presiden wanita yaitu Megawati Soekarno Poetri.

Feminisme di Indonesia bukannya tanpa pro dan kontra.Tidak sedikit kalangan yang menganggap bahwa gerakan feminisme tidak cocok di Indonesia yang memiliki budaya timur yang patriarki dan fanatisme agama yang kuat. Mereka menganggap feminisme akan mendoktrin pemikiran para perempuan Indonesia yang pada akhirnya membuat mereka lupa akan tugasnya sebagai seorang wanita.

Feminisme bukan merupakan pemberontakan kaum wanita kepada laki-laki, upaya melawan pranata sosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan atau pandangan upaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagai upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, 2000: 5). Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan perempuan.Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan mengakibatkan perempuan dinomorduakan.Perbedaan tersebut tidak hanya pada kriteria sosial budaya.Asumsi tersebut membuat kaum feminis memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan dengan tujuan


(18)

agar kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki.

2.2Landasan Teori

Teori berfungsi untuk memecahkan masalah. Sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah, maka sangat penting apabila teori yang dipakai benar-benar relevan dengan permasalahan yang ada.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sastra feminis, karena pendekatan ini mempertimbangkan segi-segi permasalahan perempuan dalam upayanya dengan tuntutan persamaan hak.Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastrayang lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme di berbagaipenjuru dunia. Kritik sastra feminis merupakan aliran baru dalamsosiologi sastra. Lahirnya bersamaan dengan kesadaran perempuan akanhaknya. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajatperempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki.Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan inimencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak danpeluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki.

Menurut Faqih (1996 : 99 ) feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Hakikat perjuangan feminisme adalah demi kesamaan martabat, kebebasan mengontrol raga, dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah. Gerakan feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan


(19)

struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil baik bagi perempuan maupun laki-laki. Lebih lanjut lagi Faqih (2000: 5) menjelaskan, feminisme bukan merupakanpemberontakan kaum wanita kepada laki-laki, upaya melawan pranatasosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan atau pandanganupaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagaiupaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan.

Pendekatan feminisme adalah pendekatan terhadap karya sastradengan fokus perhatian pada relasi jender yang timpang danmempromosikan pada tataran yang seimbang antar laki-laki danperempuan (Djajanegara, 2000: 27). Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan mencetuskan peristiwa sosial tertentu (Damono, 1978). Menurut Yoder (Sugihastuti dan Saptiawan, 2007:99), kritik sastra feminisme adalah suatu kritik yang memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jeanis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Jenis kelamin ini membuat perbedaan di antara semuanya yang juga membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan dan faktor luar yang mempengaruhi karang-mengarang.

Kritik sastra feminis terdiri dari beberapa sudut pandang.Yang pertama adalah kritik sastra feminis ideologis, yang melibatkan perempuan sebagai pembaca.Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra stereotype perempuan dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang perempuan dan sebab-sebab mengapa perempuan sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra. Pada dasarnya, kritik


(20)

sastra feminis ideologis merupakan cara menafsirkan suatu teks yang dapat memperkaya wawasan para pembaca perempuan dan membebaskan cara berpikir perempuan.

Yang kedua adalah kritik sastra feminis ginokritik, yang meneliti semua aspek yang berkaitan dengan kepengarangan perempuan yang meliputi sejarah, tema, ragam, struktur psikodinamika, kreativitas, dan telaah penulis perempuan tertentu dengan karyanya yang khusus.Yang ketiga adalah kritik satra feminis sosialis, yang meneliti tokoh-tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.

Yang keempat adalah kritik sastra feminis psikoanalitik, yang menerapkan pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya pembaca perempuan mengidentifikasi atau menempatkan dirinya pada tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya.Yang kelima adalah kritik sastra lesbian, yang hanya meneliti penulis dan tokoh perempuan.Yang keenam adalah kritik sastra feminis ras, yang mengaitkan masalah perempuan dengan ras.

Menyimak uraian tersebut, novel Pengakuan Eks Parasit Lajang sesuai bila diteliti berdasarkan kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra feminis ideologis dipakai untuk menafsirkan teks-teks pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang dengan menggunakan konsep reading as a women. Berlandaskan kritik ini akan dianalisis bentuk-bentuk pemberontakan ataupun tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh utama perempuan dan faktor-faktor yang menyebabkan tokoh utama mengambil keputusan tersebut dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.


(21)

2.3Tinjauan Pustaka

Teori kritik sastra feminis telah banyak dipergunakan dalam mengkaji permasalahan yang diangkat pada skripsi, tetapi penelitian yang menjadikan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang sebagai objek kajian baru pertama kali dilakukan. Penelitian ini menitikberatkan pada unsur-unsur feminisme yang terkandung dalam novel. Setelah peneliti melakukan pencarian di perpustakaan Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga melalui media internet diantaranya ditemukan beberapa skripsi yang kajiannya relevan dengan penelitian ini. Adapun beberapa skripsi yang pernah mengangkat aspek feminisme sebagai rumusan masalahnya diantaranya:

Tety Warliani (2005) dari Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, dengan skripsinya yang berjudul “Novel Memburu Matahari Karya Wadjib Kartapati: Analisis Feminisme”. Penelitian ini membicarakan mengenai peranan tokoh utama dalam keluarga dan peranan tokoh utama dalam lingkungan masyarakat. Penelitian lainnya adalah Tiur Maida (2003) dengan judul “Eksistensi Perempuan dalam Novel-novel NH.Dini” .Penelitian ini menguraikan sikap-sikap feminis N.H. Dini dalam novel-novelnya.

Tidak hanya di Universitas Sumtera Utara, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Ririn Diah Utami (2006) dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan skripsinya yang berjudul, “Dimensi Gender dalam Novel Ny. Talis (Kisah Mengenai Madras) Karya Budi Darma: Tinjauan Kritik Sastra Feminis”. Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat masalah


(22)

ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang dialami Ny. Talis dalam bentuk kawin paksa, kekerasan fisik atau non fisik dan beban kerja yang berat.

Suwarti (UMS 2009) melakukan penelitian yang berjudul “Ketidakadilan Gender dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Kajian Sastra Feminis”, memaparkan bahwa dalam masyarakat Jawa, perempuan harus tetap mempertahankan nilai-nilai kesetiaan, kepatuhan, dan ketaatan terhadap suami.

Penelitian Ernayana Trihandayani (UMS 2003) yang berjudul “Perjuangan Tokoh Perempuan dalam Novel Arok Dedes Karya Promoedya Ananta Toer” merupakan penelitian tentang perempuan yang tersubordinasi, mengalami kekerasan, dan menjalani berbagai bentuk ketidakadilan, yang berasal dari ideologi patriarki yang terkait dengan berbagai sistem, seperti agama dan budaya.

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang pembahasannya relevan dengan penelitian ini, maka peneliti dapat melihat perbedaan yang terdapat pada skripsi yang sudah ada sebelumnya dengan pembahsan penelitian ini, diantaranya terletak pada objek yang berbeda, misal dalam penelitian-penelitian sebelumnya, yang diangkat adalah novel-novel yang mengangkat kisah tentang perempuan-perempuan yang mengalami banyak ketidakadilan, kekerasan serta ketidaksetaraan gender, sedangkan peneliti mengangkat novel yang menceritakan sebuah pemikiran yang dicetuskan oleh seorang perempuan dalam upaya-upayanya untuk menyudahi banyak ketidakadilan dan kesetaraan gender yang dialami perempuan di dunia yang berasal dari ideologi patriarki yang terkait dengan berbagai sistem seperti agama dan budaya.


(23)

Dalam penelitian-penelitian sebelumnya para peneliti mencoba untuk menyuguhkan seperti apa ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender yang dialami perempuan, berbeda dengan penelitian ini yang mencoba mengemukakan upaya-upaya atau apa saja buah pemikiran tokoh A karakter utama dalam novel “Pengakuan Eks Parasit Lajang” untuk menyudahi ketidaksetaraan gender yang sudah membudaya dalam kehidupan sekitarnya.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan Library Research atau penelitian kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data. Dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian” (Nazir 1988 : 111) mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

Sesuai dengan namanya yaitu penelitian kepustakaan, maka peneliti melakukan berbagai riset yang berkenaan dengan kebutuhan penelitian di perpustakaan. Pengumpulan data menjadi syarat yang utama dalam penelitian sesuai dengan yang diutarakan Hall (dalam Endaswara 2011 : 103) cukup penting diperhatikan bagi peneliti sosiologi sastra yang hendak mengumpulkan data. Data itu tersedia dan banyak, tidak terstuktur, maka peneliti perlu mengumpulkan data dengan kartu-kartu kecil (Endaswara 2011: 103).Lebih lanjut Endaswara (2011 : 104) menyebutkan bahwa cara pengumpulan data penelitian sosiologi sastra tergantung pada perspektif penelitiannya, persfektif yang berfokus pada (1) teks, (2) sastrawan, (3) fungsi sosial, (4) dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, persfektif peneliti berfokus pada teks.


(25)

Dalam hubungannya dengan kritik sastra yang lain, kritik sastra feminis tidak menerapkan metodologi atau model konseptual tunggal, tetapi sebaliknya menjadi pluralisdalam teori dan prakteknya, dengan kebebasan dalam pelaksanaan kritiknya (Sugihastuti dan Suharto, 2002: 10). Dengan demikian, kritik sastra feminis membutuhkan bantuan dari disiplin ilmu lainnya seperti antropologi, sosiologi, sejarah, etnologi, dan sebagainya.

Peneliti juga menggunakan langkah-langkah memperoleh data sesuai dengan yang dituliskan Endaswara (2011; 105) , yaitu : (1) melalui pembacaan heuristik, artinya hati-hati, tajam terpercaya, menafsirkan sesuai konteks sosial, (2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya peneliti mencoba menafsirkan terus-menerus, sesuai bahasa simbol sosial, dikaitkan dengan konteks serta pengaruh historis. Kemudian peneliti akan melanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu melakukan pencatatan pada kartu-kartu kecil sesuai dengan data yang ditemukan di dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, untuk diklasifikasikan berdasarkan pada batasan masalah yang sudah dibuat sebelumya.

3.2 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

Judul : Pengakuan Eks Parasit Lajang

Pengarang : Ayu Utami


(26)

Tebal Buku : 310 halaman

Ukuran : 13,5 x 20 cm

Cetakan : Pertama

Tahun : 2013

Warna Sampul : hijau lumut, merah, ungu, coklat muda, dan putih

Gambar Sampul : seorang gadis berambut panjang yang berdiri tegak, dengan wajah yang tidak terlihat jelas dan ditubuhnya melilit kalimat Pegakuan Ekas Parasit Lajang.

3.3 Sinopsis

Pengakuan Eks Parasit Lajang

Pengakuan Eks Parasit Lajang novel terbaru dari penulis Ayu Utami, sarat akan problem-problem eksistensial1

1

aliran filsafat yangg pahamnya berpusat pada manusia individu yangg bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar.

. Problem yang menyangkut bagaimanaseorang individu mengalami pergelutan pilihan yang ia hadapi. Novel iniberkisah tentang tokoh A, seorang perempuan yang memiliki cara pandangtersendiri tentang hidup. Cara pandang, cara bertindak yang mendobrak konformitas sosialnya. Novel ini menceritakan secara mendalam bagaimana cikal bakal tokoh A yang dewasa berakhir dengan sikap serta watak yang tegas, berpendiriran tetap dan mampu mengambil keputusan bagi dirinya sendiri.


(27)

Novel ini mengisahkan bagaimana seorang A menjalani kehidupannya, mulai dari seorang gadis remaja usia 20 yang mulai menikmati dirinya sebagai seorang perempuan, dan dihadapkan pada kenyataan bahwa perempuan selalu dijadikan objek laki-laki, hingga ia mulai melakukan beragam cara untuk melepaskan dirinya dari mitos masyarakat tetang konsep keperawanan. A memutuskan melepas keperawanan di usia 20, mulai saat itu ia bertekad tidak akan menikah, karena menganggap hukum pernikahan adalah hukum patriaki, di mana perempuan adalah makhluk nomor dua yang harus patuh terhadap perintah kepala rumah tangga yaitu laki-laki.

A dibesarkan oleh keluarga yang sangat religius.A memiliki Ayah yang sangat galak, maklum dia memiliki wibawa seorang jaksa yang berduit, kontras dengan Ibunya yang lemah lembut seperti bidadari. Ayah A memiliki dua orang kakak yang hidup bersama mereka tetapi berbeda atap.Dinamakannya Bibi kurus dan Bibi gendut.A manganggap kedua bibinya adalah orang-orang yang baik, sampai suatu saat kakak A mengatakan kalau kedua bibi mereka itu telah mengadu domba Ayah dan Ibunya. Mereka mengatakan kepada Ayahnya bahwa Ibunya selingkuh ketika ayahnya tugas keluar kota, sehingga Ayahnya menjadi murka dan Ibunya menangis. Si A melihat ada yang salah dengan kedua Bibinya yang baik itu.Kedua Bibinya jahat kepada wanita yang sudah menikah saja karena mereka belum juga menikah.

A bersekolah di sekolah agama yang kemudian justru membuatnya berpikir jauh tentang ajaran agamanya seputar kedudukan seorang perempuan.Kenapa imam, nabi-nabi selalu laki-laki?Kenapa Tuhan menciptakan


(28)

perempuan dari tulang rusuk Adam?Kenapa Hawa memakan buah pengetahuan hingga mereka tahu betapa nikmat buah pengetahuan itu? Beribu pertanyaan berputar di kepala A dari kecil hingga ia memutuskan melepas keperawanannya tanpa ikatan perkawinan, petualangannya dengan para pria, dan akhirnya memutuskan mengakhiri menjadi parasit lajang. Keputusannya ini bermula dari kejadian-kejadian di kitabnya, tradisi yang beredar di budayanya yang ingin ia lawan. Keputusannya ini pula yang membuatnya melepas ritual agamanya karena pendosa (zina adalah dosa di agama apapun) tak layak memasuki areal suci gedung peribadatannya. Dia meninggalkan semuanya kecuali doa-doa pribadi dan pengakuan dosa pribadi yang tidak jarang ia sampaikan secara langsung pada orang yang telah ia lukai.

Banyak hal yang telah dialami A sehingga pada akhirnya ia menemukan titik balik dari dirinya, dan menerima kenyataan bahwa patriarki adalah fakta sejarah. Pada akhirnya A memutuskan untuk menikah dengan laki-laki pilihannya, setelah pencariannya yang panjang, pencarian tentang kebenaran mengenai hukum patriarki dalam pernikahan.

3.4 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dalam mengkaji data. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data yang kemudian disusul dengan penganalisisan berdasarkan data yang telah dituliskan dalam kartu data. Analisis data dilakukan dengan langkah-lankah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.


(29)

2) Melakukan pembacaan berulang-ulang terhadap data yang sudah diidentifikasi.

3) Melakukan pencatatan ulang data-data yang sudah diidentifikasi tersebut.

4) Menafsirkan seluruh data untuk menemukan kepaduan dan hubungan antardata sehingga diperoleh pemahaman terhadap masalah yang diteliti.

5) Menyimpulkan hasil analisis data.

Ulasan terhadap novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menggunakan metode kualitatif sehingga jenis data yang diambilpun bersifat kualitatif, misalnya data-data yang mendeskripsikan status dan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan.Hal pertama yang peneliti lakukan adalah mendeskripsikan latar belakang keberadaan tokoh A secara sosial dan historis yang dikaitkan erat dengan citra ketidakberdayaan perempuan sebagai subjek penderita dalam hubungan yang terjalin antara laki-laki dengan perempuan. Kemudian menganalisi novel Pengakuan Eks Parasit Lajang dengan teori kritik sastra feminis. Teori ini digunakan dalam rangka membongkar prasangka gender yang terdapat dalam novel berikut perlakuan-perlakuan tidak adil yang diterima perempuan, yang pada akhirnya mendasari tokoh utama dalam mengambil sikap dan menentukan jalan hidupnya.


(30)

BAB IV

ANALISIS FEMINISME TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG

4.1 Watak Tokoh A dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang

Dalam pembahasan ini akan digambarkan mengenai watak dari tokoh utama dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Namun, pembahasan hanya pada tokoh utama yang akan dianalisis.

A adalah tokoh utama sekaligus tokoh protagonis dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. A adalah inisial nama dari pengarang novel Pengakuan Eks Pasrasit lajang Ayu Utami, karena novel ini merupakan autobiographi-nya. A sebagai tokoh utama karena novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menceritakan tentang perjalanan hidup A dan segala konflik yang ia lalui dalam perjalanan hidupnya mencari kebenaran sistem patriarki dan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan.

Tokoh A adalah anak bungsu dari lima bersaudara yang memiliki watak keras kepala, hal ini terlihat pada kutipan berikut :

“Aku sendiri adalah anak bungsu keras kepala yang dahulu selalu menuntut perhatian ibuku. Bagaimana mungkin kini aku malah menjadi ibu bagi pacarku?” (hal. 22)

Dilihat dari fisiknya, A adalah perempuan yang menarik. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut :


(31)

“Nik bangga sekali ketika wajahku muncul di sampul Femina. Ia sedang naik bis kota dan melihat yayangnya ada di setiap halte. Katanya, rasanya ia ingin bilang kepada orang-orang yang duduk di sebelahnya bahwa itu adalah pacarnya”. (hal. 57)

“Memang aku sedang menikmati penampilanku yang baru.Aku sedang senang menyadari bahwa aku perempuan dan aku lumayan menarik”. (hal. 61)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa A adalah seorang perempuan yang cantik. Selain cantik A juga digambarkan sebagai tokoh yang cerdas. Dalam novelPengakuan Eks Parasit Lajang kecerdasan A ditunjukan dengan keberhasilannya kuliah di jurusan Sastra Rusia Universitas Indonesia. Selain cerdas A juga digambarkan sebagai tokoh yang kritis dan selalu ingin tahu, hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut :

“ Aku tidak mau menerima nilai-nilai yang menurutku tidak adil. Tak ada yang bisa menjawabku dimana letak keadilan dalam hal memuliakan dan menuntut keperawanan wanita. (hal. 35)

“ Bagaimana mungkin dia yakin dirinya lebih utama daripada aku karena dia adalah lelaki dan aku perempuan? Darimana datangnya pandangan itu? (hal. 42)

“ Aku mencari kerja sebab aku mulai tahu kalau mutu pengetahuan yang kudapat di jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia masa itu. Bagaimana mungkin aku kuliah dengan materi yang sama dengan yang dipelajari oleh generasi ayah ibuku setengah abad silam?...

“ Aku hanya akan jadi sarjana dengan pengetahuan nol”. (hal. 50)

Kutipan tersebut menggambarkan watak A yang selalu ingin tahu dan kritis, ia berupaya untuk mendapatkan materi pembelajaran yang lebih banyak dan berkualitas dengan bekerja di perusahaan pemasok senjata api untuk memperoleh informasi yang tidak ia dapatkan di tempat ia kuliah. Kutipan tersebut juga


(32)

menggambarkan sifat kritis A yang selalu mempertanyakan tentang keadilan dalam konsep keperawananan yang ia anggap mendiskriminasikan perempuan.

A juga digambarkan sebagai tokoh yang memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi, ia selalu memperhatikan kehidupan di sekitarnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut :

“Lalu aku jadi agak sedih karena khawatir tidak bisa menghargai manusia sebagai manusia yang telanjang, tanpa perangkat prestise atau prestasi.Aku sedih bahwa ada kelas-kelas dalam masyarakat dan aku tidak terbebas darinya. (hal. 18)

“Dalam hati kecilku aku tahu bahwa manusia tidak pantas diterapkan dalam skala nilai. Manusia tidak akan bahagia dibegitukan. Skala penilaian akan menghasilkan manusia super dan manusia pecundang. Dan itu sangat menyedihkan. (hal. 21)

“Betapa tak adil dunia.Dan, betapa mengerikan bahwa manusia masih membikin kompetisi untuk merayakan ketidakadilan itu.Hirarki kesempurnaan itu”. (hal. 60)

Kutipan di atas menggambarkan sosok tokoh A yang sangat peduli pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Tokoh A digambarkan sebagai sosok yang tidak menyukai adanya kelas-kelas dalam masyarakat, di mana manusia dinilai lewat harta ataupun prestasi yang ia punya, bukan melalui nilai ketulusan dalam diri manusia itu sendiri.

Lebih lanjut A juga digambarkan sebagai tokoh yang berani mengambil keputusan dan resiko, hal ini dapat ditemukan dalam kutipan berikut :

“Tapi aku akan membuka gerbang dan meninggalkan taman. Aku akan membiarkan diriku menghadapi resiko. Aku telah mengetahui diriku. Dak aku ingin ada lelaki yang juga mengetahuinya…


(33)

“Begitulah sekali lagi aku telah memutuskan untuk menutup masa perawanku.Tapi siapa lelakiitu?”(hal. 11)

“Maka tibalah masa itu, umurku memasuki tahun kedua puluh.Aku telah memutuskan untuk menutup masa perawanku.Aku telah berani untuk mengalami persetubuhan yang sesungguhnya”. (hal. 21)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh A adalah sosok yang berani mengambil keputusan. Tokoh A adalah sosok perempuan yang mandiri dan tidak ragu dalam menentukan apa yang ia kehendaki. Ia tidak mau orang lain yang menentukan jalan hidupnya, ia sosok yang menyusun sistemnya sendiri, menentukan kemauannya dan kemudian melakukannya. Tapi tokoh A juga digambarkan sebagai sosok yang siap menanggung resiko dari keputusan yang ia ambil. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Aku mulai tahu bahwa aku harus bisa membereskan perbuatanku sediri. Ini bukan soal perempuan atau lelaki ini soal dewasa atau tidak” (hal. 26)

“Maka pada usia dua puluh itu aku telah melepas kalung salibku. Aku telah mengambil jarak dari agama segala agama (hal. 31)

“Aku tidak bisa tenang dengan menjadi pezinah sekaligus Katolik.Aku harus memilih salah satu saja. (hal. 44)

Kutipan-kutipan di atas menggambarkan sosok A yang siap menghadapi resiko, dan bertangung jawab pada pilihannya. Ia memilih melepas keperawanan, dan lantas memilih untuk menjauhkan dirinya dari agama, karena baginya tidak mungkin ia menjadi dua orang sekaligus, menjadi si Katolik dan si pezinah.

Selain itu tokoh A juga merupakan tokoh yang bijak, ia selalu punya sistem dan caranya sendiri, ia punya pendapat dan teori sendiri tentang bagaimana seorang perempuan menjalani hidupnya, tetapi ia juga orang yang terbuka pada


(34)

pendapat orang lain. Tokoh A digambarkan sebagai tokoh yang mau didebat dan menerima pendapat oranglain, juga siap mengubah pandangannya jika memang ia salah, hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

“Aku senang membangun teori dan mitosku sendiri. Tapi aku selalu boleh dibantah. Kupikir selama ini lelaki membangun mitos dan teori mereka dan tidak memberi kesempatan perempuan untuk membantahnya. Dan banyak perempuan juga cukup tolol untuk mempercayai mitos dan teori lelaki tanpa pertahanan apapun”…

“Aku punya pendapatku sendiri. Aku punya teori dan mitosku sendiri. Tapi aku juga selalu bersedia didebat. Aku bersedia mengubah pendapatku jika kuyakin pendapat itu salah”. (hal. 81)

Selain berpikiran terbuka A juga merupakan tokoh yang sadar diri. A bukan orang yang munafik yang tidak mau mengakui kesalahannya. Yang salah tetap salah sekalipun dia sendiri yang melakukannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :

“Aku tahu aku bukan orang baik-baik dalam ukuran moralku. Maka aku menyusun etika-ku dalam menjalani permainan level 2 ini. Ketika aku tak punya moral, setidaknya aku punya kode etik. Pertama, aku menjaga kerahasiaan hubungan gelapku. Aku tak akan omong apapun perihal dengan siapa aku menjalin hubungan”…

Kedua, aku bersumpah tidak akan merebut suami orang kedalam hubungan yang sah. Aku sudah mencuri; aku berjanji pada diri sendiri untuk selalu mengembalikan. Aku tidak akan meminta lelaki itu bercerai. Aku tidak akan minta dikawini persetan manapun. Aku mencukupkan diriku sebagai maling waktu”…

“Sebagai pencuri momen, kubiarkan diriku berada ditempat gelap. Itulah satu-satunya caraku menghormatiperempuan yang lebih dulu”…

“namun didasar hatiku aku merasa berdosa. Ya, kali ini aku merasa begitu”. (hal. 82)


(35)

Dari kutipan diatas, dapat dilihat bahwa sosok A sadar kalau dia melakukan kesalahan yaitu berselingkuh dengan Dan, suami orang yang tak lain adalah rekan kerjanya di tempat yang baru. Dan adalah seorang editor untuk tulisan-tulisan A yang saat itu sedang bekerja disebuah redaksi majalah. Tapi A adalah sosok yang jujur, ia mengakui kesalahannya sebagai sebuah kesalahan, dan ia menyadarinya. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :

“Aku harus tetap bisa bilang hitam sebagai hitam. Aku yakin bahwa aku tidak boleh mencari pembenaran. (hal. 78)

“aku tahu aku bukan orang baik-baik. Tapi aku tidak akan menawar nilai-nilai dan rasa keadilanku untuk membuatku merasa jadi orang baik. Jika aku berada disuatu jurang hitam, setidaknya aku tahu bahwa itu jurang hitam, dan aku tidak mengatakan bahwa tempat itu luhur dan terang. Apa yang gelap harus diterima sebagai gelap”. (hal.79)

Dari kutipan diatas, terlihat sosok A memiliki watak yang jujur, dan mau mengakui kesalahannya sendiri dan tidak mau mencari pembenaran dari tindakannya yang memang salah.

Salah satu watak yang terdapat dalam diri A adalah sosok yang percaya diri dan selalu berusaha mencari pengalaman baru. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Aku telah pernah jadi sekretaris, jadi model, jadi petugas guest relation disebuah hotel bintang lima (semuanya kacau dan sama sekali tidak sukses), dan kini aku jadi wartawan. Aku bekerja freelance di sebuah majalah di bawah pengelolaan mingguan Tempo”…

“Aku menemukan bakatku.Semua yang kutulis nyaris tidak membutuhkan penyuntingan oleh editor.Strukturku baik.Logikaku lurus.Bahasaku cermat.Humorku ada.Metaforku kaya.Seorang redaktur berkata, ia seperti menemukan permata pada diriku”. (hal. 65)


(36)

Sosok A adalah tokoh yang percaya diri pada kemampuanya, ia tidak pernah takut untuk masuk ke sebuah lingkungan baru, mencoba mencari pengalaman dari pekerjaan baru hingga ia menemukan bakatnya di dunia tulis menulis.

Dari uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa tokoh A adalah sosok yang berani, cerdas, jujur, kritis, percaya diri, punya kemauan yang keras, mandiri, tahu apa yang ia mau, punya rasa ingin tau yang tinggi dan juga menjunjung nilai-nilai keadilan. Watak tokoh A tersebut sesuai dengan semangat feminisme, yaitu semangat memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan. Watak seperti tokoh A lah yang dibutuhkan perempuan untuk bisa memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini terdiskriminasi.

4.2 Sikap feminisme Tokoh A dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang

Pada dasarnya tujuan dari feminisme adalah menyamakan kedudukan atau derajad perempuan dan laki-laki.Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka secara utuh. Hal ini pula yang peneliti lihat tercermin pada diri tokoh A dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Tokoh A digambarkan sebagai sosok perempuan cerdas yang kritis, yang mencoba menentang nilai-nilai norma sosial yang ia anggap bertentangan dengan konsep yang ia miliki tentang kedudukan perempuan dimasyarakat. Tokoh A merupakan sosok yang berusaha menghapus konsep keperawanan yang menurutnya mendiskriminasikan perempuan, dan berusaha menghindari pernikahan, karena baginya pernikahan adalah salah satu bentuk


(37)

sistem patriarki yang menjadikan perempuan sebagai manusia nomor dua yang hak dan pendapatnya tidak terlalu diperhitungkan.

Tokoh A digambarkan sebagai perempuan yang mencoba menentang bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang sering menimpa kaum perempuan seperti subordinasi, marginaliasi, stereotipe perempuan, kekerasan dan beban ganda

4.2.1 Subordinasi

Pada dasarnya subordinasi adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin diangggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya.Subordinasi banyak menimpa kaum perempuan karena faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial.

Menurut Handayani dan Sugiarti (2008 : 15-16), subordinasi adalah anggapan bahwa perempuan tidak penting terlibat dalam pengambilan keputusan politik. Hal ini juga dapat diartikan bahwa kaum perempuan tidak mempunyai peluang untuk mengeluarkan pendapat atau mengambil keputusan walaupun hal tersebut menyangkut tentang kehidupannya. Hal ini juga berhubungan dengan perampasan kebebasan perempuan untuk menentukan apa yang dinginkannya baik dalam pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan. Bentuk subordinasi tersebut muncul salah satunya adalah karena perempuan dianggap irasional dan emosional (Fakih, 2004:15)

Dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, tokoh A digambarkan sebagai tokoh yang mencoba menentang adanya subordinasi yang menimpa kaum perempuan. Jika kebanyakan perempuan tidak didengarkan pendapatnya dalam


(38)

hal mencari pasangan karena dianggap kurang rasional dan emosional, maka dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang, tokoh A justru menunjukan sikapnya sebagai perempuan modern yang bisa menentukan sendiri apa atau siapa yang ia mau sebagai pasangannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :

“Aku kini punya dua pacar, Mat yang mengapeli aku naik mobil, yang tidak tahu bahwa ia punya saingan, Nik, yang mengapeli aku naik motor, yang tahu bahwa ia punya saingan dan yakin bahwa ia akan menang”. (hal. 20)

“Aku punya pacar dua dan aku harus memutuskan salah satu.Siapa yang harus kupilih?Jawabannya sebenarnya sudah jelas”. (hal. 21)

Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa tokoh A adalah sosok perempuan yang menentang subordinasi dalam hal menentukan pasangan. Tokoh A justru adalah perempuan yang memiliki dua pacar untuk kemudian ia pilih mana yang paling tepat baginya. Bahkan A menentukan sendiri siapa kelak yang akan hidup bersamanya, A bahkan berani mengambil resiko berselingkuh dengan suami orang bernama Dan, bahkan A membulatkan keputusanya bahwa ia tidak akan lagi bersama Nik akhirnya, karena menurutnya Nik tidak lagi dapat menjadi teman bicara yang baik baginya. Dia merasa Nik tertinggal dibelakangnya, meskipun dia masih menyayangi Nik. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“Tapi...semenjak aku jadi wartawan, Nik tertinggal dibelakangku dalam pegetahuan umumdan pemikiran.”…

“Pelan-pelan aku tahu bahwa percakapan kami tidak seimbang lagi. Dan keadaan itu semakin kontras sebab kini ada Dan, yang dengannya aku bisa berbincang berjam-jam dengan asyik bahkan tanpa persentuhan fisik.(hal.71) “Setelah itu aku tahu bahwa aku tidak akan bersama Nik dalam ‘sisa hidup”-ku. Aku tidak akan menikah dengannya. Seperti yang masih ia bayangkan. Seperti yang pernah kupikirkan.” (hal. 75)


(39)

Hal ini jelas menunjukkan sikap A yang menentang subordinasi perempuan yang mana biasanya perempuan hanya bisa menunggu untuk dipilih laki-laki untuk kemudian dinikahi atau ditinggalkan. Tapi A berbeda, dialah yang memilih akan terus bersama seseorang atau meninggalkannya jika ia anggap sudah tidak sesuai lagi dengan kemauannya.

Lebih lanjut tokoh A juga merupakan sosok perempuan yang mampu mengambil keputusannya sendiri, ia punya keyakinan yang tinggi pada dirinya. Jika perempuan lain tersubordinasi, tidak mampu mengeluarkan pendapatnya ataupun menentukan keputusannya sendiri, tokoh A justru menunjukkan bahwa perempuan juga bisa mengambil keputusan dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

“begitulah sekali lagi aku telah memutuskan untuk menutup masa perawanku”. (hal. 11)

“Jadi menjelang duapuluh tahun aku sudah menghapus kata “selaput dara” dari sistem nilaiku.Kalau suamiku kelak menolak aku karena itu, maka sudah layak dan sepantasnya aku juga menolak manusia seperti itu untuk hidup bersamaku. (hal. 35)

Subordinasi perempuan juga berbentuk anggapan bahwa kenikmatan perempuan dalam berhubungan intim itu tidak penting. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa dalam berhubungan intim, kepuasan suami adalah hal yang penting, dan seringkali mengabaikan apa yang ingin perempuan rasakan dalam hubungan, bahkan informasi tentang perempuan untuk mencapai kepuasanpun dianngap tabu. Banyak perempuan yang tidak menguasai tubuhnya sendiri karena asumsi yang dibangun dimasyarakat bahwa tugas perempuan sebagai istri adalah


(40)

memenuhi kebutuhan seksual suami dan tidak terpikirkan apakah perempuan juga perlu memuaskan dirinya. Hal ini pula yang tampak ditentang oleh tokoh A dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, tokoh A digambarkan sebagai sosok perempuan yang menguasai tubuhnya, yang tidak mau bergantung pada laki-laki untuk mencapai kepuasannya dalam berhubungan intim seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

“Disitulah aku berpikir: jika perempuan tidak menguasai dirinya sendiri, jangan-jangan ia tak akan pernah mengalami klimaks. Di situ juga aku menyimpulkan: bukan lelaki yang memberikan kenikmatan pada perempuan, tapi perempuanlah yang harus mengambilnya sendiri. Perempuan tidak boleh ragu untuk mengunakan atau tidak menggunakan tubuh si lelakinya.” (hal. 66)

Dalam kutipan diatas dapat dilihat bahwa tokoh A adalah sosok perempuan mandiri yang tidak mau bergantung pada lelaki sekalipun untuk urusan seksual. Tokoh A adalah sosok yang percaya bahwa perempuan punya kebebasan untuk mengontrol raga dan memahami tubuhnya sendiri untuk mencapai kepuasan dalam sebuah hubungan intim.

4.2.2 Marginalisasi

Bentuk ketidakadilan gender lainnya yang dialami perempuan adalah marginalisasi. Menurut Fakih (2004:14), marginalisasi adalah suatu proses pemiskinan ekonomi atau peminggiran yang terjadi di dalam negara atau masyarakat yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya, pengusuran, bencana alam, atau proses eksploitasi. Marginalisasi identik lebih banyak terjadi pada perempuan yang disebabkan oleh


(41)

gender.Dalam dunia kerja, terkadang perempuan juga mengalami marginalisasi.Pada umumnya perempuan tidak dipercaya untuk menjadi pemimpin.Hal tersebut juga dapat memiskinkan kaum perempuan. Tidak hanya didunia kerja, bahkan disekolah-sekolah pun, dalam pemilihan ketua organisasi, biasanya akan lebih diutamakan kandidat laki-laki dibanding perempuan.

Hal ini juga dialami tokoh A dimana ia sempat berdebat dengan Nik tentang posisi perempuan dalam dunia kerja. Tokoh A merasa pacarnya Nik adalah orang yang berpikiran konservatif yang menganggap bahwa perempuan tidak pantas memimpin, bahkan ia berkata bahwa ia tidak mau dipimpin oleh perempuan seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :

“Nanti, kalau kita sudah menikah, kamu harus panggil aku ‘Mas’.” “Mana mungkin?Kamu kan lebih muda?” kataku.

“Tapi aku kan suamimu.”

“Tapi kamu kan memang nyata-nyata, objektif, faktual, lebih muda dari aku?” “iya. Tapi suami kan kepala keluarga. Suami akan memimpin istrinya.” (hal. 43)

“Tidak bisa.Aku tidak bisa dipimpin perempuan.Aku tidak bisa jadi bawahannya cewek. Tidak bisa saja...” (hal. 51)

Dari kutipan diatas terlihat bahwa sosok Nik adalah termasuk laki-laki yang memarginalkan perempuan, yang tentu saja sangat bertenangan dengan watak tokoh A dalah novel Pengakuan Eks Parasit lajang, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

“Ah, Nik yang besar dalam keluarga militer dan konservatif ini sulit memahami aku. (Sesungguhnya, keluargaku yang berlingkungan kejaksaan dan konservatif juga sama sulit memahami aku.) Kalaupun kawin, aku ingin


(42)

menikah, bukan dinikahi.Memangnya aku ini objek. Istri dan suami kan harusnya sama-sama menikahkan diri satu sama lain”. (hal. 40)

“Tapi profil keluarga kami mirip. Ibu sesungguhnya adalah Imam religiusitas dalam keluarga. Ibulah yang memimpin, bukan lelaki.Ayahku masuk Katolik karena ibu. Ayahnya masuk islam karena ibunya. (Seharusnya agama menyadari ini dan mengakui bahwa perempian bisa menjadi Imam).” (hal. 30)

Dari kutipan diatas dapat dilihat bahwa tokoh A tidak setuju dengan pendapat Nik tentang perempuan. Tokoh A tidak setuju jika perempuan yang kelak menjadi istri harus dipimpin dan tunduk sepenuhnya pada suami.Tokoh A juga berpendapat bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin rumah tangga, karena tidak jarang justru perempuan, sosok ibu yang lebih banyak mengajari dan mengajak seluruh keluarganya untuk beriman pada agama.

“Aku tidak suka prosesi itu. Terutama pada bagian di mana pengantin perempuan membasuh kaki calon suaminya. Itu tanda bakti dan melayani. Tak ada yang salah dengan berbakti dan melayani. Tapi jika itu tidak dilakukan secara setara, buatku itu tidak benar. Ada yang slah disana. Jika hanya perempuan yang membasuh kaki lelaki, dan tidak sebaliknya juga, maka aku tidak bisa menerimanya. Jadi, aku suka masygul membaynagkan harus mencuci kaki Nik. Kenapa pula aku harus mencuci kakinya di depan umum dengan wajah cemong?” (hal.75)

“Aku tak suka jawabannya. Aku merasa ada yang tidak adil dalam pikirannya. Kubilang padanya, “Tuhan kan sangat kuat. Sakit hatinya tak akan seberapa. Tapi kalau kamu menikah lagi, istri kamu yang kamu sakiti secara sah”…

“Kalau aku, aku lebih memilih menyakiti hati pihak yang kuat daripada menyakit pihak yang lemah. Jika aku melukai yang lemah itu berarti aku sewenang-wenang”…

“aku kerap termenung sampai lama setelah percakapan itu. Dalam perbuatan, aku tahu aku salah. Aku telah menghianatiorang. Tapi, dalam hal niat, menurutku Mas memiliki sejenis keserakahan. Ia bukannya tidak mau berkhianat. Ia mau saja menyakiti hati istrinya. Tapi ia mau


(43)

penghianatannyaitu punya kekuatan moral dan hukum.tapi, disitulah masalahnya: kau mau melegalkan dan membenarkan penghianatan?” …

“Disitulah aku merasa, orang yang berpoligami dengan alasan agar tidak berdosa – ya, agar perbuatannya sah – justru menunjukan derajat keserakahan. Ia mau kenikmatan, mau menyakiti istri pertamanya, sekaligus mau lepas dari beban moral dan dosa”. (hal.77)

Kutipan-kutipan diatas menunjukkan bahwa banyak sekali hal yang sering terjadi di masyarakat yang merugikan perempuan. Mungkin upacara adat adalah bagian dari budaya Indonesia, tapi poligami jelas bukan. Dan masa sekarang ini banyak sekali para istri yang menjadi korban poligami, karena adanya asumsi gender bahwa istri harus tunduk kepada suami sekalipun diperlakukan tidak adil. Hal ini lah yang sangat bertentangan dengan konsep hidup A. Baginya orang-orang yang berpoligai saat ini bukan lagi orang-orang-orang-orang suciyang melakukannya untuk tujuan baik membantu orang, melainkan semata-mata demi sebuah kepuasan dan melegalkan sebuah penghianatan.

4.2.3 Stereotipe

Tokoh A juga merupakan sosok yang tidak mau di streotipekan. Menurut Fakih (2014:14), stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Biasanya stereotipe berakibat pada ketidakadilan sehinga dinamakan pelabelan negatif. Salah satu jenis stereotipe adalah bersumber dari pandangan gender yang mensubordinasikan kaum perempuan. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka.


(44)

Salah satu stereotipe itu adalah pelabelan bahwa perempuan hanya sebagai obyek seksual. Stereotipe tersebut telah menyebabkan terjadinya kekerasan fisik, psikis, dan sesksual kepada perempuan karena perempuan tidak dianggap sebagai manusia yang memiliki hak atas tubuh mereka. Adakalanya perempuan juga dianggap godaan, dan dihargai hanya berdasarkan utuh tidaknya selaput darah mereka saat menikah nanti.Pelabelan tentang keperawanan membuat perempuan terdiskriminasi. Hali ini terlihat dalam kutipan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang berikut ini:

“Pada masa itu perempuan masih hidup dengan ditakut-takuti. Perempuan harus menjaga selaput daranya sampai malam pertama pernikahan. Seorang gadis yang tidak perawan layaklah dicampakkan oleh suaminya.Dan peristiwa semacam itu memang masih ada terjadi.ditelevisi kulihat berita tentang penyanyi gendut FH yang menceraikan istrinya dengan alasan sudah tidak perawan lagi.” (hal.33)

“ibuku pernah berkata bahwa perempuan itu seperti porselen. Jika sudah pecah, jadi tidak berharga.Ia bilang begitu bukan dengan nada menggurui, tapi lebih dengan nada muram dan tak berdaya.”…

“Kulihat di televisi ia berkhotbah di hadapan para remaja putri.Ia berkata, selaput dara ibarat segel dari Allah. Kita saja tidak mau menerima botol air mineral atau softdrink yanng segelnya sudah rusak, padahal itu hanya segel dari pabrik.” (hal.34)

Kutipan tersebut menunjukkan betapa masih terdapat stereotipe dalam masyarakat, yang melabeli bahwa perempua harus perawan agar dapat diterima calon suami, agar dianggap bermoral dan berbudi baik.Padahal robeknya selaput dara tidak hanya karena adanya aktivitas coitus interruptus.Selaput dara juga bisa sobek jika si anak perempuan melakukan gerakan senam tertentu, bersepeda, atau terjatuh. Bahkan tidak selamanya selaput dara akan mengeluarkan darah saat


(45)

melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya. Jadi layaklah jika dikatakan masih banyak stereotipe terhadap perempuan terjadi ditengah masyarakat.

“Aku tidak mau menerima nilai-nilai yang menurutku tidak adil.Tak ada yang bisa menjawabku dimana letak keadilan dalam hal memuliakan dan menuntut keperawanan wanita.Karena itu pelan-pelan aku mencoret ayat ini dalam tata moralitasku sendiri.Untunglah agama tidak pernah menjadikan keperawanan sebagai syarat perkawinan pertama.” (hal. 35)

“Pada masa itu perempuan masih hidup dengan ditakut-takuti.Tapi aku sedang menyusun sistem nilaiku sendiri.” (hal. 36)

Kutipan diatas menunjukkan sikap feminisme tokoh A, yang menolak sistem nilai yang menurutnya mendiskriminasikan perempuan. A menyusun nilai-nilai moralitasnya sendiri,A tidak bisa menerima sistem yang menurutnya tidak adil dan merugikan perempuan.

“Tahu tidak, Bibi, kenapa aku sampai memutuskan untuk idak mau menikah? Itu karena Bibi! Betul-betul karena Bibi. Bibi terlalu mengagung-agaungkan perkawinan. Seolah-olah kalau tidak kawin, perempuan itu tidak sempurna. Seolah-olah tanpa suami, hidup perempuan itu hampa. Padahal bekerja dan mandiri, tapi bibi tidak menghargai itu. Karena pandanan seperti itulah banyak perempuan jadi perawan tuayang dengki. Gara-gara Bibi, aku memutuskan untuk menunjukan bahwa tidak sebegitunya perempuan butuh suami. Ya, sejujurnya , Bibilah yang membikin aku tidak mau kawin!” (hal.268)

Kutipan diatas menunjukkan alasan terbesar A kenapa ia tidak mau menikah. A ingin menunjukkan kepada Bibinya yang terlalu mengagung-agungkan perkawinan, dan kepada perempuan disekitarnya, bahwa tidak ada yang buruk dengan tidak menikah atau menjadi perawan tua, itu semua hanya pelabelan dari masyarakat bahwa perempuan yang tidak menikah adalah perempuan malang


(46)

yang hidupnya pasti tidak bahagia,itulah salah satu misi A ia ingin membuka mata masyarakat bahwa perempuan punya pilihan sendiri, dan tidak ada yang salah dari tidak menikah.

4.2.4 Kekerasan

Kekerasan menurut Fakih (2004:17), adalah serangan atau invansi terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun ada salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu, yaitu perempuan. Kekerasan ini disebut dengan gender related violence.

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melangar, menghambat, meniadakan kenikmatan, dan pengabaian hak asasi peempuan atas dasar gender. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminin dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki diangap kuat, gagah, berani an sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut da sebagainya.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Kaum perempuan memang sangat rentan menjadi korban kekerasan karen posisi kaum perempuan yang tidak setara


(47)

dengan laki-laki dihadapan masyarakat baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Menurut Subhan (2004:12), kekerasan pada perempuan pada dasarnya dapat dibagi dua kategori, yaitu kekerasan yang bersifat fisik maupun nonfisik/psiologis.

Tokoh A adalah tokoh sentral dalam Pengakuan Eks Parasit Lajang, yang memiliki semangat feminisme dlam dirinya. Dalam novel ini tokoh A memang tidak mengalami kekerasan fisik maupun psikis, justru sebaliknya, A menunjukkan bahwa kekerasan bisa saja terjadi tidak haya pada perempuan tapi juga laki-laki, seprti yang terlihat dalam kutipan berikut:

“Kini Nik menemukan A menghianati dia untuk kedua kali. Ia mendapati sketsa-sketsa A tentang lelaki itu. A biasa membuat sketsa intim dengan dirinya, dna sekarang perempuan itu juga membuat sketsa sosok lelaki itu.” (hal. 95)

“”Nik, sungguh aku minta maaf karena telah membuatmu menderita, tapi hubungan kita tidak mungkin menjadi perkawinan,” kali ini A berhasil mengaskan niatnya”. (hal.195)

“Nik dan A kembali ke rumah A. Di sana Nik segera membenamkan kepalanya yang berasap ke dalam bak mandi. A memandangi kekasihnya ( ia tak tahu lagi harus menyebut lelaki itu apa ) dengan sedih”. (hal: 196)

“Menyakiti lelaki adalah menyakiti hak-haknya, wewenangnya, kekuasaannya”. (hal. 257)

Dari kutipan di atas terlihat sikap feminisme tokoh A, bahwa A adalah wanita yang bisa menghindarkan dirinya dari disakiti oleh lelaki, justru sebaliknya A lah yang menyakiti psikis lelaki dengan berselingkuh dengan lelaki lain. A mampu membuat seorang lelaki frustasi karena perbuatannya. Tentu bukan menyakiti tujuan dari feminisme tapi paling tidak A membuktikan bahwa ada


(48)

kalanya perempuan mampu mengendalikan perasaannya dan perasaan lelaki yang menjadi pasangannya. A menunjukkan bentuk kesetaraan, bahwa tidak selamanya perempuan menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis, mengalami penderitan batin, adakalanya perempuan juga bisa menyakiti.

4.2.5 Beban Ganda

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkalil dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuaun yang bekerja diwilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban perempuan diwilayah domestik. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalh mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau angota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berda dipundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. Peran perempuan yang hanya dibatasi pada urusan domestik dapat menghambat pertumbuhan mentalnya, dan akibatnya ialah kemampuan rasionalnya yang perlahan-lahan akan mengalami kemunduran. Pekerjaan rumah tangga bertentangan dengan kemungkinan terwujudnya manusia secara utuh karena persyaratan kerja yang dikenakan terkait dengan dasar pekerjaan tersebut tidak memerlukan banyak unsur ketangkasan, hanyalah rasa tanggung jawab untu melaksanakan kegiatan-kegiatan rumah tangga tersebut dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.


(49)

Dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, tidak ditemukan penimpangan gender yang dialami tokoh utama maupun orang sekitarnya. Tokoh A memilih untuk tidak menikah, ia tidak terbebani dengan pekerjaan domestik. A memilih tidak menikah dan tidak mau memiliki anak, hinga ia terbebas dari beban pekerjaan ganda. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut :

“Aku tidak akan meikah dengan siapapun diantara kalian. Aku tidak mau menikah”…

“Aku bukan objek, Nik.Aku bukan barang milik lelaki, kamu atau dia. Aku bukan sesuatu yang bisa diserahkan.Aku berhak memutuskan sendiri.Dan aku tidak mau kawin.” (hal. 195)

“A tidak mau menikah dengan hukum perkawinan Indonesia, yang masih menempatkan suami sebagai kepala keluarga.” (hal.274)


(50)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang merupakan otobiografi dari sang penulis Ayu Utami. Dimana ia menceritakan tentang kehidupannya dan pilihannya untuk menjadi si Parasit Lajang untuk tidak menikah dan tidak mengagungkan keperawanan. Novel ini bercerita tentang alasan tokoh utama yang secara sadar memilih untuk tidak menikah dan menceritakan pemikirannya tentang ketidakadilan yang menurutnya kerap menimpa kaum peremuan baik dari segi agama, hukum dan budaya di masyarakat.Dalam novel ini watak tokoh A si pemeran utama digambarkan sebagai seorang perempuan yang berani, cerdas, jujur, kritis, percaya diri, punya kemauan yang keras, mandiri, tahu apa yang ia inginkan, punya rasa ingin tau yang tinggidan juga menjunjung nilai-nilai keadilan. Watak tokoh A ini sesuai dengan semangat feminisme, yaitu semangat memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan.

2. Untuk menentang ketidakadilan yang ia anggap menimpa kaum perempuan, tokoh A diusia 20 memutuskan untuk melepaskan masa keperawanannya dan memutuskan untuk tidak menikah. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pola pikir masyarakat yang begitu memuja keperawanan perempuan, yang justru berdampak pada


(51)

ketidakadilan, bahkan penindasan kepada perempuan. Betapa perempuan telah menjadi objek oleh rezim patriarkal yang menempatkan perempuan sebagai subordinat, rendah, lemah, dan rapuh. A berupaya untuk menetang beberapa bentuk ketidakadilan yang sering menimpa kaum perempuan seperti marginalisasi, subordinasi dan stereotipe dengan menetukan apa yang ia mau dan memilih sendiri seperti apa jalan hidupnya. A menunjukkan bahwa perempuan juga punya kemampuan untuk menentukan kehidupan yang ia inginkan, menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan dirinya sendiri tanpa harus selalu bergantung kepda laki-laki.

5.2 Saran

Penulis menyarankan kepada para pembaca untuk menambah referensi buku-buku yang berkaitan dengan feminisme untuk menambah wawasan serta pemahaman pembaca mengenai feminisme, serta karya-karya sastra yang sarat dengan nilai femininme itu sendiri.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, dkk. 1999. Analisis Struktur Cerita Pendek : Majalah Horison 1966-1970 Tema dan Penokohan. Medan : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Aminudin. 1984.Pengantar Memahami Unsur Unsur dalam Karya Sastra Bagian 1. Malang: FPBS IKIP

Ali, Mohammad. 2014. Memahami Riset Perilaku dan Sosial.Jakarta : Bumi Aksara.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Cetakan Keempat. Yogyakarta:Media Presindo.

Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Handayani Sri Ade. 2010. Skripsi Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy: Ketidakadilan Gender. Medan : Universitas Sumatera Utara. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Penelitian Gender. Cetakan

Ketiga. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik penelitian sastra: Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif wacana naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminismedan Sastra. Bandung: Katarsis Sugihastuti. 2002. Teori dan Resepsi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastar Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti, 2005.Rona Bahasa dan Sastra Indonesia.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Saptiawan. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan: Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tantawi, Isma. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Teuww, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori sastra. Jakarta: Pustaka Pelajar.


(53)

HALAMAN WEB

Rossa.2011. “Perwatakan dan Penokohan”. Blog

Andriew.2011.”Aspek Psikologis Perwatakan Tokoh Novel”. Blog: Diakses11 Desember 2013.

Sartika,Itha.2011. “Kajian Feminisme Sastra”. Blog


(1)

kalanya perempuan mampu mengendalikan perasaannya dan perasaan lelaki yang menjadi pasangannya. A menunjukkan bentuk kesetaraan, bahwa tidak selamanya perempuan menjadi korban kekerasan baik fisik maupun psikis, mengalami penderitan batin, adakalanya perempuan juga bisa menyakiti.

4.2.5 Beban Ganda

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkalil dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuaun yang bekerja diwilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban perempuan diwilayah domestik. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalh mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau angota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berda dipundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. Peran perempuan yang hanya dibatasi pada urusan domestik dapat menghambat pertumbuhan mentalnya, dan akibatnya ialah kemampuan rasionalnya yang perlahan-lahan akan mengalami kemunduran. Pekerjaan rumah tangga bertentangan dengan kemungkinan terwujudnya manusia secara utuh karena persyaratan kerja yang dikenakan terkait dengan dasar pekerjaan tersebut tidak memerlukan banyak unsur ketangkasan, hanyalah rasa tanggung jawab untu melaksanakan kegiatan-kegiatan rumah tangga tersebut dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.


(2)

Dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, tidak ditemukan penimpangan gender yang dialami tokoh utama maupun orang sekitarnya. Tokoh A memilih untuk tidak menikah, ia tidak terbebani dengan pekerjaan domestik. A memilih tidak menikah dan tidak mau memiliki anak, hinga ia terbebas dari beban pekerjaan ganda. Seperti yang tergambar dalam kutipan berikut :

“Aku tidak akan meikah dengan siapapun diantara kalian. Aku tidak mau menikah”…

“Aku bukan objek, Nik.Aku bukan barang milik lelaki, kamu atau dia. Aku bukan sesuatu yang bisa diserahkan.Aku berhak memutuskan sendiri.Dan aku tidak mau kawin.” (hal. 195)

“A tidak mau menikah dengan hukum perkawinan Indonesia, yang masih menempatkan suami sebagai kepala keluarga.” (hal.274)


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang merupakan otobiografi dari sang penulis Ayu Utami. Dimana ia menceritakan tentang kehidupannya dan pilihannya untuk menjadi si Parasit Lajang untuk tidak menikah dan tidak mengagungkan keperawanan. Novel ini bercerita tentang alasan tokoh utama yang secara sadar memilih untuk tidak menikah dan menceritakan pemikirannya tentang ketidakadilan yang menurutnya kerap menimpa kaum peremuan baik dari segi agama, hukum dan budaya di masyarakat.Dalam novel ini watak tokoh A si pemeran utama digambarkan sebagai seorang perempuan yang berani, cerdas, jujur, kritis, percaya diri, punya kemauan yang keras, mandiri, tahu apa yang ia inginkan, punya rasa ingin tau yang tinggidan juga menjunjung nilai-nilai keadilan. Watak tokoh A ini sesuai dengan semangat feminisme, yaitu semangat memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan.

2. Untuk menentang ketidakadilan yang ia anggap menimpa kaum perempuan, tokoh A diusia 20 memutuskan untuk melepaskan masa keperawanannya dan memutuskan untuk tidak menikah. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pola pikir masyarakat yang begitu memuja keperawanan perempuan, yang justru berdampak pada


(4)

ketidakadilan, bahkan penindasan kepada perempuan. Betapa perempuan telah menjadi objek oleh rezim patriarkal yang menempatkan perempuan sebagai subordinat, rendah, lemah, dan rapuh. A berupaya untuk menetang beberapa bentuk ketidakadilan yang sering menimpa kaum perempuan seperti marginalisasi, subordinasi dan stereotipe dengan menetukan apa yang ia mau dan memilih sendiri seperti apa jalan hidupnya. A menunjukkan bahwa perempuan juga punya kemampuan untuk menentukan kehidupan yang ia inginkan, menentukan segala keputusan yang berhubungan dengan dirinya sendiri tanpa harus selalu bergantung kepda laki-laki.

5.2 Saran

Penulis menyarankan kepada para pembaca untuk menambah referensi buku-buku yang berkaitan dengan feminisme untuk menambah wawasan serta pemahaman pembaca mengenai feminisme, serta karya-karya sastra yang sarat dengan nilai femininme itu sendiri.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, dkk. 1999. Analisis Struktur Cerita Pendek : Majalah Horison 1966-1970 Tema dan Penokohan. Medan : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Aminudin. 1984.Pengantar Memahami Unsur Unsur dalam Karya Sastra Bagian 1. Malang: FPBS IKIP

Ali, Mohammad. 2014. Memahami Riset Perilaku dan Sosial.Jakarta : Bumi Aksara.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Cetakan Keempat. Yogyakarta:Media Presindo.

Fakih, Mansour. 1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Handayani Sri Ade. 2010. Skripsi Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy: Ketidakadilan Gender. Medan : Universitas Sumatera Utara. Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Penelitian Gender. Cetakan

Ketiga. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik penelitian sastra: Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif wacana naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminismedan Sastra. Bandung: Katarsis Sugihastuti. 2002. Teori dan Resepsi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastar Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti, 2005.Rona Bahasa dan Sastra Indonesia.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Saptiawan. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan: Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tantawi, Isma. 2013. Terampil Berbahasa Indonesia. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Teuww, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori sastra. Jakarta: Pustaka Pelajar.


(6)

HALAMAN WEB

Rossa.2011. “Perwatakan dan Penokohan”. Blog

Andriew.2011.”Aspek Psikologis Perwatakan Tokoh Novel”. Blog: Diakses11 Desember 2013.

Sartika,Itha.2011. “Kajian Feminisme Sastra”. Blog


Dokumen yang terkait

PANDANGAN AYU UTAMI TENTANG VIRGINITAS DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG: TINJA Pandangan Ayu Utami Tentang Virginitas Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang: Tinjauan Strukturalisme Genetik Dan Implementasi Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 3 11

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL SI PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI: KAJIAN KRITIK SASTRA FEMINISME DAN Citra Perempuan dalam Novel Si Parasit Lajang Karya Ayu Utami: Kajian Kritik Sastra Feminisme dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA

3 7 15

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT Citra Perempuan Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami: Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

1 3 12

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI: TINJAUAN KRITIK SASTRA FEMINIS DAN Citra Perempuan Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami: Tinjauan Kritik Sastra Feminis Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar S

0 1 20

Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran alur dan pengaluran Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami untuk siswa SMA kelas XI semester 1.

0 0 123

Kepribadian Tokoh, Nilai Pendidikan Karakter Kejujuran Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami, dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di Perguruan Tinggi: Kajian Psikologi Sastra.

0 0 17

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep - Analisis Feminisme Tokoh Utama Dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami

0 0 11

KEBEBASAN PEREMPUAN DALAM NOVEL PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG KARYA AYU UTAMI

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Kebebasan perempuan dalam novel pengakuan eks parasit lajang karya Ayu Utami - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 1 12

Kebebasan perempuan dalam novel pengakuan eks parasit lajang karya Ayu Utami - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 32