12
c Growth Opportunity
berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
Kesimpulan: a
Faktor Tangibility of Assets berpengaruh positif terhadap faktor Leverage
, dapat diterima. b Faktor
Profitability berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat
diterima. c
Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
Penelitian yang dilakukan sekarang ini berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada waktu, sampel, dan metode penelitian. Sedangkan
persamaannya adalah sama meneliti tentang pengaruh Tangibility of Assets, Firm Size, Growth Opportunity,
dan Profitability terhadap Leverage perusahaan. Oleh karena itu, penelitian sekarang bukan replikasi dari peneliti terdahulu.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Struktur Modal
Sumber dana intern yang tidak mencukupi membuat perusahaan terpaksa mencari sumber pembiayaan dari luar perusahaan dengan hutang, maka timbulah
persoalan yang disebutkan sebagai persoalan struktur modal, atau kapitalisasi. Struktur modal atau kapitalisasi adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari
13
hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa struktur modal adalah kombinasi dari pembiayaan
hutang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan Weston dan Copeland, 1997.
Selama ini terdapat dua pendapat yang bertentangan berkaitan hubungan antara struktur modal dan kinerja. Pendapat pertama menyatakan bahwa semakin
besar hutang yang digunakan, maka semakin besar kewajiban perusahaan membayar angsuran dan biaya bunga. Apabila hal tersebut terus menerus dilakukan akan
mempersulit keuangan perusahaan dan membawa resiko kebangkrutan. Pendapat ini konsisten dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih
baik memilih laba ditahan sebagai sumber dana utama bagi dana investasi, jika laba ditahan tidak mencukupi baru menggunakan alternatif hutang. Pendapat kedua
menyatakan bahwa bertambahnya sumber dana hutang mencerminkan perkembangan perusahaan yang akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan tingkat pengembalian-penambahan hutang memperbesar tingkat pengembalian yang
diharapkan. Resiko yang makin tinggi akibatnya membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang
diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan
pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham.
14
Menurut Husnan 1996, teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, seandainya keputusan
investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain jika perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga
saham akan berubah. Tetapi kalau dengan merubah struktur modalnya ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur modal yang terbaik. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer
keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang akan dipilih karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi
finansial yang berbeda. Sumber pendanaan didalam suatu perusahaan dibagi kedalam dua kategori
yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal dapat diperoleh dari sumber laba ditahan sedangkan pendanaan eksternal dapat diperoleh
para kreditor atau yang disebut dengan hutang dari pemilik, peserta atau pengambil bagian dalam perusahaan atau yang disebut sebagai modal. Proporsi atau bauran dari
penggunaan modal sendiri dan hutang dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan disebut struktur modal perusahaan.
Struktur modal menggambarkan proporsi antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Teori tradisional atau teori klasik yang menyatakan bahwa ada
struktur modal optimal yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan
15
cara meminimumkan biaya modal rata – rata average cost of capital. Salah satu versi teori ini seperti yang dikembangkan secara sistematis oleh Ezra Salomon .
Struktur modal yang optimal terjadi apabila kelebihan debt equity ratio di atas average cost of capital
, dan dapat dikatakan minimum Ezra Salomon. Menurut Modligani dan Miller, pasar modal bersifat sempurna dan tidak ada
pajak. Dalam teori ini Modligani dan Miller MM menyatakan bahwa nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh struktur
modal. Dalam keputusan pembelanjaan ini akan ditentukan perimbangan yang optimal dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Yang dimaksud dengan
struktur modal capital structure adalah perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri saham Modligani dan Miller.
Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli akan dijelaskan lebih mendetail pada bagian berikut ini, yaitu antara lain pendekatan Tradisional,
pendekatan Modigliani dan Miller, pendekatan Laba Bersih atau Net Income NI, pendekatan Laba Operasi Bersih atau Net Operating Income NOI, Pecking Order
dan Balanced Theory. Selain itu, Myers 1984 mengklasifikasikan berbagai macam factor yang mempengaruhi struktur modal yaitu perusahaan yang mengikuti
balanced theory dan perusahaan yang mengikuti pecking order theory.
16
2.2.2. Pecking Order Theory
Meskipun trade-off theory
telah mendominasi teori-teori struktur modal dalam waktu yang lama, namun pada kenyataannya sering dijumpai fenomena yang
bertentangan dengan trade-off, yaitu banyaknya perusahaan yang mempunyai banyak profitabilitas tinggi, namun mempunyai debt ratio yang rendah Brigham
Houston. Ada alternatif teori struktur modal lain yang banyak mendapat perhatian untuk menjelaskan fenomena tersebut, yaitu pecking order theory yang dikemukakan
oleh Myers 1984. Untuk memahami teori ini, dianggap bahwa seorang manajer keuangan dihadapkan pada kenyataannya perusahan membutuhkan modal baru untuk
membiayai investasinya. Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dan total aktiva yang mencerminkan langsung sumber pendanaan dan pemanfaatan
pendanaan atau kebijakan pembiayaan aktiva perusahaan dalam Setiawan 2006. Pecking order theory
adalah salah satu teori yang mendasari pendanaan perusahan. Myers 1989 mengemukakan argumentasi mengenai adanya
kecenderungan suatu perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yang berdasarkan pada pecking order theory. Baskin 1989 menemukan bahwa dari
hasil pengamatan menunjukan bahwa pecking order theory yang diusulkan oleh Donaldson 1961 nampak bisa menggambarkan tentang praktek perusahaan
Wibowo dan Erkaningrum Pecking order theory
, ada dua aturan penting yang harus dilakukan manajer perusahan dalam menentukan sumber pembiayaan perusahaan. 1 gunakan sumber
17
pembiayaan internal terlebih dahulu dan 2 terbitkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Dengan demikian, ketika perusahaan dihadapkan pada
masalah pembiayaan, maka sebaiknya perusahaan menggunakan pembiayaan dari sumber internal terlebih dahulu, baru menggunakan utang dan terakhir menerbitkan
saham baru. Pembiayaan melalui sumber internal laba ditahan mempunyai biaya modal paling rendah. Dari sudut pandang investor, hutang relatif lebih tidak beresiko
dibandingkan saham. Dengan demikian, biaya modal hutang yang ditanggung perusahaan lebih rendah dibandingkan biaya modal saham yang dipandang lebih
beresiko Ross, et. Al, 2002. Pecking order theory
ini didasarkan atas empat observasi atau asumsi tentang perilaku keuangan perusahaan. Empat asumsi tersebut yaitu : 1 kebijakan deviden
adalah kebijakan yang sulit, 2 perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal dari laba ditahan dan depresiasi dibandingkan pembiayaan eksternal baik dari hutang
maupun ekuitas baru, 3 jika sebuah perusahaan harus mengambil pembiayaan eksternal, sebaiknya memilih sekuritas yang lebih aman terlebih dahulu, 4 jika
perusahaan diharuskan menggunakan pembiayaan eksternal, maka perusahaan seharusnya memilih surat berharga berdasarkan urutan pecking order sebagai berikut
: hutang yang sangat aman very safe debt, hutang yang berisiko risk debt, convertible securities
, saham preferen dan saham biasa Megginson, 1997.
Myers Majluf 1984 memberikan justifikasi teoritikal untuk pecking order
theory berdasarkan asymmetrycs information. Myers Majluf 1984 menambah
18
dua asumsi kunci lagi, yaitu 1 manajer perusahaan tahu lebih banyak tentang laba saat ini dan kesempatan investasi perusahaan dibandingkan dengan investor luar,dan
2 manajer dianggap bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi pemegang saham. Implikasi dari dua asumsi ini adalah perusahaan akan sulit mendapatkan
sumber dana dari luar karena investor luar tidak percaya pada informasi yang diberikan manajer tentang prospek perusahaan. Jika memang perusahaan harus
terpaksa mengambil dana dari sumbereksternal, maka perusahaan akan menanggung biaya yang besar. Oleh karena itu perusahaan lebih menyukai financial slack, yaitu
meliputi kas yang dipegang perusahaan dan surat-surat berharga jangka pendek Arifin, 2005.
Menurut Ross, et. al. 2002, ada 3 implikasi dari pecking order theory yaitu: 1.
Tidak ada tingkat leverage yang ditargetkan oleh perusahaan. Berbeda dengan trade-off theory, dalam pecking order theory tidak terdapat tingkat
leverage yang ditarget perusahan. Masing-masing perusahaan menentukan
tingkat leveragenya berdasarkan kebutuhan finansialnya,bukan berdasarkan target yang ingin dicapai. Jika perusahaan menggunakan hutang dalam jumlah
sedikit bukan berarti target leveragenya rendah melainkan karena kebutuhan dana eksternalnya rendah dikarenakan dana sumber internal yang dimiliknya
besar. 2.
Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang yang rendah. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang tinggi akan kurang
19
membutuhkan pembiayaan dari luar. Akibatnya, perusahaan tersebut akan mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini berbeda dengan implikasi
trade-off theory , yang menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas
perusahaan , semakin besar kapasitasnya untuk menggunakan hutang sehingga akan cenderung memperbesar hutangnya untuk memperoleh manfaat
penghematan pajak. 3.
Perusahaan menyukai financial slack pecking order theory didasarkan pada asumsi sulitnya kinerja mendapatkan pembiayaan dengan harga yang
masuk akal. Investor yang skeptis curiga berpikir bahwa harga saham over valued jika manajer menerbitkan saham baru dalam jumlah besar, sehingga hal
ini akan menyebabkan harga saham turun. Karena itu, perusahaan terlebih dahulu akan menggunakan hutang. Namun demikian, perusahaan hanya dapat
menggunakan pembiayaan dari uang sebelum ia menghadapi kesulitam financial. Oleh karena itu, peerusahaan menyukai financial slack yaitu kondisi
dimana perusahaan mempunyai jumlah kas internal yang besar, sehingga tidak tergantung pada pembiayan eksternal.
Berdasarkan konsep dasar dari struktur modal, para manajer perusahaan membuat keputusan pada jenis dana dan tingkat yang berkaitan untuk mendorong ke
arah meminimalkan dari keseluruhan biaya-biaya. Oleh karena itu, persedian dan permintaan dana mempengaruhi struktur modal, tetapi pada waktu yang sama, hal
20
yang berbahaya jika dihubungkan dengan arus kas perusahan yang mempengaruhi struktur modal itu.
Struktur modal yang diputuskan pada keputusan pembiayaan perusahaan, yaitu dalam penggunaan arus kas yang dimiliki perusahan untuk memenuhi
kebutuhan modal pembelanjan dan modal kerja bersih. Donaldson 1961 dan Brealey dan Myers 1984 dalam Chathoth 2002,
yang menyatakan bahwa perusahaan meningkat modal mereka dari tiga sumber itu laba yang ditahan, hutang dan dengan pengeluaran modal baru. Titman dan Wessels
1988 dalam Chathoth 2002 menyatakan bahwa ”Profitabilitas sebelumnya dari suatu perusahaan digunakan untuk laba ditahan, merupakan faktor penting
dalam penentuan struktur modal sekarang”
. Oleh karena itu, perusahaan dengan laba ditahan yang tinggi akan menggunakan sumber dana terdebut dibanding dengan
hutang atau modal dari luar. Donaldson 1961 dan Myers 1984 dalam Chathoth 2002, yang
mengemukakan bahwa dana internal yang digunakan sebagai sumber yang pertama untuk membiayai proyek secara internal, terutama untuk proyek yang NPV-nya
bernilai positif. Penggunaan dan secara eksternal yang dihasilkan tidak pernah dipertimbangkan pertama kali, dan didalam jenis dana eksternal yang dihasilkan,
hutang lebih disukai daripada saham biasa. Walaupun pembiayan hutang lebih disukai daripada modal dari penjualan
saham, harus dicatat bahwa ini akan berdampak pada kesulitan keuangan dan
21
kebangkrutan, perusahaan tidak akan membiayai investasi dengan hutang. Titman
dan Wessels 1988 menunjukan bahwa ”teori menyatakan bahwa pemilihan struktur modal perusahaan tergantung pada atribut yang menentukan berbagai
manfaat dan biaya-biaya yang berhubungan dengan modal dari penjualan saham dan hutang”
.
2.2.3. Keputusan Pendanaan
Keputusan investasi dan keputusan pendanaan pada dasarnya bersifat independen. Namun, setelah membicarakan keputusan investasi, berarti siap
menyeleksi proyek – proyek mana saja yang akan dipilih sesuai dengan berbagai kriteria investasi. Oleh karena itu, melalui keputusan pendanaan maka sumber dana
akan digunakan untuk membiayai suatu investasi yang sudah dianggap layak. Investasi dalam aktiva biasanya membutuhkan pendanaan jangka panjang.
Terdapat tiga sumber dana yang bersifat jangka panjang, yakni 1 penerbitan saham baru, 2 penerbitan obligasi, dan 3 laba ditahan. Pendanaan yang bersumber pada
penerbitan saham dan obligasi baru sering disebut sebagai pendanaan ektern external financing
, sedangkan yang bersumber pada laba ditahan disebut sebagai pendanaan intern internal financing. Keputusan pendanaan akan menyangkut
penentuan kombinasi yang optimal dari penggunaan berbagai sumber dana yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua : 1 Yang berhubungan dengan pendanaan
ekstern karena akan mengarah pada pengambilan keputusan mengenai struktur
22
modal, yakni akan menentukan proporsi antara utang jangka panjang dan modal sendiri. Hal ini akan tampak pada debt to equity ratio perusahaan tersebut. 2 yang
berhubungan dengan pendanaan intern, aplikasinya adalah penentuan kebijakan dividen yang digambarkan melalui divident payout ratio.
Keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan secara optimal mengenai a struktur modal dan b kebijakan deviden. Penentuan keputusan yang optimal
mengenai struktur modal dan kebijakan deviden ini berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan. Dalam keputusan pendanaan yang optimal secara
teoritis akan dapat mengarah pada peningkatan kemakmuran kekayaan para pemegang saham. Moeljadi, 2006
2.2.4. Leverage
Leverage dan struktur modal merupakan konsep yang erat hubungannya,
karena jumlah leverage perusahaan pada struktur modal perusahaan akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Leverage merupakan rasio yang mengukur hubungan antara total aktiva
dengan modal ekuitas biasa yang digunakan untuk mendanai aktiva. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang debt=D terhadap faktor aktiva total
assets=TA atau nilai perusahaan total value = V. Bila kita membahas total
aktivaTA, yang kita maksudkan adalah total nilai buku dari aktiva menurut catatan akuntansi. Nilai total perusahaan V berarti total nilai pasar keseluruhan komponen
23
struktur keuangan perusahaan. Meskipun nilai pasar lebih banyak digunakan untuk mengembangkan teori keuangan, faktor leverage juga akan digunakan dalam
hubungannya dengan nilai buku akuntansi. Misalnya, sebuah perusahaan yang total nilai buku aktivanya adalah 100 juta dan total hutang 50juta akan mempunyai
faktor leverage 50. Bila menetapkan hubungan leverage yang didasarkan pada ratio hutang terhadap total aktiva, maka akibatnya rasio antara hutang dan modal
pemegang saham dapat ditentukan. Jika kita merumuskan rasio hutang atas ekuitas sebagai DE debtekuitas, maka kita lihat bahwa besarnya adalah sama dengan
DTA : 1 – DTA. Jadi bila rasio hutang atas total aktiva adalah 50 berati jumlah hutang adalah persis sama dengan jumlah modal pemegang saham dan nilai DE
adalah satu. Atau DTA = 0,5 , sehingga DE = [0,5 + 1-0,5]= 1. Secara umum kenaikan leverage, baik itu operating leverage, financial
leverage maupun total leverage akan meningkatkan resiko dan tingkat pendapatan
perusahaan, begitu juga sebaliknya penurunan leverage akan mengakibatkan menurunnya resiko dan juga tingkat pendapatannya. Oleh karena itu manajer
keuangan penting untuk memahami bagaimana mengukur dan mengevaluasi leverage
dalam mengambil keputusan struktur modal perusahaan. Perusahaan dengan leverage yang sudah tinggi cenderung mengurangi penggunaan hutangnya,
mengingat resiko bisnisnya yang lebih besar Brigham dan Houston, 2001.
24
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Leverage Dalam
Perspektif Pecking Order Theory 2.2.5.1. Tangibility of Assets
Tangibility of Assets atau bisa juga disebut sebagai Collateral Value of Assets
nilai jaminan dari aktiva adalah bagian Tangible assets dari keseluruhan aktiva, yang merupakan sumber jaminan yang paling diterima oleh bank ketika perusahaan
meminjam uang dan meninggalkan hutangnya. Bagi perusahaan yang total aktivanya sebagian besar tersusun atas aktiva
berwujud tangible, memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pinjaman, seperti yang dinyatakan oleh Rajan dan Zingales 1995 ” The greater the
proportion of tangible assets on the balance sheet fixed assets divided by total assets, the more willing should lenders be supply loans and leverage should be
higher ” .
Menurut pecking order theory, perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah besar memiliki tingkat asymmetric information yang lebih rendah
dibanding perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah kecil sehingga calon investor lebih mudah untuk memprediksi kondisi perusahan tesebut. Akibatnya
biaya ekuitas menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan dengan aktiva berwujud yang cenderung untuk lebih banyak menggunakan ekuitas sebagai sumber
pendanaan dibanding perusahaan dengan aktiva berwujud kecil. Menurut teori ini,
t angibility
berpengaruh negatif terhadap leverage.
25
2.2.5.2. Size
Size atau ukuran menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat
dari tingkat penjualan yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya perusahaan akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperoleh dana yang dibutuhkan.
Marsh 1982 menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk memilih hutang jangka panjang, sedangka perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek.
Perusahaan besar pada umumnya lebih diprirotaskan oleh pihak kreditor untuk memperoleh pinjaman hutang, sehingga perusahaan besar mempunyai kesempatan
yang lebih luas dan mudah dalam memperoleh pinjaman hutang tersebut. Menurut Huang dan Song 2002, perusahaan besar pada umumnya lebih
terdiversifikasi dan mempunyai arus kas yang stabil, maka kemungkinan perusahaan besar mengalami kebangkrutan akan lebih kecil apabila dibandingkan perusahaan
kecil. Kondisi tersebut membuat perusahaan besar cenderung memiliki kapasitas hutang yang besar. Sedangkan menurut Frank Goyal 2003, sesuai dengan
pecking order theory, size mempunyai hubungan negatif terhadap leverage.
Perusahaan besar mermiliki peluang kebangkrutan yang rendah dibandingkan perusahaa kecil, karena perusahaan besar lebih terdiversifikasi. Sehingga pada saat
peluang kebangkrutan perusahaan rendah perusahaan besar cenderung untuk meningkatkan penggunaan hutang.
Rajan dan Zingales 1995 menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada para investor di luar
26
perusahaan daripada perusahaan kecil Huang dan Song, 2002. Oleh karena itu, perusahaan besar yang memiliki masalah asymetric information dengan tingkat yang
lebih rendah daripada perusahaan kecil dan akan cenderung untuk mengunakan lebih banyak ekuitas daripada hutang, sehingga tingkat debt to equity yang lebih rendah
Huang dan Song, 2002. Pernyataan Huang dan Song 2002 tersebut sesuai dengan signaling model of corporate capital structure
yang menyatakan bahwa dengan semakin rendah atau kecilnya masalah asymetric information yang dimiliki oleh
suatu perusahaan, maka akan semakin kecil pula kebutuhan perusahaan tersebut untuk melakukan signaling berupa pengadopsian kebijakan struktur modal dengan
tingkat debt to equity yang tinggi bagi para investor di luar perusahaan. Dengan demikian perusahaan besar cenderung mempunyai tingkat debt to equity yang lebih
rendah, atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan negatif dengan debt to equity.
2.2.5.3. Growth Opportunity
Pada dasarnya
growth opportunity bergantung pada peluang investasi
perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan itu sendiri dan pelaksanaan investasi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Mason dan Merton 1985 menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
kesempatan untuk tumbuh merupakan perusahaan yang mempunyai kapasitas
27
ekspansi relatif besar, mempunyai kesempatan untuk mengembangkan produk baru, berkesempatan untuk mengambil alih perusahaan lain, serta mampu untuk
memelihara dan mengganti aktiva perusahaan. Jika manajemen memiliki tujuan untuk megejar sasaran pertumbuhan perusahaan, maka manajemen dan para
pemegang saham akan cenderung untuk lebih menyukai perusahaan yang memiliki growth opportunity
yang tinggi Kim dan Stulz, 1996. Rajan dan Zingales 1995 menunjukkan adanya hubungan negatif antara
tingkat pertumbuhan perusahaan dengan leverage. Hubungan yang negatif antara tingkat pertumbuhan dan leverage tersebut dikarenakan pertama, semakin
meningkatnya growth opportunity perusahaan, maka cost of financial distress juga semakin meningkat. Yang kedua, perusahaan cenderung untuk menerbitkan ekuitas
ketika harga saham tinggi. Sebaliknya Brigham dan Daves 2004 menyatakan
”Other thinks the same, faster – growing firms must rely more heavily on external capital. Further, the flotation cost in which encourages rapidly growing firms to
rely more heavily on debt. At the same time, however these firms often face greater uncertainty, which tends to reduce their willingness to use debt”. Bahwa
perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung bergantung pada modal eksternal. Lebih jauh lagi flotation costs pada saham biasa lebih besar
daripada biaya penerbitan surat hutang. Karena itu perusahaan yang tumbuh dengan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada pertumbuhan yang
tumbuh secara lambat.
28
Menurut pecking order theory
terdapat hubungan positif antara growth opportunity
dan penggunaan hutang, karena ketika peluang investasi perusahaan tinggi dan dana internal yang digunakan tidak mencukupi maka rasio penggunaan
hutang perusahaan akan meningkat. Sebaliknya, ketika peluang investasi lebih kecil dibandingkan laba ditahan maka rasio penggunaan hutang akan semakin menurun
Drobetz et.al.,2006. Market to book ratio
merupakan pengukuran yang paling sering digunakan untuk growth opportunity, karena mancerminkan potensi perusahaan di masa yang
akan datang. Menurut Pandey 2001, neraca saldo tidak mencerminkan adanya peluang investasi di masa yang akan datang, sedangkan harga saham mencerminkan
adanya peluang investasi tersebut.
2.2.5.4. Profitability
Profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu. Menurut Riyanto 2001 rasio-rasio profitabilitas yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan
keputusan-keputusan. Sedangkan menurut Moeljadi 2006 menggambarkan kemampuan seluruh aktiva untuk menghasilkan laba dengan membagi laba bersih
sebelum pajak terhadap total aktiva. Pengukuran ini menghubungkan laba terhadap investasi. Rasio ini menunjukkan pengukuran efektivitas manajemen dalam
memanfaatkan sumber dayanya untuk menghasilkan keuntungan yang merupakan
29
hasil kegiatn atas penggunaan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva. Tetapi rasio ini tidak mempersoalkan efektivitas kebijaksanaan pendanaan. Semakin
tinggi laba perusahaan maka dapat dinilai bahwa manajemen lebih berhasil mengelola perusahaan, maka investor dapat menjadikan profitabilitas sebagai
indikator keberhasilan manajemen perusahaan. Semakin tinggi tingkat profitability yang dimiliki oleh perusahaan maka akan memperbesar modal sendiri sebaliknya
semakin rendah tingkat profitability maka akan memperkecil modal sendiri. Jika suatu perusahaan mempunyai tingkat modal sendiri yang tinggi maka akan
mengurangi ketergantungan hutangnya, karena perusahaan dalam membiayai kegiatan operasinya menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Kahle Shastri 2002 berpendapat bahwa pecking order theory menyarankan agar perusahaan mendanai investasinya pertama dari retained earning,
kedua dari hutang dan ketiga dari ekuitas. Menurut pecking order theory, semakin tinggi profitability perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam
struktur modalnya, maka akan cenderung tidak menggunakan hutang untuk membiayai investasinya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai
profitabilitas tinggi akan mempunyai dana internal yang besar. Sesuai dengan pecking order theory
, perusahaan akan menggunakan dana internalnya terlebih dahulu sebelum mengambil pembiayaan eksternal melalui hutang. Dengan demikian,
menurut pecking order theory, profitability berpengaruh negatif terhadap leverage.
30
2.2.6. Hubungan antar konsep
Menurut Frank dan Goyal 2002 variabel – variabel yang memengaruhi struktur keuangan berdasarkan pecking order theory di antaranya adalah tangibility
of assets, size, growth opportunity, dan profitability. Masing – masing akan
dijelaskan sebagai berikut :
2.1.6.1. Hubungan Tangibility of assets terhadap leverage
Menurut pecking order theory
, terdapat hubungan yang positif antara tangibility of asset
s dengan tingkat hutang suatu perusahaan. Menurut Frank dan Goyal 2002 : 10 dalam pecking order theory, tangibility of assets sebagai jaminan
atas hutang yang dibutuhkan, karena jaminan mendukung hutang. Dengan demikian tingginya tangibility of asset dihubungkan dengan kenaikan hutang.
2.2.6.2. Hubungan Size terhadap leverage
Menurut pecking order theory
, terdapat hubungan yang positif antara ukuran perusahaan dengan tingkat hutang yang dimiliki. Menurut Frank dan Goyal 2002 :
10 perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan lebih teridentifikasi, memiliki reputasi yang baik pada pasar hutang, dan memiliki biaya informasi yang
lebih kecil ketika meminjam dana, sehingga perusahan dengan ukuran yang lebih besar akan semakin memiliki banyak hutang.
31
2.2.6.3. Hubungan Growth Opportunity terhadap leverage
Menurut pecking order theory
, terdapat hubungan yang negatif antara growth opportunity
dengan tingkat hutang perusahaan. Menurut Fama dan French 2005 : 5 sesuai dengan pecking order theory, perusahaan yang peduli dengan masa
mendatang dan sejalan dengan pendanaan yang dilakukan, maka kesempatan pertumbuhan akan tinggi sehingga perusahaan berusaha mengunakan hutang dengan
resiko yang rendah untuk mengantisipasi investasi di masa yang akan datang dengan menerbitkan saham.
2.2.6.4 Hubungan Profitability terhadap leverage
Menurut pecking order theory
, terdapat hubungan yang negatif antara tingkat profitability
suatu perusahaan dengan tingkat hutang. Perusahaan dengan tingkat profitability
yang tinggi akan cenderung menggunakan hutang yang rendah, karena cenderung menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan. Jadi, perusahaan
dengan tingkat profitability yang lebih tinggi akan lebih sedikit menggunakan hutang Frank and Goyal.
32
2.3. Kerangka Pikir