Analisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal terhadap leveragi hipotesis pecking order dan trade off teori

(1)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU

KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE

HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI

SKRIPSI

Oleh:

FADLI

104081002571

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU

KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE

HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjanan Ekonomi

Oleh : Fadli

NIM : 104081002571

Dibawah Bimbingan

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Indo Yama Nasarudin, SE, MAB NIP. 19602032001121003 NIP. 197411272001121002

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU

KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE

HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI

Skripsi

Oleh : Fadli

NIM : 104081002571

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM NIP : 196902032001121003

Indoyama Nasarudin, SE. MAB NIP : 19741127 200112 1002

Penguji Ahli I Penguji Ahli II

Prof.Dr.H.Abdul Hamid NIP : 195706171985031002

Titi Dewi Waminda,SE.M.Si NIP : 197312212005012002 Penguji proposal

Amalia.M.S.M NIP : 197408212009012005 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

Hari ini Kamis Tanggal Sepuluh Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Fadli NIM: 104081002571 dengan judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL TERHADAP LEVERAGE HIPOTESIS PECKING ORDER DAN TRADE OFF TEORI”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Mei 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Indoyama Nasarudin, SE, MAB Hemmy Fauzan, MM Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji Ahli


(5)

ABSTRACT

This research is to examine influence of the determinants of capital structure policy includes: asset tangibility, firm size, growth, profitability, and earnings volatility on the level of leverage. The data used are historical and financial data in the form of financial statements of go public companies in Indonesia Stock Exchange.

The sample consists of companies registered on the Indonesia Stock Exchange for an observation period of 2005-2008. From those population with purposive sampling, found 97 sample. In this research, researcher use less one indicator to represent one variable and have complex correlation between the variable, there for researcher used structural equation modeling (SEM) with program LISREL 8.80.

The result that asset tangibility, size, growth and profitability are significant influences to the level of leverage while earning volatility not significant influence to the level leverage policy. And the most of influential variable, shows that companies in the IDX using POT theory to determine their capital structure policy.

Key words : asset tangibility, size, growth, profitability, earning volatility, level of leverage


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal yang meliputi: asset tangibility, size, growth, profitability, dan earning volatility terhadap tingkat leverage. Data-data yang digunakan adalah data historis dan data-data keuangan berupa laporan keuangan perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Dari populasi tersebut didapat sampel sebanyak 97 perusahaan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lebih dari satu indikator untuk

mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan metode Structural Equation Modeling

(SEM) dengan program LISREL 8.80.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asset tangibility, size, serta growth berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat leverage perusahaan sedangkan profitability dan earning volatility tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat leverage.dan dari keseluruhan variable yang berpengaruh, menunjukan bahwa perusahaan di BEI menggunakan teori POT untuk menentukan kebijakan struktur modalnya.


(7)

CURRICULUM VITAE

FADLI

Hp : 02193539893

Fadli_hedrah@rocketmail.com

Identitas

Nama : Fadli

Tempat & Tgl Lahir : Jakarta 13 Juni 1987 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ismail No. 27 Rt 006/08 Kebon Jeruk, Jakarta barat

Pendidikan Formal

ƒ 1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 Jakarta

ƒ 1998-2001 : Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 189 Jakarta ƒ 2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 16 Jakarta ƒ 2004-2010 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi

dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

ƒ Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ƒ Lembaga Dakwah Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Struktur Modal Terhadap Leverage, Hipotesis Pecking Order Atau Tradeoff Teori ini. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan yang pribadinya adalah tauladan bagi kita semua, kepada keluarganya, sahabatnya, sampai kepada para pengikutnya.

Dalam skripsi ini peneliti menganalisis pengaruh Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Struktur Modal terhadap Leverage, pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2005 hingga 2008.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi beberapa pihak, karenanya penulis dengan sepenuh hati mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang membantu, mendorong serta memberikan inspirasi sehingga skripsi ini bisa selesai sesuai dengan target. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Almarhum Ayahku serta Ibuku tersayang yang tak lelah, mendidik dan membesarkan. Terimakasih atas perhatian, kesabaran, nasihat, semangat, serta do’a yang tiada henti mengalir kepada penulis.

2. Kakak-kakak serta adikku, Febri, Rizki, Vira dan Nurul serta sanak saudaraku sekalian yang selalu memberikan do’a dan semangat kepada penulis.

3. Orang yang selalu setia menemaniku , saat aku jatuh terpuruk dan yang selalu membangkitkan semangatku Monica. Semoga selalu senantiasa sehat dan berbahagia. Makasih buat perhatian, do’a, semangat, dan senyumnya.


(9)

4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kepada dosen pembimbing skripsi Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM dan Bapak Indo Yama Nasarudin SE, MAB yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penulisan skripsi ini.

6. Kepada para dosen penguji kompre Bapak Indoyama Nasarudin, SE, MAB selaku ketua penguji, Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku penguji ahli, Bapak Hemmy Fauzan, MM, selaku Sekretaris penguji.

7. Kepada para dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial atas segenap ilmu, budi pekerti, dan nilai-nilai kehidupan yang telah kalian ajarkan kepada kami semasa perkuliahan lalu.

8. Sahabatku Yunus, Wildan, Oji, Didi dan seluruh awak kelas manajemen e angkatan 2004 yang telah menjadi teman dan sahabat seperjuangan dalam mengarungi masa-masa perkuliahan yang penuh dengan tantangan dan kenangan.

9. Dan semua orang dan pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhirnya, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan konstruktif dari berbagai pihak agar dapat lebih memberikan manfaat dikemudian hari.

Jakarta, 14 Juli 2010


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 13

1. Struktur Modal ... 13

2. Trade Off Theory ... 15

3. Pecking Order Theory ... 17

4. Leverage ... 19

5. Faktor-Faktor Penentu Kebijakan Struktur Modal ... 21


(11)

b. Firm Size ... 23

c. Growth ... 24

d. Profitability ... 25

e. Earning Volatility ... 26

6. Hubugan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan leverage ... 27

a. Tangibility Asset dan Leverage ... 27

b. Size dan Tingkat Leverage Perusahaan ... 27

c. Growth dan Tingkat Leverage Perusahaan ... 28

d. Profitability dan Tingkat Leverage ... 28

e. Earning Volatility dan Tingkat Leverage ... 29

B. Penelitian Sebelumnya... 30

C. Kerangka Pemikiran ... 32

D. Hipotesis ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 36

B. Metode Penentuan Sampel ... 36

C. Metode Pengumpulan Data... 38

D. Metode Analisis... 38

E. Operasional Variabel ... 52

a. Tangibility ... 52


(12)

c. Growth ... 53

d. Profitability ... 53

e. Earning Volatility ... 54

f. Leverage ... 54

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Analis... 55

B. Outlier dan Uji Normalitas ... 55

C. Deskriptif Analisis Data ... 58

D. Pengujian dan Pembahasan Hipotesis ... 79

1. Pengujian Model ... 79

2. Analisis Structural Equation Model (SEM) ... 80

3. Pembahasan Hipotesis ... 84

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 86

B. Implikasi ... 87 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

4.1 Sampel Data Penelitian 56

4.2 DFA/TA 59

4.3 DlnSal, DLnMv 62

4.4 DLnMBR, Ddta, dDSAL 66

4.5 DEBIT/S dan DROE 70

4.6 DLnSDNI, DLnSDEBIT 73

4.7 DLT-CAB dan DST-CAB 76


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Konseptualisasi Model 33

4.1 Path Diagram Hasil Pengujian, Coefisien Regresi, 80 4.2 Path Diagram Hasil Pengujian Besaran Signifikan (T Value) 81


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1. Lampiran I [Data Normal] 1

2. Lampiran II [Hasil Output] 11

3. Path Diagram dengan α = 5% 16

4. Path Diagram dengan α = 10% 17


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan dalam menjalankan usahanya sering dihadapkan pada kebutuhan dana, baik untuk keperluan modal usaha maupun untuk perluasan usahanya. Dalam memilih dana yang akan ditarik, perusahaan selain harus memperhatikan jangka waktu penggunaan dana, juga harus memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan untuk menarik dana tersebut. Oleh karena itu, pembentukan struktur modal perusahaan menjadi salah satu aspek penting didalam perusahaan, khususnya didalam pendanaan jangka panjang perusahaan

Ada berbagai sumber bagi perusahaan untuk memperoleh dana yang dapat digunakan untuk memperluas usahanya. Sebuah perusahaan dapat memperoleh dana dari sumber intern dan ekstern perusahaan, proporsi penggunaan dari kedua alternatif dana tersebut ditentukan oleh teori apa yang digunakan perusahaan, apakah lebih berdasar pada hierarki dari pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada saham yang dimulai dengan biaya termurah sesuai dengan Pecking Order Theory, ataukah didasarkan pada cost dan benefitnya antara biaya modal dan keuntungan penggunaan hutang sesuai dengan Trade Off Theory.

Kedua jenis modal ini memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Penerbitan utang mempunyai dua keuntungan yaitu penghematan pajak dan pendapatan tetap bagi pemegang utang.


(17)

Adapun kelemahan utang diantaranya semakin tingginya resiko perusahaan, sehingga suku bunganya akan lebih tinggi. Dan apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup. Begitu pula terlalu banyak utang juga dapat menghambat perkembangan perusahaan yang pada gilirannya dapat membuat keengganan pemegang saham untuk tetap menanamkan modalnya. Namun demikian dalam penarikan utang harus diusahakan agar beban bunga yang harus dibayar (cost of debt) lebih rendah daripada tingkat pengembaliannya (rate of return), hal ini dilakukan agar dapat menguntungkan bagi pemegang saham. Begitu pula apabila dalam pemenuhan kebutuhan dana tersebut perusahaan lebih mengutamakan pada utang saja maka ketergantungan perusahaan pada pihak luar akan makin besar dan resiko finansialnya akan makin besar pula. Sebaliknya apabila perusahaan hanya mendasarkan pada modal sendiri (saham) saja, maka biayanya akan sangat mahal (Pecking Order Theory,Myers dan Majluf:1984) dalam Hadri Kusuma (2006). Oleh karena itu, manajer harus mampu menghimpun dana secara efisien, yang berarti keputusan pendanaan tersebut merupakan keputusan yang mampu meminimalkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan.

Keputusan pendanaan yang diambil oleh manajer akan memberikan konsekuensi langsung berupa biaya modal, misalnya ketika manajer menggunakan hutang, biaya modal yang timbul sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, dan ketika manajer menggunakan dana internal maka akan timbul opportunity cost dari dana internal yang digunakan. Selain menimbulkan biaya modal, penarikan dana akan


(18)

mengakibatkan berubahnya tingkat leverage perusahaan yaitu pembelanjaan permanent yang mencerminkan perimbangan hutang jangka panjang dengan total aktivanya.

Kesejahteraan pemegang saham serta nilai perusahaan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kebijakan tingkat leverage yang diambil oleh manajer keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, manajer dalam mengambil keputusan mengenai tingkat leverage harus dilakukan dengan hati-hati dan perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari banyaknya penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat leverage, ditemukan beberapa faktor yang sering muncul sebagai variabel penentu, antara lain resiko bisnis, pertumbuhan potensial, volatilitas pendapatan, ukuran perusahaan, profitabilitas dan securable asset.

Beberapa teori struktur modal muncul untuk menentukan struktur modal optimal maupun untuk melihat perilaku pembelanjaan dalam struktur modal. (Magginson:1997 dan Myers:1989) dalam R.Heru Kristanto (2002) mengungkapkan tiga teori yang menjelaskan mengenai tingkat leverage/struktur modal yaitu Agency Cost/Trade-off balanced theory , pecking order hypothesis, dan Signaling model of financial structure, sedangkan (Wald:1999) masih dalam R.Heru Kristanto (2002) menyatakan terdapat 7 teori yang menjelaskan tingkat leverage struktur modal, yaitu: cost financial distress, moral hazard, non debt tax shield, jansen freecash flow, pecking order hypothesis,

myer’s under-investment dan unchecked manajemen decreases risk. Namun jika diteliti

lebih lanjut, ketujuh teori yang diungkapkan oleh (Wald : 1999) akan sama dengan tiga yang dikemukakan oleh (Magginson:1997) dan (Myers:1989). Menurut Magginson dan Myers Agency Cost/Trade-off balanced theory dipecah menjadi cost financial distress,


(19)

moral hazard, non debt tax shield dan unchecked manajemen decreases risk. Sedangkan teori under-investment yang dikemukakan Myer dalam teori Magginson dan Myer dimasukan menjadi bagian dari pecking order hypothesis, demikian pula dengan teori

Jansen freecash flow yang dinyatakan Wald, dalam teori Magginson dan Myer hal itu

merupakan awal dari signaling theory. Dengan demikian secara garis besar hanya ada dua teori struktur modal dalam manajemen keuangan, diantaranya teori struktur modal

Static Trade Off (STO) yang merupakan pengembangan dari teori struktur modal

modern pertama yang diperkenalkan oleh Modigliani & Miller pada tahun 1958. Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Miller “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan financial distress. Biaya kesulitan keuangan

(Financial distress) yang dimaksud adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau

reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya

kredibilitas suatu perusahaan.

Dalam menentukan struktur modal yang optimal, trade-off theory memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress),Biaya keagenan timbul akibat ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham dan manager serta antara pemegang saham dengan kreditur, Handono (2006:6).

Sedangkan menurut Ross dkk (2007:6) dalam bukunya yang berjudul Corporate Finance Fundamentals dia mengatakan bahwa “In principle, a company becomes insolvent when the value of assetnya equivalent to the value of its debt, when this


(20)

happens the value of equity is zero and the shareholders of the company transferring

control to bondholder. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak

mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan. Trade-off theory

mempunyai pengertian bahwa manajer akan berpikir untuk tujuan menyeimbangkan antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal.

Tingkat profitabilitas yang tinggi membuat perusahaan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Namun pada kenyataannya, sangat sedikit manajer keuangan yang berpikir seperti itu. Pada kenyataannya justru perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

Menurut (Megginson:1997) dalam Muhammad Edi Wijaya (2001) Model

tradeoff theory mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil

tradeoff dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya agensi yang

akan terjadi dengan penggunaan hutang tersebut. Model ini merupakan pengembangan dari teori Modigliani Miller mengenai irrelevance capital structure hypothesis. Modigliani Miller berpendapat bahwa dalam keadaan pasar sempurna maka nilai perusahaan dengan menggunakan hutang akan sama dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang (Modigliani dan Miller:1958) dalam Winarno(2001). Tetapi mereka merevisi kembali hasil temuan mereka dengan mengatakan bahwa dengan


(21)

adanya pajak maka hutang akan menjadi relevan. Hal ini disebabkan bunga hutang yang dibayarkan akan mengurangi tingkat penghasilan yang terkena pajak, sehingga perusahaan akan mampu meningkatkan nilainya dengan menggunakan hutang.

Suatu fakta yang berlawanan dengan temuan tersebut di atas, dalam kenyataannya tidak ada satu perusahaan pun yang akan menggunakan dana yang seluruhnya berasal dari hutang ataupun dalam jumlah yang relatif besar. Model tersebut mengabaikan faktor biaya kebangkrutan dan biaya keagenan yang timbul. Sehingga suatu struktur modal yang optimal akan dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan dari penggunaan hutang dan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan, hal ini disebut tradeoff theory (Myers 1984; Jensen & Meckling:1976) dalam Sekar Mayangsari,(2000).

Penggunaan hutang yang berbeban bunga memiliki keuntungan dan kelemahan bagi perusahaan (Brigham:1999) dalam Dede Setyabudi (2007). Keuntungan penggunaan hutang adalah biaya bunga mengurangi penghasilan kena pajak sehingga biaya utang efektif menjadi lebih rendah, kreditor hanya mendapat biaya bunga yang relatif bersifat tetap. Dengan demikian, kelebihan keuntungan merupakan klaim bagi pemilik perusahaan; bondholder tidak memiliki suara sehingga pemilik bisa mengendalikan perusahaan dengan dana kecil. Adapun kelemahan penggunaan hutang terjadi karena semakin tingginya penggunaan hutang akan meningkatkan tingkat kemungkinan kepailitan, sehingga apabila bisnis perusahaan tidak dalam keadaan yang baik, pendapatan operasi menjadi rendah dan tidak cukup untuk menutupi biaya bunga sehingga kekayaan pemilik berkurang. Pada suatu kondisi yang sangat ekstrim,


(22)

perusahaan akan terancam kebangkrutan. Implikasi tradeoff theory menurut Brigham et al., (1999) adalah perusahaan dengan resiko bisnis yang lebih tinggi baik menggunakan hutang dalam jumlah yang sedikit dan perusahaan yang terkena tingkat pajak lebih tinggi memperoleh penghematan pajak lebih tinggi bila menggunakan hutang.

Trade off theory menjelaskan bahwa tingkat leverage perusahaan merupakan

hasil trade off perusahaan antara manfaat pajak atas penggunaan hutang dengan meningkatnya biaya keagenan dan financial distress yang muncul akibat peningkatan penggunaan hutang, teori ini memiliki dasar pemikiran untuk menghindari keputusan ekstrim,(penggunaan hutang 100%, atau penggunaan modal sendiri 100 %). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa dengan meminjam, perusahaan akan dapat melindungi pendapatannya dari pajak sedangkan apabila meminjam terlalu banyak, maka akan menyebabkan timbulnya biaya kebangkrutan.

Perusahaan tidak perlu untuk membayar sebagian pajak yang semestinya dibayar karena perusahaan memiliki hutang. Hal ini disebabkan hutang memiliki sifat “tax

deductible” yang berarti hutang mampu mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.

Ini merupakan manfaat pajak yang diperoleh perusahaan. Lain halnya dengan Static

Trade Off yang menggunakan pertimbangan cost dan benefit dari penggunaan hutang,

teori Pecking Order melakukan keputusan pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada saham. Hal tersebut mengacu pada pendapat (Myers : 1984) yang menyatakan bahwa “Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat


(23)

struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana.

(Myers : 1984) dalam Elyana (2007) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory akan mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut:

1. perusahaan akan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.

2. perusahaan akan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi.

3. kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.

4. bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan berusaha memilih sumber dana dari hutang karena dipandang lebih aman dan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sumber dana.

Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Pada manajer

keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.

Pada kenyataan yang terjadi, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan


(24)

di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan pecking order theory

yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.

Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan

memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan.. Pecking order theory

membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba diahan dan penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. Tradeoff theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan. Oleh karena itu, ekuitas tidak dibedakan apakah diperoleh dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru, melainkan merupakan kombinasi dari keduanya.

Sejauh ini, penelitian mengenai struktur modal memiliki tujuan untuk menentukan model atau teori struktur modal yang dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Namun kenyataannya, sulit bagi perusahaan untuk menentukan suatu struktur modal yang terbaik dalam suatu komposisi pembelanjaan yang tepat. Lebih mudah apabila perusahaan mencoba menaksir dalam suatu “range berapa tingkat

leverage yang tepat bagi perusahaan” (Hartono, 1990:3) dalam Elyana (2007).

Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Faktor-faktor Penentu Kebijakan struktur modal


(25)

memfokuskan arah penelitian ini, maka variabel-variabel yang dijadikan objek penelitian terdiri dari asset tangibility, size, growth, profitability,dan earning volatility.

Penelitian ini merupakan lanjutan dan pengembangan dari penelitian Ari Christianti (2006) yang berjudul, ” penentuan perilaku kebijakan struktur modal pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta: hipotesis Static Trade Off atau Pecking

Order Theory

Adapun yang membedakan dan kelebihan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Penelitian sebelumnya hanya menggunakan populasi perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan purposive sampling

yang menghasilkan 76 perusahaan, sedangkan kali ini penulis akan menggunakan populasi yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tentunya dengan menggunakan purposive sampling.

2. Perbedaan periode yang digunakan pada penelitian ini adalah mengambil sampel dari tahun 2005-2008, sedangkan peneliti sebelumnya mengambil sampel dari tahun 2000-2008

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal seperti asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility berpengaruh terhadap leverage.


(26)

2. Apakah perusahaan yang listing di BEI menggunakan pecking order theory atau

static trade off theory dalam menentukan perilaku kebijakan struktur modalnya.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal seperti

asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility terhadap tingkat

leverage?

b. Untuk menganalisis perilaku kebijakan struktur modal di BEJ berdasar pada teori struktur modal dalam manajemen keuangan yaitu Static Trade-off Theory atau

Pecking Order Theory ?

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a. Bagi investor dan masyarakat, dengan adanya penelitian ini diharapkan investor serta masyarakat dapat memberikan masukan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan pembentukan struktur modal untuk menghasilkan struktur modal yang optimal.


(27)

b. Dunia penelitian dan Akademis, dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat leverage perusahaan pada perusahaan-perusahaan yang

go public di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian

yang lebih baik mengenai pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal terhadap tingkat leverage perusahaan pada masa yang akan datang

c. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan kontribusi konseptual bagi pengembangan literatur dan menambah referensi tentang kebijakan struktur modal perusahaan dan faktor yang mempengaruhi, sehingga dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan penelitian yang sejenis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Struktur Modal


(28)

Weston dan Copeland (1996) dalam Irham Fahmi dan Yovie Lavianti Hadi (2010) mengatakan bahwa “ Capital structure or capitalization of the firm is permanent

financing represented by long term debt, prefered stock, and shareholders equity. The

book value of shareholders equity includes common stock, paid capital or capital

surplus and the accumulated amount of retained earnings". Dari pendapat Weston dan

Copeland di atas mengenai struktur modal, mereka menitikberatkan pada struktur modal dengan pendanaan yang menggunakan hutang jangka panjang, saham preferen dan laba ditahan. Berdasarkan penitikberatan tersebut, terlihat bahwa Weston dan Copeland cenderung berkiblat pada Static Trade Off yang lebih mendahulukan hutang dalam pemilihan pendanaannya, sedangkan menurut Myers dalam buku “Fundamental of

Corporate Finance” mengartikan Capital structure is the combined long-term debt

financing and equity. Pengertian struktur modal tersebut hampir seerupa dengan apa

yang dikemukakan oleh Keown dalam bukunya yang berjudul “Financial Management:

Principles and application” yang menyebutkan bahwa Capital structure is a guideline

or a combination of long-term funding sources used by the company. Adapun bapak

prof. Ahmad Rodoni dalam bukunya yang berjudul manajemen keuangan menyatakan struktur modal adalah proporsi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau panduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama, yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan pengertian tersebut lebih sesuai dengan pengertian struktur modal secara umum yang lebih relevan diartikan sebagai bauran dari segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan dan rumusan


(29)

proporsi struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan yang akan mempengaruhi nilai perusahaan tersebut. Struktur modal tersebut terkait erat dengan pemilihan sumber dana, baik yang berasal dari dalam perusahaan (internal) maupun dari luar perusahaan (external).

Adapun dalam melakukan pengambilan keputasan pendanaan, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber dana yang dipilihnya. Hal ini disebabkan karena karakteristik financial dari sumber dana yang berbeda-beda akan memunculkan konsekuensi yang berbeda pula. Perusahaan dapat memperoleh sumber dana yang berasal dari dalam seperti retained earning dan

depresiasi sedangkan sumber dana eksternal dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu

pembelanjaan dengan hutang (debt financing) dan pembelanjaan sendiri (penyertaan modal). Pembelanjaan dengan hutang diartikan sebagai suatu pemenuhan kebutuhan dana dalam bentuk hutang yang berasal dari kreditor sedangkan sumber dana pembelanjaan sendiri berasal dari pemilik atau peserta yang ikut mengambil bagian dalam perusahaan. Hasil penelitian empiris telah menemukan berbagai faktor yang akan mempengaruhi masalah struktur modal.

2. Trade off theory

Teori trade off merupakan hasil pengembangan dari teori struktur modal modern pertama yang diperkenalkan oleh Modigliani dan Miller pada tahun 1958. Teori ini mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan adalah hasil trade off dari biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan dimana sebagai imbangan dari manfaat penggunaan hutang. Dari model ini dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang tidak


(30)

menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik adalah keputusan yang moderat dengan mempertimbangkan kedua instrument pembiayaan.

Trade off theory merupakan model yang didasarkan pada trade-off antara keuntungan

dengan kerugian penggunaan hutang. Trade-off tersebut dipengaruhi oleh beberapa variabel. Umumnya oleh keuntungan pajak dari penggunaan hutang, risiko biaya kesulitan keuangan dan penggunaan biaya agensi. Berdasarkan realita yang berasal dari hutang dalam jumlah besar, penggunaan modal sendiri mempunyai manfaat dan kerugian bagi perusahaan. Menurut (Brigham :2001) dalam Hasa (2008), hutang mempunyai keuntungan pada:

a. Biaya bunga yang mempengaruhi penghasilan kena pajak, sehingga hutang menjadi lebih rendah.

b. Kreditur hanya mendapatkan biaya bunga yang bersifat relatif tetap, kelebihan keuntungan akan menjadi klaimbagi pemilik perusahaan.

Dalam static trade off theory, terdapat dua implikasi penting yaitu perusahaan

dengan risiko bisnis tinggi lebih baik menggunakan sedikit hutang. Hal ini akan memperbesar biaya bunga serta menurunkan laba, sehingga perusahaan mengalami biaya kesulitan keuangan. Menurut Erwin Prasetya dalam bukunya yang berjudul “hutang menjadi untung”, dia mengungkapkan bahwa “hutang akan baik2 saja apabila pengunaaanya

baik, konseptual, dan berkomitmen" agar tidak terjebak kedalam keputusan berhutang


(31)

berhutang, untuk apa hutang tersebut digunakan, 2. berapa besar hutang yang ingin dan mampu anda ambil, 3. bagaimana hutang itu bisa dilunasi dalam keadaan darurat.

Static trade off theory mengemukakan bahwa hutang mempunyai dua sisi. Sisi

positif dari hutang adalah bahwa pembayaran bunga akan mengurangi pembayaran kena pajak. Penghematan pajak ini akan meningkatkan nilai pasar perusahaaan. Hutang menguntungkan perusahaan karena adanya perbedaan perlakuan pajak terhadap bunga dan dividen serta pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang. Sebaliknya, pembagian dividen kepada pemegang saham tidak mengurangi pembayaran pembayaran pajak perusahaan. Jadi, dari sisi pajak akan lebih menguntungkan jika perusahaan membiayai investasi dengan hutang karena adanya penghematan pajak. Menurut teori ini, semakin besar laba (EBIT) yang dihasilkan oleh perusahaan, semakin besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar berkurang. Namun demikian, besarnya hutang ini dibatasi oleh besarnya biaya-biaya kepailitan dan biaya tekanan keuangan yang timbul menjelang perusahaan bangkrut (cost of financial distress).

3. Pecking Order Theory

Pecking order theory ini merupakan pengembangan dari signaling theory. Teori

tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan alternatif lain dalam pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan pendanaan berdasarkan risiko merupakan konsep pecking order theory yang diperkenalkan oleh Myers (1984) dan Myers dan Majluf (1984). Perilaku manajemen yang tidak mengikuti urutan pendanaan menurut


(32)

pecking order theory merupakan suatu sinyal yang buruk mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Konsep ini berbeda dengan agency theory walaupun memiliki asumsi yang sama dalam hal asimetri informasi.

Pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba diahan dan

penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. Tradeoff

theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan. Oleh karena itu, ekuitas

tidak dibedakan apakah diperoleh dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru melainkan merupakan kombinasi dari keduanya.

Adapun tiga sumber pendanaan perusahaan, yaitu retained earning, hutang, dan ekuitas. Retained earning tidak memiliki permasalahan atau resiko sama sekali. Ekuitas mempunyai tingkat risiko yang sangat besar, sedangkan hutang mempunyai risiko yang relatif kecil. Keduanya mempunyai risiko, tetapi dari sudut pandang investor, ekuitas mempunyai risiko yang lebih besar dari hutang. Hal ini mengakibatkan investor akan mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari penggunaan ekuitas dibandingkan dengan penggunaan hutang. Dari sudut pandang perusahaan, retained

earning merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan hutang, dan

hutang merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan ekuitas. Sejalan dengan hal tersebut, perusahaan akan membiayai semua kegiatan investasinya dengan


(33)

menggunakan retained earning. Jika jumlah retained earning tidak mencukupi maka pendanaan dengan hutang atau ekuitas yang akan digunakan.

(Myers:1984) dalam Muhamad Edi Wijaya (2001) berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory akan mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut:

1. Perusahaan akan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal.

2. Perusahaan akan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi.

3. Kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi.

4. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan berusaha memilih sumber dana dari hutang karena dipandang lebih aman dan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sumber dana.

4. Leverage

Leverage menunjuk pada hutang yang dimiliki perusahaan. Dalam arti harafiah,

leverage berarti pengungkit/tuas. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan menjadi dua

yaitu sumber dana intern dan sumber dana ekstern. Sumber dana intern berasal dari laba yang ditahan, pemilik perusahaan yang tercermin pada lembar saham atau prosentasi kepemilikan yang tertuang dalam neraca. Sementara sumber dana ekstern merupakan sumber dana perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya hutang. Kedua sumber dana ini tertuang dalam neraca pada sisi kewajiban. Menurut Brigham dan


(34)

Houston dalam bukunya Fundamentals Of Financial Management, Brigham menulis bahwa “Financial leverage is the extent to which fixed-income securities (debt and preferred stock) are used in a firm’s capital structure”.

Selain itu, leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut, perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap. Jika pada “operating leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel, maka pada

“financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan

untuk memperbesar pendapatan per lebar saham biasa. (EPS = Earning Per Share). Perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap sehingga menimbulkan masalah financial leverage. Seperti halnya masalah operating leverage baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan atau efek yang positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Apabila perusahaan dalam menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek yang menguntungkan dana bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu dalam bentuknya memperbesar EPS-nya, maka dikatakan perusahaan itu menjalankan

“trading on the equity”.

Penggunaan dana yang disertai dengan beban tetap dimana dalam penggunannya dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar daripada beban tetap tersebut


(35)

merupakan pengertian dari trading on the equity. Perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang yang harus dibayar jika Financial leverage itu merugikan. Salah satu tujuan dalam pemilihan berbagai alternatif metode pembelanjaan adalah untuk memperbesar pendapatan bagi pemilik modal sendiri atau pemegang saham biasa.

Kebutuhan dana suatu perusahaan dapat sepenuhnya dipenuhi dengan saham biasa, atau sebagian dengan saham biasa dan sebagian lain dengan saham preferen atau obligasi, dimana dua sumber dana yang terakhir adalah disertai dengan beban tetap (dividen saham preferen dan bunga).

Perlu diketahui tingkat EBIT (Earning Before Interest & Tax) untuk menentukan

“income effect” dari berbagai pembayaran (mix) atau berbagai alternatif metode

pembelanjaan terhadap pendapatan pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yang dapat menghasilkan EPS (Earning Per Share) yang sama besarnya antara berbagai pertimbangan atau alternatif dalam pemenuhan dana tersebut.

Tingkat EBIT yang dapat menghasilkan EPS yang sama besarnya pada berbagai perimbangan pembelanjaan dinamakan “Break-event point” (dalam financial leverage).

5. Faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal

Keputusan struktur modal tercermin dari perubahan keputusan pendanaan , maka penelitian ini menggunakan perubahan leverage untuk mengukur keputusan pendanaan perusahaan. Penelitian ini menggunakan atribut untuk menentukan struktur modal pada industri manufaktur di BEJ berdasarkan hipotesis STO atau POT. Berikut adalah


(36)

penjelasan mengenai masing-masing atribut yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

a. Tangibility

Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan sumber dana eksternal adalah adanya aset yang berwujud dalam jumlah yang memadai untuk digunakan sebagai jaminan. Struktur aktiva dapat mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap penentuan struktur modal perusahaan. Struktur aktiva yang diukur oleh proporsi aktiva tetap terhadap total aktiva, memiliki hubungan yang positif terhadap struktur modal. Artinya apabila struktur aktiva mengalami peningkatan maka semakin tinggi pula jumlah utang dan semakin tinggi pula struktur modal perusahaan (Titman dan Wessels:1988) dalam R. Agus Sartono(2001).

Banyaknya penggunaan utang hipotik jangka panjang, ketika perusahaan mempunyai aktiva tetap jangka panjang yang tinggi, terutama jika permintaan akan produk mereka cukup meyakinkan (misalnya perusahaan umum). Perusahaan yang sebagian aktivanya berupa piutang dan persediaan barang yang nilainya sangat tergantung pada kelanggengan tingkat profitabilitas masing-masing perusahaan, tidak begitu tergantung pada pembiayaan utang jangka panjang dan lebih tergantung pada pembiayaan jangka pendek. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang besar dapat menggunakan utang dalam jumlah yang lebih besar pula. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang besar dapat digunakan sebagai


(37)

jaminan atau collateral utang perusahaan. Dengan demikian antara struktur aktiva dengan struktur modal memiliki hubungan yang positif.

Semakin banyak assets tangibility suatu perusahaan berarti semakin banyak

collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang. Hal ini

dikarenakan pihak kreditur akan meminta collateral assets untuk memback-up hutang. Berdasarkan pada teori STO, assets tangibility berpengaruh positif terhadap leverage. (Harris and Raviv: 1991) dalam Ari Christianti (2006) menyatakan bahwa perusahaan dengan level fixed assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymetric

information dibandingkan perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi. Ini terjadi

karena perusahaan dengan level fixed assets yang tinggi umumnya adalah perusahaan yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga yang fair sehingga tidak menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Dengan demikian berdasar pada teori POT tangibility assets berpengaruh negatif terhadap leverage.

b. Firm Size

Firm size mempunyai pengertian bahwa besarnya ukuran perusahaan yang dapat

dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan perusahaan yang berasal dari nilai penjualan. Adapun ukuran perusahaan juga merupakan variabel yang menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan dari besar kecilnya aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa firm size merupakan ukuran besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan perusahaan, sehingga dapat dilihat dari besarnya jumlah perusahaan. Ukuran perusahaan


(38)

dapat diukur dengan tiga cara, yaitu logaritma natural dari penjualan, logaritma natural dari total asset, dan logaritma natural total asset dikurangi nilai buku ekuitas ditambah nilai pasar ekuitas.

(Chen dan Jiang : 2001) dalam Putra Krisnanda (2009), menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu, kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indikator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam menjalankan usahanya. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan leverage. Kemudahan memperoleh pinjaman dari pihak ketiga disebabkan karena kemampuannya mengakses pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa asset bernilai lebih besar dibanding perusahaan kecil. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal didasarkan pada kenyataan bahwa semakin besar suatu perusahaan, kecenderungan untuk menggunakan hutang menjadi semakin besar.

Pertumbuhan perusahaan berbanding lurus dengan ukuran perusahaan, sehingga semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan


(39)

oleh total aktiva, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan rata-rata total aktiva (Feri dan Jones : 1998) dalam Kusuma (2006). Ukuran perusahaan juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan struktur modal. Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau permodalan.

c. Growth

Pertumbuhan perusahaan sering diartikan sebagai peningkatan yang terjadi di perusahaan. Pada tingkat pertumbuhan ini dicerminkan oleh kenaikan atau peningkatan dalam penjualan perusahaan. Kartadinata (1985) dalam Muhamad Edi Wijaya (2001) mengemukakan bahwa tingkat pertumbuhan adalah peningkatan atau penambahan suatu variabel dalam suatu tahun yang dinyatakan sebagai persentase nilai tahun sebelumnya.

Menurut Rusdi lubis (1996 : 30) dalam Susilawati (2005 : 17), perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan cepat memerlukan tambahan dana yang besar untuk mengantisipasi peningkatan disemua bidang kegiatan, misalnya peningkatan penjualan, kapasitas produksi, skala usaha, dan sebagainya. Keperluan dana yang besar dari sumber internal (laba ditahan) tidak akan cukup memenuhinya. Oleh karena itu, biasanya didanai dengan sumber dana eksternal berupa utang atau pinjaman.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung lebih banyak menggunakan utang dibanding dengan perusahaan yang lambat pertumbuhannya Seperti


(40)

yang diungkapkan oleh Weston dan brigham (1990) dalam Putu Anom yang berpendapat bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat lebih banyak mengandalkan pada sumber eksternal.

d. Profitability

Dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan, profitabitas menjadi suatu indikator kinerja yang dilakukan oleh manajemen. Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Sujoko (2007 : 44) mendefinisikan profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu tahun yang dinyatakan dalam rasio laba operasi dengan penjualan dari data laporon laba rugi akhir tahun. Adapun untuk mengetahui profitabilitas yaitu dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal pada perusahaan tersebut.

e. Earning Volatility

Putu Anom Mahadwarta (2002) menyatakan earning volatility merupakan tingkat volatilitas (perubahan yang cepat) dari earning, maka dari itu earning volatility

sering di kaitkan dengan kondisi ketidakstabilan, atau sering pula diartikan sebagai tingkat resiko bisnis dan kebangkrutan perusahaan yang timbul dari ketidakpastian atas proyeksi pendapatan dimasa yang akan datang jika perusahaan tidak didanai dengan hutang. Menurut (Junaidi:2006) dalam Putu Anom Mahadwarta (2002) hubungan antara resiko dan hutang adalah berlawanan arah, yang berarti bahwa perusahaan dengan resiko yang tinggi cenderung memiliki utang yang rendah.


(41)

Menurut Saidi (2004) resiko bisnis merupakan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalanken kegiatan bisnisnya. Resiko bisnis timbul dari adanya kemampuan perusahaan dalam menutup biaya operasionalnya.

Dalam buku Gitman “Principle Of Managerial Finance” dibahas dua faktor yang mempengaruhi resiko bisnis yaitu stabilitas pendapatan dan stabilitas biaya. stabilitas pendapatan merupakan variabilitas atau perubahan relatif atas pendapatan penjualan perusahaan, dan pendapatan penjualan yang sangat menentukan resiko bisnis timbul dari volume permintaan serta tangkat harga, artinya volume permintaan yang stabil dan tingkat harga yang stabil akan memberikan efek pendapatan penjualan yang stabil, sehingga berpengaruh pada tingkat resiko bisnis yang akan stabil pula.

6. Hubungan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan Leverage

a. Tangibility Asset dan Leverage

Tangibility asset diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan.

Prediksi diperkuat dengan semakin banyak assets tangibility suatu perusahaan berarti semakin banyak collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang. Ini terjadi karena pihak kreditur akan meminta collateral assets untuk

memback-up hutang. Assets tangibility berpengaruh positif terhadap leverage, hal

tersebut sesuai berdasarkan pada teori STO. Harris and Raviv: 1991) dalam Ari Christianti (2006) menyatakan perusahaan dengan level fixed assets yang rendah mempunyai lebih banyak masalah asymetric information dibandingkan perusahaan


(42)

dengan level fixed assets yang tinggi. Umumnya, perusahaan dengan level fixed assets

yang tinggi adalah perusahaan yang besar, yang dapat menerbitkan saham dengan harga yang fair jadi tidak perlu menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Oleh sebab itu, berdasarkan pada teori POT, maka tangibility assets berpengaruh negatif terhadap

leverage.

b. Size dan tingkat Leverage perusahaan

Size diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan. Berdasarkan pada STO, size berpengaruh positif terhadap leverage karena perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai kendala untuk mendapatkan dana eksternal (hutang). Hal ini disebabkan perusahaan dengan ukuran besar mempunyai risiko kebangkrutan yang kecil dibandingkan dengan perusahaan level yang lebih kecil. Berdasarkan teori POT, Frank & Goyal (2003) dalam hubungannya dengan ukuran perusahaan, size mempunyai pengaruh negatif terhadap ukuran perusahaan. Perusahaan dengan level yang lebih kecil mempunyai asymetric information yang tinggi dan sedikit untuk mendapatkan sumber dana eksternal (hutang).

c. Growth dan tingkat leverage perusahaan

Growth diprediksi berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan, Hipotesis

POT mempunyai dua sinyal yaitu, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan cenderung untuk menjaga dan mempertahankan rasio hutang pada level yang rendah (sinyal negatif) atau perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan melakukan ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang (sinyal positif). (Fama dan French : 2002) dalam Hasa (2008) menganggap kedua sinyal


(43)

tersebut sebagai kompleksitas dari POT. Akan tetapi, penelitian ini menganggap bahwa atribut pertumbuhan (growth) terhadap leverage berpengaruh secara negatif terhadap

leverage perusahaan (sinyal negatif). Hipotesis STO mengestimasi terdapat pengaruh

negatif antara pertumbuhan (growth) dan leverage. d. Profitability dan tingkat leverage

Profitability diprediksi mempengaruhi tingkat leverage perusahaan, Myers &

Majluf (1984) dalam Ari Christianty (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara profitability dengan leverage sedangkan Jensen (1986) menyatakan terdapat hubungan positif antara leverage dengan profitability jika pasar dalam mengontrol perusahaan efektif. Sebaliknya, jika pasar dalam mengontrol perusahaan tidak efektif, terdapat hubungan negatif antara profitability dengan leverage perusahaan. Berdasar pada STO, tingkat profitabilitas berpengaruh negatif terhadap leverage yang berarti, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang rendah mempunyai tingkat

leverage yang tinggi. Sebaliknya, penelitian ini mengganggap bahwa terdapat pengaruh

negatif antara profitability dengan leverage untuk POT.

e. Earning Volatility dan tingkat leverage

Earning volatility diprediksi memiliki pengaruh terhadap tingkat leverage.

Earning volatility perusahaan yang tinggi dianggap oleh pasar sebagai hasil kinerja

manajemen yang buruk, oleh karenanya perusahaan yang seperti ini sulit untuk mendapatkan dana eksternal. Berdasar pada hipotesis STO dan POT, Chen & Jiang (2001) dalam Ari christianti (2006) menyatakan terdapat pengaruh yang negatif antara


(44)

dari Chen, et al (1998) dalam hubungannya dengan Agency theory, hubungan yang terjadi antara earning volatility dan tingkat leverage perusahaan adalah positif. Hal ini dikarenakan masalah investasi menurun ketika volatilitas return perusahaan meningkat.

B. Penelitian Sebelumnya

Hubungan antara faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal dengan tingkat leverage perusahaan telah banyak di teliti oleh peneliti sebelumnya.

No Tahun Peneliti Judul Hasil Penelitian

1 2006

Ari

Christianti

Penentuan perilaku kebijakan struktur modal pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEJ,

hipotesis statictrade off

atau pecking order theory

Penelitian tersebut menemukan asset tangibility, growth,

profitability, memiliki pengaruh terhadap

leverage perusahaan

hasil tersebut mendukung hipotesis POT 2 2001 Muhamad Edi Wijaya Pengujian Empiris Prediksi Pecking Order Theory dan Trade Off Theory Mengenai Leverage

menemukan bahwa proksi profitabilitas yang mewakili variabel

pecking order theory, menunjukan hasil yang sesuai dan

signifikan,sedangkan

earning volatilitas

menunjukan pengaruh yang ambigus terhadap

leverage dan dijelaskan bahwa lebih baik menggunakan pecking order dalam

menjelaskan kebijakan struktur modal


(45)

3 2007

Feby Indarto

Analisis pendanaan perusahaan berdasarkan

pecking order model

pada perusahaan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta

Ia menemukan bahwa pembayaran deviden bersama tiga variabel lainnya, yakni

kesempatan investasi, profitabilitas, ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap keputusan leverage

4 2002

R. Heru Kristanto HC

Pengujian kebijakan struktur modal a target adjustment trade off theory atau pecking order theory pada perusahaan yang listing

di Bursa Efek Jakarta

1) Dengan analisis cross sectional (per tahun) memperlihatkan model prediksi a target adjustment trade off theory memiliki

kemampuan yang lebih baik dalam menjelaskan kebijakan stuktur modal dibandingkan model prediksi pecking order

theory. 2) Dengan

analisis pooled data terlihat model pecking order justru memiliki kemampuan yang lebih baik. Dengan

memasukan variabel ukuran perusahaan kedalam model prediksi terlihat bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan struktur modal perusahaan. 5 2007 Dudi Rudianto,Fir daus dan Erna Garnia Pengaruh Struktur Aktiva dan Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal Serta Dampaknya Terhadap Harga Saham

Perusahaan Pada Industri Tekstil Dan

Menemukan bahwa Dengan asumsi ukuran perusahaan adalah konstan, maka secara individu variabel

struktur aktiva memiliki arah pengaruh yang positif terhadap struktur


(46)

Produk Tekstil Lainnya modal perusahaan dan dibanding dengan variabel ukuran perusahaan variabel struktur aktiva dianggap lebih dominan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan 6 2007 Dedy Setyo Adi Wibowo

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan

Manufaktur Go Public

Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 2003-2005.

Ukuran perusahaan, Risiko bisnis, Pertumbuhan aktiva, Profitabikitas dan Struktur kepemilikan secara Simultan berpengaruh terhadap struktur modal. Secara parsial yang

berpengaruh ukuran perusahaan,

pertumbuhan aktiva dan profitabilitas

dipengaruhi faktor lain sehingga menejer harus mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dalam mengambil keputusan.

7 2007

Anisa’u Sa’diyah

Pengaruh asset

tangibility, size, growth,

profitability dan earning volatility terhadap

leverage pada

perusahaan manufaktur di BEJ: dengan

pengujian Pecking Order theory atau Static trade off theory

bahwa asset tangibility

berpengaruh negatif signifikan terhadap

Leverage. Growth

berpengaruh positif signifikan terhadap

leverage dan profitability

berpengaruh negatif signifikan terhadap

leverage. Maka

dibuktikan bahwa asset tangibility, growth,

profitability dan Earning Volatility cenderung mengikuti Pecking order theory yang mendanai perusahaannya dari


(47)

internal

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan menguji apakah variabel faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal seperti asset tangibility, size, growth, profitability dan earning volatility

berpengaruh terhadap tingkat leverage perusahaan dan apakah teori pecking order atau teori trade off yang mampu menjelaskan secara lebih baik perilaku leverage perusahaan yang listing di BEI.

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang disesuaikan dengan teori, konsep jalur, dan hasil penelitian terdahulu maka skematis dapat dibuat kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada path diagram berikut:

Gambar 2.1 Konseptualisasi Model


(48)

Dari gambar di atas juga dapat menunjukkan keterangan-keterangan sebagai berikut, yaitu:

• (gamma) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel indipenden ke variabel dipenden. Seperti dari X1 ke Y1, X1 ke Y2, X2 ke Y1, X2

keY2 dan seterusnya.

• (beta) yaitu koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel dipenden yang satu ke variabel dipenden lainnya. Namun dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh diantara kedua variabel dipenden tersebut.

• ε (residual variable) yang berkaitan dengan variabel dipenden.

Paradigma penelitian yang dinyatakan dalam bentuk persamaan struktural adalah sebagai berikut:

Y1 = 1 X1 + 3 X2 + 5 X3 + 7 X4 + 9 X5 + 11 X6 + 13 X7 + 15 X8 + 17 X9 + 19 X10 + 21 X11 + 23 X12 +ε …... Persamaan 1

Y2 = 2 X1 + 4 X2 + 6 X3 + 8 X4 + 10 X5 + 12 X6 + 14 X7 + 16 X8 + 18 X9 + 20 X10 + 22 X11 + 24 X12 +ε ………...……….……... Persamaan 2


(49)

Pada persamaan struktural pertama, X1, X2, X3,…X12 merupakan variabel

independen, Y1 sebagai variabel dipenden, ε merupakan residual variable yang

berkaitan dengan variabel dipenden dan, 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23 adalah

koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel independen X1, X2, X3,…X12,

ke variabel dipenden Y1.

Pada persamaan struktural kedua, X1, X2, X3,…X12 merupakan variabel

independen, Y2 sebagai variabel dipenden, ε merupakan residual variable yang

berkaitan dengan variabel dipenden, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24

adalah koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel independen X1, X2,

X3,…X12 ke variabel dipenden Y2, dan 1 yaitu koefisien jalur yang menjelaskan

pengaruh dari variabel dipenden Y1 ke variabel dipenden Y2.

Penelitian ini diawali dengan mengamati perusahaan-perusahaan yang terdaftar berturut-turut di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007. Selanjutnya dari perusahaan-perusahaan tersebut, peneliti mengambil data laporan keuangan yang diperlukan dalam penelitian ini. Selanjutnya data tersebut diolah untuk mendapatkan variabel-variabel yang diperlukan.

D. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran diatas maka dapat di susum hipotesis sebagai berikut:

H1 : Perusahaan yang listing Di BEI menggunakan teori POT dalam menentukan kebijakan struktur modal.


(50)

H2 : Perusahaan yang listing Di BEI menggunakan teori STO dalam menentukan kebijakan struktur modal.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui apakah perubahan leverage

sebagai variabel indipenden disebabkan oleh perubahan berbagai faktor penentu perilaku struktur modal perusahaan seperti (tangibility asset, growth, profitability dan

earning volatility) dengan metode Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian ini

menggunakan data laporan keuangan perusahaan go public yang listing di BEI tahun 2004 sampai 2007. Penghitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik yaitu LISREL (Linear Structural Relationship) 8.54.


(51)

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini, yaitu seluruh perusahaan go public yang terdaftar di BEI dengan periode observasi tahun 2005 hingga 2008. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan go public yang terdaftar secara berturut-turut di BEI pada periode tahun 2005 sampai 2008 dan tidak pernah mengalami delisting.

2. Perusahaan memiliki hutang jangka panjang selama periode penelitian.

3. Bukan perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Alasan ini mengacu pada pernyataan Jensen dan Meckling (1976) dalam Untung W. dan Hartini (2006) bahwa industri dengan regulasi yang tinggi seperti public utilities dan bank akan mempunyai debt equity ratio yang tinggi yang seekuivalen dengan tingginya risiko yang melekat pada industri yang bersangkutan daripada non-regulated firms.

4. Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo total ekuitas yang negatif dan atau mengalami kerugian selama periode tahun penelitian (2005, 2006, 2007 dan 2008). Hal ini dikarenakan saldo ekuitas dan laba yang negatif sebagai penyebut menjadi tidak bermakna. (Imam Subekti, 2000 dalam Untung W. dan Hartini, 2006).

Selanjutnya dari keseluruhan periode penelitian yakni tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 ditentukan berturut-turut sebagai tahun ke 1, 2, 3, dan, 4 seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:


(52)

Periode data yang estimasi

2005 2006 2007 2008

Realize information periode estimasi expected information

Berdasarkan pada gambar di atas, penelitian ini menggunakan data perubahan (delta) selama 2 tahun untuk masing-masing variabel yang diestimasi. Pengukuran

leverage dalam penelitian ini menggunakan data perubahan leverage (LT dan ST) dari

tahun 2006-2007 sebagai periode yang diestimasi. Hal yang sama juga berlaku untuk perhitungan atribut tangibility dan flexibility. Atribut size dan profitability menggunakan data perubahan untuk tahun 2005-2006 sebagai realize information. Selanjutnya, atribut

growth diukur dengan menghitung perubahan growth untuk tahun 2007-2008 sebagai

expected information. Atribut earning volatility diukur dengan menggunakan data untuk

semua tahun yakni tahun ke-1, 2, 3, dan, 4 dengan tujuan agar didapat estimasi yang lebih baik.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersifat kuantitatif, berupa rasio-rasio laporan keuangan dari laporan keuangan yang terbit setiap akhir periode laporan keuangan. Seluruh data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat dilihat dengan menggunakan


(53)

serta Fact Book Acrually dari seluruh perusahaan yang go public selama periode tahun penelitian.

Selain itu, sebagai acuan teori yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti, sumber data juga diperoleh dari penelusuran pustaka (Library Research) dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku, artikel dan jurnal-jurnal penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh perubahan berbagai faktor penentu perilaku struktur modal perusahaan terhadap leverage adalah model persamaan struktural dengan program LISREL 8.54. Penelitian ini menggunakan lebih dari satu indikator untuk mewakili satu variabel dan memiliki hubungan yang kompleks antara variabel-variabelnya sehingga peneliti menggunakan model persamaan struktural.

Tahapan peneliti dalam menganalisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal terhadap kebijakan leverage adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan tiga variabel diantaranya adalah sebagai berikut: a. Variabel Eksogen

Variabel eksogen (exogenous variable) adalah variabel yang secara bebas berpengaruh terhadap variabel endogen dalam suatu model. Adapun variabel yang menjadi variabel eksogen adalah asset tangibility (dFA/TA), size


(54)

(dLnSAL,dLnMV), growth (dTA,dSAL,dLnMBR), profitability (dEBIT/S,dROE)

dan earning volatility (LnSdNI,LnSdEBIT).

b. Variabel Endogen

Variabel endogen (endogenous variable) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel eksogen dan merupakan variabel antara artinya variabel endogen juga dapat mempengaruhi variabel endogen lain dalam suatu model. Adapun variabel endogen dalam penelitian ini adalah leverage(DLT-CAB, DSTCAB).

2. Model persamaan struktural

Model persamaan struktural (Structural Equation Modelling) adalah generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell, 1982 dalam Malla Bahagia, 2007) yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.

Selain itu menurut Bollen (1989) dalam Malla Bahagia (2007) SEM juga dapat menguji secara bersama-sama:

a. Model struktural, yaitu hubungan (nilai loading) antara variabel laten, baik variabel laten endogen maupun variabel eksogen.

b. Model measurement, yaitu hubungan (nilai loading) antara indikator dengan variabel latennya.

Adanya pengujian model struktural dan pengukuran memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM dan melakukan analisis faktor bersamaan dengan


(55)

pengujian hipotesis. Proses Struktural Equation Modelling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan diantaranya adalah:

1. Konseptualisasi model

Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya. Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para akademisi, tetapi juga dapat berasal dari pengalaman dan praktek yang diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui beberapa indikator yang dapat diukur.

2. Penyusunan Diagram jalur

Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path Diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model. 3. Spesifikasi model

Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi.


(56)

Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model. Disini kita dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data yang telah kita peroleh.

Untuk menentukan apakah model kita mengandung/tidak masalah identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut:

t ≤ s/2 dimana:

t = jumlah parameter yang diestimasi

s = jumlah varians dan kovarians antara variabel manifest (observed/manifest); yang merupakan (p+q)(p+q+1)

p = jumlah variabel y (indikator variabel endogen) q = jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)

• Jika t ≥ 2, maka model tersebut adalah unidentified. Masalah ini dapat terjadi pada SEM, dimana informasi yang terdapat pada data empiris (varians dan kovarians variabel manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik untuk memperoleh parameter model. Masalah unidentified tersebut dapat diatasi dengan mengkonstraint model dengan cara menambah indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan (fix) parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa parameter yang satu dengan parameter yang lain memiliki nilai yang sama.

• Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi yang unik tunggal dapat diestimasi untuk mengestimasi parameter. Model yang


(57)

just-identified, seluruh informasi yang tersedia telah digunakan untuk mengestimasi parameter, sehingga tidak ada informasi yang tersisa untuk menguji model (derajat kepercayaan adalah 0).

• Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified. Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing parameter dapat diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi parameter yang diestimasi).

5. Estimasi Parameter

Pada tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol. Estimasi parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang berguna, yaitu koefisien regresi, standar error, dan nilai t. Standar error digunakan untuk mengukur ketepatan dari setiap estimasi parameter. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antar variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya maka nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu yang tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan tersebut.

6. Penilaian Model Fit

Salah satu tujuan SEM adalah menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula.

Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari:


(58)

Absolute Fit Measures digunakan untuk menilai kesesuaian model secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model struktural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedomnya. Indikator-indikator dalam absolute fit

diantaranya adalah sebagai berikut: • Chi-Square dan Probabilitas

square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai Chi-square yang signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah dibangun berdasarkan SEM. Sedangkan probabilitas adalah untuk memperoleh penyimpangan (deviasi) besar yang ditunjukkan oleh nilai Chi-square. Nilai probabilitas yang tidak signifikan (p ≥ 0) adalah yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa data empiris sesuai dengan model.

Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang fundamental dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam Imam Ghozali (2005) probabilitas ini sangat sensitif dimana ketidaksesuaian antara data dengan model (teori) sangat dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan tidak berbeda dengan model dan teori yang mendasarinya. Sedangkan jika ukuran sampel besar, maka uji chi-square akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan teori meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil.


(59)

GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 sampai 1. menurut Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali (2005), nilai GFI yang lebih besar dari 0.9 menunjukkan suatu model fit yang baik.

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)

AGFI adalah sama seperti GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degree of

freedom pada suatu model. Model yang fit adalah memiliki nilai AGFI 0.9

(Diamantopaulus dan Sigaw, 2000 dalam Imam Ghozali, 2005). Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah parsimony goodness of fit (PGFI) yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1989), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005).

Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA)

Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan Lind tahun 1980. nilai RMSEA yang kurang dari 0.05 mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Sedangkan menurut MacCallum et.al (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang cukup fit jika RMSEA berkisar antara 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika RMSEA lebih besar dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai fit yang buruk.


(60)

P-value test of close juga merupakan indikator yang menilai fit atau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value for test of close

(RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.05 sehingga mengindikasikan bahwa model adalah fit.

Normed Chi-Square (X²/df)

Normed Chi-Square (X²/df) merupakan indikator goodness of fit adalah rasio

perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom. Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali (2005) cut-off model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi dari pada yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Imam Ghozali (2005) yaitu sebesar 2.

b) Comparative Fit Measures

Comparative Fit Measures berkaitan dengan pertanyaan seberapa baikkah

kesesuaian model yang dibuat dibandingkan dengan beberapa model alternatif. Indikator-indikator dari comparative fit measures diantaranya adalah :

Normed Fit Index (NFI)

NFI yang ditemukan oleh Bentler dan Bonets (1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi index ini dengan nama


(61)

suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI dan CFI lebih besar dari 0,9 (Bentler, 1992).

Non- Normed Fit Indeks (NNFI)

NNFI digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut Kelloway (1998)dalam Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai NNFI 0.90.

Relative Fit Index (RFI)

RFI digunakan untuk mengukur fit dimana nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya superior fit. Menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) menyatakan bahwa model fit jika nilai RFI 0.90.

Comparative Fit Index (CFI)

Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai CFI lebih besar dari 0.90 (Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali, 2005).

c) Parsimonious Fit Measures

Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)

PGFI yang diperkenalkan oleh Mulaik et.al (1998) dalam Imam Ghozali (2005). PGFI telah menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali, 2005). Lain halnya menurut Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.


(1)

Relationships

DLTCAB = DFATA DLNS DLNMV DLNMBR DDTA DDSAL DEBITS DROE DLNSDNI DLTCAB = DLNSDEBI

DSTCAB = DFATA DLNS DLNMV DLNMBR DDTA DDSAL DEBITS DROE DLNSDNI DSTCAB = DLNSDEBI

Set the Error Covariance of DSTCAB and DLTCAB Free Path Diagram

Wide Print Print Residuals

Number of Decimals = 4 End of Problem

Sample Size = 97

Covariance Matrix

DLTCAB DSTCAB DFATA DLNS DLNMV DLNMBR DDTA DDSAL DEBITS DROE --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- DLTCAB 1.7963

DSTCAB 0.1482 0.9871

DFATA -0.0973 -0.0864 0.0296

DLNS 0.0040 -0.0009 -0.0002 0.0002

DLNMV -0.0029 0.0003 -0.0015 0.0001 0.0050

DLNMBR 0.3501 -0.3232 0.0135 0.0007 0.0070 8.4499

DDTA -0.0289 -0.0561 -0.0027 -0.0093 -0.0427 0.1771 7.4869

DDSAL -0.7623 -0.0626 0.1198 -0.0028 -0.0114 -0.6027 2.0365 7.0824

DEBITS -0.3211 0.0219 0.0439 0.0059 0.0295 -2.1176 -0.5930 0.3047 7.0497

DROE -0.0610 0.0986 0.0298 0.0181 0.0231 -2.2133 -0.8750 -0.2909 6.7665 8.4042 DLNSDNI -0.0286 -0.2559 0.0187 0.0029 0.0115 -0.7984 1.6313 0.9548 -0.0404 0.1758 DLNSDEBI -0.0543 -0.2441 0.0182 0.0028 0.0066 -0.9425 1.5617 0.9729 0.0567 0.3149


(2)

Covariance Matrix DLNSDNI DLNSDEBI --- --- DLNSDNI 3.8053

DLNSDEBI 3.5787 3.6832 Number of Iterations = 8

LISREL Estimates (Maximum Likelihood) Structural Equations

DLTCAB = - 3.0563*DFATA + 16.9520*DLNS - 1.8034*DLNMV + 0.03757*DLNMBR + 0.01462*DDTA - 0.05535*DDSAL - 0.001280*DEBITS TS - (0.7853) (11.5041) (1.9313) (0.04702) (0.05448) (0.05278) (0.1198) -3.8920 1.4736 -0.9338 0.7989 0.2684 -1.0488 -0.01069 - 0.01668*DROE + 0.07679*DLNSDNI - 0.06456*DLNSDEBI, Errorvar.= 1.3688 , Rý = 0.2380

(0.1194) (0.2256) (0.2280) (0.2087) -0.1397 0.3404 -0.2832 6.5574

DSTCAB = - 3.2409*DFATA - 14.2281*DLNS - 0.7312*DLNMV - 0.02346*DLNMBR - 0.02745*DDTA + 0.06288*DDSAL - 0.09918*DEBITS S + (0.5472) (8.0157) (1.3457) (0.03276) (0.03796) (0.03677) (0.08345) -5.9230 -1.7750 -0.5434 -0.7160 -0.7230 1.7101 -1.1885 + 0.1313*DROE + 0.01231*DLNSDNI - 0.07065*DLNSDEBI, Errorvar.= 0.6646 , Rý = 0.3267

(0.08322) (0.1572) (0.1588) (0.1013) 1.5782 0.07829 -0.4448 6.5574

Error Covariance for DSTCAB and DLTCAB = -0.0849 (0.1033) -0.8224


(3)

Covariance Matrix of Independent Variables

DFATA DLNS DLNMV DLNMBR DDTA DDSAL DEBITS DROE DLNSDNI DLNSDEBI --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- DFATA 0.0296

(0.0045) 6.5574

DLNS -0.0002 0.0002 (0.0003) (0.0000) -0.6662 6.5574

DLNMV -0.0015 0.0001 0.0050 (0.0013) (0.0001) (0.0008) -1.1416 0.5992 6.5574

DLNMBR 0.0135 0.0007 0.0070 8.4499 (0.0539) (0.0047) (0.0222) (1.2886) 0.2499 0.1441 0.3171 6.5574

DDTA -0.0027 -0.0093 -0.0427 0.1771 7.4869 (0.0508) (0.0045) (0.0214) (0.8579) (1.1417) -0.0523 -2.0627 -2.0003 0.2064 6.5574

DDSAL 0.1198 -0.0028 -0.0114 -0.6027 2.0365 7.0824 (0.0510) (0.0043) (0.0203) (0.8367) (0.8154) (1.0801) 2.3482 -0.6439 -0.5589 -0.7203 2.4976 6.5574

DEBITS 0.0439 0.0059 0.0295 -2.1176 -0.5930 0.3047 7.0497 (0.0495) (0.0043) (0.0205) (0.8630) (0.7860) (0.7627) (1.0751) 0.8882 1.3741 1.4412 -2.4537 -0.7544 0.3995 6.5574

DROE 0.0298 0.0181 0.0231 -2.2133 -0.8750 -0.2909 6.7665 8.4042 (0.0539) (0.0050) (0.0222) (0.9395) (0.8606) (0.8325) (1.1051) (1.2816) 0.5541 3.5972 1.0383 -2.3557 -1.0167 -0.3494 6.1228 6.5574

DLNSDNI 0.0187 0.0029 0.0115 -0.7984 1.6313 0.9548 -0.0404 0.1758 3.8053 (0.0362) (0.0031) (0.0149) (0.6175) (0.6018) (0.5692) (0.5585) (0.6101) (0.5803) 0.5169 0.9381 0.7676 -1.2930 2.7105 1.6775 -0.0723 0.2882 6.5574

DLNSDEBI 0.0182 0.0028 0.0066 -0.9425 1.5617 0.9729 0.0567 0.3149 3.5787 3.6832 (0.0357) (0.0031) (0.0146) (0.6101) (0.5908) (0.5607) (0.5495) (0.6009) (0.5585) (0.5617) 0.5107 0.9150 0.4481 -1.5449 2.6435 1.7353 0.1031 0.5241 6.4080 6.5574


(4)

Covariance Matrix of Latent Variables

DLTCAB DSTCAB DFATA DLNS DLNMV DLNMBR DDTA DDSAL DEBITS DROE --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- DLTCAB 1.7963

DSTCAB 0.1482 0.9871

DFATA -0.0973 -0.0864 0.0296

DLNS 0.0040 -0.0009 -0.0002 0.0002

DLNMV -0.0029 0.0003 -0.0015 0.0001 0.0050

DLNMBR 0.3501 -0.3232 0.0135 0.0007 0.0070 8.4499

DDTA -0.0289 -0.0561 -0.0027 -0.0093 -0.0427 0.1771 7.4869

DDSAL -0.7623 -0.0626 0.1198 -0.0028 -0.0114 -0.6027 2.0365 7.0824

DEBITS -0.3211 0.0219 0.0439 0.0059 0.0295 -2.1176 -0.5930 0.3047 7.0497

DROE -0.0610 0.0986 0.0298 0.0181 0.0231 -2.2133 -0.8750 -0.2909 6.7665 8.4042 DLNSDNI -0.0286 -0.2559 0.0187 0.0029 0.0115 -0.7984 1.6313 0.9548 -0.0404 0.1758 DLNSDEBI -0.0543 -0.2441 0.0182 0.0028 0.0066 -0.9425 1.5617 0.9729 0.0567 0.3149 Covariance Matrix of Latent Variables

DLNSDNI DLNSDEBI --- --- DLNSDNI 3.8053

DLNSDEBI 3.5787 3.6832

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 0

Minimum Fit Function Chi-Square = 0.00 (P = 1.0000)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.0000) The Model is Saturated, the Fit is Perfect !


(5)

Gambar I

Signifikan

α

= 5%


(6)

Gambar II

Signifikan

α

= 10%