ANALISIS PENGARUH TANGIBILITY, SIZE, GROWTH OPPORTUNITY, DAN PROFITABILITY TERHADAP LEVERAGE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR (CONSUMER GOOD, APPAREL AND OTHER TEXTILE PRODUCT, DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA.

(1)

FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Dea Maharamya 0613010062/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan oleh :

Dea Maharamya 0613010062/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(3)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “ANALISIS PENGARUH TANGIBILITY, SIZE, GROWTH OPPORTUNITY DAN PROFITABILITY TERHADAP LEVERAGE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR (CONSUMER GOOD, APPAREL AND OTHER TEXTILE PRODUCT, DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi jurusan akuntansi.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini seringkali menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Namun, karena dorongan dan bimbingan yan diberikan berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan TERIMA KASIH yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran ” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE,MM. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi. Selaku Ketua Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.


(4)

terselesaikan.

5. Para dosen dan asisten yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur. 6. Ibu tercinta, penulis menyampaikan sujud yang tulus atas do’a dan segala jerih

payah serta pengorbanannya dalam mendidik penulis hingga saat ini, dan segala nasehat-nasehat dan dukungan penuh baik materiil dan spiritual.

7. Semua pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam isi maupun penulisannya, oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Sebagai akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik sebagai bahan kajian maupun sumber informasi, serta bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 2010 Penulis ii


(5)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR ....viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

ABSTRAKSI...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah ...1

1.2. Perumusan Masalah ...8

1.3. Tujuan Penelitian ...8

1.4. Manfaat Penelitian ...9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu...10

2.2. Landasan Teori...12

2.2.1. Teori Struktur Modal ...12

2.2.2. Pecking Order Theory...16

2.2.3. Keputusan Pendanaan ...21

2.2.4. Leverage...22


(6)

2.2.5.2 Size...25

2.2.5.3 Growth Opportunity...26

2.2.5.4 Profitability ...28

2.2.6. Hubungan Antar Konsep...30

2.2.6.1 Hubungan Tangibility Terhadap Leverage ...30

2.2.6.2 Hubungan Size terhadap leverage...30

2.2.6.3 Hubungan Growth Opportunity terhadap leverage...31

2.2.6.4Hubungan Profitability terhadap leverage...31

2.3.Kerangka Pikir...32

2.4.Hipotesis...33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel...34

3.1.1.Variabel terikat (Y)………..………..34

3.1.2.Variabel bebas (X)……….35

3.2. Tehnik Penentuan Sampel...40

3.2.1. Populasi...40

3.2.2. Sampel...43

3.3. Tehnik Pengumpulan Data...45

3.3.1. Jenis Data ...45


(7)

3.4.1. Analisis Structural Equation Model (SEM)...46

3.4.2. Asumsi Model (Structur Equation Modelling) ...47

3.4.3. Pengujian Hipotesis Dan Hubungan Kausal ...49

3.4.4. Pengujian Model Dengan One-Step Approach...49

3.4.5. Pengujian Model Dengan Two-Step Approach ...50

3.4.6. Uji Goodnes Of Fit...51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian...56

4.1.1. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Good Consumer ...56

4.1.1.1. PT. Mustika Ratu, Tbk………..56

4.1.1.2. PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk………...56

4.1.1.3. PT. Unilever Indonesia, Tbk……….57

4.1.1.4. PT. Mandom Indonesia, Tbk………58

4.1.2. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Apparel And Other Textile Product...58

4.1.2.1. PT. Sepatu Bata, Tbk………58

4.1.2.2. PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk………..59

4.1.2.3. PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk………59

4.1.2.4. PT. Evershine Textile Indonesia, Tbk………60


(8)

4.1.2.8. PT. Hanson International, Tbk………...61

4.1.2.9. PT. Apac Citra Centertex, Tbk………...62

4.1.2.10.PT. Pan Brother, Tbk……….62

4.1.2.11.PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk………..63

4.1.2.12.PT. Indo Acidatama, Tbk………..63

4.1.3. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Food and Beverages………64

4.1.3.1. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk………64

4.1.3.2. PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk…………..………..64

4.1.3.3. PT. Cahaya Kalbar, Tbk……….65

4.1.3.4. PT. Davomas Abadi, Tbk………...65

4.1.3.5. PT. Fast Food Indonesia, Tbk………66

4.1.3.6. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk………...66

4.1.3.7. PT. Mayora Indah, Tbk………..66

4.1.3.8. PT. Siantar Top, Tbk………..67

4.1.3.9. PT. Ultra Jaya Milk, Tbk………67

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian...68

4.2.1. Asset Tangibility (X1) Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indoesia Tahun 2006 – 2009………...68 4.2.2. Size (X2) Perusahaan Food and Beverages di Bursa Efek


(9)

2009...79

4.2.4.Profitability (X4) Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-2007……...87

4.3. Analisa dan Pengujian Hipotesis ...94

4.3.1. Evaluasi Outlier ...94

4.3.2. Evaluasi Normalitas ...96

4.3.3. Analisis Model One-Step Approach to SEM...97

4.3.4. Uji Kausalitas...100

4.4. Pembahasan...102

4.4.1Pengaruh Tangibility Terhadap Leverage…………...102

4.4.2.Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Leverage…………103

4.4.3.Pengaruh Size Terhadap Leverage………..104

4.4.4.Pengaruh Profitability Terhadap Leverage………..105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. .106

5.2 Saran………..107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 4.1. Asset Tangibility of Asset Perusahaan Food and Beverages...69

Tabel 4.2. Tangible Asset Debt Coverage Perusahaan Food and Beverages ...72

Tabel 4.3. Natural log of salePerusahaan Food and Beverages.. ………..74

Tabel 4.4. Market ValuePerusahaan Food and Beverages ...77

Tabel 4.5. Total AktivaPerusahaan Food and Beverages ………...80

Tabel 4.6. Nilai buku ekuitasPerusahaan Food and Beverages... …………. ..82

Tabel 4.7 Market to book ratioPerusahaan Food and Beverages………..85

Tabel 4.8 GPMPerusahaan Food and Beverages………..87

Tabel 4.9 ROAPerusahaan Food and Beverages………..90

Tabel 4.10 ROEPerusahaan Food and Beverages………...92

Tabel 4.11 Outlier Data...95

Tabel 4.12. Normalitas Data ...96

Tabel 4.13. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices (Base Model) ...99

Tabel 4.14. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices (Modifikasi)…………...100

Tabel 4.15. Hasil Uji Kausalitas………..101


(11)

Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural :

One Step Approach – Modifikasi ...99


(12)

x Lampiran 2 Data Uji Outlier

Lampiran 3 Data Normalitas

Lampiran 4 Data Uji Hipotesis Kausal, Data Uji Multicollinerity dan


(13)

DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh :

Dea Maharamya

0613010062/FE/EA

ABSTRAKSI

 

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997 berpangkal pada kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan bisnis oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Salah satu permasalahan dominan yang melanda perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah persoalan hutang. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat melunasi hutang-hutang luar negeri karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sejumlah perusahaan besar di luar perbankan mengandalkan pinjaman lebih dari 100% dibandingkan ekuitas, padahal komposisi dana eksternal yang sehat umumnya di bawah 50% dari ekuitasnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dalam teori struktur modal seperti : Tangibility, Size, Growth Opportunity, dan Profitability yang berpengaruh terhadap Leverage perusahaan untuk menentukan model atau Teori Struktur Modal yang dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan consumer good, apparel and other textile product, dan food and beverages yang ada di Bursa Efek Indonesia. Dan periode penelitian yang digunakan yaitu pada tahun 2006-2009.

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Variabel terikat yang digunakan adalah Tangibility, Size , Growth opportunity, dan Profitability. Alat uji yang digunakan yaitu alat uji SEM.

Berdasarkan hasil analisa menunjukan bahwa Faktor Tangibility berpengaruh positif terhadap leverage tidak dapat diterima (tidak signikan (positif)), Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap leverage dapat diterima (signifikan (positif)), Faktor Size berpengaruh positif terhadap faktor leverage dapat diterima (signifikan (positif)), Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap faktor leverage tidak dapat diterima (tidak signifikan (positif))


(14)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997 berpangkal pada kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan bisnis oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Salah satu permasalahan dominan yang melanda perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah persoalan hutang. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat melunasi hutang-hutang luar negeri karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sejumlah perusahaan besar di luar perbankan mengandalkan pinjaman lebih dari 100% dibandingkan ekuitas, padahal komposisi dana eksternal yang sehat umumnya di bawah 50% dari ekuitasnya. Memang tidak hanya sektor swasta yang terlibat dalam permasalahan hutang luar negeri, namun fakta menunjukkan bahwa pada tahun 1998 merupakan tahun klimaks terjadinya krisis dimana sektor swasta memiliki kontribusi besar dalam penggunaan hutang luar negeri tersebut.

Manajer harus mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber dana yang dipilih dalam melakukan pengambilan keputusan pendanaan (Yuniningsih, 2002). Sumber dana yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dapat berasal dari dalam (internal) maupun luar perusahaan (eksternal). Masing-masing sumber dana tersebut memiliki konsekuensi dan karakteristik finansial yang berbeda-beda. Sumber dana


(15)

eksternal terbagi atas dua kategori, yaitu pembelanjan dengan hutang (debt financing) dan pembelanjaan sendiri (external equity) dengan cara menerbitkan saham biasa maupun saham preferen.

Pengembangan perusahaan dalam upaya untuk mengantisipasi persaingan yang semakin tajam dalam pasar yang semakin global seperti sekarang ini akan selalu dilakukan baik oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Upaya tersebut merupakan permasalahan tersendiri bagi perusahaan, karena menyangkut pemenuhan dananya yang diperlukan. Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan sumber dari dalam perusahaan, maka akan sangat mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Oleh karena itu, pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana yang berasal dari sumber internal maupun eksternal untuk pengembangan bisnisnya. Karena itu, para manajer keuangan dengan tetap memperhatikan cost of capital perlu menentukan struktur modal dalam upaya menetapkan apakah kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri ataukah dipenuhi dengan modal asing.

Perusahaan yang akan melakukan keputusan pendanaan juga perlu mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Untuk itu, dalam penetapan struktur modal suatu perusahaan perlu mempertimbangkan


(16)

berbagai variabel yang mempengaruhinya. Penelitian mengenai struktur modal mempunyai tujuan untuk menetukan model atau teori struktur modal yang dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Walaupun secara teori faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal sulit untuk diukur, berbagai penelitian empiris yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan telah dilakukan. Rajan dan Zingales (1995) yang mengukur perilaku keputusan pendanaan dengan menggunakan leverage, dan faktor – faktor dalam teori struktur modal seperti, assets tangibility, firm size, growth opportunity dan profitability.

Namun, hasil penelitian di atas belum bisa menentukan faktor – faktor yang secara tepat dapat mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan karena hasilnya tidak konsisten. Hal yang sama juga ditemukan pada hasil penelitian empiris selanjutnya (Medeiros dan Daher, 2004). Tong dan Green (2004) yang juga menggunakan leverage dan faktor – faktor penentu perilaku keputusan struktur modal perusahaan. Hasil penelitian ini pun masih belum konsisten sehingga belum bisa diambil kesimpulan mengenai faktor – faktor apa saja yang secara tepat dalam mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan. Opler dan Titman (2000) secara eksplisit menyatakan bahwa keputusan pendanaan berubah sepanjang waktu. Artinya, keputusan pendanaan berubah seiring dengan perubahan kondisi keuangan perusahaan. Dengan demikian, keputusan struktur modal di masa lalu sangat berperan penting dalam menentukan keputusan struktur modal saat ini.


(17)

Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modal perusahaan akan mempunyai efek yang langsung terhadap posisi finansialnya. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana mempunyai hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat kepada perusahaan tersebut. Struktur modal merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya (Riyanto,1992).

Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997 juga menjadikan perekonomian Indonesia semakin memburuk. Tingkat suku bunga yang tinggi dengan menurunnya daya beli masyarakat menjadikan dunia bisnis ikut terpuruk. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan karena terlilit hutang. Mereka tidak mampu membayar hutang yang telah jatuh tempo dikarenakan nilai tukar Rupiah yang sangat melemah terhadap Dollar pada saat itu. Berdasarkan kondisi tersebut, perusahaan dalam menentukan struktur modalnya akan sangat memperhitungkan untung rugi yang akan didapatkan jika mereka menambah jumlah hutangnya. Dengan mengetahui apa dan bagaimana faktor-faktor yang paling mempengaruhi struktur modal perusahaan Industri di Bursa Efek Indonesia, dapat membantu khususnya pihak manajemen perusahaan yang ada dalam perusahaan tersebut dalam menentukan bagaimana seharusnya pemenuhan kebutuhan dana untuk mencapai


(18)

struktur modal yang optimal harus dilakukan dan juga para investor di pasar modal pada umumnya. Dengan demikian tujuan pihak manajemen perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (pemilik) dapat tecapai.

Menurut Myers dan Majluf (1984) hipotesis pecking order theory didasarkan pada keputusan pendanaan secara hirearki dari pendanaan yang bersumber pada laba, hutang, sampai pada saham (dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah).

Penelitian ini difokuskan pada pecking order theory dengan didasarkan pada duo argumentasi. Pertama, pecking order theory didasarkan pada urutan sumber pendanaan dari laba ditahan, hutang, dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas baru. Urutan pendanaan tersebut didasarkan pada referensi logis investor terhadap prospek perusahaan, penyimpangan kebijakan pendanaan dari urutan tersebut ditangkap oleh investor luar sebagai sinyal negatif. Kedua, pecking order theory

konsisten dengan tujuan perusahaan yaitu manajer bertindak disiplin dalam memaksimumkan kemakmuran pemilik (Shyam – Sunder dan Myers, 1999).

Penelitian ini menggunakan sampel Perusahaan manufaktur, karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang produksinya digunakan untuk orang banyak dan mampu bertahan dalam kondisi kebijakan model apapun sehingga seburuk apapun kebijakan yang dibuat hampir pasti produk perusahaan ini tetap dibeli dan diminati oleh konsumen. Jadi, bisa dikatakan bahwa produk tersebut sangat dibutuhkan oleh konsumen. Selain itu terdapat suatu permasalahan terhadap tingginya tingkat hutang yang dimiliki oleh Perusahaan – Perusahaan manufaktur di


(19)

Bursa Efek Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa ketergantungan para Perusahaan Industri di Indonesia terhadap pihak luar sangatlah besar. Jika keadaan ini terus bertahan dan tidak segera dibenahi maka akan membahayakan bagi kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Untuk itu perusahaan harus memperkuat faktor internal agar dapat berkembang dan bertahan, salah satu usaha untuk memperkuat faktor internalnya adalah dengan mengelola struktur modal dengan baik.

Kondisi struktur modal perusahaan manufaktur mengalami ketidakstabilan karena perkembangan politik dan ekonomi yang tidak menentu sehingga menyebabkan fluktuasi harga dan dalam tampilan laporan keuangan yang dipublikasikan tampak adanya perubahan laba perusahaan yang mengalami fluktuasi tajam. Penyebab masalah yang terjadi tersebut diduga karena struktur modal yang dimiliki oleh manufaktur kurang stabil, sehingga menyebabkan kurangnya sumber daya untuk membiayai usahanya.

Setiap mempertimbangkan kebijakan struktur modal ada satu permasalahan yang sering timbul, yakni seberapa besar total hutang yang dimiliki oleh peusahaan dalam membiayai asset-assetnya. Masalah yang dihadapi perusahan manufaktur yang go public adalah tingginya leverage yang ditandai dengan besarnya total hutang dibanding total assets yang dimiliki oleh perusahan (debt/assets).

Penelitian ini menggunakan equity sebagai penyebut karena selama periode penelitian terdapat banyak perusahaan memiliki ekuitas negativ, sehingga istilah


(20)

Perusahaan dengan tingkat tangibility yang tinggi, maka semakin banyak

collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang. Hal ini dikarenakan pihak kreditur akan menerima collateral assets untuk memback-up

hutang. Sesuai dengan pecking order theory perusahaan tidak akan menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Perusahaan yang mempunyai size yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai kendala untuk mendapatkan dana eksternal (hutang). Perusahaan dengan tingkat growth opportunity tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan growth oppurtunity yang rendah. Jadi, dapat disimpulkan perusahaan dengan growth opportunity cepat lebih banyak menggunakan hutang sehingga memperbesar struktur modal. Perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi, maka semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modalnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan mempunyai dana internal yang besar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bagaimana pengaruh

tangibility, size, growth opportunity dan profitability dimana akan membantu perusahan dalam menentukan bagaimana sebaiknya pemenuhan dana harus dilakukan oleh perusahaan di dalam perusahaan tersebut, hal ini dapat dilihat dari data perusahaan manufaktur. Komposisi kenaikan hutang yang besar akan dinilai negatif oleh para kreditor dan investor apabila tidak diimbangi dengan adanya kenaikan assets ataupun investasi perusahaan lainnya.


(21)

Secara ringkas dapat disimpulkan, penelitian ini dimaksudkan untuk mengindentifikasi atau mengetahui pengaruh antara tangibility , size, growth opportunity, profitability terhadap leverage pada perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Apakah tangibility, size, growth opportunity, dan profitability berpengauh positif terhadap leverage pada perusahaan manufaktur (Consumer Good, Apparel and Other Textile Product, dan Food and Beverages) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2009 ?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasar perumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan menguji secara empiris seberapa jauh faktor tangibility, size, growth opportunity, dan profitability terhadap leverage pada perusahaan manufaktur (Consumer Good, Apparel and Other Textile Product, dan

Food and Beverages) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2009.


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini antara lain:

1. Bagi Praktisi

Dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam pengambilan keputusan tentang struktur modal yang optimal.

2. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dari bangku perkliahan ke dalam masalah praktis.

3. Bagi Akademisi

Sebagai tambahan koleksi perpustakaan, bahan referensi, dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan masalah yang ada.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian – penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait dengan pecking order theory sebagai acuan riset perbandingan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Perminas Pangeran (2004) dengan judul ”Analisis Pengaruh Tangibility of

Asset, Profitability, Growth Opportunity, Firm Size Dan Financial Defisit

Terhadap Leverage Pada Perusahaan Farmasi Yang List Di Bursa Efek

Indonesia . Hipotesis:

(a) Tangibility of Assets berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

(b) Profitability berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

(c) Growth Opportunity berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

(d) Firm Size berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.


(24)

(e) Financial Defisit berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

Kesimpulan:

(a) Faktor Tangibility of Assets berpengaruh positif terhadap faktor Leverage, dapat diterima.

(b) Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

(c) Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

(d) Faktor Firm Size berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

(e) Faktor Financial Defisit berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

2. Arya Eka Lestari (2008) dengan judul ” Analisis pengaruh Tangibility, Growth Opportunity, dan Profitability terhadap Leverage pada Perusahaan Farmasi di Bursa Efek Indonesia.”

Hipotesis :

(a) Tangibility of Assets berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

(b) Profitability berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.


(25)

(c) Growth Opportunity berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.

Kesimpulan:

(a) Faktor Tangibility of Assets berpengaruh positif terhadap faktor Leverage, dapat diterima.

(b) Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

(c) Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.

Penelitian yang dilakukan sekarang ini berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada waktu, sampel, dan metode penelitian. Sedangkan persamaannya adalah sama meneliti tentang pengaruh Tangibility of Assets, Firm Size, Growth Opportunity, dan Profitability terhadap Leverage perusahaan. Oleh karena itu, penelitian sekarang bukan replikasi dari peneliti terdahulu.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori Struktur Modal

Sumber dana intern yang tidak mencukupi membuat perusahaan terpaksa mencari sumber pembiayaan dari luar perusahaan dengan hutang, maka timbulah persoalan yang disebutkan sebagai persoalan struktur modal, atau kapitalisasi. Struktur modal atau kapitalisasi adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari


(26)

hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Pendapat di atas dapat dikatakan bahwa struktur modal adalah kombinasi dari pembiayaan hutang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan (Weston dan Copeland, 1997).

Selama ini terdapat dua pendapat yang bertentangan berkaitan hubungan antara struktur modal dan kinerja. Pendapat pertama menyatakan bahwa semakin besar hutang yang digunakan, maka semakin besar kewajiban perusahaan membayar angsuran dan biaya bunga. Apabila hal tersebut terus menerus dilakukan akan mempersulit keuangan perusahaan dan membawa resiko kebangkrutan. Pendapat ini konsisten dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik memilih laba ditahan sebagai sumber dana utama bagi dana investasi, jika laba ditahan tidak mencukupi baru menggunakan alternatif hutang. Pendapat kedua menyatakan bahwa bertambahnya sumber dana hutang mencerminkan perkembangan perusahaan yang akan meningkatkan kinerja perusahaan.

Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan tingkat pengembalian-penambahan hutang memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko yang makin tinggi akibatnya membesarnya hutang cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham.


(27)

Menurut Husnan (1996), teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, seandainya keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain jika perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga saham akan berubah. Tetapi kalau dengan merubah struktur modalnya ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah struktur modal yang terbaik. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang akan dipilih karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda.

Sumber pendanaan didalam suatu perusahaan dibagi kedalam dua kategori yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal dapat diperoleh dari sumber laba ditahan sedangkan pendanaan eksternal dapat diperoleh para kreditor atau yang disebut dengan hutang dari pemilik, peserta atau pengambil bagian dalam perusahaan atau yang disebut sebagai modal. Proporsi atau bauran dari penggunaan modal sendiri dan hutang dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan disebut struktur modal perusahaan.

Struktur modal menggambarkan proporsi antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Teori tradisional atau teori klasik yang menyatakan bahwa ada struktur modal optimal yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan


(28)

cara meminimumkan biaya modal rata – rata (average cost of capital). Salah satu versi teori ini seperti yang dikembangkan secara sistematis oleh Ezra Salomon . Struktur modal yang optimal terjadi apabila kelebihan debt / equity ratio di atas average cost of capital, dan dapat dikatakan minimum (Ezra Salomon).

Menurut Modligani dan Miller, pasar modal bersifat sempurna dan tidak ada pajak. Dalam teori ini Modligani dan Miller (MM) menyatakan bahwa nilai perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Dalam keputusan pembelanjaan ini akan ditentukan perimbangan yang optimal dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Yang dimaksud dengan struktur modal (capital structure) adalah perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (saham) (Modligani dan Miller).

Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli akan dijelaskan lebih mendetail pada bagian berikut ini, yaitu antara lain pendekatan Tradisional, pendekatan Modigliani dan Miller, pendekatan Laba Bersih atau Net Income (NI), pendekatan Laba Operasi Bersih atau Net Operating Income (NOI), Pecking Order dan Balanced Theory. Selain itu, Myers (1984) mengklasifikasikan berbagai macam factor yang mempengaruhi struktur modal yaitu perusahaan yang mengikuti balanced theory dan perusahaan yang mengikuti pecking order theory.


(29)

2.2.2. Pecking Order Theory

Meskipun trade-off theory telah mendominasi teori-teori struktur modal dalam waktu yang lama, namun pada kenyataannya sering dijumpai fenomena yang bertentangan dengan trade-off, yaitu banyaknya perusahaan yang mempunyai banyak profitabilitas tinggi, namun mempunyai debt ratio yang rendah (Brigham & Houston). Ada alternatif teori struktur modal lain yang banyak mendapat perhatian untuk menjelaskan fenomena tersebut, yaitu pecking order theory yang dikemukakan oleh Myers (1984). Untuk memahami teori ini, dianggap bahwa seorang manajer keuangan dihadapkan pada kenyataannya perusahan membutuhkan modal baru untuk membiayai investasinya. Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dan total aktiva yang mencerminkan langsung sumber pendanaan dan pemanfaatan pendanaan atau kebijakan pembiayaan aktiva perusahaan dalam Setiawan (2006).

Pecking order theory adalah salah satu teori yang mendasari pendanaan perusahan. Myers (1989) mengemukakan argumentasi mengenai adanya kecenderungan suatu perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yang berdasarkan pada pecking order theory. Baskin (1989) menemukan bahwa dari hasil pengamatan menunjukan bahwa pecking order theory yang diusulkan oleh Donaldson (1961) nampak bisa menggambarkan tentang praktek perusahaan (Wibowo dan Erkaningrum)

Pecking order theory, ada dua aturan penting yang harus dilakukan manajer perusahan dalam menentukan sumber pembiayaan perusahaan. (1) gunakan sumber


(30)

pembiayaan internal terlebih dahulu dan (2) terbitkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Dengan demikian, ketika perusahaan dihadapkan pada masalah pembiayaan, maka sebaiknya perusahaan menggunakan pembiayaan dari sumber internal terlebih dahulu, baru menggunakan utang dan terakhir menerbitkan saham baru. Pembiayaan melalui sumber internal laba ditahan mempunyai biaya modal paling rendah. Dari sudut pandang investor, hutang relatif lebih tidak beresiko dibandingkan saham. Dengan demikian, biaya modal hutang yang ditanggung perusahaan lebih rendah dibandingkan biaya modal saham yang dipandang lebih beresiko (Ross, et. Al, 2002).

Pecking order theory ini didasarkan atas empat observasi atau asumsi tentang perilaku keuangan perusahaan. Empat asumsi tersebut yaitu : (1) kebijakan deviden adalah kebijakan yang sulit, (2) perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal dari laba ditahan dan depresiasi dibandingkan pembiayaan eksternal baik dari hutang maupun ekuitas baru, (3) jika sebuah perusahaan harus mengambil pembiayaan eksternal, sebaiknya memilih sekuritas yang lebih aman terlebih dahulu, (4) jika perusahaan diharuskan menggunakan pembiayaan eksternal, maka perusahaan seharusnya memilih surat berharga berdasarkan urutan pecking order sebagai berikut : hutang yang sangat aman (very safe debt), hutang yang berisiko (risk debt), convertible securities, saham preferen dan saham biasa (Megginson, 1997).

Myers & Majluf (1984) memberikan justifikasi teoritikal untuk pecking order theory berdasarkan asymmetrycs information. Myers & Majluf (1984) menambah


(31)

dua asumsi kunci lagi, yaitu (1) manajer perusahaan tahu lebih banyak tentang laba saat ini dan kesempatan investasi perusahaan dibandingkan dengan investor luar,dan (2) manajer dianggap bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi pemegang saham. Implikasi dari dua asumsi ini adalah perusahaan akan sulit mendapatkan sumber dana dari luar karena investor luar tidak percaya pada informasi yang diberikan manajer tentang prospek perusahaan. Jika memang perusahaan harus terpaksa mengambil dana dari sumbereksternal, maka perusahaan akan menanggung biaya yang besar. Oleh karena itu perusahaan lebih menyukai financial slack, yaitu meliputi kas yang dipegang perusahaan dan surat-surat berharga jangka pendek (Arifin, 2005).

Menurut Ross, et. al. (2002), ada 3 implikasi dari pecking order theory yaitu: 1. Tidak ada tingkat leverage yang ditargetkan oleh perusahaan. Berbeda

dengan trade-off theory, dalam pecking order theory tidak terdapat tingkat leverage yang ditarget perusahan. Masing-masing perusahaan menentukan tingkat leveragenya berdasarkan kebutuhan finansialnya,bukan berdasarkan target yang ingin dicapai. Jika perusahaan menggunakan hutang dalam jumlah sedikit bukan berarti target leveragenya rendah melainkan karena kebutuhan dana eksternalnya rendah dikarenakan dana sumber internal yang dimiliknya besar.

2. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang yang rendah. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang tinggi akan kurang


(32)

membutuhkan pembiayaan dari luar. Akibatnya, perusahaan tersebut akan mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini berbeda dengan implikasi trade-off theory, yang menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan , semakin besar kapasitasnya untuk menggunakan hutang sehingga akan cenderung memperbesar hutangnya untuk memperoleh manfaat penghematan pajak.

3. Perusahaan menyukai financial slack pecking order theory didasarkan pada asumsi sulitnya kinerja mendapatkan pembiayaan dengan harga yang masuk akal. Investor yang skeptis (curiga) berpikir bahwa harga saham over valued jika manajer menerbitkan saham baru dalam jumlah besar, sehingga hal ini akan menyebabkan harga saham turun. Karena itu, perusahaan terlebih dahulu akan menggunakan hutang. Namun demikian, perusahaan hanya dapat menggunakan pembiayaan dari uang sebelum ia menghadapi kesulitam financial. Oleh karena itu, peerusahaan menyukai financial slack yaitu kondisi dimana perusahaan mempunyai jumlah kas internal yang besar, sehingga tidak tergantung pada pembiayan eksternal.

Berdasarkan konsep dasar dari struktur modal, para manajer perusahaan membuat keputusan pada jenis dana dan tingkat yang berkaitan untuk mendorong ke arah meminimalkan dari keseluruhan biaya-biaya. Oleh karena itu, persedian dan permintaan dana mempengaruhi struktur modal, tetapi pada waktu yang sama, hal


(33)

yang berbahaya jika dihubungkan dengan arus kas perusahan yang mempengaruhi struktur modal itu.

Struktur modal yang diputuskan pada keputusan pembiayaan perusahaan, yaitu dalam penggunaan arus kas yang dimiliki perusahan untuk memenuhi kebutuhan modal pembelanjan dan modal kerja bersih.

Donaldson (1961) dan Brealey dan Myers (1984) dalam Chathoth (2002), yang menyatakan bahwa perusahaan meningkat modal mereka dari tiga sumber itu laba yang ditahan, hutang dan dengan pengeluaran modal baru. Titman dan Wessels (1988) dalam Chathoth (2002) menyatakan bahwa ”Profitabilitas sebelumnya dari suatu perusahaan digunakan untuk laba ditahan, merupakan faktor penting

dalam penentuan struktur modal sekarang”. Oleh karena itu, perusahaan dengan

laba ditahan yang tinggi akan menggunakan sumber dana terdebut dibanding dengan hutang atau modal dari luar.

Donaldson (1961) dan Myers (1984) dalam Chathoth (2002), yang mengemukakan bahwa dana internal yang digunakan sebagai sumber yang pertama untuk membiayai proyek secara internal, terutama untuk proyek yang NPV-nya bernilai positif. Penggunaan dan secara eksternal yang dihasilkan tidak pernah dipertimbangkan pertama kali, dan didalam jenis dana eksternal yang dihasilkan, hutang lebih disukai daripada saham biasa.

Walaupun pembiayan hutang lebih disukai daripada modal dari penjualan saham, harus dicatat bahwa ini akan berdampak pada kesulitan keuangan dan


(34)

kebangkrutan, perusahaan tidak akan membiayai investasi dengan hutang. Titman dan Wessels (1988) menunjukan bahwa ”teori menyatakan bahwa pemilihan struktur modal perusahaan tergantung pada atribut yang menentukan berbagai manfaat dan biaya-biaya yang berhubungan dengan modal dari penjualan saham dan hutang”.

2.2.3. Keputusan Pendanaan

Keputusan investasi dan keputusan pendanaan pada dasarnya bersifat independen. Namun, setelah membicarakan keputusan investasi, berarti siap menyeleksi proyek – proyek mana saja yang akan dipilih sesuai dengan berbagai kriteria investasi. Oleh karena itu, melalui keputusan pendanaan maka sumber dana akan digunakan untuk membiayai suatu investasi yang sudah dianggap layak.

Investasi dalam aktiva biasanya membutuhkan pendanaan jangka panjang. Terdapat tiga sumber dana yang bersifat jangka panjang, yakni (1) penerbitan saham baru, (2) penerbitan obligasi, dan (3) laba ditahan. Pendanaan yang bersumber pada penerbitan saham dan obligasi baru sering disebut sebagai pendanaan ektern (external financing), sedangkan yang bersumber pada laba ditahan disebut sebagai pendanaan intern (internal financing). Keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan kombinasi yang optimal dari penggunaan berbagai sumber dana yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua : (1) Yang berhubungan dengan pendanaan ekstern karena akan mengarah pada pengambilan keputusan mengenai struktur


(35)

modal, yakni akan menentukan proporsi antara utang jangka panjang dan modal sendiri. Hal ini akan tampak pada debt to equity ratio perusahaan tersebut. (2) yang berhubungan dengan pendanaan intern, aplikasinya adalah penentuan kebijakan dividen yang digambarkan melalui divident payout ratio.

Keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan secara optimal mengenai (a) struktur modal dan (b) kebijakan deviden. Penentuan keputusan yang optimal mengenai struktur modal dan kebijakan deviden ini berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan perusahaan. Dalam keputusan pendanaan yang optimal secara teoritis akan dapat mengarah pada peningkatan kemakmuran / kekayaan para pemegang saham. (Moeljadi, 2006)

2.2.4. Leverage

Leverage dan struktur modal merupakan konsep yang erat hubungannya, karena jumlah leverage perusahaan pada struktur modal perusahaan akan mempengaruhi nilai perusahaan.

Leverage merupakan rasio yang mengukur hubungan antara total aktiva dengan modal ekuitas biasa yang digunakan untuk mendanai aktiva. Faktor leverage adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt=D) terhadap faktor aktiva (total assets=TA) atau nilai perusahaan (total value = V). Bila kita membahas total aktiva(TA), yang kita maksudkan adalah total nilai buku dari aktiva menurut catatan akuntansi. Nilai total perusahaan (V) berarti total nilai pasar keseluruhan komponen


(36)

struktur keuangan perusahaan. Meskipun nilai pasar lebih banyak digunakan untuk mengembangkan teori keuangan, faktor leverage juga akan digunakan dalam hubungannya dengan nilai buku akuntansi. Misalnya, sebuah perusahaan yang total nilai buku aktivanya adalah $100 juta dan total hutang $50juta akan mempunyai faktor leverage 50%. Bila menetapkan hubungan leverage yang didasarkan pada ratio hutang terhadap total aktiva, maka akibatnya rasio antara hutang dan modal pemegang saham dapat ditentukan. Jika kita merumuskan rasio hutang atas ekuitas sebagai D/E (debt/ekuitas), maka kita lihat bahwa besarnya adalah sama dengan D/TA : (1 – D/TA). Jadi bila rasio hutang atas total aktiva adalah 50% berati jumlah hutang adalah persis sama dengan jumlah modal pemegang saham dan nilai D/E adalah satu. Atau D/TA = 0,5 , sehingga D/E = [0,5 + (1-0,5)]= 1.

Secara umum kenaikan leverage, baik itu operating leverage, financial leverage maupun total leverage akan meningkatkan resiko dan tingkat pendapatan perusahaan, begitu juga sebaliknya penurunan leverage akan mengakibatkan menurunnya resiko dan juga tingkat pendapatannya. Oleh karena itu manajer keuangan penting untuk memahami bagaimana mengukur dan mengevaluasi leverage dalam mengambil keputusan struktur modal perusahaan. Perusahaan dengan leverage yang sudah tinggi cenderung mengurangi penggunaan hutangnya, mengingat resiko bisnisnya yang lebih besar (Brigham dan Houston, 2001).


(37)

2.2.5 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Leverage Dalam Perspektif Pecking Order Theory

2.2.5.1. Tangibility of Assets

Tangibility of Assets atau bisa juga disebut sebagai Collateral Value of Assets (nilai jaminan dari aktiva) adalah bagian Tangible assets dari keseluruhan aktiva, yang merupakan sumber jaminan yang paling diterima oleh bank ketika perusahaan meminjam uang dan meninggalkan hutangnya.

Bagi perusahaan yang total aktivanya sebagian besar tersusun atas aktiva berwujud (tangible), memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pinjaman, seperti yang dinyatakan oleh Rajan dan Zingales (1995) ” The greater the proportion of tangible assets on the balance sheet (fixed assets divided by total assets), the more willing should lenders be supply loans and leverage should be higher ”. Menurut peckingorder theory, perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah besar memiliki tingkat asymmetric information yang lebih rendah dibanding perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah kecil sehingga calon investor lebih mudah untuk memprediksi kondisi perusahan tesebut. Akibatnya biaya ekuitas menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan dengan aktiva berwujud yang cenderung untuk lebih banyak menggunakan ekuitas sebagai sumber pendanaan dibanding perusahaan dengan aktiva berwujud kecil. Menurut teori ini, tangibility berpengaruh negatif terhadap leverage.


(38)

2.2.5.2. Size

Size atau ukuran menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari tingkat penjualan yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya perusahaan akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperoleh dana yang dibutuhkan. Marsh (1982) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk memilih hutang jangka panjang, sedangka perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek. Perusahaan besar pada umumnya lebih diprirotaskan oleh pihak kreditor untuk memperoleh pinjaman hutang, sehingga perusahaan besar mempunyai kesempatan yang lebih luas dan mudah dalam memperoleh pinjaman hutang tersebut.

Menurut Huang dan Song (2002), perusahaan besar pada umumnya lebih terdiversifikasi dan mempunyai arus kas yang stabil, maka kemungkinan perusahaan besar mengalami kebangkrutan akan lebih kecil apabila dibandingkan perusahaan kecil. Kondisi tersebut membuat perusahaan besar cenderung memiliki kapasitas hutang yang besar. Sedangkan menurut Frank & Goyal (2003), sesuai dengan pecking order theory, size mempunyai hubungan negatif terhadap leverage. Perusahaan besar mermiliki peluang kebangkrutan yang rendah dibandingkan perusahaa kecil, karena perusahaan besar lebih terdiversifikasi. Sehingga pada saat peluang kebangkrutan perusahaan rendah perusahaan besar cenderung untuk meningkatkan penggunaan hutang.

Rajan dan Zingales (1995) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada para investor di luar


(39)

perusahaan daripada perusahaan kecil (Huang dan Song, 2002). Oleh karena itu, perusahaan besar yang memiliki masalah asymetric information dengan tingkat yang lebih rendah daripada perusahaan kecil dan akan cenderung untuk mengunakan lebih banyak ekuitas daripada hutang, sehingga tingkat debt to equity yang lebih rendah (Huang dan Song, 2002). Pernyataan Huang dan Song (2002) tersebut sesuai dengan signaling model of corporate capital structure yang menyatakan bahwa dengan semakin rendah atau kecilnya masalah asymetric information yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan semakin kecil pula kebutuhan perusahaan tersebut untuk melakukan signaling berupa pengadopsian kebijakan struktur modal dengan tingkat debt to equity yang tinggi bagi para investor di luar perusahaan. Dengan demikian perusahaan besar cenderung mempunyai tingkat debt to equity yang lebih rendah, atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan negatif dengan debt to equity.

2.2.5.3. Growth Opportunity

Pada dasarnya growth opportunity bergantung pada peluang investasi perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan itu sendiri dan pelaksanaan investasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Mason dan Merton (1985) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kesempatan untuk tumbuh merupakan perusahaan yang mempunyai kapasitas


(40)

ekspansi relatif besar, mempunyai kesempatan untuk mengembangkan produk baru, berkesempatan untuk mengambil alih perusahaan lain, serta mampu untuk memelihara dan mengganti aktiva perusahaan. Jika manajemen memiliki tujuan untuk megejar sasaran pertumbuhan perusahaan, maka manajemen dan para pemegang saham akan cenderung untuk lebih menyukai perusahaan yang memiliki growth opportunity yang tinggi (Kim dan Stulz, 1996).

Rajan dan Zingales (1995) menunjukkan adanya hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan perusahaan dengan leverage. Hubungan yang negatif antara tingkat pertumbuhan dan leverage tersebut dikarenakan pertama, semakin meningkatnya growth opportunity perusahaan, maka cost of financial distress juga semakin meningkat. Yang kedua, perusahaan cenderung untuk menerbitkan ekuitas ketika harga saham tinggi. Sebaliknya Brigham dan Daves (2004) menyatakan ”Other thinks the same, faster – growing firms must rely more heavily on external capital. Further, the flotation cost in which encourages rapidly growing firms to rely more heavily on debt. At the same time, however these firms often face greater

uncertainty, which tends to reduce their willingness to use debt”. Bahwa

perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung bergantung pada modal eksternal. Lebih jauh lagi flotation costs pada saham biasa lebih besar daripada biaya penerbitan surat hutang. Karena itu perusahaan yang tumbuh dengan pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada pertumbuhan yang tumbuh secara lambat.


(41)

Menurut pecking order theory terdapat hubungan positif antara growth opportunity dan penggunaan hutang, karena ketika peluang investasi perusahaan tinggi dan dana internal yang digunakan tidak mencukupi maka rasio penggunaan hutang perusahaan akan meningkat. Sebaliknya, ketika peluang investasi lebih kecil dibandingkan laba ditahan maka rasio penggunaan hutang akan semakin menurun (Drobetz et.al.,2006).

Market to book ratio merupakan pengukuran yang paling sering digunakan untuk growth opportunity, karena mancerminkan potensi perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Pandey (2001), neraca saldo tidak mencerminkan adanya peluang investasi di masa yang akan datang, sedangkan harga saham mencerminkan adanya peluang investasi tersebut.

2.2.5.4. Profitability

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Menurut Riyanto (2001) rasio-rasio profitabilitas yaitu rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan. Sedangkan menurut Moeljadi (2006) menggambarkan kemampuan seluruh aktiva untuk menghasilkan laba dengan membagi laba bersih sebelum pajak terhadap total aktiva. Pengukuran ini menghubungkan laba terhadap investasi. Rasio ini menunjukkan pengukuran efektivitas manajemen dalam memanfaatkan sumber dayanya untuk menghasilkan keuntungan yang merupakan


(42)

hasil kegiatn atas penggunaan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva. Tetapi rasio ini tidak mempersoalkan efektivitas kebijaksanaan pendanaan. Semakin tinggi laba perusahaan maka dapat dinilai bahwa manajemen lebih berhasil mengelola perusahaan, maka investor dapat menjadikan profitabilitas sebagai indikator keberhasilan manajemen perusahaan. Semakin tinggi tingkat profitability yang dimiliki oleh perusahaan maka akan memperbesar modal sendiri sebaliknya semakin rendah tingkat profitability maka akan memperkecil modal sendiri. Jika suatu perusahaan mempunyai tingkat modal sendiri yang tinggi maka akan mengurangi ketergantungan hutangnya, karena perusahaan dalam membiayai kegiatan operasinya menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.

Kahle & Shastri (2002) berpendapat bahwa pecking order theory menyarankan agar perusahaan mendanai investasinya pertama dari retained earning, kedua dari hutang dan ketiga dari ekuitas. Menurut pecking order theory, semakin tinggi profitability perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modalnya, maka akan cenderung tidak menggunakan hutang untuk membiayai investasinya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan mempunyai dana internal yang besar. Sesuai dengan pecking order theory, perusahaan akan menggunakan dana internalnya terlebih dahulu sebelum mengambil pembiayaan eksternal melalui hutang. Dengan demikian, menurut pecking order theory, profitability berpengaruh negatif terhadap leverage.


(43)

2.2.6. Hubungan antar konsep

Menurut Frank dan Goyal (2002) variabel – variabel yang memengaruhi struktur keuangan berdasarkan pecking order theory di antaranya adalah tangibility of assets, size, growth opportunity, dan profitability. Masing – masing akan dijelaskan sebagai berikut :

2.1.6.1. Hubungan Tangibilityof assets terhadap leverage

Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang positif antara tangibility of assets dengan tingkat hutang suatu perusahaan. Menurut Frank dan Goyal ( 2002 : 10 ) dalam pecking order theory, tangibility of assets sebagai jaminan atas hutang yang dibutuhkan, karena jaminan mendukung hutang. Dengan demikian tingginya tangibility of asset dihubungkan dengan kenaikan hutang.

2.2.6.2. Hubungan Size terhadap leverage

Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang positif antara ukuran perusahaan dengan tingkat hutang yang dimiliki. Menurut Frank dan Goyal (2002 : 10) perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan lebih teridentifikasi, memiliki reputasi yang baik pada pasar hutang, dan memiliki biaya informasi yang lebih kecil ketika meminjam dana, sehingga perusahan dengan ukuran yang lebih besar akan semakin memiliki banyak hutang.


(44)

2.2.6.3. Hubungan Growth Opportunity terhadap leverage

Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang negatif antara growth opportunity dengan tingkat hutang perusahaan. Menurut Fama dan French (2005 : 5) sesuai dengan pecking order theory, perusahaan yang peduli dengan masa mendatang dan sejalan dengan pendanaan yang dilakukan, maka kesempatan pertumbuhan akan tinggi sehingga perusahaan berusaha mengunakan hutang dengan resiko yang rendah untuk mengantisipasi investasi di masa yang akan datang dengan menerbitkan saham.

2.2.6.4 Hubungan Profitability terhadap leverage

Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang negatif antara tingkat profitability suatu perusahaan dengan tingkat hutang. Perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi akan cenderung menggunakan hutang yang rendah, karena cenderung menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan. Jadi, perusahaan dengan tingkat profitability yang lebih tinggi akan lebih sedikit menggunakan hutang (Frank and Goyal).


(45)

2.3. Kerangka Pikir Tangibility of Assets Tangible Assets Debt Coverage

Natural Log of Sales Market Value

Total Aktiva Nilai Buku

Ekuitas Market to Book

Ratio

GPM

ROA

ROE

Profitability (X4) Growth

(X3) Size (X2) Assets Tangibility

(X1)

Leverage (Y)

Debt to Equity

Book Value of Long Term Debt

Book Value of Short Term Debt


(46)

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu dugaan sementara yang kebenarannya membutuhkan pembuktian. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan di muka, maka dapat diajukan hipotesis sebagai jawaban sementara berdasarkan latar belakang tinjauan teori dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Assets Tangibility dapat berpengaruh positif terhadap Leverage 2. Growth Opportunity dapat berpengaruh positif terhadap Leverage 3. Size dapat berpengaruh positif terhadap Leverage


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti-arti menspesifikasi kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

Variabel yang diukur dalam penenlitian ini adalah leverage sebagai variabel terikat (Y), sedangkan tangibility of assets (X1), firm size (X2), growth opportunity (X3), dan profitability (X4) sebagai variabel bebas.

Definisi operasional masing-masing variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Variabel terikat ( Y ) adalah leverage

Leverage adalah ratio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar perusahaan dibiayai dari hutang. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan ukurannya adalah persen ( % ). ( Drs. S . Munawir, 2002 : 239 ).

Indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah : - Debt to equity ratio :


(48)

Formulasi matematisnya adalah sebagai berikut :

DER = Total Debt

Equity

- Book value long term debt:

Indikator ini menunjukkan antara nilai buku pada hutang jangka panjang dengan nilai buku pada aktiva modal.

LEVBL = Book value of long term debt

Book value of capital assets

- Book value short term debt :

Indikator ini menunjukkan antara nilai buku pada hutang janka pendek dengan nilai buku pada aktiva modal.

LEVBS = Book value of short term debt

Book value of capital assets

b. Variabel bebas ( X ) yang terdiri dari : 1. Tangibility ( X1 )

Tangibility of assets atau biasa disebut sebagai collateral value of assets (nilai jaminan dari aktiva) merupakan bagian tangible assets dari keseluruhan aktiva, yang merupakan sumber jaminan yang paling diterima oleh bank ketika perusahaan akan meminjam uang (Husnan, 1994:325).


(49)

- Tangibility of asset :

Total fixed asset adalah nilai total dari tanah, bangunan dan perlengkapan dari aktiva yang dapat dilihat dari neraca, sedangkan total asset adalah nilai total aktiva perusahaan. Skala yang digunakan adalah skala rasio.

Tangibility of asset = Fixed Assets Total Assets

- Tangible assets debt coverage :

Ratio antara aktiva tetap berwujud dengan hutang jangka panjang. Ratio ini menunjukkan besarnya setiap jumlah aktiva tetap berwujud yang dipergunakan untuk menjamin hutang jangka panjang. Skala yang digunakan adalah skala rasio.

Tangible assets debt coverage = Tangible asset

Long term debt

2. Size ( X2 )

Firm size didefinisikan sebagai cerminan besar kecilnya perusahaan (Rahmat Setiawan, 2006:325). Berdasarkan teori pecking order theory, Frank dan Goyal ( 2003 ) dalam hubungannya dengan ukuran perusahaan, size mempunyai pengaruh negative terhadap ukuran perusahaan ( Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang 2006 ). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.


(50)

Indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah : - Natural log of sales

Indikator ini digunakan untuk menghaluskan besarnya angka rupiah dan manyamakan ukuran pada saat melakukan analisis. ( Moh’d Perry dan Rimbey, 1995 ). Skala yang digunakan adalah skala rasio.

LnS = Ln ( Sales )

- Market Value

Besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan nilai pasar. Semakin besar nilai pasar maka semakin besar pula perusahaan itu dikenal masyarakat (Sudarmadji, 2007). Skala yang digunakan adalah skala rasio.

Market Value = Ln (Outstanding stocks value x Close price)

3. Growth Opportunity ( X3 )

Pertumbuhan penjulan mencerminkan tingkat produktivitas terpasang yang siap beroperasi, selain itu juga dapat mencerminkan kapasitas saat ini yang dapat diserap pasar dan dan mencerminkan daya saing perusahaan dalam pasar. Peningkatan penjualanmencerminkan peningkatan penerimaan. ( Kaaro, 2003 ).


(51)

- Market To Book Ratio

Market to book ratio didefinisikan sebagai rasio harga pasar per saham dibagi nilai buku per saham. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Pengukuran ini sesuai dengan pengukuran variabel growth opportunity pada penelitian Zou & Xiao ( 2006 ), dilakukan dengan menggunakan rumus :

Market to book ratio = Harga pasar per lembar saham

Nilai buku per lembar saham

- Nilai Buku Ekuitas

Nilai buku ekuitas adalah perbandingan antara nilai buku terhadap ekuitas. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Nilai Buku Ekuitas = Ekuitas (t) – Ekuitas ( t-1) Ekuitas (t-1)

- Total Aktiva

Growth Opportunity atau pertumbuhan penjualan dapat diukur dengan total assets ( total aktiva perusahaan ).

Total Assets = Total assets market value(t)-Total Market Value(t-1)

Dimana : Total Asset Market Value(t) = total asset pada tahun ke t Total Market Value(t-1) = total asset pada tahun ke t-1


(52)

4. Profitability ( X4 )

Profitability adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba perusahaan (Weston dan Brigham, 1991:115). Profitability diukur dengan menggunakan rasio Return on Assets (ROA), Return on Assets (ROA) merupakan rasio laba (rugi) sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva. Skala pengukurannya adalah rasio dan dinyatakan dalam prosentase.

Adapun indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah:

- GPM ( Gross Profit Margin )

Gross profit margin adalah laba sebelum terkena pajak atau biasa disebut laba kotor. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Dapat dirumuskan sebagai berikut :

GPM = Laba kotor

Penualan

- ROE ( Return on Equity )

Return on equity mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham (Mamduh dan Abdul Halim, 2000:84). Skala yang digunakan adalah skala rasio.

ROE = EBIT


(53)

- ROA ( Return On Asset )

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset tertentu. Rasio ini menunjukkan efisiensi manajemen asset perusahaan (Mamduh dan Abdul Halim, 2000:84). Skala yang digunakan adalah skala rasio.

Profitabilitas dapat diukur menggunakan Return On Assets (ROA) :

ROA = Laba Bersih

Total Asset

3.2. Tehnik Penentuan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari obyek yang diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 yang memiliki laporan keuangan yang lengkap dan dipublikasikan dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Ada 4 Jenis perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages.


(54)

Perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode hingga tahun 2009 sebanyak 36 perusahaan, yaitu :  Consumer Good

1. PT. Mustika Ratu, Tbk

2. PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk 3. PT. Unilever Indonesia, Tbk

4. PT. Mandom Indonesia, Tbk  Apparel and Other Textile Product

5. PT. Sepatu Bata, Tbk

6. PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk 7. PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk

8. PT. Ever Shine Textile Industry, Tbk 9. PT. Fortune Mate Indonesia, Tbk 10.PT. Indorama Syntetics, Tbk 11.PT. Karwell Indonesia, Tbk 12.PT. Hanson International, Tbk 13.PT. Apac Citra Centertex, Tbk 14.PT. Pan Brothers Tex, Tbk 15.PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk 16.PT. Surya Intrindo Makmur, Tbk


(55)

17.PT. Indo Acidatama, Tbk  Food and Beverages

18.PT. Akasia Wira International, Tbk 19.PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk 20.PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk 21.PT. Cahaya Kalbar, Tbk

22.PT. Davomas Abadi, Tbk 23.PT. Delta Djakarta, Tbk 24.PT. Fast Food Indonesia, Tbk 25.PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 26.PT. Multi Bintan Indonesia, Tbk 27.PT. Mayora Indah, Tbk

28.PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk

29.PT. Pioneerindo Gourmet International, Tbk 30.PT. Sierad Produce, Tbk

31.PT. Sekar Bumi, Tbk 32.PT. Sekar Laut, Tbk 33.PT. SMART, Tbk 34.PT. Siantar Top, Tbk

35.PT. Tunas Baru Lampung, Tbk 36.PT. Ultra Jaya Milk, Tbk


(56)

3.2.2 Sampel

Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan metode Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel saham perusahaan selama periode penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Adapun tujuan dari metode ini untuk mendapatkan sampel yang reprensentatif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Beberapa kriteria yang ditetapkan untuk memperoleh sampel sebagai berikut:

1. Perusahaan industri jenis Consumer good, Apparel and other textile product, dan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode penelitian yaitu periode tahun 2006-2009. 2. Perusahaan industri jenis Consumer good, Apparel and other textile product, dan Food and Beverages yang telah menerbitkan laporan keuangan selama periode penelitian, yaitu periode tahun 2006-2009. Berdasarkan kriteria di atas, 25 perusahaan memenuhi kriteria sehingga peneliti menggunakan 25 sampel penelitian, diantaranya :

Consumer Good

1. PT. Mustika Ratu, Tbk

2 PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk 3 PT. Unilever Indonesia, Tbk


(57)

Apparel and other textile product 5 PT. Sepatu Bata, Tbk

6 PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk 7 PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk

8 PT. Ever Shine Textile Industry, Tbk 9 PT. Fortune Mate Indonesia, Tbk 10 PT. Indorama Syntetics, Tbk 11 PT. Karwell Indonesia, Tbk 12 PT. Hanson International, Tbk 13 PT. Apac Citra Centertex, Tbk 14 PT. Pan Brother Tex, Tbk

15 PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk 16. PT. Indo Acidatama, Tbk

Food and Beverages

17. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk 18. PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk 19. PT. Cahaya Kalbar, Tbk

20. PT. Davomas Abadi, Tbk 21. PT. Fast Food Indonesia, Tbk 22. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk 23. PT. Mayora Indah, Tbk


(58)

24. PT. Siantar Top, Tbk 25. PT. Ultra Jaya Milk, Tbk

3.3 Tehnik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa ringkasan laporan keuangan (summary financial of statement) perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode hingga tahun 2009. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan pihak lain.

3.3.2 Sumber Data

Data tentang ringkasan laporan keuangan (summary financial of statement) perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3.3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Dokumenter :


(59)

Pengumpulan data dengan cara menggunakan pengutipan atau pencatatan atas dokumen dari data yang disediakan perusahaan yang erat hubungannya dengan penelitian.

b. Studi Kepustakaan :

Yaitu pengumpulan data dengan membaca dan mempelajari hasil penelitian serta literatur yang tersedia di perpustakaan.

3.4Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis

3.4.1 Analisis Struktural Equation Model (SEM)

Penelitian ini menggunakan pendekatan Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan path diagram yang memungkinkan untuk memasukkan semua variabel observed sesuai dengan model teori yang dibangunnya. Adapun variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 10 variabel eksogen (independent) yang terdiri dari, assets tangibility (dFA/TA), size (dLnSAL, dLnMV), growth (dTA, dSAL, dLnMBR), dan profitability (dEBIT/S, dROE), dan 2 variabel endogen (dependent) yaitu, leverage (dLT/CAB, dST/CAB).


(60)

3.4.2 Asumsi Model (Structur Equation Modelling)

Pengujian model pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut Compatible atau tidak untuk digunakan. Untuk itu dalam pengujian digunakan metode Confirmatory Faktor Analysis (CFA) yang terdiri dari :

3.4.2.1 Uji Normalitas

1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistic.

2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart errornya dan Swekness value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai tatistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat signifikan 10%, jika Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.

3. Normal Probability Plot ( SPSS 10.1 ).

4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linieritas.

3.4.2.2 Evaluasi Atas Outliers

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara ± 3.0 non outlier. 2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada


(61)

jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai Chi-Square ( χ ) adalah multivariate putlier.

Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).

3.4.2.3 Deteksi Multicollinierity dan Singulary

Dengan mengamati Determinant matriks covarians. Dengan ketentuan apabila Determinant sample matriks mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multicolinieritas dan singularitas (Tabachnick & Fidell, 1998).

3.4.2.4 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan Reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variable / construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variable. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted. Yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :


(62)

Construct Reliability = [ Σ Standardize Loading ]²

[{ Σ Standardize Loading }² + Σεj ]

Variance Extracted = Σ [ Standardize Loading ² ]

[ Σ { Standardize Loading ² } + Σεj]

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 – [Standardize Loading] secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0.7 dan variance extrated ≥ 0.5 (Hair et al, 1998). Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap Construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

3.4.3 Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandard, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau p (Probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel berarti signifikan.

3.4.4 Pengujian Model dengan One-Step Approach

Dalam model SEM model pengukuran dan model structural parameternya diestimasi secara bersama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara meansurement model dan


(63)

structural model yang diestimasi bersama-sama (One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan realibilitas yang sangat baik (Hair et al, 1998).

3.4.5 Pengujian Model dengan Two-Step Approach

Two-Step Approach digunakan untuk mengatasi masalah sampel data yang relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah butir instrumentasi yang digunakan (Heartline dan Farrell, 1996), dan kekuatan reabilitas indikatior-indikator terbaik dapat dicapai dalam Two-Step Approach ini. Two-Step Approach bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model struktural pada One-Step Approach (Hair et al, 1998). Yang dilakukan dalam Two-Step Approach to SEM adalah estimasi terhadap measurement model dan estimasi terhadap structural model (Anderson dan Gerbing, 1998). Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan Two-Step Approach adalah sebagai berikut :

a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstruk menjadi sebuah indicator summed-scale bagi setiap konstruk. Jika terdapat skala yang berbeda setiap indikator tersebut distandardisasi (Z-score) dengan mean = 0, deviasi standard = 1, yang tujuannya adalah untuk mengeliminasi pengaruh-pengaruh skala yang berbeda-beda tersebut (Hair et al, 1998).


(64)

b. Menetapkan error (ε) dan lamda (λ) terms, error terms dapat dihitung dengan rumus 0.1 kali σ² dan lamda terms dengan rumus 0.95 kali σ (Andeson dan Gerbing, 1998). Perhitungan contruct reliability (α) telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standard (σ) dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistic SPSS. Setelah error (ε) dan lamda (λ) terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukkan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.6 Uji Goodnes of Fit

Hair et al, 1998 menjelaskan bahwa pola “corfirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, model teoritis tidak diperkuat jika mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling. Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of fit, yakni Chi-Square, Probability, RMSEA, GFI, TLI, AGFI, CMIN / df. Apabila model


(65)

awal tidak Good fit dengan data maka model dikembangkan dengan pendekatan Two-Step Approach to SEM.

Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model. Beberapa indek kesesuaian dan cut off value untuk digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak adalah :

a) X² CHI - SQUARE STATISTIC

Merupakan alat paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah Likehood Ratio Chisquare Statistic. Chi-Square Statistic ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi-Squarenya rendah. Semakin kecil nilai X² semakin baik model itu (X² = 0 , berarti tidak ada perbedaan). Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai atau fit dengan data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang tidak signifikan. Penggunaan Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200, bila ukuran sampel diluar rentang itu uji signifikan akan menjadi kurang reliable. Oleh karena itu pengujian ini dilengkapi dengan alat pengujian lain.

b) RMSEA - The Rood Mean Square Error of Approach

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi goodness of fit yang data diharapkan bila model estimasi


(66)

dalam model. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupaka indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah closed fit dari model berdasarkan degress of freedom.

c) GFI - Goodness of Fit Index

GFI adalah analog dari R2 dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks covarians populasi yang diestimasikan. GFI adalah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit) nilai yang sangat tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

d) AGFI - Adjusted Goodness of Fit Index

AGFI = GFI / df tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0.95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (good overall model fit) sedangkan besaran antara nilai 0.90 - 0.95 menunjukkan tingkatan cukup (adequate fit) (Hulland, et, al, 1996).

e) CMIN - DF

The Minimum Sample Discrepancy function (CMIN) dibagi dengan degree of freedomnya akan menghasilkan indeks CMIN / df. Pada umumnya diartikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah


(67)

model. Dalam hal ini CMIN / df tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi df-nya sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kurang dari 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan diestimasi.

f) TLI - Tucker Lewis Index

TLI adalah alternative incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan 0.95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good fit.

g) CFI - Comparative Fit Index

Besaran index ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1, dimana semakin mendekati 1, mengidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi (a very good fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0.95. Keunggulan dari index ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relative Noncentrality Index (RNI).

Dimana demikian indeks-indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model adalah seperti yang diringkas dalam tabel berikut ini:


(68)

Goodness of Fit Indices

Goodness of Fit Index Keterangan Out-Off Value

2

 chi-square Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan covariance sample (apakah

model sesuai dengan data)

Diharapkan kecil, 1s/d 5 atau paling baik diantara 1

dan 2 Probability Uji signifikan terhadap perbedaan

matrix covariance data dan matrix covariance yang diestimasi

Minimum 0,1 atau 0,2 atau 0,05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan

chi-square pada sampel besar

0,08 GFI Menghitung proporsi tertimbang

varian dalam matrix sampel yang dijelaskan oleh matrix covariance populasi yang diestimasi (analog dengan R2 dalam regresi berganda)

0,90

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap df 0,90 CMIN/df Kesesuaian antara data dan model 2,00

TLI Perbandingan antara model yang diuji terhadap baseline model

0,95 CFI Uji kelayakan model yang tidak

sensitive terhadap besarnya sample dan kerumitan model

0,94


(69)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Good Consumer

1. PT. Mustika Ratu, Tbk

PT. Mustika Ratu, Tbk didirikan pada tanggal 14 Maret 1978 dengan berdasarkan akta notaris No. 35 yang dibuat dihadapan G.H.S. Loemban Tobing, S.H.

Ruang lingkup kegiatan perusahaan meliputi pabrikasi, perdagangan, dan distribusi jamu dan kosmetik tradisional serta minutan sehat, dan kegiatan usaha lain yang berkaitan. Perusahaan berdomisili di Jl. Gatot Subroto, Jakarta, sedangkan lokasi pabrik berada di Jl. Raya Bogor KM. 26,4 Ciracas, Jakarta Timur. Perusahaan ini memulai kegiatan komersialnya pada tahun 1978.

2. PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk

PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk didirikan pada tanggal 11 Agustus 1962 dengan berdasarkan akta notaris No. 51 yang dibuat dihadapan Rd. Hadiwido.

Perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan produk perawatan kulit dan badan untuk orang dewasa, anak-anak, dan bayi, produk-produk


(1)

ekspansi dengan cara menggunakan dana eksternal berupa hutang (sinyal positif). Dan menganggap kedua kedua sinyal tersebut sebagai kompleksitas dari Pecking Order Theory.

4.4.3. Pengaruh Size Terhadap Leverage

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa faktor size berpengaruh positif terhadap leverage. Hal ini berarti bahwa hipotesis 3 yang menyatakan size berpengaruh positif terhadap leverage dapat diterima. Hal ini dikarenakan bahwa leverage pada suatu perusahaan. Umumnya pasar modal mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan yang mempunyai ukuran lebih besar daripada perusahaan yang lebih kecil, karena pada perusahaan yang lebih besar akan lebih banyak lembaga dan analisis umum yang memiliki informasi tentang suatu perusahaan. Situasi ini akan mengurangi masalah asymmetric information.

Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Frank & Goyal (2003) dalam hubungannya dengan ukuran perusahaan, perusahaan dengan level yang lebih kecil mempunyai asymmetric information yang tinggi dan sedikit untuk mendapatkan sumber dana eksternal (hutang). Sehingga semain kecil perusahaan maka semakin kecil pula hutang yang akan didapat.


(2)

105

4.4.4. Pengaruh Profitability Terhadap Leverage

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa profitability berpengaruh positif terhadap leverage. Hal ini berarti bahwa hipotesis 4 yang menyatakan profitability berpengaruh positif terhadap leverage tidak dapat diterima. Karena perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi cenderung menggunakan hutang yang rendah, karena cenderung menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan. Jadi, perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi akan lebih sedikit menggunakan hutang.

Hal ini berarti membuktikan bahwa besar kecilnya leverage pada umumnya suatu perusahaan tidak dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat profitability.

Hal ini sesuai dengan pendapat Jensen (1986) yang mengatakan jika pasar dalam mengontrol perusahaan tidak efektif maka terdapat hubungan negative antara profitability dengan tingkat leverage suatu perusahaan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh Tangibility, Size, Growth Opportunity dan Profitability terhadap Leverage pada perusahaan manufaktur (Consumer Good, Apparel and Other Textile Product, dan Food and Beverages) maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor Assets Tangibility berpengaruh positif terhadap Faktor Leverage,

tidak dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa Assets Tangibility tidak mempunyai pengaruh terhadap Leverage.

2. Faktor Size berpengaruh positif terhadap Faktor Leverage, dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa Size mempunyai pengaruh terhadap Leverage. 3. Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Faktor Leverage,

dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa Growth Opportunity mempunyai pengaruh terhadap Leverage.

4. Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap Faktor Leverage, tidak dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa Profitability tidak mempunyai pengaruh terhadap Leverage.


(4)

107

5.2. Saran

Sebagai implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan atau dimanfaatkan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut :

1. Pihak perusahaan hendaknya lebih menerapkan sasaran strategis dan serangkaian nilai-nilai perusahaan yang dikomunikasikan kepada tiap-tiap jenjang jabatan.

2. Pihak perusahaan hendaknya bersiap-siap untuk pesaing ceruk khusus. Yaitu, pengkonsolidasian pasar, dengan menfokuskan diri untuk menyediakan layanan khusus.

3. Menyiapakan kebutuhan untuk memenuhi standar transparasi dan akuntabilitasi yang ditegakkan secara global dengan mengadopsi system dan proses yang terintegrasi dan menjangkau seluruh bagian perusahaan.

4. Menggunakan penuh teknologi guna mendukung fleksibilitas serta efisiensi operasional yang lebih tinggi.


(5)

Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411-23

Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987, Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research, 16 (1) : 78-117

Brigham, F.Eugene and Houston Joel, F., 2006. Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, Penerbit : Salemba Empat

Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang

Hair, J.F. et. al, 1998, Multivariate Data Analysis , Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc, New Jersey

Husnan, Suad, 2000, Manajemen Keuangan, Teori dan Penerapan, Penerbit : BPFE Yogyakarta

Kaaro, Hermeindito, 2003, Analisis Leverage Dan Dividen Dalam Lingkungan Ketidak Pastian. Kompak nomer 9, September – Desember 2003, hal 423 – 444

Keown, Arthur.J and David F. Scott, Jr., 1996, Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, buku2.

Moeljadi, 2006, Keputusan Pendanaan. Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, jilid 1.Penerbit : Universitas Brawijaya

Munawir, 2002, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Keempat. Yogyakarta: Penerbit


(6)

Setiawan, Rahmat, 2006, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Dalam Perspektif Pecking Order Theory Studi Pada Industri Makanan Dan Minuman Di BEJ, Majalah Ekonomi, Tahun XVI, no 3 Desember 2006

Tabachnick, B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistic, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York

Weston,J.Weston and Thomas. E. Copeland, 1989, Struktur & Biaya Modal. Manajemen Keuangan, jilid 2.

Weston,J.Weston and Thomas. E. Copeland, 1989, Struktur Keuangan & Penggunaan Leverage, Manajemen Keuangan, jilid 2.

Christianti, Ari, 2006, Penentuan Perilaku Kebijakan Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta : Hipotesis Static Trade Off Atau Pecking Order Theory, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell, 1996, “The Management of Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52-70

Purwanto, BM, 2003, Does Gender Moderate The Effect of Role Stress on Salesperson’s Internal States and Performance? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling (MSEM), Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan , Buletin Ekonomi FE UPN Yogyakarta , 6 (8) : 1-20

Yuniningsih, 2003. Analisis Pengaruh Investasi Terhadap Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listed Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi, Vol 3 No 1 April 2003 : 33 - 38


Dokumen yang terkait

Pengaruh Growth Opportunity, Liquidity, Profitability, dan Tangibility terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 60 109

Analisis pengaruh faktor-faktor penentu kebijakan struktur modal terhadap leveragi hipotesis pecking order dan trade off teori

1 10 124

PENGARUH FIRM SIZE, GROWTH OPPORTUNITY, LIQUIDITY dan PROFITABILITY TERHADAP STRUKTUR Pengaruh Firm Size, Growth Opportunity, Liquidity dan Profitability Terhadap Struktur Modal Perusahaan ( Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur "Food and Beverages" di

0 2 14

PENGARUH FIRM SIZE, GROWTH OPPORTUNITY, Pengaruh Firm Size, Growth Opportunity, Liquidity dan Profitability Terhadap Struktur Modal Perusahaan ( Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur "Food and Beverages" di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011- 2013).

0 3 15

PENDAHULUAN Pengaruh Firm Size, Growth Opportunity, Liquidity dan Profitability Terhadap Struktur Modal Perusahaan ( Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur "Food and Beverages" di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011- 2013).

0 2 8

PENGARUH SIZE, TANGIBILITY DAN PROFITABILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI).

1 6 87

PENGARUH SIZE, TANGIBILITY DAN PROFITABILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN CHEMICAL DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 77

SKRIPSI PENGARUH GROWTH OPPORTUNITY, LIQUIDITY, PROFITABILITY, DAN TANGIBILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 1 12

ANALISIS PENGARUH TANGIBILITY, SIZE, GROWTH OPPORTUNITY, DAN PROFITABILITY TERHADAP LEVERAGE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR (GOOD CONSUMER, APPAREL AND OTHER TEXTILE, DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 22

PENGARUH SIZE, TANGIBILITY DAN PROFITABILITY TERHADAP STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 0 22