22 berhenti didefinisikan sebagai batas susut shrinkage limit Das, 1988.
Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit
jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut Bowles, 1997. Perhitungan batas susut ini dapat digunakan rumus:
SL =
� −
1
−
2
2.10 dengan :
SL = Batas susut : V
1
= Volume tanah basah W = Berat tanah kering
: V
2
= Volume tanah kering w = Kadar air tanah basah
Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengannilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg,
seperti yangtercantum dalam Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas
Atterberg
Batas Susut Atterberg Susut Linier Derajat Mengembang
10 8
Kritis 10 – 12
5 – 8 Sedang
12 0 – 8
Tidak kritis
2.6.7 Spesific Surface
Spesific surface merupakan perbandingan antara luas permukaan suatu
bahan terhadap massa bahan yang bersangkutan. Spesific surface didapat dengan Persamaan 2.11 berikut ini:
Spesific Surface SS =
��� ��������� �
2
���� ����
............................................... 2.11
Makin kecil ukuran butiran, makin kecil spesific surface-nya.Sebagai contoh butiran lempung montmorillonite dapat mempunyai Ss mencapai 800m
2
gram.
23
2.6.8 Aktivitas Tanah
Sifat plastis suatu tanah diebabkan oleh air yang terserap di sekeliling permukaan partikel lempung absorbed water, maka tipe dan jumlah mineral
lempung yang terkandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan Das, 1988.
Harga indeks plastis PI suatu tanah akan bertambah menurut garis lurus sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung berat
butiran yang Iebih kecil dari 2 � yang dikandung oleh tanah. Hubungan antara PI
dengan fraksi berukuran lernpung untuk tiap tanah berbeda-beda Skempton, 1953
dalam Das, 1988. Hubungan antara PI dan persentase butiran yang lolos ayakan 2
� didefinisikan sebagai suatu besaran yang disebut aktivitas activity atau yang dapat ditulis sebagai berikut :
A
k
=
IP berat fraksi berukuran lempung
2.12 dengan :
A
k
= Aktivitas activity IP = Indeks plastisitas
Dari rumus tersebut kategori tanah terbagi dalam tiga golongan menurut Skempton 1953
dalam Das 1988yaitu : a.
A
k
0,75 tidak aktif b.
0,75 A
k
1,25 normal c.
A
k
1,25 aktif
Untuk tanah yang dipadatkan dengan pemadatan standar pada kadar air optimum, tingkat keaktifannya ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
A
k
=
IP CF
−10
2.13 dengan:
A
k
= Aktivitas activity IP = Indeks plastisitas
CF = Presentase fraksi lempung dalam tanah 10 = Konstanta
24 Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembang yang besar. Nilai
tipikal untuk aktivitas beberapa kandungan mineral lempung dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut :
Tabel 2.6 Hubungan aktivitas dengan mineral lempung
Mineral Aktifitas
Kaolinite 0,33 – 0,46
Illite 0,99
Montmorillonite Ca 1,50
Montmorillonite Na 7,20
Harga aktifitas tanah tersebut dapat dipakai untuk mengidentifikasi potensi mengembang dari tanah tersebut.Seed, Woodward, dan Lundgren 1964 dalam
Das 1988 mengidenfikasikan potensi mengembang dari tanah berdasarkan aktivitas dengan rumus:
S’ = 3,6 x 10
-5
. Ak
2,44
.CF
3,44
2.14 dengan:
S’ = Persen pengembang swelling
A
k
= Aktivitas CF
= Persen fraksi lempung dalam tanah Harga indeks plastisitas juga bisa secara langsung dipergunakan untuk
mengevaluasi potensi mengembang dari tanah lempung seperti yang terlihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Perkiraan sweeling potential berdasarkan indeks plastisitas
IP Sweeling Potential
0 – 15 Lemah
15 – 25 Sedang
25 – 55 Tinggi
55 Sangat tinggi
25 Selain itu menurut Seed, Woodward dan Lundgren 1964 dalam Das 1988
memberikan hubungan aktifitas dengan fraksi berukuran lempung untuk menentukan potensi mengembang swelling potential dari suatu jenis tanah.
Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Grafik klasifikasi potensi pengembangan
2.6.9 Kembang Susut