STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH LEMPUNG DAN SEMEN SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN.

(1)

STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA

PEMBAKARAN MENGGUNAKAN MATERIAL

TANAH LEMPUNG DAN SEMEN SERTA ABU

SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN

Oleh :

EMMI DESNIATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRACT

STRENGTH RESEARCH OF PAVING BLOCK AFTER BURNING PROCESS USING CLAY MATERIAL WITH RICE HUSK ASH AND

CEMENT FOR ADDITIONAL ROAD By

EMMI DESNIATI

In a row of period progress directly proportional with public means and infrastructure developmment that one of it is land transportation especially pavement. One of means transportation wich already familiar is paving block Paving blocks made of a mixture of portland cement or adhesive material like hydrolysis, water, and aggregates with or without other ingredients. However, the use of the material is made into high production rates. Therefore, in this study the process of manufacture of paving blocks will be tested using alternative materials such as soil mixtures with rice husk ash additive materials derived from residual combustion rice straw waste combined with portland cemen.

Soil samples were tested in this study are derived from clay Karang Anyar, South Lampung area,. Variations in content the mixture used was 6%, 8%, and 10%, ratio between rice husk ash and cement is 1 : 1 to 7 days curing time and with burning treatment and without burning paving block samples. Based on the results of physical testing original soil, USCS soil samples classified as fine-grained soil and included in the CL group.

The results showed that the manufacture of paving blocks using the soil material with additive materials such as rice husk ash and cement did not fulfill SNI paving block. However, in general the addition of the additive materials can increase the physical and mechanical properties of the soil. It is proved by the increasing value of the optimum moisture content and density of the mixture. For the compressive strength of paving blocks without and with burning process is best shown in the addition of a mixture of 10% content.


(3)

ABSTRAK

STUDI KEKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN

MENGGUNAKAN MATERIAL TANAH LEMPUNG DAN SEMEN SERTA ABU SEKAM PADI UNTUK JALAN LINGKUNGAN.

Oleh

Emmi Desniati

Seiring dengan kemajuan perkembangan zaman maka berbanding lurus dengan pembangunan sarana dan prasarana umum salah satunya yaitu transportasi darat khusunya perkerasan jalan. Salah satu dari sarana transportasi yang sudah lazim digunakan dalam perkerasan jalan yaitu paving block. Paving block terbuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolisis sejenis, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya. Akan tetapi, penggunaan material tersebut membuat harga produksi menjadi mahal. Untuk itu, pada penelitian ini proses pembuatan paving block akan dicoba menggunakan bahan alternatif berupa campuran tanah dengan bahan additive abu sekam padi yang berasal dari limbah pembakaran batang padi yang dikombinasikan dengan semen portland.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah lempung yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%, dan 10%, perbandingan antara abu sekam padi dan semen yaitu 1 : 1 dengan waktu pemeraman 7 hari serta dengan perlakuan pembakaran dan tanpa pembakaran sampel paving block. Berdasarkan hasil pengujian fisik tanah asli, USCS mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL.

Hasil penelitian menujukkan bahwa pembuatan paving block menggunakan material tanah dengan bahan additive abu sekam padi dan semen tidak memenuhi SNI paving block. Akan tetapi, secara umum penambahan bahan additive tersebut dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik tanah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya nilai kadar air optimum dan berat jenis campuran. Untuk nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan dengan proses pembakaran paling baik ditunjukkan pada penambahan kadar campuran 10%.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR NOTASI ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Lapisan Jalan ... 5

B. Tanah ... 10

C. Tanah Lempung ... 18

D. Semen ... 21

E. Abu Sekam Padi ... 24

F. Paving Block ... 25

G. Jalan Lingkungan ... 32

III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sample ... 35

B. Metode Pencampuran Sampel dan Pencetakanan Benda Uji ... 37

C. Proses Pemeraman ... 38

D. Pelaksanaan Pembakaran Sample ... 38

E. Metode Pengujian Sample ... 39


(8)

ii

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 40

2. Pengujian Sampel Paving Block ... 52

E. Urutan Prosedur Penelitian ... 53

F. Analisis Hasil Penelitian ... 54

G. Bagan Alir Penelitian ... 55

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sampel Tanah Asli ... 56

B. Kadar Air Optimum Material Tanah Campuran ... 60

C. Hasil Pengujian Paving Block Sesuai Kadar Campuran ... 61

1. Uji Kuat Tekan ... 61

2. Uji Daya Serap Air ... 67

3. Uji Berat Jenis ... 69

D. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Paving Block Menggunakan Tanah yang Sama dengan Campuran Berbeda ... 70

V. PENUTUP A. Simpulan ... 76

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified

(Hary Christady, 1996) ... 14

Tabel 2. Klasifikasi tanah berdasarkan AASTHO (Das, 1995) ... 15

Tabel 3. Klasifikasi tanah berdasarkan Sistem Internasionalis ... 17

Tabel 4. Jenis-jenis Semen Portland ... 23

Tabel 5. Komposisi kimia Limit Semen Portland ... 24

Tabel 6. Kekuatan fisik Paving Block ... 27

Tabel 7. Faktor koreksi kuat tekan Paving Block ... 28

Tabel 8. Jumlah Sample Tiap Campuran ... 39

Tabel 9. Data Hasil Pengujian Sample Tanah Asli Karang Anyar, Lampung Selatan ... 58

Tabel 10. Hasil Uji Pemadatn Tanah Sesuai Presentase Campuran ... 60

Tabel 11. Nilai kuat tekan campuran I : 3% semen + 3 % abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62

Tabel 12. Nilai kuat tekan campuran II : 4% semen+ 4% abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62

Tabel 13. Nilai kuat tekan campuran III : 5% semen+ 5% abu sekam padi sebelum pembakaran ... 62

Tabel 14. Hasil Nilai kuat tekan campuran I : 3% semen + 3% abu sekam padi sebelum pembakaran ... 64


(10)

iv

Tabel 15. Nilai kuat tekan campuran II : 4% semen+

4% abu sekam padi setelah pembakaran ... 64

Tabel 16. Nilai kuat tekan campuran III : 5% semen+

5% abu sekam padi setelah pembakaran ... 65

Tabel 17. Hasil Pengujian Berat Jenis Setiap Kadar Campuran ... 69

Tabel 18. Hasil Uji Kuat Tekan Paving Block Sebelum Pembakaran

Menggunakan Kadar Campuran Kapur dan Abu Sekam Padi ... 71

Tabel 19. Hasil Uji Kuat Tekan Paving Block Setelah Pembakaran


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Lapis Perkerasan Jalan ... 7

Gambar 2. Berbagai macam Paving Block ... 30

Gambar 3. Pola Pemasangan Paving Block ... 31

Gambar 4. Bentuk Paving Block Pola Topi Uskup ... 31

Gambar 5. Denah Lokasi Pengambilan Sample Tanah Lempung ... 36

Gambar 6. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran dengan kadar campuran ... 64

Gambar 7. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block setelah pembakaran dengan kadar campuran ... 65

Gambar 8. Hubungan antara nilai kuat tekan paving block sebelum dansetelah pembakaran dengan kadar campuran ... 66

Gambar 9. Hubungan antara daya serap air setelah pembakaran paving block dengan kadar campuran ... 68

Gambar 10. Hubungan nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran mengunakan tanah yang sama menngunakan campuran semen + abu sekam padi dan campuran kapur + abu sekam padi ... 71

Gambar 11. Hubungan nilai kuat tekan paving block setelah pembakaran mengunakan tanah yang sama menngunakan campuran semen + abu sekam padi dan campuran kapur + abu sekam padi ... 74


(12)

DAFTAR NOTASI

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis LL = Batas Cair PI = Indeks Plastisitas PL = Batas Plastis

q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan Ww = Berat Air

Wc = Berat Container

Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven

Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven

Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n

W1 = Berat Picnometer

W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering

W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air

W4 = Berat Picnometer + Air

Wci = Berat Saringan

Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan Wai = Berat Tanah Tertahan


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia pada era globalisasi seperti sekarang ini sangat pesat dan merata, terutama pembangunan sarana transportasi. Sekarang ini, pembangunan sarana transportasi di tiap daerah mulai tampak hasilnya. Seiring dengan kemajuan zaman, maka sarana transportasi pun harus ikut berkembang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini banyak sekali pembangunan yang dilakukan demi tercapainya pemenuhan fasilitas bagi manusia. Salah satu bagian sarana dan prasarana yang penting adalah konstruksi perkerasan. Pada perkerasan jalan raya di kenal beberapa jenis pekerasan yaitu perkerasan kaku, perkerasan lentur dan perkerasan komposit. Salah satu perkerasan yang telah banyak digunakan di masyarakat adalah perkerasan dengan menggunakan paving block.

Paving block banyak digunakan pada tempat-tempat khusus yang

memerlukan kekuatan lebih untuk menahan beban sekunder (Secondary

Force) seperti pada daerah tikungan, halte, areal parkir, tanjakan, pelabuhan,

serta untuk penggunaan perkerasan pada kawasan tertentu seperti ruas jalan di kawasan perumahan. Jalan setapak/gang, trotoar, ruas jalan dikawasan


(14)

2

Aplikasi paving block pada pembangunan ruas jalan sudah banyak kita

jumpai di berbagai daerah. Dengan penggunaan paving block dinilai lebih

ekonomis dari pada penggunaan plat beton bertulang, mudah dalam pekerjaan pemasangan, dan mampu menahan beban dalam batasan tertentu, serta konstruksinya relatif tahan lama. Selain paving block mempunyai keunggulan sifat yang khas dan tidak dimilki perkerasan lainnya yaitu kesan yang indah. Kesan yang indah ini terbentuk dari bentuk dan elemen paving block tersebut,

sehingga dapat dibuat pola-pola yang menarik pada permukaan jalan.

Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dengan

campuran semen Portland atau bahan perekat hidrolis sejenis, air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton itu.

Di samping kelebihan di atas terdapat kekurangan pada material penyusun

paving block. Paving block dapat merusak lingkungan karena efek dari emisi

gas rumah kaca (karbondioksida) yang dihasilkan pada proses produksi semen. Teorinya, untuk memproduksi satu ton semen, gas rumah kaca yang dihasilkannya sebesar lebih kurang satu ton juga. Gas ini dilepaskan ke atmosfer dengan bebas sehingga terjadi pemanasan global. Untuk agregat kasar penyusun beton biasanya diperoleh dari pengikisan lereng gunung untuk menghasilkan batu pecah. Efek tersebut berdampak buruk pada lingkungan. Karena efek buruk pada lingkungan, maka dicari alternatif material pengganti untuk mengurangi penggunaan semen dan mengganti agregat kasar, dengan material yang lebih ramah lingkungan. Selain itu


(15)

3

penggunaan semen dan pasir sebagai agregat mengakibatkan harga produksi

paving block menjadi mahal.

Maka dari itu untuk mengurangi dampak buruk dan menekan biaya produksi yaitu dengan mencoba menggunakan bahan additive guna mengganti

sebagian kebutuhan akan semen serta mengganti pasir sebagai agregat dengan tanah lempung lunak. Bahan additive yang digunakan adalah abu sekam padi.

Abu sekam padi merupakan sisa pembakaran sekam padi. Abu sekam padi mengandung unsur kimia SiO2 ( silica ) dan CaO ( kapur ) dimans unsur – unsur ini memiliki sifat – sifat pozzolan yang dapat meningkatkan kinerja material beton dan dapat menghasilkan mutu beton yang optimum. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan mencoba mengganti sebagian kebutuhan semen dengan abu sekam padi pada pembuatan paving block.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah paving block yang dibuat dengan bahan campuran abu sekam

padi dan penggunaan tanah lempung sebagai pengganti bahan utama yaitu pasir tersebut dapat bermutu sesuai dengan standar yang berlaku ?

2. Apakah abu sekam padi berpengaruh terhadap kuat tekan paving block ?

3. Apakah pemanfaaatan tanah lempung sebagai pengganti pasir pada bahan utama paving block berpengaruh terhadap kuat tekannya ?


(16)

4

4. Apakah paving block yang terbuat dari campuran tanah lempung, semen

dan abu sekam padi tersebut dapat dipakai untuk jalan lingkungan.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini akan dibatasi beberapa masalah :

1. Sampel tanah yang digunakan adalah tanah lempung dari desa Karang Anyar, Lampung Selatan.

2. Bahan semen yang digunakan merupakan semen jenis Portland.

3. Bahan pencampur yang digunakan adalah bahan additive abu sekam padi.

4. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah asli meliputi pengujian kadar air, berat jenis, batas Atterberg, analisa saringan,

berat volume, dan pemadatan.

5. Pengujian untuk abu sekam padi adalah uji analisa saringan.

6. Pencampuran dengan abu sekam padi menggunakan kadar tertentu dari berat total sampel yang kemudian diuji untuk memperoleh kadar abu sekam padi optimum untuk campuran paving block.

7. Pengujian paving block menggunakan campuran tanah lempung, semen,

dan abu sekam padi meliputi uji kuat tekan dan uji daya serap air.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis tanah lempung dari desa Karang Anyar, Lampung Selatan.


(17)

5

2. Mengetahui nilai kuat tekan dan kemapuan daya serap air dari paving

block yang menggunakan campuran tanah lempung, semen, dan bahan

additive abu sekam padi.

3. Mengetahui apakah paving block tersebut dapat memenuhi standar kuat

tekan untuk jalan lingkungan menurut SNI 03-0691-1996 yaitu 400 kg/cm2 untuk kuat tekan rata-rata dan 350 kg/cm2

untuk kuat tekan minimum.

4. Mencari salah satu bahan alternatif untuk pembuatan paving block dari


(18)

II. TINJAUN PUSTAKA

A. Perkerasan Lapisan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Ageregat yang digunakan antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja. Sedangkan bahan ikat yang digunakan antara lain adalah aspal, semen, dan tanah liat.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi :

a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexibel Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat

beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.


(19)

7

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite Pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

Kontruksi perkerasan jalan terdiri dari :

Gambar 1. Lapis Perkerasan Jalan

1. Lapis Permukaan (surface)

Lapis permukaan struktur perkerasan jalan terdiri dari campuran mineral agregat dan beban pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung


(20)

8

d. Lapis yang menyebar beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang memiliki daya dukung yang lebih jelek.

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda.

2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung dibuat di atas tanah dasar.

.

Fungsi lapis pondasi atas adalah :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

d. Lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah.

3. Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas


(21)

9

lapisan dari material berbutir (granural material) yang dipadatkan, distabilisasi atau tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan diatasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

c. Mencegah tanah dasar masuk ke lapis pondasi atas.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar. e. Adanya lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di

pondasi.

4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar atau subgrade adalah permukaan tanah semula atau

permukaan tanah galian ataupun permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan yang lainnya. Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan tergantung dari sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Pentingnya kekuatan dari tanah dasar menjadi point utama dalam

ukuran kekuatan dan keawetan struktur perkerasan selama umur layanan.

Umumnya permasalahan yang terjadi menyangkut tanah dasar berupa perubahan bentuk, sifat mengembang dan daya dukung tidak merata,


(22)

10

lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas untuk jenis tanah tertentu. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

B. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin;2000:10).

Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu yang sangat panjang, dan mewujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertakrifkan (Schroeder;1984:10).

Tanah adalah suatu sistem bumi, yang bersama dengan sistem bumi yang lain, yaitu air alami dan atmosfer, menjadi inti fungsi, perubahan, dan kemantapan ekosistem. Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam. Namun demikian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh antropogen (Notohadiprawiro;1999:10).


(23)

11

Menurut pendekatan geologi tanah adalah lapisan permukaan bimi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus). Menurut pendekatan pedologi tanah adalah bahan padat (mineral atau organik) yang terletak di permukaan bumi, yang telah dan dan sedang serta terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu (Dokuchaev;1870:11).

Bahan tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat mineral, bahan padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas bibir batuan dan mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral sekunder. Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan jasad, terutama tumbuhan, zat humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar tumbuhan hidup. Air mengandung berbagai zat terlarut sehingga disebut juga larutan tanah.

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya.

Sistem klasifikasi tanah memberikan bvahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat tanah yang bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.


(24)

12

Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk study yang lebih terperinci

mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles;1989:11).

Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :

a. Klasifikasi tanah berdasarkan Unified system

Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi berdasarkan Unified system (Das. Braja. M, 1988), tanah

dikelompokkan menjadi :

1. Tanah butir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan

pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir

(sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih

dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt)

anorganik, C untuk lempung (cly) anorganik, dan O untuk lanau


(25)

13

gambut (peat), muck,dan tanah-tanah lain dengan kadar organik

yang tinggi.

3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa tumbuh-tumbuhan yang terkandung di dalamnya.


(26)

14

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0

0 Ker

ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir

) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol

SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g ba ta s c ai r ≤ 5 0% ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.

Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang

di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batas Cair LL (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan

kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan

tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488 Sumber : Hary Christady, 1996.


(27)

15

b. Sistem Klasifikasi AASHTO

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1, A-2, dan A-3 masuk dalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari jumlah tanah yang lolos ayakan No. 200. Sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6, dan A-7 adalah tanah lempung atau lanau. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil sebagai lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992).

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis ayakan (%

lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos

ayakan No.40 Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41 Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan


(28)

16

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos)

No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40

Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40 Maks 10

Maks 41 Maks 10

Maks 40 Maks 11

Min 41 Min 11 Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber : Das (1995).

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini : a. Ukuran butiran

Kerikil adalah bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm dan tertahan pada ayakan No. 200. Pasir adalah tanah yang lolos ayakan No.10 (2 mm) dan tertahan ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung adalah yang lolos ayakan No. 200.

b. Plastisitas

Tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Tanah berlempung bila indeks plastisnya 11 atau lebih. c. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat

batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada Tabel 2. Kelompok tanah yang paling kiri


(29)

17

kualitasnya paling baik, makin ke kanan semakin berkurang kualitasnya.

c. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran

Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil

(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).

Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika dan klasifikasi internasional yang dikembangkan oleh Atterberg. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada dalam tanah. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Sistem ini relatif sederhana karena hanya didasarkan pada sistem distribusi ukuran butiran tanah yang membagi tanah dalam beberapa kelompok, yaitu :

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0–0,05 mm. Lanau : Butiran dengan diameter 0,05–0,002 mm. Lempung : Butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm


(30)

18

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasionals

No. Nama Ukuran Butiran (mm)

1 Pasir kasar 2,0–0,63 2 Pasir medium 0,63–0,20 3 Pasir halus 0,20–0,063

4

Debu kasar Debu medium Debu halus

0,063–0,020 0,020–0,0063 0,0063-0,0020

5

Lempung/liat kasar Lempung/liat medium Lempung/liat halus

0,002-0,00063 0,0063-0,0002 < 0,0002 Sumber : M. Isa Darmawijaya (1997)

3. Tanah Lempung

1. Definisi Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang

terdiri dari tiga fase yaitu padat, cair, dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri dari mineral inorganis dan organis.

Mineral-mineral lempung merupakan subtansi-subtansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.

Mitchel memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompok-kelompok partikel kristal


(31)

19

berukuran koloid (<0,002 mm) yang terjadi akibat proses pelapukan batuan (1976:16).

Menurut Craig tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok partikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm yang terjadi akibat proses pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam ataupun akali, dan karbondioksida (1976:17).

Warna tanah pada tanah lempung tidak dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya perbedaan yang dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur Natrium saja yang paling mendominasi. Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah dipengaruhi oleh nilai Liquid

Limit (LL) yang berbeda-beda (Marindo;2005:18 dalam Afryana, 2009).

2. Jenis Mineral Lempung

a. Kaolinite

Kaolinite merupakan anggota kelompok kaolinite serpentin, yaitu

hidrus alumino silikat dengan rumus kimia Al2 Si2O5(OH)4.

Kekokohan sifat struktur dari partikel kaolinite menyebabkan

sifat-sifat plastisitas dan daya pengembangan atau menyusut kaolinite

menjadi rendah. b. Montmorilonite


(32)

20

Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan kering. Rumus kimia Montmorilonite adalah

Al2Mg(Si4O10)(OH)2 xH2O.

c. Illite

Illite adalah mineral bermika yang sering dikenal sebagai mika tanha

dan merupakan mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai

untuk tanah berbutir halus, sedangkan tanah berbutir kasar disebut

mika hidrus.

Rumus kimia illite adalah KyAl2(Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly)O10(OH)2.

3. Sifat Tanah Lempung

Tanah lempung adalah tanah yang mempunyai partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Grim;1953:19 dalam Darmady, 2009).

Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang yang terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendanh dibandingkan tanah lempung lainnya.

Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada lempung yang dipadatkan pada


(33)

21

kering optimum daripada yang dipadatkan pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang (Hardiyatmo;1999:19).

Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks

yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan

alumunium octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti

sebagian dengan unsur lain yang disebut dengan substitusi isomorfis.

4. Semen

Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis, artinya jika dicampur dengan air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan-bahan lain menjadii satu kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Secara umum semen dapat didefinisikan sebagai bahan perekat yang dapat

merekatkan bagian-bagian benda padat menjadi bentuk yang kuat, kompak, dan keras.

1. Jenis-jenis semen

Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : a) Semen non-hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama adalah kapur. b) Semen hidrolik


(34)

22

Semen hidrolik mempuyai kemampuan mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolik adalah sebagai berikut :

Kapur hidrolik, sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia, dan oksida besi.  Semen pozzolan, sejenis bahan yang mengandung silisium

aluminium yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen.

Semen terak, semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor.

Semen alam, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.

Semen portland, merupakan material konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland adalah semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.


(35)

23

Semen portlan pozollan, merupakan campuran semen portland dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu.

Semen putih, semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0,5%.

Semen alumnia, dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 16000C. Hasil pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya

dihaluskan hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumnia yang berwarna abu-abu.

Tabel 4. Jenis-Jenis Semen Portland

Jenis Penggunaan I

II

III IV V

Konstruksi biasa dimana sifat yang khusus tidak diperlukan Konstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap sulfat atau panas dari hidrasi yang sedang.

Jika kekuatan permulaan yang tinggi diperlukan Jika panas yang rendah dari hidrasi diinginkan

Jika daya tahan yang tinggi terhadap sulfat diinginkan (Wang salmon, 1993)

2. Komposisi Kimia Semen

Semen portland terutama terdiri dari oksida kapur (CaO), oksida silikat (SiO2), oksida alumnia (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari


(36)

24

“Major Oxides”, sedangkan sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida

magnesium (MgO) dan oksida lain. Komposisi spesifik semen portland tergantung pada jenis semen dan komposisi bahan baku yang

dipergunakan.

Tabel 5. Komposisi Kimia Limit Semen Portland

OKSIDA KOMPOSISI (%)

CaO 60-67 SiO2 17-25

Al2O3 3,0-8,0

Fe2O3 0,5-6,0

MgO 0,1-5,5 Na2O+K2O 0,5-1,3

TiO2 0,1-0,4

P2O5 0,1-0,2

SO3 1,0-3,0

Keempat oksida utama pada semen akan membentuk senyawa-senyawa yang biasa disebut :

- Trikalsium silikat, 3CaO,SiO2 disingkat C3S

- Dikalsium silikat, 2CaO, SiO2 disingkat C2S

- Trikalsium aluminat, 3CaOAl2O3 disingkat C3A

- Tetra kalsium alumino ferrite, 4CaO, Al2O3, Fe2O3 disingkat C4AF

-5. Abu Sekam Padi

Sekam padi (kulit gabah) merupakan hasil penggilingan atau penumpukan gabah. Secara global sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap tahunnya. Sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara;1996; Krishnarao, et al.; 2000:23).


(37)

25

Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi biasanya bertumpuk dan hanya menjadi bahan buangan disekitar penggilingan padi. Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil pembakaran sekam padi biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk membersihkan peralatan rumah tangga dan digunakan untuk mengeringkan bata pada tempet-tempat pembuatan genteng dan batu bata.

Menurut Thomas dan Jones dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan

terluar dari sekam padi terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat porositas yang tinggi, ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga sangat bermanafaat sebagai adsorben dan isolator (1970:24).

Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94

– 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston,;1972;Prasad, et al.; 2000:24).

Secara paraktis, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Pembakaran pada suhu 550°C - 800°C menghasilkan silika amorf dan pembakaran pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan Kristal silika fase kristobalit dan tridimat (hara, 1986). Hal ini sesuai dengan sifat silikat bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silikatnya.

6. Paving Block


(38)

26

Paving Block atau beton terkunci menurut SII.0819-88 adalah suatu

komposisi bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland

atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut. Menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen

kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci (Dudung Kumara;1992;Akmaluddin dkk;1998:24).

2. Spesifikasi Paving Block

Paving Block untuk lantai harus memenuhi persyaratan

SNI-03-0691-1996 untuk bata beton untuk lantai sebagai berikut :

a. Sifat tampak beton paving block untuk lantai harus mempunyai

bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari

persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk,

ukuram, dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

c. Penyimpangan tebal paving block untuk lantai diperkenankan kurang


(39)

27

d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai

berikut :

Tabel 6. Kekuatan fisik Paving Block

Mutu Kegunaan

Kuat Tekan (kg/cm2 )

Ketahanan Aus (mm/menit)

Penyerapan Air Rata-Rata Maksimal (%)

Rata-rata

Min Rata-rata

Min

A Perkerasan Jalan

400 350 0,0090 0,103 3

B Tempat Parkir Mobil

200 170 0,1300 1,149 6

C Pejalan Kaki 150 125 0,1600 1,184 8

D Taman Kota 100 85 0,2190 0,251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

e. Paving Block untuk lantai apabila diuji dengan natrium sulfat tidak

boleh cacat, dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%. Menurut British Standard 671 Part 1 1986 tentang Precast Concrete

Paving Blocks, persyaratan untuk paving block antara lain :

a.Paving block sebaiknya mempunyai ketebalan tidak kurang dari 60

mm.

b.Ketebalan paving block yang baik yaitu 60 mm, 65 mm, 80 mm, dan

100 mm.

c.Paving block dengan bentuk persegi panjang sebaiknya mempunyai

panjang 200 mm dan lebar 100 mm.

d.Tali air yang terdapat di sekitar badan paving block sebaiknya

mempunyai lebar tidak lebih dari 7 mm.

e.Toleransi dimensi pada paving block yang diizinkan yaitu :  Panjang ± 2 mm


(40)

28

 Lebar ± 2 mm  Tebal ± 3 mm

f. Faktor koreksi kuat tekan pada paving block menurut ketebalannya :

Tabel 7. Faktor Koreksi Kuat Tekan paving Block

Faktor Koreksi Ketebalan dan Tali Air Untuk Kuat Tekan Paving Block

Ketebalan

Paving Block

(mm)

Faktor Koreksi

Paving Blok Datar

Paving Block

Bertali Air 60 atau 65 1.00 1.06 80 1.12 1.18 100 1.18 1.24 Sumber : British Standard 0717 Part 1 1986

3. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

Keberadaan paving block dapat menggantikan aspal dan pelat beton,

dengan banyak keuntungan yang dimilikinya. Paving block memiliki

banyak kegunaan diantaranya sebagai lapisan perkerasan lapangan terbang, terminal bis, parkir mobil, pejalan kaki, taman kota, dan tempat bermain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keuntungan, yaitu :

a. Dapat diproduksi secara massal

b. Dapat diaplikasikan pada pembangunn jalan dengan tanpa memerlukan keahlian khusus.


(41)

29

c. Pada kondisi pembebanan yang normal paving block dapat digunakan

selama masa-masa pelayanan dan paving block tidak mudah rusak. d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung digunakan tanpa

harus menunggu pengerasan seperti pada beton (Arum dan Perdhani;2002:28).

e. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pemasangannya.

f. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit

dibandingkan penggunaan pelat beton.

g. Adanya poro-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan

dan memperbanyak infilstrasi dalam tanah.

h. Perkerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon dan

menahan logam berat.

i. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain dengan pola dan warna yang indah.

j. Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis perkerasan konvensional yang lain.

k. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah.

4. Bentuk Paving Block

Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam, yaitu : a. Paving block bentuk segi empat


(42)

30

Gambar 2. Berbagai macam bentuk paving block

5. Pola Pemasangan Paving Block

Dalam pelaksanaan lapis perkerasan paving block dipergunakan beberapa pola pemasangan paving block, yaitu :


(43)

31

Gambar 3. Pola pemasangan paving block


(44)

32

7. Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah dan hanya untuk kendaraan-kendaraan kecil. Untuk kawasan perumahan didisain saat membuat tata ruang, sehingga status tanahnya milik Negara yang disediakan sebagai prasarana untuk umum. Pembangunan jalan, perbaikan dan pemeliharaan dapat dilakukan oleh warga sekitar lingkungan dan / atau oleh siapa saja. Jalan lingkungan termasuk dalam klasifikasi jalan kelas III C, yaitu jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Adapun beberapa alternatif untuk konstruksi jalan lingkungan sebagai berikut

a. Jalan Tanah

Asal mula jalan tanah berasal dari jalan setapak yang terjadi akibat manusia mencari akses ke lokasi lain, sehingga terjadi jalan setapak. Pada umumnya jalan setapak berada di pedesaan atau di gunung ataupun di pinggir kali. Tumbuhan atau tanaman yang berada dipermukaan tanah akibat diinjak kaki, maka menjadi mati, dan terjadi jalan tanah. Namun kemudian atau disengaja, tanaman atau tumbuhan di permukaan tanah bisa juga dibabat (dibersihkan) dengan pacul atau parang, kemudian diratakan dengan cangkul atau mesin perata agar nyaman dilalui. Setelah itu, permukaan tanah dipadatkan dengan


(45)

33

ditumbuk atau digilas dengan mesin gilas, pada waktu dipadatkan biasanya disiram air. Dengan demikian terjadi jalan tanah.

b. Jalan Kerikil

Jalan tanah kemudian dapat ditingkatkan menjadi jalan kerikil, yaitu dengan menebarkan batu kerikil secara merata, kemudian ratakan dan dipadatkan. Pada waktu proses pemadatan biasanya disiram dengan air agar kerikil bisa menyatu dengan permukaan tanah.

c. Jalan Aspal Tipis

Seterusnya, bahwa jalan kerikil dapat ditingkatkan menjadi jalan aspal tipis. Mula-mula permukaan jalan diratakan, dan permukaan kerikil disiram dengan air, agar terjadi sifat basah yang membuat licin kerikil, kemudian dipadatkan. Biasanya pemadatan dilakukan dengan mesin gilas selama 3 - 5 kali, dan selama pemadatan selalu disiram dengan air. Pemadatan juga dapat dilakukan dengan mesin penumbuk jalan. Setelah permukaan jalan kerikil rata dan padat, serta dalam keadaan kering (dibiarkan kering oleh matahari), maka mulailah permukaan disiram dengan aspal dan tidak terlalu tebal, batu kemudian ditaburkan pasir secara merata dan cukup tipis. Setelah itu permuakaan boleh dipadatkan dengan mesin gilas selama 3 - 5 kali. Jangan lupa permukaan roda mesin gilas selalu diberi air agar aspal didak melekat. Pemadatan selanjutnya bisa dilakukan dengan roda kendaraan yang lewat, dan jalan aspal tipis sudah selesai untuk lalu lintas umum.


(46)

34

d. Jalan Telford

Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan telford, namun juga suatu lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti membuat jalan tanah.

e. Jalan Makadam

Jalan tanah dapat ditingkatkan menjadi jalan makadam, namun juga suatu lokasi dibersihkan untuk jalur jalan, dengan proses seperti membuat jalan tanah.

f. Jalan Paving Block

Jalan Paving Block atau Konstruksi Paving Block adalah jalan

lingkungan yang dibuat dengan konstruksi jalan paving block.

Sedangkan paving block adalah suatu material bangunan dibuat dari

campuran semen dan pasir yang dicetak dengan tekanan dan dibuat dengan berbagai bentuk dan warna-warni.


(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pengambilan Sampel

1. Tanah Lempung Anorganik

Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

Lokasi pengambilan sampel tanah lempung anorganik ini berada di daerah Blok I A Karang Anyar, Lampung Selatan.

Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung besi. Tabung ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman kira-kira 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. Sedangkan pengambilan sampel untuk tanah terganggu, dilakukan dengan cara penggalian dengan menggunakan cangkul kemudian dimasukkan ke dalam karung plastik.


(48)

36

Berikut ini adalah denah lokasi pengambilan sampel tanah lempung di daerah Karang Anyar, Lampung Selatan :

Gambar 3. Denah Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Lempung

2. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi di ambil dari sisa pembakaran sekam padi (batang padi) yang digunakan sebagai bahan bakar dalam pembuatan tahu. Abu sekam padi yang diambil berasal dari desa Trimurjo, Metro.


(49)

37

3. Semen Portland

Semen yang digunakan dalam penelitian ini merupakan semen Portland Tipe I.

B. Metode Pencampuran Sampel dan Pencetakan Benda Uji

Tanah yang telah diketahui karakteristiknya yaitu yang sesuai dengan karakteristik dari tanah lempung akan digunakan dalam pencampuran. Kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pencampuran dari tanah, semen serta abu sekam padi. Pada penelitian ini peneliti akan membuat benda uji dalam 3 komposisi campuran yang berbeda yang bertujuan untuk melihat pengaruh dari jumlah komposisi tanah, semen serta abu sekam padi dengan nilai kuat tekan dari benda uji.

Pencampuran dan pencetakan benda uji dilakukan di pabrik pembuatan paving

block dan batako di Raja Basa, Bandar Lampung. Untuk kebutuhan bahan

tanah lempung, semen serta abu sekam padi pada masing-masing campuran, dimisalkan satu buah benda uji seberat 2500 gr.

Adapun metode pelaksanaan dari pencampuran dan pembuatan benda uji untuk masing-masing komposisi campuran :

1. Semen dan abu sekam padi masing-masing disaring dengan saringan No. 4 (4,75 mm) untuk memisahkan antara material yang kasar dan halus, kemudian diambil material lolos saring (material halus).

2. Semen dan abu sekam padi dicampur dengan sampel tanah yang lolos saringan No. 4 (4,75 mm).


(50)

38

3. Setelah tercampur secara merata ditambahkan air sesuai dengan perhitungan nilai kadar air optimum untuk masing-masing komposisi campuran.

4. Kemudian campuran tanah dicetak menggunakan alat pencetak paving

yang berupa mesin cetak paving press hidrolik dan vibrasi berbentuk

persegi panjang dengan panjang 200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm. Alasan menggunakan paving block persegi panjang karena banyak

digunakan oleh masyarakat.

C. Proses Pemeraman

Setelah pencetakan benda uji, dilakukan pemeraman terhadap semua benda uji. Proses pemeraman terhadap benda uji dilakukan dengan membungkus benda uji satu per satu dengan menggunakan kantong plastik agar tetap terjaga suhu dan kadar airnya sehingga tidak terganggu atau terpengaruh suhu dari luar.

D. Pelaksanaan Pembakaran Sampel

Proses selanjutnya setelah dilakukan pencampuran bahan benda uji, pencetakan benda uji, dan pemeraman benda uji adalah pembakaran benda uji. Pembakaran benda uji bertujuan untuk menambah kekuatan dan kepadatan karena benda uji sebagian besar menggunakan bahan tanah dimana tanah memiliki sifat khusus yaitu bila dalam keadaan basah memiliki sifat plastis, bila dalam keadaan kering menjadi keras sedangkan bila dibakar menjadi kuat dan padat.


(51)

39

Pembakaran benda uji dilakukan dengan menyusun sampel secara bertingkat bersamaan dengan pembakaran batu bata. Pada proses pembakaran ini benda uji akan diletakkan dibagian tengah susunan. Bagian bawah dibuat terowongan atau lubang yang berguna untuk menaruh kayu bakar. Proses pembakaran ini berlangsung selama 24 jam.

Tabel 8. Jumlah Sampel Masing-Masing Campuran

Sampel

Sebelum

Pembakaran (buah)

Pasca Pembakaran (buah) Uji Kuat Tekan Uji Serap Air Campuran I

Campuran II Campuran III

3 3 3

3 3 3

3 3 3

Total 27 uah

E. Metode Pengujian Sampel

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengujian, yaitu :

1. Pengujian sifat-sifat fisik tanah asli.

2. Pengujian kuat tekan dan daya serap air terhadap paving block dengan

komposisi campuran material yang disajikan pada Tabel 6. 3. Pengujian berat jenis tanah, sebelum dan sesudah pembakaran.


(52)

40

F. Pelaksanaan Pengujian

1. Pengujian Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah sangat berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak penggunaan yang diharapkan dari material tanah. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau ASTM D -4318. Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain :

a. Kadar Air (Moisture Content)

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah yaitu perbandingan antara berat air dan berat tanah kering (ASTM D - 2216).

Bahan : Sampel tanah asli seberat 30 – 50 gram sebanyak 3 sampel. Adapun cara kerja berdasarkan ASTM D-2216, yaitu :

1. Menimbang cawan yang akan digunakan dan memasukkan sampel tanah kedalam cawan dan ditimbang

2. Memasukkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 24 jam.

3. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven dan menghitung prosentase kadar air.

Perhitungan :

a) Berat air (Ww) = Wcs – Wds b) Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

c) Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww


(53)

41

dengan :

Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat sampel tanah + cawan

Wds = Berat caw an yang berisi tanah dan sudah dioven

b. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu, sesuai dengan ASTM D - 854.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan : 1. Picnometer

2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Boiler (tungku pemanas)

Langkah Kerja :

1. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering,

termasuk tutup.

2. Memasukkan sampel tanah kering ke dalam picnometer.

3. Menimbang picnometer beserta tanah kering.

4. Mengisi air ke dalam picnometer yang telah berisi tanah kering

sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan


(54)

42

5. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer sehingga

temperatur sama dengan temperatur ruangan. Lalu menambahkan air ke dalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer

dan ditutup rapat.

6. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air.

7. Mengukur temperatur air di dalam picnometer.

8. Membersihkan isi picnometer dari sampel tanah.

9. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis picnometer

kemudian menutup dan ditimbang. Perhitungan :

) (

)

( 4 1 3 2

1 2

W W W W

W W Gs

  

dengan : Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram)

W2 = Berat picnometer + tanah kering (gram)

W3 = Berat picnometer + tanah + air (gram)

W4 = Berat picnometer + air (gram)

c. Batas – Batas Atterberg

1. Batas Cair

Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah, dengan tujuan adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair sesuai dengan ASTM D - 4318.


(55)

43

Bahan-bahan :

- Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven - Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc

Peralatan :

1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)

2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM

3. Spatula

4. Gelas ukur 100 cc 5. Container 4 buah

6. Plat kaca

7. Porcelain dish (mangkuk porselen)

8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 9. Oven

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan menggunakan saringan No. 40.

2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Cassagrande setinggi 10 mm.

3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40 sebanyak 150 gram, kemudian diberi air sedikit demi sedikit dan diaduk hingga merata, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk

Cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga


(56)

44

4. Membuat alur tepat di tengah-tengah dengan membagi sampel tanah dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan

menggunakan grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan.

6. Mengambil sebagian sampel tanah di bagian tengah mangkuk untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk sampel tanah dengan keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah di bawah 25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

 Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai dengan

jumlah ketukan.

 Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

 Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.

 Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log 25.

2. Batas Plastis

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk secara plastis, pada kondisi tanah dapat digulung-gulung


(57)

45

sampai mencapai diameter 3 mm, dengan tujuan adala menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat sesuai dengan ASTM D-424. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas Bahan-bahan :

1. Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan 2. Air bersih atau air suling sebanyak 50 cc

Peralatan : 1. Plat kaca 2. Spatula

3. Gelas ukur 100 cc 4. Container 3 buah

5. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 6. Oven

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No. 40.

2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung-gulung di atas plat kaca hingga mencapai diameter 3 mm dan sampai retak-retak pada diameter tersebut

3. Memasukkan sampel tanah pada keadaan retak-retak tersebut ke dalam container dan ditimbang.


(58)

46

Perhitungan :

1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga sampel tanah tersebut.

2. Indeks Plastisitas (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus:

PI = LL – PL

d. Analisis Saringam (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui prosentase butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm). Bahan-bahan :

1. Sampel tanah lebih kurang sebanyak 500 gram 2. Air bersih atau air suling 1500 cc

Peralatan :

1. Saringan (sieve) 1 set

2. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram 3. Mesin penggetar (sieve shaker)

4. Kuas halus 5. Oven 6. Pan

Langkah Kerja :


(59)

47

2. Sampel tanah disaring di atas No. 200, dan disiram dengan air, sehingga partikel halus akan lolos saringan dan partikel kasar akan tertahan di atas saringan.

3. Sampel tanah yang tertahan di atas saringan No. 200, dikeringkan dengan oven, selama 24 jam dan ditimbang serta siap untuk diayak menggunakan mesin penggetar.

4. Meletakkan susunan saringan di atas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah yang telah dioven pada susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.

5. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin penggetar selama kira-kira 15 menit.

6. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atasnya.

Perhitungan :

1. Berat masing-masing saringan (Wci)

2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan di atas saringan (Wbi)

3. Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan ( Wai  Wtot)

5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing saringan (Pi)


(60)

48

x100%

W Wci Wbi Pi

total 

 

 

6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan (q) : qi 100%pi%

q

 

11 qip

 

i1

e. Uji Pemadatan Metoda Modified Proctor

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan maksimum tanah dengan cara mengetahui hubungan antara kadar air dengan kepadatan tanah, berdasarkan ASTM D – 698 - 78.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung - Air suling

Peralatan:

1. Moldstandar 4” yang terdiri dari :

a) Plat dasar b) Mold

c) Collar (leher penahan tanah)

2. Hammer seberat 4,5 kg

3. Pan segi empat / talam 4. Sendok pengaduk tanah 5. Gelas ukur 250 cc 6. Pisau pemotong

7. Saringan No.4 (4,75 mm)


(61)

49

9. Timbangan 20 kg dengan ketelitian 1 gram 10.Container

11.Kantong plastik 12.Oven

13.Kain lap Langkah Kerja : 1. Penambahan air

a. Mengambil tanah sebanyak 12,5 kg dengan menggunakan karung goni lalu dijemur.

b. Setelah kering tanah yang masih menggumpal dihancurkan dengan tangan.

c. Butiran tanah yang terpisah diayak dengan saringan No. 4. d. Butiran tanah yang lolos saringan No. 4 dipindahkan atas 5

bagian masing 2,5 kg, kemudian memasukkan masing-masing bagian ke dalam plastik dan ikat rapat-rapat.

e. Mengambil sebagian butiran tanah yang mewakili sampel tanah untuk menentukan kadar air awal.

f. Mengambil tanah seberat 2,5 kg, menambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tanah sampai merata. Bila tanah yang diaduk telah merata, dikepalkan dengan tangan. Bila tangan dibuka, tanah tidak hancur dan tidak lengket ditangan.


(62)

50

Setelah dapat campuran tanah, mencatat berapa cc air yang ditambahkan untuk setiap 2,5 kg tanah, penambahan air dilakukan dengan selisih 3%.

g. Penambahan air untuk setiap sampel tanah dalam plastik dapat dihitung dengan rumus :

Wwb = wb . W 1 + wb

W = Berat tanah

wb = Kadar air yang dibutuhkan Penambahan air : Ww = Wwb – Wwa

h. Sesuai perhitungan, lalu melakukan penambahan air setiap 2,5 kg sampel di atas pan dan mengaduk sampai rata dengan sendok pengaduk, dimasukkan dalam plastik dan diperam selama 24 jam

2. Pemadatan tanah

a. Menimbang mold standar beserta alas.

b. Memasang collar pada mold, lalu meletakkannya di atas

papan.

c. Mengambil salah satu sampel tanah yang telah ditambahkan air dan diperam selama 24 jam.

d. Dengan modified proctor, tanah dibagi kedalam 5 bagian.

Bagian pertama dimasukkan ke dalam mold, ditumbuk 25 kali

sampai merata. Dengan cara yang sama dilakukan pula untuk bagian kedua, ketiga, keempat dan kelima, sehingga bagian


(63)

51

kelima mengisi sebagian collar (berada sedikit diatas bagian

mold).

e. Melepaskan collar dan meratakan permukaan tanah pada mold

dengan menggunakan pisau pemotong.

f. Menimbang mold berikut alas dan tanah di dalamnya.

g. Mengeluarkan tanah dari mold dengan extruder, ambil bagian

tanah (alas dan bawah) dengan menggunakan 2 container

untuk pemeriksaan kadar air (ω).

h. Mengulangi langkah kerja 2.b sampai 2.g untuk sampel tanah lainnya, maka akan didapatkan 5 data pemadatan tanah.

Perhitungan: 1. Kadar air (ω)

a. Berat cawan + berat tanah basah : W1 (gr) b. Berat cawan + berat tanah kering : W2 (gr) c. Berat air : W1 – W2 (gr)

d. Berat cawan : Wc (gr)

e. Berat tanah kering : W2 – Wc (gr) f. Kadar air =

Wc W

W W

 

2 2 1

2. Berat volume kering (γd)

a. Berat mold : Wm (gr)

b. Berat mold + sampel : Wms (gr)

c. Berat tanah (W) : Wms – Wm (gr) d. Volume mold : ¼**d2*t


(64)

52

f. Kadar air (ω)

g. Berat volume kering (γd) :

γd =

100 x 100

h. Berat Volume Zero Air Void (γz)

w x 1

w x

  

Gs Gs zav

2. Pengujian Sampel Paving Block

a. Uji Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada paving block adalah untuk mendapatkan

besar beban tekan maksimum yang dapat diterima oleh paving block.

Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. Pengujian ini dapat dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian ditekan menggunakan mesin desak dan dicatat gaya tekan maksimum. Kuat tekan paving block dihitung dengan menggunakan persamaan :

Kuat tekan

=

dengan :

F = Beban tekan maksimum yang menyebabkan beban hancur (N) A = Luas penampang beban (m2 )


(65)

53

b. Uji Daya Serap Air

Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SNI 03-0691-1996. Sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering dan direndam selama 24 jam lalu diukur massa basahnya menggunakan neraca analitis.

Penyerapan air =

dengan : Wk = Berat sampel kering (g)

Wb = Berat sampel setelah direndam air (g)

E. Urutan Prosedur Penelitian

1. Sebelum pencampuran material, tanah telah diuji sifat fisik dan dari hasil percobaan analisis saringan dan batas atterberg untuk tanah asli

digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan klasifikasi tanah USCS.

2. Dari data hasil pengujian pemadatan pada setiap campuran, grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan nilai kadar air kondisi optimum yang akan digunakan untuk membuat sampel campuran paving block.

3. Data pengujian pemadatan berupa grafik hubungan berat volume kering dan kadar air untuk mendapatkan kadar air kondisi optimum untuk sampel setiap campuran yang akan digunakan untuk pembuatan paving


(66)

54

block menggunakan bahan additive dengan variasi campuran 6%, 8%,

dan 10%.

4. Melakukan pencampuran komposisi paving block yaitu, tanah asli,

semen, dan abu sekam padi dengan persentase bahan additive 6%, 8%,

dan 10% , lalu dicetak dengan menggunakan cetakan paving block yang

berbentuk persegi panjang.

5. Melakukan pemeraman selama 7 hari dan melakukan pengujian untuk sampel sebelum pembakaran, kemudian melakukan proses pembakaran sesuai waktu yang digunakan pada tempat proses pembakaran.

6. Melakukan uji daya serap air pada setiap sampel paving block dengan

masing-masing jenis campuran untuk sampel pasca bakar.

7. Melakukan uji kuat tekan pada setiap sampel paving block dengan

masing-masing jenis campuran untuk sampel sebelum pembakaran dan pasca bakar.

F. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil pengujian sampel tanah asli ( 0% ) dapat ditampilkan dalam bentuk

tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi USCS.

2. Dari pengujian sampel tanah asli terhadap masing-masing pengujian seperti uji analisis ukuran butiran tanah, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas atterberg, dan uji pemadatan tanah ditampilkan dalam bentuk


(67)

55

yang akan digunakan untuk masing-masing variasi campuran sampel

paving block.

3. Dari hasil uji daya serap air dan uji kuat tekan terhadap masing-masing sampel dengan variasi campuran bahan additive berupa semen dan abu

sekam padi yaitu 6%, 8%, dan 10% setelah dilakukan pemeraman dan pembakaran ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian tersebut, maka akan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan grafik dan tabel yang telah ada terhadap hasil penelitian yang didapat.


(68)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahaasan yang telah dilakukan terhadap

paving block dengan material tanah yang bersumber dari Karang Anyar,

Lampung Selatan, serta bahan additive menggunakan semen, dan abu sekam

padi, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam klasifikasi CL (tanah lempung dengan plastisitas rendah).

2. Penggunaan campuran semen dan abu sekam padi sebagai bahan additive

pembuatan paving block dengan material tanah mampu memberikan nilai

kuat tekan yang cukup baik meskipun secara keseluruhan paving block

pada penelitian ini belum memenuhi standar SNI paving block.

3. Penambahan 6%, 8%, dan 10% kadar campuran semen dan abu sekam padi dengan perilaku setelah pembakaran dan sebelum pembakaran belum memenuhi SNI paving block untuk jalan lingkungan yang disyaratkan

untuk paving block yaitu 400 kg/cm2 untuk kuat tekan rata-rata dan 350


(69)

77

4. Penambahan campuran semen dan abu sekam padi berpengaruh pada sifat tanah yang digunakan pada penelitian ini, yaitu dapat menaikkan kadar air optimum pada tanah campuran serta menaikkan nilai berat jenis (Gs) campuran sebelum pembakaran dan setelah pembakaran.

5. Paving block setelah pembakaran pada campuran semen dan abu sekam

padi dengan perbandingan 1 : 1 memiliki nilai kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran dengan

campuran dan perbandingan yang sama.

6. Hasil pengujian daya serap air paving block setelah pembakaran untuk

ketiga kadar campuran sesuai dengan SNI untuk paving block yaitu belum

memenuhi standar SNI untuk perkerasan jalan yaitu ≥ 3%

7. Nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan setelah pembakaran

menggunakan bahan additive semen dan abu sekam padi masih lebih baik

dibandingkan paving block yang menggunakan campuran kapur dan abu

sekam padi.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan paving block

menggunakan tanah dengan bahan additive semen dan abu sekam padi,

disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektifitas campuran semen dan abu sekam padi perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan paving block dengan tanah dari


(1)

block menggunakan bahan additive dengan variasi campuran 6%, 8%, dan 10%.

4. Melakukan pencampuran komposisi paving block yaitu, tanah asli, semen, dan abu sekam padi dengan persentase bahan additive 6%, 8%, dan 10% , lalu dicetak dengan menggunakan cetakan paving block yang berbentuk persegi panjang.

5. Melakukan pemeraman selama 7 hari dan melakukan pengujian untuk sampel sebelum pembakaran, kemudian melakukan proses pembakaran sesuai waktu yang digunakan pada tempat proses pembakaran.

6. Melakukan uji daya serap air pada setiap sampel paving block dengan masing-masing jenis campuran untuk sampel pasca bakar.

7. Melakukan uji kuat tekan pada setiap sampel paving block dengan masing-masing jenis campuran untuk sampel sebelum pembakaran dan pasca bakar.

F. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik hubungan serta penjelasan-penjelasan yang didapat dari : 1. Hasil pengujian sampel tanah asli ( 0% ) dapat ditampilkan dalam bentuk

tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi USCS.

2. Dari pengujian sampel tanah asli terhadap masing-masing pengujian seperti uji analisis ukuran butiran tanah, uji berat jenis, uji kadar air, uji batas-batas atterberg, dan uji pemadatan tanah ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang nantinya akan didapatkan kadar air kondisi optimum


(2)

55

yang akan digunakan untuk masing-masing variasi campuran sampel paving block.

3. Dari hasil uji daya serap air dan uji kuat tekan terhadap masing-masing sampel dengan variasi campuran bahan additive berupa semen dan abu sekam padi yaitu 6%, 8%, dan 10% setelah dilakukan pemeraman dan pembakaran ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian tersebut, maka akan dapat ditarik kesimpulan berdasarkan grafik dan tabel yang telah ada terhadap hasil penelitian yang didapat.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahaasan yang telah dilakukan terhadap paving block dengan material tanah yang bersumber dari Karang Anyar, Lampung Selatan, serta bahan additive menggunakan semen, dan abu sekam padi, maka diperoleh beberapa kesimpulan :

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem klasifikasi USCS digolongkan pada tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam klasifikasi CL (tanah lempung dengan plastisitas rendah).

2. Penggunaan campuran semen dan abu sekam padi sebagai bahan additive pembuatan paving block dengan material tanah mampu memberikan nilai kuat tekan yang cukup baik meskipun secara keseluruhan paving block pada penelitian ini belum memenuhi standar SNI paving block.

3. Penambahan 6%, 8%, dan 10% kadar campuran semen dan abu sekam padi dengan perilaku setelah pembakaran dan sebelum pembakaran belum memenuhi SNI paving block untuk jalan lingkungan yang disyaratkan untuk paving block yaitu 400 kg/cm2 untuk kuat tekan rata-rata dan 350 kg/cm2 untuk kuat tekan minimum.


(4)

77

4. Penambahan campuran semen dan abu sekam padi berpengaruh pada sifat tanah yang digunakan pada penelitian ini, yaitu dapat menaikkan kadar air optimum pada tanah campuran serta menaikkan nilai berat jenis (Gs) campuran sebelum pembakaran dan setelah pembakaran.

5. Paving block setelah pembakaran pada campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 1 : 1 memiliki nilai kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan nilai kuat tekan paving block sebelum pembakaran dengan campuran dan perbandingan yang sama.

6. Hasil pengujian daya serap air paving block setelah pembakaran untuk ketiga kadar campuran sesuai dengan SNI untuk paving block yaitu belum memenuhi standar SNI untuk perkerasan jalan yaitu ≥ 3%

7. Nilai kuat tekan paving block tanpa pembakaran dan setelah pembakaran menggunakan bahan additive semen dan abu sekam padi masih lebih baik dibandingkan paving block yang menggunakan campuran kapur dan abu sekam padi.

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan paving block menggunakan tanah dengan bahan additive semen dan abu sekam padi, disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui efektifitas campuran semen dan abu sekam padi perlu diteliti lebih lanjut untuk pembuatan paving block dengan tanah dari daerah lain dengan menggunakan campuran yang sama sehingga akan


(5)

diketahui nilai nyata terjadinya perubahan akibat pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi Diperlukan ketelitian yang tinggi pada proses pengujian sifat fisik tanah agar memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan yang diperlukan, serta ketelitian pada saat proses pencampuran dan pencetakan paving block agar memperoleh hasil yang baik dan memenuhi syarat SNI paving block.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan kadar campuran yang lebih bervariasi untuk mengetahui nilai optimum kuat tekan yang dapat dihasilkan oleh paving block dari tanah dengan campuran semen dan abu sekam padi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

.

Bowles, E.J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Erlangga. Jakarta. Cockrell, C. F. and Leonard, J. W. 1970. “Characterization and Utilization Studies

of Limestone Modified Fly Ash.” Coal Research Bureau, Vol. 60 Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. PT. Erlangga. Jakarta.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I . PT. Erlangga. Jakarta. .

GGrim, R. E., 1953 : Clay mineralogy: McGraw-Hill, New York, p. 384.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

ogy: McGraw-Hill, New York, p. 384

Hendarsin, S. L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

Jackson, N., 1977 : Civil Engineering Material, Great Britain, Unwin Brothers, England..

Lutfiah, Sauti. 2013. Studi Pembuatan Paving Block Campuran Material Tanah, Kapur Dan Abu Sekam Padi Sebagai Alternatif Jalan Lingkungan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sukirman, S. 1992. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar Lampung.