Karakteristik Tanah Lempung Yang Ditambahkan Semen Dan Abu Sekam Padi Sebagai Subgrade Jalan.

(1)

KARAKTERISTIK TANAH LEMPUNG YANG DITAMBAHKAN SEMEN DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI SUBGRADE JALAN

(Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)

TUGAS AKHIR

Oleh :

I GEDE PUTU SUGALIH ARTA 1104105057

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

ii ABSTRAK

Tanah lempung merupakan tanah yang banyak menimbulkan masalah dalam konstruksi sipil, karena memiliki daya dukung yang rendah, plastisitas tinggi, dan kembang susut yang tinggi pada saat tanah tersebut mengandung air. Pada konstruksi jalan tanah berfungsi sebagai subgrade, oleh karena itu kelemahan-kelemahan tanah tersebut haruslah dikurangi dengan cara menstabilisasinya. Pada penelitian ini tanah dicampur dengan menggunakan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2(tiga semen dan dua abu sekam padi) yang ditambahkan sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20% terhadap berat kering tanah lempung.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai Ak tanah di daerah Carangsari sebesar 1,1124 dengan IP 43,52%, potensi pengembangan termasuk ke dalam very high swelling potential,jenis tanah di daerah Carangsari berdasarkan ukuran butir termasuk ke dalam tanah lempung. Nilai aktifitas dan indeks plastisitas berangsur-angsur menurun seiring bertambahnya campuran semen dan abu sekam padi. Berat kering tanah yang distabilisasi mengalami penurunan, untuk kadar air optimumnya mengalami peningkatan hingga penambahan campuran maksimum. Nilai CBR design tanah lempung Carangsari diperoleh 1,13% dan meningkat hingga 42,20%, nilai swelling tanah menurun dari 28,70% hingga 0,04% pada penambahan 20% campuran semen dan abu sekam padi. Nilai kuat tekan bebas diperoleh 2,133 kg/cm2 dan meningkat hingga 2,344 kg/cm2 ,untuk kohesi tanah juga mengalami peningkatan dari 1,067 kg/cm2 menjadi 1,172 kg/cm2 seiring bertambahnya campuran semen dan abu sekam padi. Untuk waktu konsolidasi tanah mengalami peningkatan dari 2,792 tahun menjadi 2,970 tahun hingga penambahan 20% campuran semen dan abu sekam padi.

Secara keseluruhan stabilisasi dengan campuran semen dan abu sekam padi dengan perbandingan 3:2 (tiga semen dan dua abu sekam padi) mampu memperbaiki sifat fisik maupun mekanis tanah lempung di daerah Carangsari.


(3)

iii UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya penulisan tugas akhir yang berjudul “Karakteristik Tanah Lempung yang Ditambahkan Campuran Semen dan Abu Sekam Padi sebagai Subgrade Jalan (Studi Kasus: Desa Carangsari - Petang - Badung)” selesai tepat pada waktunya.

Selesainya laporan ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini saya sampaikan ucapan terimakasih kepada I Nyoman Aribudiman, ST., MT. dan Ir. Tjok Gde Suwarsa Putra, MT selaku dosen pembimbing tugas akhir yang senantiasa memberikan masukan dalam penulisan tugas akhir ini, kepada Pak Nyoman Rasta dan Pak Agung Wiryaa selaku teknisi laboratorium Mekanika Tanah atas bantuan petunjuknya di laboratorium, kepada orang tua dan keluarga yang selalu memberikan semangat, kepada teman-teman Teknik Sipil Udayana 2011 atas bantuan dan semangatnya, dan orang-orang yang banyak membantu dan tidak bias disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari keterbatasan yang dimiliki dalam peulisan tugas akhir ini, yang menyebabkan penulisan tugas akhir ini tidak luput dari berbagai macam kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan penulisan tugas akhir ini. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi para pembaca.

Jimbaran, januari 2016


(4)

iv DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR ... iii

ABSTRAK ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 RumusanMasalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Batasan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tanah ... 5

2.2 Lempungdan Mineral Penyusunnya ... 6

2.2.1 Kaolinite ... 8

2.2.2 Montmorillonite ... 9

2.2.3 Illite ... 10

2.3 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade) ... 11

2.4 Tanah Lempung ... 13

2.5 Identifikasi Tanah Lempung ... 14

2.5.1 Identifikasi Mineralogi ... 14

2.5.2 Cara Tidak Langsung ... 14

2.5.3 Cara Langsung ... 15

2.6 Sifat Fisik Tanah Lempung ... 15

2.6.1 Ukuran Butiran ... 15

2.6.2 Kadar Air Tanah (Water Content)... 16

2.6.3 Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity) ... 16

2.6.4 Angka Pori (Void Ratio)... 17

2.6.5 Porositas (Porocity) ... 18

2.6.6 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation) ... 18

2.6.7 Spesific Surface ... 22

2.6.8 Aktivitas Tanah ... 23

2.6.9 Kembang Susut ... 25

2.7 Sifat Mekanik Tanah Lempung ... 27

2.7.1 Pemadatan Tanah ... 27

2.7.2 Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 29

2.7.3 Percobaan CBR (California Bearing Ratio) ... 31

2.7.4 Konsolidasi ... 32


(5)

v

2.7.4.2 Waktu Konsolidasi (t) ... 36

2.7.4.3 Tekanan Prakonsolidasi ... 36

2.7.4.4 Angka Pori ... 38

2.8 Daya Dukung Tanah ... 39

2.9 Abu Sekam Padi ... 39

2.10 Semen ... 41

BAB III METODE DAN PELAKSANAAN 3.1 Umum ... 45

3.2 Identifikasi Masalah ... 45

3.3 Studi Literatur ... 45

3.4 Pemilihan Lokasi ... 46

3.5 Persiapan Alat dan Bahan ... 46

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 46

3.6.1 Sampel Tanah Tidak Terganggu (Undisturbed Sample) ... 46

3.6.2 Sampel Tanah Terganggu (Disturbed Sample) ... 47

3.7 Metode Penelitian di Laboratorium ... 47

3.7.1 Persiapan Bahan ... 47

3.7.2 Pembuatan Benda Uji ... 48

3.7.3 Cara Pelaksanaan di Laboratorium ... 48

3.7.3.1 Pemeriksaan Kadar Air ... 48

3.7.3.2 Pemeriksaan Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butiran) ... 49

3.7.3.3 Pemeriksaan Berat Jenis (Gs) ... 52

3.7.3.4 Pemeriksaan Berat Volume Tanah ... 53

3.7.3.5 Pemeriksaan Batas Cair... 53

3.7.3.6 Pemeriksaan Batas Plastis ... 55

3.7.3.7 Pemeriksaan Batas Susut... 56

3.7.3.8 Pemeriksaan Pemadatan Standar... 57

3.7.3.9 Pemeriksaan Kuat Tekan Bebas (UCT) ... 59

3.7.3.10 Pemeriksaan Daya Dukung Tanah (CBR) ... 60

3.7.3.11 Pemeriksaan Konsolidasi ... 63

3.6 Analisis Data ... 65

3.7 Kerangka Penelitian ... 66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum ... 68

4.2 Kadar Air Tanah ... 68

4.3 Gradasi Butiran (Analisis Ukuran Butir) ... 69

4.4 Berat Jenis (Spesific gravity) ... 71

4.5 Batas-batas Atterberg ... 73

4.5.1 Batas Cair (Liquid Limit) ... 73

4.5.2 Batas Plastis (Plastic Limit) ... 75

4.5.3 Batas Susut (Shrinkage Limit) ... 76

4.5.4 Indeks Plastis ... 78

4.6 Aktivitas Tanah ... 79

4.7 Pemadatan Tanah ... 81

4.8 Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 84


(6)

vi

4.10 Konsolidasi ... 90

4.10.1 Koefisien Konsolidasi (Cv) ... 90

4.10.2 Waktu Konsolidasi (t) ... 91

4.10.3 Koefisien Permeabilitas (k) ... 93

4.10.4 Angka Pori (e)... 94

4.10.5 Tekanan Prakonsolidasi (P’c) ... 96

4.10.6 Indeks Pemampatan (Cc) ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 99

5.1.1 Karakteristik Tanah Lempung di Desa Carangsari - Petang - Badung ... 99

5.1.2 Pengaruh Penambahan Semen dan Abu Sekam Padi dengan Proporsi Campuran 3:2 (Tiga untuk Semen dan Dua untuk Abu Sekam Padi) terhadap Sifat-sifat Tanah Lempung ... 100

5.1.2 Pengaruh Penambahan Semen dan Abu Sekam Padi dengan Proporsi Campuran 3:2 (Tiga untuk Semen dan Dua untuk Abu Sekam Padi) terhadap Daya Dukung Tanah (CBR), Daya Pengembangan (Swelling Potential), dan Konsolidasinya ... 100

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN Lampiran : Data Penelitian... 103


(7)

vii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Single silica tetrahedral ... 7

Gambar 2.2 Isomic silica sheet... 7

Gambar 2.3 Single alluminium oktahedron ... 7

Gambar 2.4 Isomic oktahedral sheet ... 8

Gambar 2.5 Struktur kaolinite ... 9

Gambar 2.6 Struktur montmorillonite ... 10

Gambar 2.7 Struktur illite ... 10

Gambar 2.8 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur ... 11

Gambar 2.9 Jenis-jenis lapisan tanah dasar ... 12

Gambar 2.10 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstrur ... 16

Gambar 2.11 Batas-batas konsistensi tanah ... 19

Gambar 2.12 Grafik klasifikasi potensi pengembangan ... 25

Gambar 2.13 Grafik logaritma waktu... 34

Gambar 2.14 Grafik akar waktu ... 35

Gambar 2.15 Penentuan tekanan prakonsolidasi ... 37

Gambar 3.1 Kerangka penelitian ... 67

Gambar 4.1 Grafik gradasi butiran tanah Carangsari ... 70

Gambar 4.2 Klasifikasi jenis tanah Carangsari ... 71

Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan campuran semen dan abu sekam padi terhadap berat jenis tanah lempung ... 72

Gambar 4.4 Grafik pengujian batas cair ... 74

Gambar 4.5 Grafik pengujian batas plastis ... 75

Gambar 4.6 Grafik pengujian batas susut ... 77

Gambar 4.7 Grafik pengujian indeks plastis ... 78

Gambar 4.8 Grafik identifikasi swelling potential tanah lempung Desa Carangsari ... 79

Gambar 4.9 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap aktivitas (Ak) tanah lempung di Desa Carangsari ... 80

Gambar 4.10 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap potensi pengembangan (S’) tanah lempung di daerah Carangsari ... 81

Gambar 4.11 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap kadar air optimum (Wopt) ... 83

Gambar 4.12 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap kepadatan maksimum (γdmaks) ... 83

Gambar 4.13 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap kuat tekan bebas (qu) ... 85

Gambar 4.14 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap sudut geser (ø) ... 83

Gambar 4.15 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap kohesi (cu) ... 85

Gambar 4.16 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi terhadap nilai CBR ... 88


(8)

viii Gambar 4.18 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi

terhadap koefisien konsolidasi (Cv) ... 91 Gambar 4.19 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi

terhadap waktu konsolidasi (t) ... 92 Gambar 4.20 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi

terhadap koefisien permeabilitas (k) ... 94 Gambar 4.21 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi

terhadap angka pori (e)... 95 Gambar 4.22 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi

terhadap tekanan prakonsolidasi (P’c) ... 96 Gambar 4.23 Grafik pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi


(9)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Macam-macam tanah berdasarkan berat jenisnya... 17

Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhan ... 19

Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah ... 20

Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas ... 21

Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas Atterberg ... 22

Tabel 2.6 Hubungan aktivitas dengan mineral lempung ... 24

Tabel 2.7 Perkiraan swelling potential berdasarkan indeks plastisitasnya ... 24

Tabel 2.8 Beban standar ... 31

Tabel 2.9 Hubungan derajat konsolidasi (U) dengan faktor waktu (T) ... 36

Tabel 2.10 Komposisi kimia abu sekam padi ... 40

Tabel 2.11 Analisa saringan ... 41

Tabel 2.12 Kandungan utama penyusun semen portland... 43

Tabel 4.1 Hasil pengujian kadar air tanah ... 69

Tabel 4.2 Hasil pengujian gradasi butiran ... 69

Tabel 4.3 Hasil pengujian berat jenis tanah ... 71

Tabel 4.4 Hasil pengujian batas-batas Atterberg ... 73

Tabel 4.5 Hasil pengujian batas cair ... 74

Tabel 4.6 Hasil pengujian batas plastis ... 75

Tabel 4.7 Hasil pengujian batas susut ... 76

Tabel 4.8 Hasil pengujian indeks plastisitas ... 78

Tabel 4.9 Nilai aktivitas dan potensu pengembangan (swelling potential) ... 80

Tabel 4.10 Hasil pengujian pemadatan standar ... 82

Tabel 4.11 Hasil pengujian kuat tekan bebas (unconfiend compression test) ... 85

Tabel 4.12 Hasil pengujian CBR dan swelling ... 88

Tabel 4.13 Nilai koefisien konsolidasi (Cv)... 90

Tabel 4.14 Nilai waktu konsolidasi (t) ... 92

Tabel 4.15 Nilai koefisien permeabilitas (k) ... 93

Tabel 4.16 Nilai angka pori (e) ... 95

Tabel 4.17 Nilai tekanan prakonsolidasi (P’c) ... 96


(10)

x DAFTAR NOTASI

∆L Pemendekan/pengurangan tinggi benda uji A Luas rata-rata bendauji

a Angkakoreksi

A0 Luas penampang benda uji mula-mula Ak Aktivitas(activity)

Cc Indeks pemampatan

CF Presentase fraksi lempung dalam tanah cu Nilai kohesi

Cv Koefisien konsolidasi D Diameter butir tanah e Angka pori

e0 Angka pori awal dengan tekanan Po Gs Berat jenis tanah (specific gravity) H Jarak lintasan air

Ho Tinggi contoh tanah mula – mula Ho Tinggi sampel awal

Ht Tinggi efektif benda uji Ht Tinggi efektif sampel IP Indek plastisitas

k Koefisien permeabilitas tanah

K Harga konstanta berdasarkan temperature suspense dan berat jenis tanah

L Jarak vertical dan kedalaman dimana berat jenis suspense diukur yang dipengaruhi oleh hidrometer, ukuran silinder dan berat jenis Suspense

L0 Tinggi benda uji mula-mula LL Batas cair

mv Koefisien kompresibilitas volume N Jumlah pukulan pada kadar air Wc np Porositas

OCR Ratio konsolidasi berlebih

P Beban yang bekerja dihitung dari pembacaan arloji ukur cincin beban

P’ Persentase berat tanah yang tinggal dalam suspense Pc' Tekanan prakonsolidasi

PL Batas plastis Po Tekanan efektif qu Kuat tekan bebas

R Pembacaan hydrometer yang telah dikoreksi S’ Persen pengembang (swelling)


(11)

xi SL Batas susut

t Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U% T Waktu pembacaan terhadap waktu mulainya sedimentasi

t90 Waktu saat konsolidasi mencapai 90%

Tv Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi V Volume massa tanah

V1 Volume tanah basah V2 Volume tanah kering Vs Volume butir padat Vv Volume pori Vw Volume air w Kadar air

W Berat total contoh tanah kering yang diperiksa W1 Berat piknometer

W2 Berat piknometer + tanah W3 Berat piknometer + tanah + air W4 Berat piknometer + air

Wc Kadar air pada saat tanah menutup Ws Berat tanah kering

Ww Berat air

α Sudut runtuh tanah saat tes γb Berat volume tanah basah γd Berat volume kering tanah γs Berat volume butiran γw Berat volume air

γzav

Berat volume pada kondisi ZAV Δe Beda angka pori

ε Regangan aksial

σ Tekanan aksial � Sudut geser tanah


(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan material yang selalu berhubungan dengan konstruksi bangunan sipil, yang berpengaruh terhadap perencanaan konstruksi sipil. Tanah dalam konstruksi jalan berfungsi sebagai lapisan dasar (subgrade) yang menopang beban konstruksi dan lalu lintas diatasnya, tanah yang sering mengalami masalah dalam pembangunan konstruksi sipil adalah tanah lempung (tanah lempung), dimana tanah lempung memiliki plastisitas yang tinggi, daya dukung yang rendah, dan nilai kembang susut yang tinggi. Tanah lempung akan mengalami pengaruh perubahan kadar air, tetapi dalam jangka waktu yang lama, sehingga suatu saat akan mengalami pengembangan pada kondisi basah dan terjadi retak-retak pada saat kering. Pada saat tanah lempung ini dibebani maka akan terjadi sedikit proses konsolidasi secara perlahan akibat keluarnya air dari pori-pori tanah. Walaupun sedikit terjadi penurunan tanah akibat konsolidasi, hal tersebut dapat membahayakan konstruksi jalan, terutama pada perkerasan jalan dalam jangka waktu yang lama.

Dalam penelitian ini, tanah lempung diambil di Desa Carangsari – Petang – Badung , karena terjadi kerusakan jalan seperti keretakan sepanjang ruas jalan tersebut yang kemungkinan disebabkan oleh kondisi tanah dibawah jalan yang tidak mendukung. sehingga perlu diadakan penelitian tentang tanah lempung dengan meningkatkan kualitas tanah baik secara fisik, kimiawi, maupun mekanis, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanah lempung adalah dengan cara penggantian sebagian material atau campuran material tambahan pada tanah lempung. Dalam penilitian ini digunakan tanah lempung yang nantinya akan dicampurkan dengan 0 %, 4%, 8%, 12%, 16% dan 20% campuran antara semen dan abu sekam padi dengan proporsi 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi).


(13)

2 Beberapa penelitian mengenai stabilitas tanah lempung telah banyak dilakukan salah satunya tanah lempung ekspansif adalah dengan memcampurkan tanah ekspansif dengan semen dan abu sekam padi (Adha, 2011) dengan proporsi campuran 6%, 9%, 12 % dengan perbandingan semen dan abu sekam padi adalah 2:1 (dua untuk semen dan satu untuk abu sekam padi) dari hasil penelitian tersebut didapat nilai CBR maksimum sebesar 20% tanpa rendaman dan 2% dengan rendaman pada campuran semen dan abu sekam padi sebesar 12%. Terjadi peningkatan nilai CBR dari 6%, 9%, dan 12%. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian kali ini adalah tanah lempung yang dicampur semen dan abu sekam padi dengan campuran 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan variasi kadar yang berbeda-beda yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, dan 20%, untuk mengatahui dampak penambahannya pada tanah lempung.

Dalam penelitian ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas tanah yang mana dapat memperbaiki kualitas subgrade jalan dan mengurangi kerusakan jalan yang terjadi, penelitian ini juga diharapkan menjadi pilihan alternatif perbaikan tanah di daerah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik tanah lempung di Desa Carangsari – Petang – Badung ?

2. Bagaimanakah pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi dengan proporsi campuran 3:2(tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) terhadap sifat-sifat tanah lempung?

3. Bagaimanakah pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi dengan proporsi campuran 3:2(tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) terhadap daya dukung tanah (CBR), daya pengembangan (swelling potential), dan konsolidasinya?


(14)

3 1.3. Tujuan

Tujuan dan penelitian yang dimaksud disini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik tanah lempung Desa Carangsari – Petang - Badung.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi dengan proporsi campuran 3:2(tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) terhadap sifat-sifat tanah lempung.

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan semen dan abu sekam padi dengan proporsi campuran 3:2(tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) terhadap daya dukung tanah (CBR), daya pengembangan (swelling potential) dan konsolidasinya?

1.4. Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik tanah lempung di Desa Carangsari – Petang - Badung, menyangkut tentang kembang susut dan sifat fisiknya, serta mengetahui alternatif untuk memperbaiki tanah lempung tersebut demi keamanan konstruksi jalan.

1.5. BatasanMasalah

Dalam penelitian ini ruang lingkup dibatasi mengingat keterbatasan waktu dan tenaga yang ada. Adapun batasan masalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah diambil di Desa Carangsari – Petang – Badung 2. Semen yang dipakai adalah semen Portland tipe I

3. Abu Sekam Padi diambil dari pabrik batu bata di Desa Keramas, Kabupaten Gianyar

4. Campuran semen dan abu sekam padi mempunyai campuran 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi)

5. Dalam penelitian ini, digunakan variasi penambahan semen dan abu sekam padi sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16% dan 20% terhadap tanah lempung.

6. Pengambilan sampel dilakukan dalam kondisi tidak terganggu (undisturbed) dan kondisi terganggu (disturbed).


(15)

4 7. Dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai reaksi kimia.

8. Parameter penyelidikan tanah yang ditinjau yaitu karakteristik, kekuatan, daya pengembangan (swelling potential) dan laju konsolidasi tanah yang dicampur dengan campuran semen dan abu sekam padi dengan campuran 3:2 (tiga untuk semen dan dua untuk abu sekam padi) dengan variasi kadar yang berbeda-beda yaitu sebesar 0%, 4%, 8%, 12%, 16% dan 20%.


(16)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan (Das, 1988).

Sifat dan karakteristik tanah sangat tergantung pada keadaan topografi dan geologi yang membentuk tanah tersebut.Sifat-sifat fisik banyak tergantung pada faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia butiran. Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dimaksudkan sebagai campuran dari partikel yang terdiri dari salah satu atau berbagai jenis partikel berikut, yang tergantung dari ukuran partikel yang dominan seperti:

a. Berangkal (boolders)

Potongan batuan yang besar biasanya diambil lebih dari 250 sampai 300 mm. Untuk ukuran 150 sampai 250 mm fragmen batuan ini disebut krokol (cobbles) atau pebbles

b. Kerikil (gravel)

Partikel batuan yang berukuran 5mm sampai 150 mm c. Pasir (sand)

Partikel batuan yang berukuran 0,075 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (5 sampai 3 mm) sampai halus (< l mm)

d. Lanau (silt)

Partikel batuan berukuran 0,002 sampai 0,074 mm e. Lempung (clay)

Partikel mineral yang berukuran lebih kecil 0,002 mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi bagi tanah kohesif.


(17)

6 f. Koloid (coloids)

Partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.Apabila suatu ukuran partikel mendominasi suatu tanah, maka tanahtersebut akan diberi nama sesuai dengan partikel tersebut. Misalnya pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung dan sebagainya. Suatu pengecualian terdapatpada lempung dan lanau, yang deposit lanau dominan dengan kandungan-kandungan lempung lebih dan 10 sampai 25 akan disebut lempung (Bowles, 1997)

2.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks. Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silica tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988).

Das (1988) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m

Menurut Das (1988), satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu


(18)

7 membentuk struktur lembaran (Das, 1988) seperti yang digambarkan pada Gambar 2.1 sampai dengan Gambar 2.4 berikut ini. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran

Gambar 2.1 Single silica tetrahedral

Gambar 2.2 Isometric silica sheet


(19)

8 Gambar 2.4 Isometric oktahedral sheet

Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dapat dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).

2.2.1Kaolinite

Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang.Warna kaolinite murni umumnya putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Kaolinite disebut sebagai mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur ini adalah lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan – lempengan tipis, masing-masing dengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.


(20)

9 Gambar 2.5 Struktur kaolinite

2.2.2Montmorillonite

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.

Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti ditunjukkan Gambar 2.6 di bawah ini yang dikutip Das (1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls, di antara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.


(21)

10 Gambar 2.6 Struktur montmorillonite

2.2.3Illite

Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan pula hidrat-mika.Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yanghampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

a. Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.

b. Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng tetrahedral.

c. Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite

Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut ini:


(22)

11 Substitusi dari kation–kation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.

2.3 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya (Sukirman, 1995).

Gambar 2.8 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur

Dalam Sukirman (1995) dijelaskan bahwa lapisan tanah setebal 50-100 cm diatas mana akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dapat dibedakan atas:


(23)

12 - Lapisan tanah dasar, tanah galian

- Lapisan tanah dasar, tanah timbunan - Lapisan tanah dasar, tanah asli

Gambar 2.9 Jenis-jenis lapisan tanah dasar

Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume. Ketentuan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar adalah:

- Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. - Sifat mengembang dan menyusut tertentu akibat perubahan kadar air.

- Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda.

- Daya dukung tanah akibat pelaksanaan yang kurang baik.

- Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan perubahan bentuk tetap.

- Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan, dll.

a. Lapisan tanah dasar galian b. Lapisan tanah dasar timbunan


(24)

13 2.4 Tanah Lempung

Tanah lempung adalah tanah lempung yang lunak dan mudah tertekan sehingga sering menjadi masalah dalam pelaksanaan konstruksi. Selain itu, tanah ini mempunyai sifat-sifat yang kurang baik, seperti plastisitas yang tinggi, dan permeabilitas rendah sehingga air susah keluar dari tanah. Sifat–sifat tersebut menyebabkan tanah lempung memiliki kembang susut yang besar.

Proses pengembangan (swelling) terjadi karena kandungan air yang tinggi, sehingga tanah yang jenuh air ini akan mengembang dan tegangan efektif tanah akan mengecil seiring dengan peningkatan tegangan air pori. Begitu juga sebaliknya saat terjadi proses susut (shringkage) pada tanah. Tanah yang kehilangan air secara tiba-tiba akan mengalami penyusutan volume pori akibat kehilangan air. Hal ini akan menyebabkan tanah mengalami kembang susut yang besar. Untuk memperbaiki sifat tanah lempung tersebut, tanah lempung umumnya distabilisasi dengan bahan-bahan yang sesuai dengan sifat tanah lempung sehingga menjadi lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.

Tanah lempung sebagian besar terdiri atas partikel mikroskopis yang berbentuk lempengan–lempengan pipih dan merupakan partikel–partikel dari mika, dan mineral–mineral tanah berbutir halus atau butir–butir koloid dengan ukuran butiran partikel tanah <0,002 mm. Namun dalam beberapa kasus partikel berukuran antara 0,002 sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel lempung.

Karakteristik tanah lempung dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor mikroskopik dan faktor makroskopik. Yang dimaksud faktor mikroskopik adalah faktor–faktor dalam tanah yang menyebabkan tanah lempung mengalami kembang susut, antara lain: mineralogi tanahnya, perilaku air dan jumlah exchangeable cation serta besarnya specific surface dari partikel tanah. Sedangkan yang dimaksud faktor makroskopik adalah properti tanah secara fisik, antara lain indeks plastisitas dan berat volume tanah.

Faktor-faktor makroskopik tanah lempung dipengaruhi oleh perilaku mikroskopiknya. Yang terjadi pada skala mikro akan mempengaruhi skala makro tanah lempung Faktor makroskopik tanah lempung adalah faktor yang menunjukkan perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah


(25)

14 satu parameter yang termasuk karakteristik makroskopis tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui potensi kembang susut tanah.

Dilihat dan skala makronya, karakteristik tanah lempung yang berpotensi besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai harga batas cair dan indek plastisitas yang tinggi. b. Mempunyai harga swelling indeks yang besar.

c. Mempunyai kandungan organik.

2.5 Identifikasi Tanah Lempung

Cara-cara yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanah lempung ada tiga cara, yaitu :

2.5.1Identifikasi Mineralogi

Analisa mineralogi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara :

a. Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction) b. Penyerapan terbilas (Dye Absorbsion)

c. Penurunan panas (Differensial Thermal Analysis) d. Analisa kimia (Chemical Analysis)

e. Elektron microscope resolution

2.5.2Cara Tidak Langsung

Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi lempung atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah sebagai berikut :

a. Batas–batas Atterberg

b. Kembang Susut Tanah (Swelling) c. Aktivitas Tanah


(26)

15 2.5.3Cara Langsung

Metode pengukuran terbaik adalah dengan pengukuran langsung, yaitu suatu cara untuk menentukan potensi pengembangan dan tekanan pengembangan dari tanah lempung dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah yang berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai dengan yang diinginkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa saat setelah tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah.

Adapun cara pengukuran tekanan pengembangan ada dua cara yang umum digunakan. Cara pertama yaitu pengukuran dengan beban tetap sehingga mencapai persentase mengembang tertinggi, kemudian contoh tanah diberi tekanan untuk kembali ke tebal semula. Cara kedua yaitu contoh tanah direndam dalam air dengan mempertahankan volume atau mencegah terjadinya pengembangan dengan cara menambah beban diatasnya setiap saat. Metode ini sering juga disebut constan volume method.

2.6 Sifat Fisik Tanah Lempung

Tanah dalam keadaan asli mempunyai sifat-sifat yaitu sifat dasar dari tanah yang berguna untuk mengetahui jenis tanah.Sifat fisik tanah berhubungan dengan tampilan dan ciri umum tanah. Sifat fisik tanah lempung dapat diketahui dengan melihat beberapa keadaan antara lain sebagai berikut:

2.6.1Ukuran Butiran

Tanah memiliki ukuran partikel yang berbeda tergantung jenis tanah tersebut.Tanah lempung merupakan jenis tanah dengan ukuran butir lebih kecil dari 2 mikron.Ukuran butir dapat ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin bawah semakin kecil. Menurut departemen pertanian Amerika Serikat (USDA) dalam Das (1988) tanah dapat diklasifikasikan berdasarkan teksturnya terlihat pada Gambar 2.10


(27)

16 Gambar 2.10 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur

2.6.2Kadar Air Tanah (Water Content)

Kadar air (w) yang juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air dihitung sebagai berikut:

w = �

� x 100% (2.1)

dengan :

w = Kadar air Mw = Massa air

Ms = Massa tanah kering

2.6.3Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity)

Berat jenis (Gs) adalah perbandingan antar berat butir tanah dengan beratair suling dengan volume sama pada suhu tertentu. Berat butir tanah adalah perbandingan antara berat butir dan isi butir.Sedangkan berat isi air adalah


(28)

17 perbandingan antara berat air dengan isi air. Untuk isi air sama dengan isi butir tanah maka berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah denganair destilasi pada temperatur tertentu.

Besarnya berat jenis tanah didapat dengan rumus : Gs = ��

��= � ����=

( 2− 1)

( 41)−( 3− 2) (2.2) dengan :

Gs = Berat jenis tanah (specific gravity) M1 = Massa piknometer

γs = Berat volume butiran M2= Massa piknometer + tanah

γw = Berat volume air M3= Massa piknometer+tanah+air

Vw = Volume air M4= Massa piknometer + air Ms = Massa butiran tanah

Menurut Bowles (1997), nilai berat jenis tanah dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Macam-macam tanah berdasarkan berat jenisnya

Macam Tanah Berat Jenis (Gs)

Kerikil

Pasir 2,65 – 2,68

Lanau anorganik 2,62 – 2,68

Lempung organic 2,58 – 2,65

Lempung anorganik 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 – 1,8

2.6.4Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya volume ruang kosong dan volume butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya dukung tanah semakin kecil. Angka pori dihitung dengan rumus:

� = � (2.3)

dengan :


(29)

18 Vv = Volume pori

Vs = Volume butir padat

Perhitungan angka pori juga dapat dilakukan dengan persamaan berikut :

� =( �− � ) (2.4)

dengan :

e = Angka pori

Ho = Tinggi sampel awal (cm) Ht = Tinggi efektif sampel (cm)

Tinggi efektif sampel (Ht) didapat dengan rumus :

�= ��� ���� �����������ℎ��� ������� ��������� (2.5)

2.6.5Porositas (Porocity)

Porositas (np) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang kosong dengan volume massa tanah. Porositas merupakan ukuran bagi kerapatan tanah dan banyak gunanya untuk perhitungan-perhitungan pada rembesan. Porositas dinyatakan dalam Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 yaitu :

� = �x 100% (2.6)

atau

� = �

1+� (2.7)

dengan :

np = Porositas Vv = Volume pori

V = Volume massa tanah e = Angka pori

2.6.6Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)

Derajat kejenuhan (S) dan massa tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan volume pori. Umunya derajat kejenuhan ini dinyatakan dalam persen atau desimal. Derajat kejenuhan berkisar (0% – 100%) atau (0 – 1). Berbagai macam klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhannya (Hardiyatmo, 1992) dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(30)

19 Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdarkan derajat kejenuhan

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan (S)

Tanah kering 0

Tanah agak lembab >0-0,25 Tanah lembab 0,26-0,50 Tanah sangat lembab 0,51-0,75

Tanah basah 0,76-0,99

Tanah Jenuh 1

Batas-batas antara masing-masing wujud tanah tersebut disebut Batas Atterberg, yang terdiri atas batas cair (LL), batas plastis (PL), dan batas susut (SL) menurut Das (1988), dapat dilihat pada Gambar 2.11

Basah Makin kering Kering Keadaan cair

(liquid)

Keadaan plastis (plastic)

Keadaan semi beku (semi solid)

Keadaan beku (solid)

Batas cair Batas plastis Batas pengerutan (liquid limit) (plastic limit) (shrinkage limit)

Gambar 2.11 Batas–batas konsistensi tanah

Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar penyelidikan yang meliputi tanah berbutir halus (Bowles, 1997). Dua angka yang paling penting adalah batas cair dan batas plastis yang disebut batas-batas Atterberg. Penentuan batas-batas Atterberg ini dilakukan hanya pada bagian tanah yang melalui saringan no.40 (Wesley, 1977). Beberapa percobaan untuk menentukan batas-batas Atterberg adalah:


(31)

20 1. Batas Cair (Liquid Limit)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu tanah pada keadaan batas cair. Batas cair (LL) adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair menjadi keadaan plastis.

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan batas cair, dapat digunakan data jumlah pukulan dan kadar air yang dihitung dengan persamaan:

= � �

25� 0,121

... (2.8) dengan :

LL = Batas cair

Wc = Kadar air pada saat tanah menutup N = Jumlah pukulan pada kadar air Wc

Nilai batas cair yang digunakan pada penelitian ini merupakan kadar air pada jumlah pukulan (N) adalah 25. Nilai batas cair dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut Tabel 2.3 berikut ini : Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah

Kategori Persentase

Low Liquid Limit 20-25%

Intermediate Liquid Limit 25-50%

High Liquid Limit 50-70%

Very High Liquid Limit 70-80%

Extra High Liquid Limit >80%

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2mm) menjadi retak-retak. Batas platis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah (Das, 1988). Cara pengujiannya adalah sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar hingga terjadi retak-retak


(32)

21 rambut.

3. Indek Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas (PI) suatu tanah adalah bilangan dalam persen yang merupakan selisih antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah (Das,1988). Pendekatan untuk menentukan indeks plastisitas suatu tanah adalah:

IP = LL - PL (2.9)

dengan:

IP = Indek plastisitas LL = Batas cair PL = Batas plastis

Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal swelling pada tanah lempung. Potensi mengembang didefinisikan sebagai persentase mengembang contoh tanah lempung yang telah dipadatkan pada kadar air optimum metode AASHTO, setelah direndam dengan tekanan 1psi. Potensi mengembang tanah lempung sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas seperti terlihat dalam Tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas Potensi Mengembang Indeks Plastisitas

Rendah 0 – 15

Sedang 10 – 35

Tinggi 20 – 55

Sangat Tinggi 55 <

4. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Kadar air dinyatakan dalam persen dan perubahan volume suatu massa tanah


(33)

22 berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit) (Das, 1988). Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut (Bowles, 1997). Perhitungan batas susut ini dapat digunakan rumus:

SL =

� −

1− 2 (2.10) dengan : SL = Batas susut : V1 = Volume tanah basah

W = Berat tanah kering : V2 = Volume tanah kering w = Kadar air tanah basah

Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengannilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg, seperti yangtercantum dalam Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas Atterberg

Batas Susut Atterberg (%) Susut Linier (%) Derajat Mengembang

< 10 >8 Kritis

10 – 12 5 – 8 Sedang

> 12 0 – 8 Tidak kritis

2.6.7Spesific Surface

Spesific surface merupakan perbandingan antara luas permukaan suatu bahan terhadap massa bahan yang bersangkutan. Spesific surface didapat dengan Persamaan 2.11 berikut ini:

Spesific Surface (SS) = ��� ��������� (�2)

���� ���� ... (2.11)

Makin kecil ukuran butiran, makin kecil spesific surface-nya.Sebagai contoh butiran lempung montmorillonite dapat mempunyai Ss mencapai 800m2/gram.


(34)

23 2.6.8Aktivitas Tanah

Sifat plastis suatu tanah diebabkan oleh air yang terserap di sekeliling permukaan partikel lempung (absorbed water), maka tipe dan jumlah mineral lempung yang terkandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan (Das, 1988).

Harga indeks plastis (PI) suatu tanah akan bertambah menurut garis lurus sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (% berat butiran yang Iebih kecil dari 2) yang dikandung oleh tanah. Hubungan antara PI dengan fraksi berukuran lernpung untuk tiap tanah berbeda-beda (Skempton, 1953dalam Das, 1988). Hubungan antara PI dan persentase butiran yang lolos ayakan 2 didefinisikan sebagai suatu besaran yang disebut aktivitas (activity) atau yang dapat ditulis sebagai berikut :

Ak =

IP

(% berat fraksi berukuran lempung ) (2.12) dengan :

Ak = Aktivitas (activity) IP = Indeks plastisitas

Dari rumus tersebut kategori tanah terbagi dalam tiga golongan menurut Skempton (1953) dalam Das (1988)yaitu :

a. Ak < 0,75 ( tidak aktif) b. 0,75 < Ak < 1,25 (normal) c. Ak > 1,25 (aktif)

Untuk tanah yang dipadatkan dengan pemadatan standar pada kadar air optimum, tingkat keaktifannya ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

Ak = IP

(CF−10) (2.13)

dengan:

Ak = Aktivitas (activity) IP = Indeks plastisitas

CF = Presentase fraksi lempung dalam tanah (%) 10 = Konstanta


(35)

24 Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembang yang besar. Nilai tipikal untuk aktivitas beberapa kandungan mineral lempung dapat dilihat pada Tabel 2.6 sebagai berikut :

Tabel 2.6 Hubungan aktivitas dengan mineral lempung

Mineral Aktifitas

Kaolinite 0,33 – 0,46

Illite 0,99

Montmorillonite (Ca) 1,50

Montmorillonite (Na) 7,20

Harga aktifitas tanah tersebut dapat dipakai untuk mengidentifikasi potensi mengembang dari tanah tersebut.Seed, Woodward, dan Lundgren (1964) dalam Das (1988) mengidenfikasikan potensi mengembang dari tanah berdasarkan aktivitas dengan rumus:

S’ = 3,6 x 10-5. Ak2,44.CF3,44 (2.14) dengan:

S’ = Persen pengembang (swelling) Ak = Aktivitas

CF = Persen fraksi lempung dalam tanah

Harga indeks plastisitas juga bisa secara langsung dipergunakan untuk mengevaluasi potensi mengembang dari tanah lempung seperti yang terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Perkiraan sweeling potential berdasarkan indeks plastisitas

IP (%) Sweeling Potential

0 – 15 Lemah

15 – 25 Sedang

25 – 55 Tinggi


(36)

25 Selain itu menurut Seed, Woodward dan Lundgren (1964) dalam Das (1988) memberikan hubungan aktifitas dengan fraksi berukuran lempung untuk menentukan potensi mengembang (swelling potential) dari suatu jenis tanah. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Grafik klasifikasi potensi pengembangan

2.6.9Kembang Susut

Tanah lempung yang banyak mengandung butir-butir koloid mengakibatkan kembang susut yang besar. Sifat mudah mengembang dan menyusut tanah lempung dapat dikarakteristikkan dari batas plastis dan indeks plastisitas yang tinggi. Permeabilitas tanah tergantung pada ukuran butir tanah. Karena ukuran butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air (permeabilitas) juga kecil dengan koefisien permeabilitas berkisar antara 10-6 sampai 10-7 cm/detik.

Tanah lempung bersifat kohesif dan sedikit plastis. Kohesi menunjukan kenyataan bahwa partikel-partikel tanah melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu berubah ke bentuk aslinya tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah.

Penyusutan (shrinkage) pada tanah lempung sebagian besar terjadi karena peristiwa kapiler, dimana pada penurunan kadar air dalam proses mengering tanah akan diikuti segera dengan kenaikan yang tajam dan tegangan efektif antar


(37)

26 butiran. Dan sebagai konsekuensinya volume tanah tersebut akan menyusut. Mekanisme pengembangan dari tanah lempung sedikit lebih kompleks dari penyusutannya.

Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

a. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. b. Kadar air.

c. Susunan tanah.

d. Konsentrasi garam dalam air pori. e. Sementasi.

f. Adanya bahan organik, dll.

Menurut Kormonik dan David (1969) dalam Trisnayani (2008) pengembangan dan tanah disebabkan oleh dua hal:

a. Sebab mekanis

Bila kadar air dalam tanah naik dan tanah menjadi jenuh, maka tegangan kapiler mengecil sedangkan tegangan pori didapat dari tegangan hidrostatis biasa. Dengan sedirinya tegangan efektif menurun dan tanah cenderung untuk mengembang seperti volume semula.

b. Sebab fisika–kimia

Pengembangan disebabkan oleh masuknya kadar air pada partikel-partikel tanah lempung. Mineral jenis montmorillonite maupun illite akan menyebabkan mengembangnya jarak antar unit lapisan struktur dasar. Kondisi ini dapat bila kadar air dalam tanah naik. Hal ini disebabkan kadar air yang masuk menghasilkan tegangan yang melampaui tegangan pengikat antar unit lapisan struktur dan lapisan dasar tersebut, sehingga molekul air dari dua kutub H dan OH tertarik untuk mengikat partikel tanah yang bermuatan negatif. Tekanan air yang masuk sebagian disebabkan oleh tegangan osmosis.

Tegangan osmosis ini terjadi karena perbedaan konsentrasi larutan air disekitarnya (air bebas). Sehingga terjadinya kecenderungan oleh air untuk bergerak dari tempat yang konsentrasinya rendah ke tempat yang konsentrasinya tinggi. Tekanan osmosis bersama dengan tekanan lainya,


(38)

27 mempunyai tendensi untuk memperkecil harga tegangan efektif tanah karena proses absorbsi pada permukaan partikel.

2.7 Sifat Mekanik Tanah Lempung

Sifat mekanik tanah adalah sifat-sifat tanah yang mengalami perubahan setelah diberikan gaya-gaya tambahan atau pembebanan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah.

2.7.1Pemadatan Tanah

Pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel atau suatu proses ketika udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis. Di lapangan biasanya digunakan mesin gilas, alat-alat pemadat dengan getaran dan alat tekan statik yang menggunakan piston dan mesin tekanan.

Keuntungan yang diperoleh dengan pemadatan ini, antara lain:

a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah yaitu gerakan vertikal di dalam massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori

b. Bertambahnya kekuatan tanah

c. Berkurangnya penyusutan akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan pada saat pengeringan

Ada dua macam percobaan pemadatan yang dilakukan di laboratorium (Wesley, 1977), yaitu:

a. Percobaan pemadatan standar (Standard Compaction Test)

Dalam percobaan ini, tanah dipadatkan dalam cetakan berdiameter 102 mm dan tinggi 115 mm, menggunakan alat tumbuk dengan diameter 50,8 mm, berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm. Tanah ini dipadatkan dalam 3 lapis dimana tiap lapis dipadatkan 25 kali pukulan.

b. Percobaan pemadatan modified (Modified Compaction Test)

Pelaksanaan percobaan ini tidak jauh berbeda dengan cara percobaan pemadatan standar. Cetakan yang digunakan dan banyaknya tumbukan tiap lapis sama, hanya berat pemukul yang digunakan lebih besar yaitu 4,5 kg dengan tinggi jatuh 45 cm dan jumlah lapisan tanah sebanyak 5 lapis.


(39)

28 Pengujian-pengujian ini dilakukan dengan memadatkan sampel tanah basah dalam cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan massa dan tinggi jatuh tertentu.

Usaha pemadatan dilihat dari energi tiap satuan volume tanah yang telah dipadatkan, sehingga didapat suatu hubungan berat volume tanah kering dengan kadar air tanah. Bila kadar air suatu tanah rendah maka tanah tersebut akan kaku dan sukar dipadatkan. Namun bila ditambahkan air pada tanah yang dipadatkan tersebut maka air akan berfungsi sebagai pembasah/pelumas pada partikel-partikel tanahnya. Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lainya dan membuat kedudukan yang lebih rapat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik pula pada saat air sama dengan nol dan berat volume basah sama dengan berat volume kering. Pada usaha yang sama itu pula, peningkatan kadar air secara bertahap akan menyebabkan berat dari bahan padat tanah per satuan volume juga meningkat secara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan menurunkan berat volume kering tanah dari tanah tersebut, hal ini disebabkan karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah. Pada keadaan ini dimana kadar air yang memberikan berat volume kering maksimum disebut kadar air optimum. Dan setiap pekerjaan pemadatan yang telah dilakukan, dihitung :

1. Kadar air

2. Berat volume tanah basah (

γ

b) , dengan persamaan:

γ

b = (2.15)

dengan:

W = Berat tanah yang dipadatkan pada cetakan V = Volume cetakan

3. Berat volume kering tanah (

γ

d) , dengan persamaan:

γ

d = γb

1+� (2.16)

dengan: w = Kadar air


(40)

29 Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat digambarkan grafik hubungan antara berat volume kering dengan kadar air. Dari grafik ini dapat ditentukan juga kadar air optimum (Wopt) dan berat volume kering maksimum (

γ

dmax).

Secara teoritis berat volume kering maksimum pada suatu kadar air tertentu dengan pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali (zero air void/ZAV) dapat dirumuskan:

γzav

=Gs .γw

1+� (2.17)

dengan:

γzav

= Berat volume pada kondisi ZAV

γw

= Berat volume air

e = Angka pori Gs = Berat jenis tanah

Untuk keadaan tanah jenuh 100% artinya e = w x Gs, sehingga:

γzav

= γw

�+1

(2.18)

Dalam keadaan bagaimanapun kurva pemadatan tidak mungkin memotong zero void air (ZAV).

2.7.2Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Percobaan kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mendapatkan daya dukung tanah. Dalam percobaan ini yang didapat adalah kuat tekan bebas dari tanah yaitu besarnya tekanan aksial yang diperlukan untuk menekan suatu silinder tanah sampai pecah atau sebesar 20% dari tinggi tanah mengalami perpendekan bila tanah tersebut tidak pecah. Dan hasil tes ini akan dibuatkan tabel kuat tekan bebas dengan beberapa perhitungan sebagi berikut:

a. Regangan dari setiap pembebanan dihitung dengan rumus : ε = ∆

0

(2.19)

dengan :


(41)

30 L0 = Tinggi benda uji mula-mula

ε = Regangan aksial

b. Luas rata-rata penampang benda uji dengan koreksi akibat pemendekan dengan rumus :

A = 0

1−� (2.20)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

A0 = Luas penampang benda uji mula-mula (cm3) ε = Regangan aksial

c. Tekanan aksial yang bekerja pada benda uji pada setiap pembebanan dengan rumus :

σ = � (2.21)

dengan :

A = Luas rata-rata benda uji (cm3)

P = Gaya beban yang bekerja dihitung dari pembacaan arloji ukur cincin beban (kg)

σ = Tekanan aksial

d. Besarnya kuat tekan bebas (qu) diperoleh dari nilai terbesar perhitungan pada persamaan (2.21) dikalikan dengan faktor kalibrasi dari alat yang digunakan e. Nilai sudut geser tanah yang diperoleh dari perhitungan :

�= (α – 450) x 2 (2.22)

dengan :

� = Sudut geser tanah

α = Sudut runtuh tanah saat tes

f. Besarnya nilai kohesi diperoleh dari perhitungan : cu = �

2 (2.23)

dengan :

cu = Nilai kohesi qu = Kuat tekan bebas


(42)

31 2.7.3Percobaan CBR (California Bearing Ratio)

Metode uji CBR pertama diperkenalkan oleh O.J Porter, California State Highway Department. Metode ini mengkombinasikan load penetrationtest di laboratorium maupun di lapangan dengan design chart empiris untuk mendapatkan kekuatan tanah dan sekaligus mendapatkan tebal perkerasan jalan. Tahanan penetrasi diukur dengan jarum berdiameter 5 cm (3 in2) yang ditekan ke dalam massa tanah dengan kecepatan 1,25 mm/menit. Observasi dilakukan dengan pembacaan beban dan penetrasi jarum ke dalam massa tanah. Beban standar sesuai dengan penetrasi standar ditentukan dengan memakai crushed stone (Redana, 2010). Nilai CBR didapat melalui persamaan:

CBR = ���� ���

����������� x 100 % (2.24)

Beban standar untuk berbagai penetrasi standar CBR diberikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Beban standar

Penetrasi Jarum (mm) Beban Standar (kg) Beban Standar (kPa)

2,5 1370 6900

5 2055 10300

7,5 2630 13000

10 3180 16000

12,5 3600 18000

Tes penetrasi CBR dilakukan setelah tanah dipadatkan pada CBR mould berdiameter 150 mm dan tinggi 175 mm. Pada saat pemadatan, densitas kering dan kadar air tanah dijaga sama dengan nilai dilapangan. Untuk mensimulasi konsolidasi tanah paling jelek di lapangan, setelah dipadatkan, tanah direndam selama kurang lebih 4 jam sebelum tes penetrasi dilakukan. Pada kondisi terendam maupun tidak terendam, spesimen harus dibebani beban tambahn sesuai beban yang terjadi di lapangan. Beban 2,5 kg setara dengan kira-kira lapisan tanah setebal 6,5 cm di lapangan.

Pada saat pengujian penetrasi, pembacaan beban dilakukan pada penetrasi 0,05; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 4,0; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 mm. Grafik beban dan penetrasi kemudian di-plot. Nilai CBR biasanya dihitung berdasar pembacaan


(43)

32 beban pada penetrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10; dan 12,5 mm, dibagi dengan beban standar masing-masing.

2.7.4Konsolidasi

Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang. Kasus yang paling sederhana adalah konsolidasi satu dimensi, yaitu pada kondisi tegangan lateral nol mutlak ada.

Penurunan konsolidasi adalah perpindahan vertikal permukaan tanah sehubungan dengan perubahan volume pada suatu tingkatdalam proses konsolidasi. Sebagai contoh, penurunan konsolidasi akan terjadi bila suatu struktur di bangun di suatu lapisan lempung, atau muka air tanah turun secara permanen pada lapisan di atas lapisan lempung tersebut, serta bila dilakukan penggalian pada suatu lempung jenuh.

Perkembangan konsolidasi di lapangan dapat dipantau dengan memasang pizometer untuk mencatat perubahan tekanan air pori terhadap waktu. Besarnya penurunan dapat diukur dengan mencatat ketinggian suatu titik acuan yang sesuai pada suatu struktur atau pada permukaan tanah. Di sini diperlukan pengukuran beda tinggi yang teliti yang dilakukan pada patok acuan yang penurunnya sangat kecil. Dalam mencari data penurunan, setiap kesempatan harus diambil, sebab hanya dengan pengukuran tersebut, ketepatan metode teoritis dapat terwujud.

2.7.4.1. Koefisien Konsolidasi

Koefisien konsolidasi sangat berpengaruh terhadap lamanya proses konsolidasi yang akan terjadi pada tanah tertentu. Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) menentukan kecepatan pengaliran air pada arah vertikal dalam tanah. Pada umumnya konsolidasi berlangsung satu arah saja yaitu arah vertikal, maka koefisien konsolidasi vertikal sangatlah berpengaruh terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi. Lamanya penurunan yang terjadi pada tanah tergantung pada permeabilitas tanah dan sifat kompresibel tanah yang


(44)

33 bersangkutan. Koefisien konsolidasi vertikal dapat dicari menggunakan Persamaan 2.25.

Cv = �

�� . �� (2.25)

dengan :

Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt) �w = Berat volume air

k = Koefisien permeabilitas tanah mv = Koefisien kompresibilitas volume

Harga Cv juga dapat dicari dengan Persamaan 2.26 sebagai berikut : Cv =�� .

2

� (2.26)

dengan :

Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt)

Tv = Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi

t = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi U%

H = Jarak lintasan air (cm)

Penentuan Cv dari uji konsolidasi satu dimensi di laboratorium dapat dilakukan dengan metode logaritma waktu (logarithm time method) dan akar waktu (square roote of time).

1. Metode Logaritma Waktu (Logarithm Time Method)

Metode logaritma waktu adalah prosedur untuk menentukan nilai koefisien konsolidasi menurut Casagrande dan Fando (1940). Metode logaritma waktu Casagrande dan Fando (1940) dalam Craig (1994) dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Pada kurva eksperimental, titik yang sesuai dengan U = 0 dapat ditentukan berdasarkan fakta bahwa bagian awal dari kurva mewakili hubungan yang hampir parabol antara kompresi dan waktu. Dari kurva tersebut, dipilih titik A dan titik B (dapat dilihat pada Gambar 2.13) yang memiliki nilai t dalam


(45)

34 perbandingan 4:1, dan kemudian diukur jarak vertikal antar titik – titik tersebut. Suatu jarak yang sama dengan jarak vertikal tersebut diletakkan di atas titik pertama dan didapat titik (�) yang sesuai dengan U = 0. Sebagai

pemeriksaan, prosedur di atas diulang kembali dengan pasangan – pasangan titik yang berbeda. Titik yang sesuai dengan U = 0 biasanya tidak sama dengan titik (�0) yang mewakili pembacaan arloji pengukuran awal,

perbedaan tersebut dibedakan oleh kompresi udara dengan jumlah sedikit di dalam tanah, tingkat kejenuhan sedikit di bawah 100%. Kompresi ini disebut kompresi awal. Bagian akhir dari kurva eksperimental tersebut linear tetapi tidak horizontal dan titik (�100) yang sesuai dengan U =100% diambil sebagai

titik potong dari dua bagian linear dari kurva tersebut. Kompresi antara titik

(�) dan (�100). Setelah melebihi titik potong tersebut, kompresi berlangsung

terus dengan laju yang sangat rendah selama periode waktu yang tidak tertentu dan disebut kompresi sekunder.

Titik yang sesuai dengan U = 50% merupakan pertengahan antara titik – titik (�) dan (�100), kemudian didapat waktu t50. Nilai Tv yang sesuai

dengan U = 50% adalah 0,197 dan besar keofisien konsolidasinya dapat dicari dengan Persamaan 2.27 sebagai berikut :

Cv =�� .

2 �50 =

0,197 . 2

�50 (2.27)


(46)

35 2. Metode Akar Waktu (Square Roote of Time Methode).

Penggunaan dari cara ini adalah dengan menggambarkan hasil pengujian konsolidasi pada grafik hubungan akar waktu melawan penurunannya. Metode akar waktu menurut (Taylor, 1984) dalam (Craig, 1994) dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Kurva teoritis yang terbentuk biasanya linier sampai dengan menentukan U= 90%. Karakteristik cara akar waktu ini yaitu dengan menentukan U = 90% konsolidasi, yang pada U = 90%, absis AC akan sama dengan 1,15 kali absis AB. Karakteristik ini digunakan untuk menentukan titik yang sesuai dengan U = 90% pada kurva eksperimental.

Gambar 2.14 Grafik akar waktu

Kurva eksperimental biasanya terdiri dari kurva pendek yang mewakili kompresi awal, bagian linear dan kurva kedua. Titik yang sesuai dengan U = 0 (D) didapat dengan memperpanjang bagian linear dari kurva tersebut sampai ordinat pada waktu nol. Suatu garis lurus (DE) kemudian digambarkan dengan absis 1,15 kali absis bagian linear dari kurva eksperimental tersebut. Perpotongan garis (DE)


(47)

36 dengan kurva eksperimental tersebut merupakan titik yang sesuai dengan U = 90% dan nilai ��90 dapat ditentukan. Nilai Tv yang sesuai untuk U= 90% adalah 0,848 dan koefisien konsolidasi dapat dicari dengan menggunakan Persamaan 2.28.

Cv =�� .

2 �90 =

0,848 2

�90 (2.28)

Dalam penelitian ini digunakan metode akar waktu untuk mendapatkan t90 dari masing-masing pembebanan. Hubungan derajat konsolidasi (U) dengan faktor waktu (T) dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Hubungan derajat konsolidasi (U) dengan faktor waktu (T)

% 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,008 0,031 0,071 0,126 0,197 0,287 0,403 0,567 0,848 ~

2.7.4.2. Waktu Konsolidasi (t)

Waktu konsolidasi akibat pengaliran vertikal adalah waktu yang diperlukan oleh tanah untuk proses konsolidasi yang diperlukan. Waktu konsolidasi didapat dengan Persamaan 2.28 sebagai berikut :

t =�� .

2

� (2.29)

dengan :

t = Waktu konsolidasi

Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt)

Tv = Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi H = Jarak lintasan air (cm)

2.7.4.3. Tekanan Prakonsolidasi

Tekanan prakonsolidasi (Pc') merupakan suatu tekanan tanah yang pernah bekerja pada tanah lempung di masa lalu. Perhitungan tekanan prakonsolidasi didapatkan melalui penggambaran grafik dari kurva e log P pada Gambar 2.15.


(48)

37 Gambar 2.15 Penentuan tekanan prakonsolidasi

Langkah-langkah mencari Pc' terdiri dari beberapa tahap berikut ini:

a. Memperkirakan titik dimana kurva melengkung paling tajam dan menggambarkan garis singgung di titik tersebut.

b. Menggambarkan garis horizontal melalui titik singgung tersebut yang membentuk sudut dengan garis singgung.

c. Membagi sudut menjadi dua.

d. Memperpanjang bagian lurus dari cabang akhir sampai memotong garis pada sudut /2.

e. Mendapatkan Pc'dengan memproyeksikan perpotongan yang didapat pada langkah ke empat ke sumbu tekanan.

Tekanan prakonsolidasi yang dibandingkan dengan tekanan efektif dapat mengetahui jenis konsolidasi dari suatu tanah, yaitu dengan mengetahui jumlah relatif dari prakonsolidasi yang dinyatakan dalam ratio konsolidasi berlebih (over consolidated ratio= OCR) yang didefinisikan dengan Persamaan 2.30 sebagaiberikut:


(49)

38

OCR = Pc'/Po (2.30)

dengan :

OCR = Ratio konsolidasi berlebih Pc' = Tekanan prakonsolidasi Po = Tekanan efektif

2.7.4.4. Angka Pori

Nilai e yang dipakai dalam perhitungan didapat melalui percobaan di laboratorium. Untuk memperoleh nilai angka pori (e), nilai angka pori awal (e0)harus diketahui terlebih dahulu. Angka pori awal didapat dengan Persamaan 2.31 dan Persamaan 2.32yaitu :

Ht = �

. � (2.31)

e0 = �− �

� (2.32)

dengan :

e0 = Angka pori awal dengan tekanan Po Ws = Berat kering

A = Luas benda uji Gs = Berat jenis tanah Ht = Tinggi efektif benda uji

Ho = Tinggi contoh tanah mula – mula

Setelah itu dicari nilai ∆� terlebih dahulu menggunakan Persamaan 2.33. ∆� =

� (2.33)

dengan :

Δe = Beda angka pori

H = Pembacaan arloji pengukuran pada percobaan dikurangi dengan pembacaan arloji pengukuran sesudah pembebanan yang bersangkutan


(50)

39 Nilai angka pori (e) didapat dengan Persamaan 2.34

�=�0− ∆� (2.34)

dengan :

e = Angka pori e0 = Angka pori awal Δe = Beda angka pori

Setelah mendapat angka pori, maka indek pemampatan (Cc) dapat dicari secara empiris melalui Persamaan 2.35 sebagai berikut:

Cc = Δe log 1/ 2

(2.35)

2.8 Daya Dukung Tanah

Struktur perkerasan didesain untuk dapat menahan dan menyalurkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga tegangan yang disalurkan pada lapisan-lapisan perkerasan dan tanah dasar yang ada dibawahnya mampu dipikul oleh masing-masing lapisan tersebut sesuai kapasitasnya.Tanah dasar yang umumnya tanah asli (galian atau timbunan), yang relatif lemah, memiliki peranan yang sangat penting bagi kestabilan sistem perkerasan dan juga nilai ekonomi. Untuk kondisi desain tertentu, makin tinggi stabilitas tanah dasar akan makin tipis struktur perkerasan yang diperlukan.

Stabilitas tanah dasar dapat diperoleh dari berbagai percobaan di lapangan dan di laboratorium, seperti misalnya pengujian CBR, Dinamic Cone Penetration, Resistance dan Plate Bearing.Oleh karena itu, untuk penyederhanaan ditetapkan parameter bebas daya dukung tanah (DDT) yang dapat dikorelasikan secara empiris dengan berbagai nilai stabilitas tanah dasar.Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:

DDT = 4,3 log(CBR) + 1,7 (2.36)

2.9 Abu Sekam Padi

Gabah yang merupakan hasil dari produksi padi terdiri dari beras 65%, sekam 20%, katul 8%, bagian lainnya yang hilang sebesar 7% (Trisnayani, 2008).


(51)

40 Sekam tersusun dari bahan – bahan selulosa 50%, lignin 30%, dan abu 20% yang terdiri ari opline silika yang terdapat pada jaringan sederhana.

Hasil proses pembakaran sekam padi berupa abu sekam padi yang merupakan bahan anorganik yang tidak membusuk oleh proses waktu baik bentuk maupun struktur kimianya. Menurut Cox (1993) dalam Trisnayani (2008), abu sekam padi dibedakan menjadi tiga jenis, hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu mengenai karakteristik abu sekam padi yaitu :

a. Abu sekam padi berwarna hitam keperakan berbutir kasar b. Abu sekam padi berwarna hitam berbutir halus

c. Abu sekam padi berwarna abu–abu kehitaman, yang cenderung menjadi lebih hitam pada keadaan lembab

LazarodanMoh (1970) dalam Trisnayani (2008), mengadakan penelitian komposisi kimia abu sekam padi dengan hasil seperti yang terlihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 Komposisi kimia abu sekam padi

No Komposisi Persen (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Silikon Dioksida (SiO2) Aluminuim Oksida (Al2O3) Besi Oksida (Fe2O3) Sulfat (SO3)

Kalsium Oksida (CaO) Magnesium Oksida (MgO) Karbondioksida (CO2) Hilang saat pembakaran

88,66 1,48 0,36 0,91 0,75 3,53 0,51 3,80

Abu sekam padi memiliki senyawa (SiO2) yang tinggi sehingga bersifat pozzolanik. Sehingga, seiring dengan bertambahnya waktu, apabila bereaksi dengan senyawa alumia Al2O3 dan CaO yang terkandung dalam tanah lempung akan bertambah keras. Selain itu, unsur Al, Fe, Ca, Mg yang bermuatan positif mampu mengikat tanah lempung yang bermuatan negatif sehingga perbedaan kembang susut menjadi tidak terlalu besar.


(52)

41 Menurut hasil percobaan Williams dan Sukpatrapirome (1971) dan Cox dan Hengchaovanish (1973) dalam Trisnayani (2008), berat jenis spesifik dari abu sekam padi adalah antara 2,2 - 2,4.

Pada tahun 1975, Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan dalam Trisnayani (2008), telah mengadakan penelitian laboratorium untuk mengetahui sifat–sifat abu sekam padi beserta komposisi kimianya. Berdasarkan penelitian tersebut, abu sekam padi memiliki berat isi rata – rata 0,45 gram/cc dan kadar air 0,5%. Pemeriksaan analisa saringan memberikan susunan butiran rata–rata abu sekam padi seperti yang terlihat pada Tabel 2.11

Tabel 2.11 Analisa saringan

Nomor Saringan Presentase yang Lewat (%) 4

10 20 30 40 60 80 100 200

100 95 86 71 64 45 25 15 6

2.10 Semen

Dalam Mulyono (2003) dijelaskan bahwa semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. 2.10.1 Jenis-jenis Semen

Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: a. Semen Non-hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen hidrolik adalah kapur.

Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis alam. Kapur telah digunakan/ selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran


(53)

42 untuk bangunan. Hal tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Parthenon, dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang mereka peroleh didekat Pozzuoli, Italia dan mereka namakan Pozollan.

Pondasi jalan pada zaman Romawi, termasuk jalan Via Appia, merupakan tanah yang distabilkan dengan kapur. Kini kapur digunakan dalam bidang pertanian, industri kimia, industri karet, industri kayu, industrifarmasi, industri baja, industri gula, industri semen.

b. Semen Hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contohnya antara lain:

- Kapur Hidrolik

Sebagian besar (65-75) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia dan oksida besi.

- Semen Pozollan

Pozzolan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat semen

Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.

- Semen Terak

Semen Terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak kapur tanur tinggi dan kapur tohor.Campuran ini biasanya tidak dibakar.


(54)

43 - Semen Alam

Semen Alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.Hasil pembakaran kemudian di giling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik

- Semen Portland

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150, 1985, semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahannya yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Kandungan utama penyusun semen Portlandadalah :

Tabel 2.12 Kandungan utama penyusun semen portland

No Komposisi Persen (%)

1. 2. 3.

Kalsium Oksida (CaO) Silikon Dioksida (SiO2)

Aluminuim Oksida (Al2O3) dan Besi Oksida (Fe2O3)

60-65% 20-25% 7-12%

- Semen Putih

Semen putih adalah semen Portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen putih digunakan untuk membuat siar ubin/ keramik dan benda yang lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak digunakan untuk bangunan struktur.

- Semen Alumina

Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah digiling halus pada temperature 1600o C. Hasil pembakaran


(55)

44 tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk.Jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu.

2.10.2 Interaksi Semen dengan Tanah

Ada beberapa interaksi yang terjadi antara semen dan tanah yaitu: a. Absorpsi Air Dan Reaksi Pertukaran Ion

Menurut Herzog dan Mitchell (1963) dalam Suardi (2005), bahwa partikel semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi kristal-kristal 3CaO. SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang padat berupa 4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca+++ dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi lebih baik. b. Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat

Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk.Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.

c. Reaksi pozzolan

Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat).


(1)

39 Nilai angka pori (e) didapat dengan Persamaan 2.34

�=�0− ∆� (2.34)

dengan :

e = Angka pori e0 = Angka pori awal Δe = Beda angka pori

Setelah mendapat angka pori, maka indek pemampatan (Cc) dapat dicari secara empiris melalui Persamaan 2.35 sebagai berikut:

Cc = Δe log 1/ 2

(2.35)

2.8 Daya Dukung Tanah

Struktur perkerasan didesain untuk dapat menahan dan menyalurkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga tegangan yang disalurkan pada lapisan-lapisan perkerasan dan tanah dasar yang ada dibawahnya mampu dipikul oleh masing-masing lapisan tersebut sesuai kapasitasnya.Tanah dasar yang umumnya tanah asli (galian atau timbunan), yang relatif lemah, memiliki peranan yang sangat penting bagi kestabilan sistem perkerasan dan juga nilai ekonomi. Untuk kondisi desain tertentu, makin tinggi stabilitas tanah dasar akan makin tipis struktur perkerasan yang diperlukan.

Stabilitas tanah dasar dapat diperoleh dari berbagai percobaan di lapangan dan di laboratorium, seperti misalnya pengujian CBR, Dinamic Cone Penetration, Resistance dan Plate Bearing.Oleh karena itu, untuk penyederhanaan ditetapkan parameter bebas daya dukung tanah (DDT) yang dapat dikorelasikan secara empiris dengan berbagai nilai stabilitas tanah dasar.Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:

DDT = 4,3 log(CBR) + 1,7 (2.36)

2.9 Abu Sekam Padi

Gabah yang merupakan hasil dari produksi padi terdiri dari beras 65%, sekam 20%, katul 8%, bagian lainnya yang hilang sebesar 7% (Trisnayani, 2008).


(2)

40 Sekam tersusun dari bahan – bahan selulosa 50%, lignin 30%, dan abu 20% yang terdiri ari opline silika yang terdapat pada jaringan sederhana.

Hasil proses pembakaran sekam padi berupa abu sekam padi yang merupakan bahan anorganik yang tidak membusuk oleh proses waktu baik bentuk maupun struktur kimianya. Menurut Cox (1993) dalam Trisnayani (2008), abu sekam padi dibedakan menjadi tiga jenis, hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlebih dahulu mengenai karakteristik abu sekam padi yaitu :

a. Abu sekam padi berwarna hitam keperakan berbutir kasar b. Abu sekam padi berwarna hitam berbutir halus

c. Abu sekam padi berwarna abu–abu kehitaman, yang cenderung menjadi lebih hitam pada keadaan lembab

LazarodanMoh (1970) dalam Trisnayani (2008), mengadakan penelitian komposisi kimia abu sekam padi dengan hasil seperti yang terlihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 Komposisi kimia abu sekam padi

No Komposisi Persen (%) 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Silikon Dioksida (SiO2) Aluminuim Oksida (Al2O3) Besi Oksida (Fe2O3) Sulfat (SO3)

Kalsium Oksida (CaO) Magnesium Oksida (MgO) Karbondioksida (CO2) Hilang saat pembakaran

88,66 1,48 0,36 0,91 0,75 3,53 0,51 3,80

Abu sekam padi memiliki senyawa (SiO2) yang tinggi sehingga bersifat pozzolanik. Sehingga, seiring dengan bertambahnya waktu, apabila bereaksi dengan senyawa alumia Al2O3 dan CaO yang terkandung dalam tanah lempung akan bertambah keras. Selain itu, unsur Al, Fe, Ca, Mg yang bermuatan positif mampu mengikat tanah lempung yang bermuatan negatif sehingga perbedaan kembang susut menjadi tidak terlalu besar.


(3)

41 Menurut hasil percobaan Williams dan Sukpatrapirome (1971) dan Cox dan Hengchaovanish (1973) dalam Trisnayani (2008), berat jenis spesifik dari abu sekam padi adalah antara 2,2 - 2,4.

Pada tahun 1975, Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan dalam Trisnayani (2008), telah mengadakan penelitian laboratorium untuk mengetahui sifat–sifat abu sekam padi beserta komposisi kimianya. Berdasarkan penelitian tersebut, abu sekam padi memiliki berat isi rata – rata 0,45 gram/cc dan kadar air 0,5%. Pemeriksaan analisa saringan memberikan susunan butiran rata–rata abu sekam padi seperti yang terlihat pada Tabel 2.11

Tabel 2.11 Analisa saringan

Nomor Saringan Presentase yang Lewat (%) 4

10 20 30 40 60 80 100 200

100 95 86 71 64 45 25 15 6

2.10 Semen

Dalam Mulyono (2003) dijelaskan bahwa semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. 2.10.1 Jenis-jenis Semen

Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: a. Semen Non-hidrolik

Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen hidrolik adalah kapur.

Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis alam. Kapur telah digunakan/ selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran


(4)

42 untuk bangunan. Hal tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan Parthenon, dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang mereka peroleh didekat Pozzuoli, Italia dan mereka namakan Pozollan.

Pondasi jalan pada zaman Romawi, termasuk jalan Via Appia, merupakan tanah yang distabilkan dengan kapur. Kini kapur digunakan dalam bidang pertanian, industri kimia, industri karet, industri kayu, industrifarmasi, industri baja, industri gula, industri semen.

b. Semen Hidrolik

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contohnya antara lain:

- Kapur Hidrolik

Sebagian besar (65-75) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina, magnesia dan oksida besi.

- Semen Pozollan

Pozzolan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat semen

Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras. Bahan yang mengandung pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.

- Semen Terak

Semen Terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak kapur tanur tinggi dan kapur tohor.Campuran ini biasanya tidak dibakar.


(5)

43 - Semen Alam

Semen Alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.Hasil pembakaran kemudian di giling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik

- Semen Portland

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150, 1985, semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahannya yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Kandungan utama penyusun semen Portlandadalah :

Tabel 2.12 Kandungan utama penyusun semen portland

No Komposisi Persen (%) 1.

2. 3.

Kalsium Oksida (CaO) Silikon Dioksida (SiO2)

Aluminuim Oksida (Al2O3) dan Besi Oksida (Fe2O3)

60-65% 20-25% 7-12%

- Semen Putih

Semen putih adalah semen Portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen putih digunakan untuk membuat siar ubin/ keramik dan benda yang lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak digunakan untuk bangunan struktur.

- Semen Alumina

Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit yang telah digiling halus pada temperature 1600o C. Hasil pembakaran


(6)

44 tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk.Jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu.

2.10.2 Interaksi Semen dengan Tanah

Ada beberapa interaksi yang terjadi antara semen dan tanah yaitu: a. Absorpsi Air Dan Reaksi Pertukaran Ion

Menurut Herzog dan Mitchell (1963) dalam Suardi (2005), bahwa partikel semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi kristal-kristal 3CaO. SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang padat berupa 4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca+++ dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi lebih baik. b. Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat

Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite (2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk.Senyawa-senyawa ini berperan dalam pembentukan atau pengerasan.

c. Reaksi pozzolan

Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat).