Urgensi Ratifikasi Konvensi 1951 Tentang Status Pengungsi

100

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PENANGANAN PENGUNGSI

WARGA NEGARA ASING DI MEDAN

A. Urgensi Ratifikasi Konvensi 1951 Tentang Status Pengungsi

Indonesia merupakan salah satu negara yang belum meratifikasi Konvensi 1951, karena dengan adanya kekuatiran akan timbulnya kewajiban negara untuk menerima pengungsi bermukim tetap di Indonesia serta adanya ketakutan bahwa Indonesia akan dibanjiri oleh pengungsi dari berbagai negara. Kedua alasan ini perlu ditinjau kembali mengingat pada kenyataannya ada beberapa factor yang menyebabkan dibanjiri atau tidaknya suatu negara oleh pengungsi factor itu antara lain adalah kedekatan geografis dan budaya serta jaminan kehidupan di masa depan. 82 Contoh yang dapat di ambil adalah negara Filipina dan Iran. Ke dua negara tersebut telah meratifikasi Konvensi 1951 tetapi dalam kenyataannya tidak ada pengungsi yang ingin menetap di negara tersebut. Indonesia bila di lihat secara geografis berada pada jalur lalu lintas pengungsi yang akan menuju Australia. Dengan adanya kenyataan ini maka akan tetap banyak pengungsi yang terdapat di Indonesia. Dengan demikian, posisi Indonesia sebagai penandatanganan atau tidak akan tetap dianggap sebagai negara transit, maupun tempat singgah atau terdamparnya calon pengungsi yang melakukan perjalanan menuju negara ke tiga. 82 UNHCR, Paket Informasi Mengenai Aksesi Terhadap Konvensi Tahun 1951 Dan Protokl Tahun 1967 Yang Berkaitan Dengan Status Pengungsi, Jakarta, November 1995, hal.4-5 Universitas Sumatera Utara Dilihat dari substansinya, Konvensi tentang status pengungsi tahun 1951 ini pada dasarnya tidak terlalu membebani kewajiban negara yang meratifikasinya. Pertimbangan pertumbuhan aspek kemanusiaan terhadap penderitaan yang di alami oleh para pengungsi dan masa depan mereka lebih mendominasi perlindungan hak- hak para pengungsi ini. 83 Perlindungan hukum terhadap para pengungsi dapat digolongkan sebagai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, karena pada dasarnya para pengungsi adalah manusia-manusia bebas yang terpaksa melarikan diri dari kondisi yang mengancam pelaksanaan hak-haknya sebagai manusia. Pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu kewajiban pemerintah suatu negara terhadap warga negara dan penduduk yang berada di wilayah yurisdiksinya dalam mewujudkan suatu masyarakat yang aman, sejahtera, dan bebas dari rasa takut dan kekurangan. Upaya mewujudkan masyarakat tersebut akan dicapai apabila masyarakat mampu memenuhi kebutuhan atas sandang, papan, dan kesehatan, pendidikan dan kebudayaan secara berkesinambungan dan memadai. Walaupun kewajiban suatu negara sesungguhnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Namun hal ini tidak berarti bahwa negara yang bersangkutan boleh menutup mata apabila di wilayahnya tinggal orang-orang asing yang terusir dari negara asalnya dan menderita karena statusnya sebagai pengungsi. Tentu saja, upaya untuk memberikan bantuan perlindungan terhadap pengungsi demikian jangan sampai merugi warga negarana sendiri. 83 Ibid, hal.10 Universitas Sumatera Utara Konsep tentang Hak Asasi Manusia sesungguhnya bukan merupakan hak baru bagi Indonesia. Salah satu komitmen Indonesia terhadap penghormatan dan menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia terkandung dalam Sila kedua Pancasila, dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Kemanusian yang Adil dan Beradap. Sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan yang semakin berkembang, di mana kepastian hukum terhadap pemenuhan hak-haknya harus benar-benar tegas dan rinci dalam peraturan hukum. 84 Ditingkat internasional, hak-hak yag dianggap asasi juga telah berkembang cukup jauh, bukan saja meliputi hak-hak mereka sebagai warga dari suatu negara, tetapi juga sebagai bagian dari satu masyarakat dunia, sehingga mereka menuntut persamaan standar perlindungan yang sama di manapun mereka berada. Atas dasar itulah sejumlah perjanjian, konvensi manapun deklarasi internasional tentang Hak Asasi Manusia di rumuskan dengan maksud untuk menyeragamkan standar perlindungan hak asasi di seluruh belahan dunia. Perjanjian-perjanjian internasional di bidang Hak Asasi Manusia pada umunya di bentuk dalam naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan untuk pelaksanaan dan berlakunya perjanjian tersebut negara-negara anggota organisasi ini perlu meratifikasi atau aksesi agar menjadi bagian dari hukum nasionalnya. Proses retifikasi harus dilaksanakan secara hati-hati, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan bangsa Indonesia serta selaras dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Hal ini diperlukan perangkat materi hukumnya, kelembagaan, aparatur 84 Ibid, hal. 15 Universitas Sumatera Utara pelaksanaannya maupun sarana dan prasarananya di tingkat nasional. Sehingga diperlukan adanya skala prioritas ratifikasi terhadap instrument-instrument internasional di bidang Hak Asasi Manusia yang saat ini belum diratifikasi atau diaksesi oleh Indonesia. 85 Pemerintah Indonesia bersikap lebih pro-aktif dalam menangani instrument HAM internasional hal mana dapat dikatakan merupakan suatu implementasi ketentuan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “ …untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” 86 Pemerintah Indonesia saat ini mempunyai komitmen yang lebih besar dari pada sebelumnya untuk meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional, hal mana dapat dilihat dengan di tertibkannya Keputusan Presiden RI No. 40 Tahun 2004 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia 2004-2009 yang diprioritaskan pertahapan ratifikasi 12 dua belas instrumen lima tahun sampai dengan 2009 dan Konvensi status pengungsi di urutan 11 sebelas. Pemerintah Indonesia sekarang sudah kondusif untuk menerima dan meratifikasi instrumen-instrumen HAM internasional yang terkait dengan Pancasila dan UUD kita sebagai sarana penyaringan sehingga tidak menolak adanya kemungkinan bahwa kurun waktu decade mendatang sehubungan dengan penegakan HAM Indonesia sedah mampu sejajar dengan negara-negara lain. 85 Ibid, hal.20-25 86 Lihat Alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari aspek urgensi dan manfaat pengesahan atau meratifikasi Konvensi Tentang Status Pengungsi, dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Dalam rangka pengamalan falsafah negara, Pancasila dan UUD 1945. Indonesia pada hakekatnya menetapkan berbagai peraturan perundang-ungangan yang secara langsung mengatur perlindungan dan penghormatan serta menjamin penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Era globalisasi telah menciptakan tingkat saling ketergantungan antar negara dan antar masyarakat yang semakin besar. Kekerapan interaksi antar negara dan antar masyarakat semakin menuntut adanya aturan permainan yang dapat diterima secara universal oleh masyarakat internasional khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia. 2. Pengesahan atau retifikasi Konvensi tentang Status Pengungsi oleh Indonesia disamping akan mengurangi kesenjangan antar hukum nasional dan hukum internasional juga akan semakin memperkuat, memperkaya khasanah serta menyempurnakan hukum nasional, sehingga tidak hanya akan lebih menjamin hak-hak setiap warga negara untuk mencapai penikmatan hak-hak dan kesejahteraan rakyat di bidang ekonomi, sosial dan budaya tetapi juga orang- orang yang bukan warga negara, yang karena terdesak oleh situasi dan kondisi negaranya sehingga berstatus sebagai pengungsi dapat hidup secara layak sebagai manusia. Universitas Sumatera Utara 3. Suatu masyarakat yang dapat menikmati kesejahteraan merupakan modal dasar penapaian suatu masyarakat Indonesia yang tertiba, teratur dan berbudaya sehingga bersama-sama dengan negara-negara lain mampu mewujudkan upaya internasional untuk memelihara perdamaian dan ketertiban dunia sesuai dengan cita-cita yang termasuk di dalam Pembukaan UUD 1945. 4. Retifikasi Konvensi yang dilanjutkan dengan pelaksanaan Konvensi akan menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk melaksanakan komitmennya sesuai dengan sila kedua Pancasila dan menunjukkan salah satu upaya Pemerintah Indonesia yang secara sungguh-sungguh ingin memajukan pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia diberbagai bidang. 5. Dengan menjadi peserta pada Konvensi, Pemerintah Indonesia akan memiliki akuntabilitas pada masyarakat internasional dan pada negara-negara peserta lainnya. Berdasarkan hak-hak tersebut, Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 tidak menimbulkan masalah apabila diratifikasi mengingat : 87 1. Ketentuan-ketentuan dalam Konvensi tersebut tidak bertentangan dengan dasar falsafah negara, Pancasila dan konstitusi UUD 1945. 2. Ketentuan-ketentuan Konvensi tersebut penting untuk diserap dalam peraturan perundang-undangan nasional. 87 Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vol.2; No.1.Oktober 2004, hal.6 Universitas Sumatera Utara 3. Kerjasama dengan badan internasional yang mengurus masalah pengungsi secara efektif untuk pelaksanaan Konvensi, yang merupakan suatu saran pemantauan serta terbukanya sarana bantuan taknis secara multilational bagi pemajuan dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya untuk seluruh penduduk Indonesia.

B. Kendala yang Dihadapi dalam Penanganan Pengungsi Warga Negara Asing