c. Kultur Masyarakat Indonesia yang terkesan “dapat menerima”
pendatang baru mayoritas muslim.
C. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penanganan Pengungsi WNA
Berikut ini akan dijelaskan satu persatu pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan pengungsian Warga Negara Asing di Indonesia yaitu :
1. Peran UNHCR United Nations High Commissioner for Refugee
Penanganan pengungsi yang masuk ke Indonesia selama ini mengandalkan masalah penanganan pengungsi pada UNHCR.
54
Hal ini disebabkan oleh karena Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi konvensi
mengenai status pengungsi tahun 1951 dan protokol tahun 1967, sehingga pemerintah sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menentukan apakah
seseorang atau kelompok orang yang meminta status pengungsi, diakui sebagai pengungsi. Kewenangan tersebut dilakukan oleh UNHCR, tanpa campur tangan
pemerintah. Setiap pendatang yang masuk ke wilayah Indonesia, tentu akan terdeteksi
oleh imigrasi. Maka secara umum mereka dikategorikan sebagai irregular migrant, sampai dengan petugas imigrasi menemukan beberapa pendatang yang
mengaku sebagai refugee. Namun demikian, pemerintah melalui petugas imigrasi, tidak dapat menentukan status mereka sebagai refugee atau bukan. Karenanya
54
UNHCR adalah badan PBB untuk urusan pengungsi nama lengkapnya adalah Kantor Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi
Universitas Sumatera Utara
mereka akan segera menghubungi UNHCR untuk dapat mewawancarai dan memeriksa latar belakang masuknya pengungsi tersebut ke wilayah Indonesia.
Apabila ternyata orang tersebut memenuhi kategori sebagai pengungsi, maka kemudian UNHCR akan membantunya agar dapat diterima oleh negara ketiga.
Selama menunggu kabar baik dari negara ketiga, setiap pengungsi memperoleh berbagai kebutuhan dasar dari UNHCR, termasuk tempat tinggal sementara.
Secara legal seolah-olah tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Tetapi
pada bulan Desember tahun 1950 dengan sesuai resolusi statuta UNHCR 1950 telah diterima oleh Majelis PBB.
55
Dalam resolusi tersebut terdapat suatu seruan agar semua negara anggota PBB memberikan kerjasamanya kepada UNHCR dalam pelaksanaan kedua
mandatnya, yaitu memberikan perlindungan internasional kepada pengungsi dan mencari solusi permanen bagi masalah pengungsi.
Implementasi dari seruan ini adalah bila ada yang mengaku pengungsi atau pencari suaka masuk ke Indonesia, maka kita melaksanakan resolusi tersebut
dengan kerjasama, yaitu dengan cara memberitahukannya kepada UNHCR, sehingga tidak dapat semata-mata dilihat dari sudut pandang keimigrasian.
Resolusi yang telah berumur 54 tahun ini dalam prakteknya di lapangan dianut oleh berbagai bangsa. Resolusi ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional
sehingga semua negara baik pihak maupun bukan pihak mematuhinya.
56
55
Sri Badini Amidjojo,Op.Cit, hal. 40
56
Ibid, hal. 41
Universitas Sumatera Utara
Bagi negara bukan pihak seperti Indonesia, resolusi yang bersifat anjuran tidak memiliki kekuatan yuridis akan tetapi resolusi ini sudah berlangsung lama.
Dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia telah bekerjasama dengan UNHCR sejak tahun 1975, sehingga hal ini menunjukkan bahwa resolusi tersebut
telah menjadi hukum kebiasaan internasional, seperti halnya terjadi bagi negara bukan pihak lainnya.
Dalam resolusi 319A IV tanggal 3 Desember 1949, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB.
Kantor tersebut dibentuk pada 1 Januari 1951 sebagai organ pendamping bagi Mejelis Umum, yang pada awalnya bertugas untuk jangka waktu tiga tahun.
Sejak itu mandat dari UNHCR secara berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan periode sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993.
UNHCR saat ini menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia.Kantor Komisi Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih
dari 100 Negara. Pada 1991 Kantor ini mempunyai staf sekitar 2.300 orang, dan pengeluaran secara keseluruhan di bawah program umum dan program khusus
berjumlah sekitar 865.5 juta dolar AS.
57
Menurut Pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi, tugas utama mereka adalah memberikan perlindungan internasional pada pengungsi, dan mencari jalan
keluar yang tahan lama bagi pengungsi dengan membantu Pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi dengan sukarela, atau integrasi mereka ke
57
Ibid, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat
berkewarganegaraan baru.
Fungsi Komisi
Tinggi diklasifikasikan sebagai “benar-benar non politik” serta “kemanusiaan dan
sosial.” Dalam memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti
disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk:
58
a. Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional untuk
perlindungan pengungsi;
mengawasi pelaksanaannya,
dan mengusulkan amandemen;
b. Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan
mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan; c.
Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau berasimilasi dengan masyarakat negara baru;
d. Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negara-
negara; e.
Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh informasi dari Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam
wilayahnya, serta hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku; f.
Memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan non- pemerintah;
g. Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani
persoalan pengungsi; h.
Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.
58
Buku petunjuk Hukum Pengungsi Internasional, Perlindungan Pengungsi, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
Upaya perlindungan kemudian didiversifikasikan lebih lanjut dalam tahun-tahun setelah perancangan Statuta tersebut.
Orang-orang yang menjadi urusan UNHCR
59
a. Pengungsi menurut Konvensi Pengungsi.
b. Orang-orang yang melarikan diri dari konflik atau gangguan serius
atas ketertiban umum yaitu pengungsi menurut definisi Konvensi OAU dan Deklarasi Kartagena.
c. Orang-orang yang telah kembali ke negara asal yakni mantan
pengungsi. d.
Orang-orang tanpa kewarganegaraan. e.
Orang-orang yang tersingkirkan di dalam negeri dalam beberapa situasi.
2. Menteri Negara Sekretaris Negara RI Dalam UU RI No. 37 Tahun 1999