Ciri-ciri Keluarga Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai Masalah Sosial

2. Keluarga besar Extended Family adalah keluarga Inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan sebagainya. 3. Keluarga brantai Serial Family adalah keluarga yang terdiri dari satu wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. 4. Keluarga Duda Janda Single Family adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. 5. Keluarga berkomposisi Camposite adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama. 6. Keluarga Kabitas Cahabitasion adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tapi membentuk suatu keluarga. Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar extended family karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari beberapa suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.

2.3.1. Ciri-ciri Keluarga

Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Adapun ciri-ciri dari sebuah keluarga di dalam masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Unit terkecil dari masyarakat.

2. Terdiri atas 2 orang atau lebih. 3. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah.

4. Hidup dalam satu rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

5. Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga. 6. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.

7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.

8. Diciptakan untuk mempertahankan suatu kebudayaan.

2.3.2. Fungsi Keluarga Menurut para ahli fungsi keluarga terbagi, sebagai berikut :

1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa. 2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada Universitas Sumatera Utara keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini. 6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. 7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing- masing, dsb. 8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus. Dari berbagai fungsi di atas terdapat 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga lainnya, yaitu : 1. Asih adalah memberikan kasih saying, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. 2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. 3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya Universitas Sumatera Utara

2.4. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Sedangkan rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang. Menurut Hasbianto bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional atau psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga Sugihastuti, 2007:173. Dalam pengertian lain kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan, juga merupakan tindakan diskriminasi. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga UU PKDRT. Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 dijelaskan bahwa “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan tindakan tunggal, akan tetapi Universitas Sumatera Utara merupakan tindakan yang terjadi berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang lama dan terhadap korban yang sama. Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang biasanya terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih memiliki pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi kehangatan, kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat mustahil apabila terjadi suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan bagian dari anggota keluarga dengan pelakunya juga anggota keluarga itu sendiri. Fenomena kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai fenomena gunung es. Hal ini terjadi disebabkan korbannya sebagian besar adalah para perempuan dan anak-anak mereka. Sehingga apabila korban melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan tidak akan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya adalah seorang suami yang merupakan tulang punggung keluarga. Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Tuntutan kebutuhan hidup yang tinggi membuat emosi seseorang mudah terpancing. Apabila hal tersebut tidak dapat diredam, maka suatu tindakan kekerasan atau bahkan penelantaran keluarga oleh seorang suami terhadap kelurganya sangat mungkin terjadi. Kurang tanggapnya keluarga terdekat dan masyarakat sekitar tempat tinggal juga menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dianggap oleh korban sebagai suatu yang normal akibat tidak adanya respon dari lingkungan sekitarnya. Universitas Sumatera Utara

2.4.1. Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai Masalah Sosial

Kekerasan dalam rumah tangga dapat dikatakan sebagai kekerasan yang berbasis gender. Tindakan tersebut terjadi disebabkan sebagian besar korban adalah perempuan yang identik dengan sifat pasif, sedangkan laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah tangga yang memiliki kekuasaan penuh terhadap anggotanya dapat bertindak sesuai keinginannya . Oleh karena itu, kekerasan dalam rumah tangga dalam studi masalah sosial juga dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perpektif masalah sosial, perilaku menyimpang tersebut terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku terhadap berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dianggap menjadi sumber masalah sosial karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur baku tersebut berarti telah menyimpang. Oleh karena itu jalur yang harus dilalui tersebut adalah jalur pranata sosial Soetomo, 2008:94. Kekerasan dalam rumah tangga sangat sulit terungkap, karena masyarakat menganggap bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam sebuah rumah tangga merupakan sesuatu yang sangat privasi dan tidak perlu diketahui oleh masyarakat luas. Tetapi kenyataannya bahwa berbagai kekerasan yang terjadi dalam konteks keluarga merupakan masalah sosial yang tidak dapat dibiarkan, seperti: penganiayaan fisik, seksual, dan emosional terhadap anak-anak, agresi sesama saudara kandung, dan kekerasan dalam sebuah hubungan perkawinan. Universitas Sumatera Utara Hal tersebut di dalam studi perilaku menyimpang diidentifikasikan sebagai penyimpangan tersembunyi atau penyimpangan terselubung. Penyimpangan tersembunyi atau terselubung tersebut adalah perilaku seseorang dalam melakukan perbuatan tercela akan tetapi tidak ada yang bereaksi atau melihatnya, sehingga oleh masyarakat dianggap seolah-olah tidak ada masalah Soekanto dalam Soetomo, 2008:95.

2.4.2. Wujud Perilaku Kekerasan dalam Rumah Tangga