juga berdampak pada aspek-aspek seperti disiplin, sikap mental petani, sikap menghargai sumberdaya alam, rasa kerjasama, terpeliharanya nilai-nilai agama,
adat- istiadat dan budaya sehingga memberikan sumbangan terhadap industri pariwisata di Bali. Instansi-instansi yang banyak memanfaatkan subak untuk
melaksanakan program-programnya, misalnya Dinas Kebudayaan, Dinas Koperasi, Dinas Pendapatan, Dinas Pertanian Dinas Perkebunan, Departemen
Pekerjaan Umum
III. Pemberdayaan Subak Dalam Perspektif Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
Gagasan untuk mengembangkan Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A di Indonesia agar menjadi organisasi ekonomi bukanlah suatu hal yang baru.
Dengan kata lain P3A termasuk Subak perlu dikembangkan yang tidak saja berorientasi pada pengelolaan irigasi, namun juga kegiatan ekonomi. Di Gujarat,
India misalnya, organisasi irigasi telah mampu berperan di luar kegiatan pokoknya sebagai pengelola irigasi, yaitu dalam kegiatan bisnis berupa
pengadaan sarana produksi pertanian, perkreditan, pemasaran hasil-hasil pertanian, pengolahan pascapanen, dan pemberian pelayanan penyuluhan
pertanian Shah and Shah, dalam Sutawan, 2000. Perlunya mengembangkan subak menjadi suatu lembaga ekonomi yang
mampu berperan ganda, yakni bukan saja sebagai pengelola jaringan irigasi tetapi juga dalam kegiatan bisnis ekonomi agribisnis, Sutawan 1998
memberikan alasan-alasan antara lain : a. adanya beban finansial yang harus dipikul oleh subak sebagai akibat implementasi program-program pemerintah,
seperti PIK Penyerahan Irigasi Kecil kepada perkumpulan petani pemakai air dan program IPAIR Iuran Pelayanan Irigasi yang pada dasarnya juga menuntut
subak untuk ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, b. adanya persaingan ekonomi global akibat
diberlakukannya perdagangan bebas menjelang abad ke 21, c. kesenjangan pendapatan yang lebar antara sektor pertanian dan non pertanian, d. adanya
peluang bagi subak untuk melakukan usaha ekonomi sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 tahun 1995, dan e. adanya kebebasan petani dalam
mengusahakan jenis tanaman yang diinginkan sesuai dengan Undang Undang No. 12 tahun 1992.
Jika subak dikembangkan menjadi suatu lembaga ekonomi pedesaan, maka model lembaga tersebut seharusnya tidak akan menggoyahkan sendi-
sendi kehidupan subak, namun justru sedapat mungkin akan dapat menjadikan subak tersebut lebih kuat dan lebih mandiri serta tangguh menghadapi berbagai
tantangan modernisasi, disamping anggota-anggotanya dapat menjadi lebih sejahtera. Kalau subak sampai punah, diyakini kebudayana Bali juga akan
terancam karena subak bersama lembaga sosial lainnya, seperti Banjar dan Desa Adat merupakan tulang punggung kebudayaan Bali.
3.1. Model Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan Pemilikan lahan sawah yang sempit mengakibatkan usahatani sawah
tidak menarik secara ekonomis, karena pengelolaan yang tidak efisien dan tidak dapat memberikan jaminan pendapatan yang layak. Saat ini diperkirakan lebih
dari 10,5 juta 53 rumah tangga petani menguasai lahan kurang dari 0,50 hektar dan lebih dari 6,0 juta 30 menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar
Purba, 2000. Untuk daerah Bali berdasarkan sensus pertanian menunjukkan bahwa jumlah kepala keluarga petani dengan pemilikan lahan kurang dari 0,50
hektar meningkat dari 159.400 1993 menjadi 172.000 1998, sehingga diperkirakan rata-rata pemilikan lahan sawah saat ini hanya 0,30 hektar per
kepala keluarga petani Dinas Pertanian Propinsi Bali, 1999 Fragmentasi lahan sawah diakibatkan oleh berbagai faktor diantaranya
karena : a warisan sejarah, b dinamika internal sistem pewarisan, c campur tangan kebijakan pemerintah, dan d pengaruh modal swasta asing. Sebagai
akibat dari ke empat factor tersebut menyebabkan akses petani terhadap lahan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir menjadi makin lemah.
Departemen Pertanian melalui Menteri Pertanian bulan Mei 2000 mencanangkan grand strategy untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
pengembangan agribisnis, yang dinamakan corporate farming CF. Maksud dan
tujuannya adalah untuk mewujudkan usahatani yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan melalui pengelolaan usahatani secara korporasi, yang pada
akhirnya untuk meningkatkan efisiensi usahatani, meningkatkan pendapatan serta mengembangkan lapangan pekerjaan di pedesaan melalui inovasi
kelembagaan Badan Litbang Pertanian, 2000. Selengkapnya corporate farming yang dimaksud adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi dari suatu kelompok
tani sehamparan dengan lembaga agribisnis melalui perwujudan konsolidasi manajemen usahatani sehamparan dengan tetap menjamin kepemilikan lahan
pada masing- masing petani dalam bentuk “saham” sesuai luas lahan yang
dimiliki. Lahan pertanian yang sempit dikonsolidasikan menjadi hamparan seluas 100
– 150 hektar. Petani-petani diberikan saham yang besarnya sesuai dengan luas lahan yang dimiliki, dengan pembagian keuntungan didasarkan
pada besarnya saham tersebut. Sebagai pengelola usahatani skala besar ini dipilih seorang farm manager dari kelompok tani yang merupakan petani andalan
di tempat itu. Jenis komuditas yang diusahakan adalah hasil kesepakatan bersama dari peserta CF secara musyawarah.
Studi diagnostik
yang dilakukan
oleh Badan
Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 2000 di calon lokasi CF, yaitu subak Klode, Desa Tunjuk Kabupaten Tabanan melaporkan bahwa persepsi petani menyangkut
beberapa parameter kualitatif CF, seperti konsolidasi manajemen on-farm seperti : pembibitan, pengolahan lahan, pengaturan irigasi, pengendalian
organisme pengganggu tanaman, pengadaaan tenaga kerja, panen, dan pemasaran umumnya direspon positif, terutama jika dikaitkan dengan
pengertian bahwa konsep CF merupakan pengembangan konsolidasi manajemen sistem subak. Sedangkan parameter kualitatif yang memeperoleh
renpons negatif adalah jika konsolidasi pengelolaan harus disertai dengan penataan pematang sawah.
Pemberdayaan kelompok tani subak dalam perspektif CF sesuai dengan konsep pemerintah mungkin tidak dapat dilakukan. Sutawan 2000 menyatakan
ada beberapa alasan yang mendasari kenapa konsep ini menjadi tidak cocok jika diterapkan pada subak di Bali, antara lain :
1 Subak pada dasarnya menerapkan prinsip : dari subak, oleh subak, dan untuk subak. Kegiatan-kegiatan subak direncanakan dan dilaksanakan
berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Pekerjaan fisik seperti misalnya pemeliharaan dan perbaikan irigasi, upacara ritual di
tingkat subak pada umumnya dilakukan oleh anggota subak secara gotong royong. Padahal ritual subak merupakan siri khas dari organisasi
irigasi petani di Bali, yang membedakannya dengan organisasi irigasi di tempat-tempat lain di dunia.
2 Para petani pada kebanyakan subak di Bali sebagian besar berstatus penyakap. Jika diterapkan CF di subak, maka banyak petani yang akan
kehilangan pekerjaannya sebab CF sebagai perusahaan modern cenderung akan mengurangi biaya-biaya produksi termasuk upah tenaga
kerja guna memaksimalkan keuntungan perusahaan. Implikasi dari kecenderungan ini adalah kegiatan ritual subak yang memang
memerlukan tenaga dan biaya banyak, mungkin tidak ada lagi, yang berarti subak juga tidak akan ada lagi.
3 Hubungan yang akrab dan bersifat kekeluargaan antara pemilik lahan dan penyakapnya akan terputus
4 Konsolidasi lahan akan mengubah jaringan irigasi subak dan akan berakibat berubahnya pula tatanan yang berkaitan dengan persubakan.
Misalnya, yang menyangkut keanggotaan subak dengan segala hak dan kewajibannya, pengaturan pembagian air irigasi, struktur subak yang
terkait dengan pembagian wilayah subak menjadi beberapa tempek, pembagian tugas dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, dan
lain sebagainya. Semua ini akan mengubah secara total sistem subak yang ada selama ini .
5 Kalau tidak diatur secara tegas bahwa lahan sawah dalam areal subak yang telah menjadi CF itu tidak boleh diperjual belikan, dikhawatirkan
saham-saham akan dikuasai oleh orang-orang yang sama sekali bukan anggota subak. Kalau hal ini terjadi, subak pasti tidak bisa dipertahankan.
Ditambahkan pula bahwa di suatu saat nanti tidak tertutup kemungkinan CF akan dapat juga berkembang di Indonesia apabila kondisinya telah
mendukung. Misalnya, petani-petani sebagian besar telah meninggalkan pekerjaannya sebagai petani karena telah terserap di sektor luar pertanian
sebagai akibat berhasilnya industrialisasi, persentase penduduk desa yang tinggal aktif di sektor pertanian menjadi relatif kecil. Jika kondisi ini terjadi di
Bali maka terbentuknya usahatani skala besar bisa saja terjadi. Di Jepang misalnya, petani-petani dengan luas garapan sempit menyewakan lahannya
kepada mereka yang mampu mengelola usahatani dengan luas garapan besar.
Model lembaga usaha ekonomi apakah yang cocok di terapkan untuk pemberdayaan subak di Bali ?. Dengan pertimbangan-pertimbangan : a.
subak adalah lembaga irigasi petani yang bercorak sosio-religius yang mempunyai kegiatan ritual keagamaan yang sangat banyak dan beragam,
dilakukan secara periodik oleh para petani baik secara individual pada sawah masing-masing maupun secara bersama-sama pada berbagai pura subak,
b kebanyakan petani luas garapannya tergolong sempit, permodalannya terbatas dan posisi tawarnya sangat lemah, maka bentuk lembaga usaha
ekonomi yang perlu dikembangkan adalah “Koperasi Tani”. Koperasi tani sebagai pilihan yang cocok karena koperasi adalah lembaga ekonomi yang
bercorak sosial sedangkan subak adalah juga lembaga yang bercorak sosial . Yang perlu diusahakan adalah bagaimana agar koperasi tani yang dibentuk
mampu berperan sebagai lembaga ekonomi. Selama ini memang petani pada umumnya telah menjadi anggota
Koperasi Unit Desa KUD, namun sejauh ini belum ada subak yang membentuk koperasi sendiri. KUD tidaklah hanya memayungi organisasi
ekonomi petani saja, namun sebagai badan usaha pasti akan memberi pelayanan kepada para anggotanya, yang sebenarnya bukan hanya petani.
Dengan kata lain KUD adalah bukan koperasi para petani. Untuk petani- petani di Bali yang sudah tergabung dalam wadah subak, dan kenyataannya
dapat eksis sejak hampir seribu tahun yang lalu, seharusnya yang didorong
perkembangannya adalah koperasi tani yang berbasiskan subak, bukan KUD yang ada selama ini.
3.2. Upaya-Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Mengembangkan Subak Menjadi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
Mengupayakan agar subak menjadi lembaga usaha ekonomi yang tetap juga melakukan fungsinya sebagai organisasi sosial pengelola irigasi, tentunya
tidaklah mudah. Memberikan peran baru kepada subak yang semula belum pernah dilaksanakan mungkin akan sulit diterima dan memerlukan waktu untuk
memberikan pemahaman, apalagi kenyataannya pengetahuan dan keterampilan sumberdaya manusia anggota subak masih belum memadai.
Seandainya upaya mengembangkan lembaga usaha ekonomi, misalnya koperasi tani pada satu subak secara keseluruhan belum memungkinkan, maka
mungkin dapat diupayakan pembentukan koperasi tersebut pada tingkat tempek bagian subak. Status legal formal koperasi tani tidaklah perlu dipersoalkan,
yang penting anggota dari tempek yang bersangkutan mampu melaksanakan kegiatan agribisnis secara kelompok. Misalnya membeli pupuk, bibit dan sarana
produksi lainnya secara bersama, termasuk misalnya pemasaran hasil panen dilakukan melalui koperasi yang dibentuk tersebut. Dengan cara seperti ini, yaitu
membeli sarana produksi dan menjual hasil panen secara kolektif maka posisi tawar dalam menetapkan harga akan menjadi lebih kuat. Apabila kegiatan ini
berhasil kemungkinan besar akan diikuti oleh tempek-tempek lainnya sehingga suatu saat pembentukan koperasi di tingkat subak secara keseluruhan akan
dapat diwujudkan. Apakah kemudian lembaga usaha ekonomi ini akan disebut koperasi atau nama lain, disilahkan saja subak yang menentukannya,. Yang
penting bahwa subak tersebut telah berperan sebagai koperasi di mana anggota- anggotanya memang merasakan manfaatnya.
Sutawan 2000 menguraikan bahwa upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengembangkan subak menjadi lembaga usaha ekonomi pedesaan
dengan tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai lembaga irigasi yang bercorak sosio-religius, antara lain adalah :
1. Mengupayakan adanya Peraturan Daerah tentang tata ruang yang secara tegas mengatur wilayah atau areal subak-subak yang harus
dipertahankan dilestarikan. Alih fungsi lahan beririgasi untuk pemanfaatan non pertanian pada areal subak agar dilarang,
2. Mencegah agar sumberdaya air seperti danau, sungai, dan lain-lain jangan sampai tercemar oleh limbah industri yang dapat mengancam
keberlanjutan pertanian, dengan mengenakan sanksi hukum yang tegas bagi pelaku pencemaran,
3. Mengupayakan agar subak diberikan status badan hukum. Dengan dimilikinya status badan hukum maka subak akan bisa melakukan
transaksi ekonomi seperti misalnya memperoleh kredit perbankan, membuka rekening bank atas nama subak. Saat ini sejumlah subak telah
menerima status badan hukum dengan cara mendaftarkan awig-awig subak ke kantor Pengadilan Negeri setempat. Supaya tidak terlalu
memberatkan subak, akan lebih baik kalau ditetapkan saja melalui Peraturan Daerah sehingga setiap subak secara otomatis diakui sebagai
badan hukum, 4. Mengadakan berbagai program yang dapat mendukung terciptanya iklim
yang kondusif bagi berkembangnya subak menjadi organisasi lembaga usaha ekonomi, seperti : a. program pelatihan dan pendidikan bagi
petani anggota subak atau sekurang-kurangnya bagi pengurus subak untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam
managemen agribisnis, pembukuan dan kewirausahaan, b. program pemberian kredit, pelayanan informasi pasar, program kemitraan, dan c.
program penyuluhan teknologi budidaya untuk berbagai jenis tanaman terutama tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi.
5. Membuat pilot proyek di beberapa subak dalam bentuk penelitian aksi partisipatori participatory action research dalam upaya mengembangkan
subak yang berorientasi agribisnis.
Ada beberapa kendala dalam pembentukan lembaga usaha ekonomi unit usaha ekonomi yang berbasis subak, yang meliputi : a kendala internal seperti
sistem maanjemen yang sangat sederhana, sumber daya manusia yang pengetahuan serta keterampilannya masih kurang, sifat organisasi yang sisio-
religius, dan kurangnya jiwa kewirausahaan, b kendala eksternal, berupa rendahnya kepercayaan penyandang dana Bank dan adanya persaingan dan
lemahnya penguasaan terhadap informasi pasar. Untuk itu diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan upaya-upaya untuk mempersiapkan tenaga yang
professional. Dukungan nyang diperlukan, meliputi : o
Pengakuan terhadap status badan hukum dalam usaha ekonomi. Subak dalam menjalankan perannya sebagai lembaga usaha ekonomi memerlukan
adanya status badan hukum agar memungkinkan subak mengakses ke berbagai lembaga pembiayaan dan instansi terkait yang dapat menyediakan
fasilitas pengembangan usaha o
Bantuan permodalan. Investasi dan modal kerja sangat diperlukan dalam menangkap berbagai peluang usaha yang ada.
o Bantuan sarana usaha. Sarana usaha yang diperlukan dapat terdiri dari
fasilitas usaha seperti : bangunan toko dan gudang, peralatan produksi yang langsung dapat digunakan untuk kegiatan usaha. Karena subak merupakan
pelaku baru yang bergerak dalam usaha ekonomi, maka dukungan ini sangat diperlukan untuk memotivasi dan mengawali usaha oleh subak. Oleh
karenanya diperlukan kesungguhan dari pengurus subak untuk melakukan pendekatan kepada instansi Pembina yang diharapkan dapat menyediakan
fasilitas tersebut. o
Pelatihan keterampilan manajemen usaha. Subak sangat memerlukan dukungan dari instansi terkait dalam bentuk program pelatihan keterampilan
manajemen usaha, yang dapat berupa : a. pelatihan manajemen usaha kecil, untuk memberikan pengetahuan dan wawasan berpikir yang lebih luas
kepada pengurus subak mengenai bagaimana mengelola suatu kegiatan usaha, b pelatihan penyusunan studi kelayakan usaha, untuk membekali
pengurus atau tenaga pelaksana usaha dengan keterampilan dalam
merencanakan kegiatan usaha yang layak untuk dijalankan, c pelatihan pembukuan keuangan akuntansi praktis bagi tenaga pelaksana kegiatan
usaha kecil, untuk memebekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan akuntansi kegiatan usaha.
o Dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Dukungan dari pemerintahan
desa dan masyarakat sangat diperlukan untuk menumbuhkan berbagai kegiatan usaha yang dijalankan. Dengan adanya dukungan tersebut maka
akan sangat memudahkan dalam menggerakkan partisipasi dari masyarakat petani anggota sehingga akhirnya mereka ikut memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan usaha yang akan dijalankan oleh subak.
IV. Pengembangan dan