Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kokro mempunyai iman dalam hatinya. Ia menjelaskan pada Naya untuk tidak mengkhawatirkan dirinya dan
Eca, karena mereka percaya akan hadirnya mukjizat Tuhan. Kekuatan yang dimaksud Kokro adalah kekuatan dari Tuhan. Kokro percaya bahwa Tuhan
akan selalu melindungi dan member kekuatan untuk bisa tabah menjalani pencobaan ini.
4.2.8 Kelemahlembutan
Lemah lembut artinya tidak membalas dendam. Akar kata lemah lembut mengandung arti “seseorang yang telah dijinakkan dan tidak
melakukan kehendaknya sendiri”. Seorang yang lemah lembut rela menanggung hajaran-hajaran dari Allah. Kelmahlembutan adalah penerimaan
yang kudus dan dengan suka cita atau situasi-situasi yang ada. Yesus menerima kehendak Bapa-Nya tanpa adanya sikap menolak. Ia adalah seperti
seekor anak domba yang dibawa ke hadapan para pencukurnya Yesaaya 53:7; Mazmur 39:13. Kelemahlembutan tidak membalas dendam baik dalam
pikiran Maupun dalam perbuatan Amsal 24:29. “Saya datang kepada Pak Kokro, karena suami saya ketakutan.
Tak bisa tidur, ada suara sedikit saja takut. Selalu gelisah. “Maafkan kami, Pak Kokro.”
Kokro mengangguk, dan mengatakan bahwa sejak awal ia tak begitu mempersoalkan. H: 107.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kokro mempunyai hati yang lemah lembut. Ia tidak dendam meskipun Adam, wartawan daerah itu telah membuat
kesalahan dengan memasang berita yang mengenai Eca berdoa di depan patung Bunda Maria. Kokro tidak mepermasalhkan hal itu, meskipun isi dari
berita yang dibuat oleh Adam tidak enak dibaca. Justru Naya lah yang emosi dan menghajar Adam habis-habisan. Hingga akhirnya Adam ketakutan dan
istrinya memintakan maaf atas semua kejadian itu. Istri Adam juga memohon pada Kokro untuk meminta maaafkan kepada Naya, karena ia takut. Hal ini
bisa terlihat bahwa Kokro mempunyai hati yang lemah lembut, tidak mendendam dan mau memaafkan kesalahan orang lain.
4.2.9 Penguasaan diri
Penguasaan diri itu “kemampuan untuk menahan diri.” Ini adalah sebuah pengendalian atas semua hawa nafsu kita oleh kuasa Roh Kudus.
Penguasaan diri palsu itu adalah penyangkalan diri yang dihasilkan oleh kedagingan atau dikuatkan oleh kuasa dari suatu roh religious. Legalisme,
penyangkalan diri, dan pemantangan yang kaku adalah suatu usaha untuk memperoleh perkenaan Allah dan mendapatkan perkembangan rohani.
“Kami berdua tumbuh bersamaan, usia tak jauh berbeda. Tak sampai tiga tahun. Tapi kami berbeda. Mas Kokro adalah
contoh yang baik, lurus, benar, tak pernah menimbulkan masalah. Ketika Bapak ditembak karena dianggap menghasut
para kuli, Masa Kokro tenang sekali dan tidak mempersoalkan apa-apa. Ternyata begitu seterusnya.” H: 76.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kokro adalah orang yang bisa menguasai dirinya. Kokro bisa menahan emosinya dengan baik ketika ia tahu
bahwa Bapaknya ditembak. Ia tidak pernah mempersoalkan akan hal itu. Dengan tabah dan sabar ia bisa menguasai dirinya untuk tidak balas dendam
dan bisa menerima semua kenyataan ini. Kokro berusaha menyembunyikan perasaannya. Ia merasa
sangat menguasai diri untuk hal semacam itu. Sebagaimana dulu ia mampu menahan perasaan, emosinya, teriakannya,
jeritannya, ketika melihat kedua orang tuanya diseret, ketika mendengar kedua orang tuanya berada dalam penyiksaan,
ketika mendengar kedua orang tuanya ditembak mati, ketika ia dan Naya pingsan-siuman-pingsan lagi-siuman kembali karena
kelaparan. Ketika akhirnya menemukan sebungkus nasi basi, mengambilnya, siap memakan, dan nasi bungkus sisa itu
dirampas dan dibuang.
Kokro merasa mampu meredam perasaan yang sebenarnya. Sekurangnya Naya pernah mengatakan begitu. H: 112-113.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kokro mempunyai hati yang bisa menguasai dirinya sendiri. penderitaan yang begitu luar biasa, namun Kokro
dengan tabah bisa menahan emosinya dan menguasai dirinya. Naya sendiri mengakui bahwa Kokro bisa menguasai dirinya sendiri. berbeda dengan Naya
yang selalu emosional jika ada yang memancing emosinya.
4.3 Cara Penyampaian Nilai Kristiani dalam Novel Horeluya Karya Arswendo Atmowiloto