20
III. TEORI PERPINDAHAN MOMENTUM, ENERGI DAN MASSA SECARA SIMULTAN
3.1. Pendahuluan
Pengeringan adalah suatu cara untuk menguapkan atau menghilangkan sebagian air yang terkandung dalam bahan melalui proses penguapan dengan
menggunakan energi panas. Kandungan air tersebut dikurangi sampai batas kadar air keseimbangan dengan udara normal disekitarnya, sehingga mikroorganisme,
jamur tidak dapat tumbuh lagi didalamnya Henderson and Perry, 1976. Pengeringan bahan pangan umumnya bertujuan untuk mengawetkan bahan
yang mudah rusak sehingga mutu dapat dipertahankan selama penyimpanan. Proses pengeringan terjadi melalui penguapan air, cara ini dilakukan dengan
menurunkan kelembaban nisbi udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari pada tekanan uap air di
udara. Perbedaan tekanan ini menyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara. Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan
pangan adalah sifat fisik dan kimia bahan, pengaturan geometris bahan dalam alat pengering, sifat fisik lingkungan dan karakteristik alat pengering. Sifat fisik dan kimia
bahan meliputi bentuk, ukuran, komposisi dan kadar airnya. Pengaturan geometris bahan berhubungan dengan permukaan alat atau media pemindah panas,
sedangkan sifat fisik lingkungan dan karakteristik pengering meliputi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan efisiensi perpindahan panas.
Masalah utama yang timbul dalam proses pengeringan yang kurang baik adalah penurunan kualitas seperti distribusi kadar air yang besar, kerusakan akibat
jamur atau perubahan biokimia yang tidak diinginkan. Bila distribusi aliran udara tidak merata akan menyebabkan laju pengeringan bahan juga tidak merata.
21 Hal ini dapat mengakibatkan kandungan air yang terdapat dalam produk tidak
merata dan berbeda antar bagian produk yang dikeringkan. Pendistribusian aliran udara merupakan salah satu masalah yang timbul pada
proses pengeringan, terutama pada pengeringan tipe rak Charm, 1978. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikembangkan dan dikaji proses penguapan air dalam
bahan dengan cara mempelajari mekanisme perpindahan momentum, energi dan massa secara simultan berdasarkan teori boundary layer dari udara panas yang
dilewatkan secara sejajar pada permukaan bahan yang dikeringkan. Penentukan parameter model struktural dari lapisan kering pada proses
penguapan air yang tepat, sangat membantu mengurangi masalah yang timbul pada saat
sistem beroperasi,
termasuk distribusi
aliran udara
pengering.. Berdasarkan uraian diatas, dalam proses penguapan air bahan pengeringan
sangat diperlukan kondisi operasi proses dalam hal ini suhu, kecepatan dan RH seragam selama proses berlangsung.
Pada sistem termal yang menyangkut proses penguapan air bahan selalu didekati dengan menyusun persamaan keseimbangan momentum, energi dan
massa yang dalam penerapannya berlangsung secara simultan dalam bentuk rumusan model matematika sehingga dapat dilakukan kajian simulasi untuk
mendapatkan kondisi operasi yaitu suhu, kecepatan dan RH yang seragam selama proses pengeringan.
3.2. Teori Lapisan Batas
Untuk mendapatkan model atau persamaan tebal lapisan batas boundary
layer pada sebuah flate plate plat datar seperti terlihat pada Gambar 5-1 Brodkey and Harry, 1989.
22 Bila fluida mengalir sepanjang suatu permukaan, baik alirannya laminar
maupun turbulen, gerakan partikel-partikel fluida didekat permukaan diperlambat oleh adanya gaya-gaya viskos. Partikel-partikel fluida yang berbatasan dengan
permukaan melengket pada permukaan itu dan mempunyai kecepatan nol relatif terhadap batas. Pengaruh gaya-gaya viskos yang berasal dari perbatasan itu
meluas ke dalam fluida, tetapi pada jarak dekat dari permukaan tersebut kecepatan partikel-partikel fluida mendekati kecepatan aliran bebas yang tidak terganggu.
Fluida yang terdapat dalam daerah yang berperubahan kecepatan yang besar itu disebut lapisan batas
boundary layer Kreith, 1973. Pada dasarnya lapisan batas membagi medan aliran disekitar sebuah benda
kedalam dua wilayah, yaitu sebuah lapisan tipis yang menutupi permukaan benda dimana gradien kecepatan besar serta gaya viskos besar, dan sebuah daerah diluar
lapisan ini dimana kecepatan hampir sama dengan kecepatan aliran bebasnya dan pengaruh viskos dapat diabaikan.
Bentuk profil kecepatan di dalam lapisan batas tergantung pada jenis alirannya, bila dianggap fluidanya adalah udara yang mengalir melewati sebuah plat
datar yang ditempatkan dengan permukaannya sejajar terhadap aliran udara, maka pada tepi depan
leading edge plat, hanya partikel-partikel fluida yang langsung bersinggungan dengan permukaan tersebut yang menjadi lambat gerakannya,
sedangkan fluida lainnya terus bergerak dengan kecepatan aliran bebas free
stream yang tidak terganggu di depan plat. Bergeraknya fluida sepanjang plat, menyebabkan semakin banyak terhambatnya gaya-gaya geser fluida sehingga
ketebalan lapian batas akan bertambah Kreith, 1973.
23 Gambar 3-1. Profil-profil kecepatan untuk lapisan batas laminar dalam
aliran melewati plat datar.
Dimana kecepatan udara pada lapisan batas mencapai 99 persen dari nilai kecepatan aliran uadara bebas
∞
u
, sehingga tebal lapisan batas hidrodinamik sebagai jarak dari permukaan sampai titik dimana kecepatan lokal u
x
mencapai 99 persen dari nilai kecepatan aliran bebas
∞
u
. Peralihan bentuk aliran fluida dari tepi depan sampai titik dimana lapisan
batas menjadi turbulen tergantung pada kontur permukaan, kekasaran permukaan, tingkat gangguan, dan perpindahan panas. Untuk aliran yang tenang dan tidak ada
gangguan maka aliran laminar dapat bertahan pada lapisan batas dengan bilangan Reynold sebesar 5 x 10
6
Brodkey and Harry, 1989, jika permukaan plat kasar atau aliran sengaja diberi gangguan, maka aliran dapat menjadi turbulen pada bilangan
Reynold 8 x 10
4
. Dalam kondisi rata-rata aliran yang melewati plat datar menjadi turbulen, bilangan Reynold lokal besarnya sekitar 5 x 10
5
Kreith, 1973, Prijono, 1999
Daerah aliran bebas v
x
= v
∞
v
y
= v
x
τ
ο
T
w
, C
A, ∞
u
∞
T
∞
C
A ∞
u
x
u
x
y y
u
x
=0.99u
∞
u
x
=0.99u
∞
u
x
= u
∞
u
x
= u
∞
Boundary Layer
x L
x Y
X
24
3.3. Pendekatan Teoritis