Tabel 25  Sebaran contoh dan statistik kategori manajemen waktu
Kategori Manajemen Waktu KM n=31
KTM n=37 Total n=68
n n
n
Rendah 0-33.3 31
100 28
75.7 59
86.8
Sedang 33.4-66.6 9
24.3 9
13.2 Tinggi 66.7-100
Min-max 3.95-28.95
3.95-65.79 3.95-65.79
Rataan ± SD 13.32±6.81
23.93±14.06 19.09±12.46
Nilai uji p 0.000
nyata pada p0.01
Rendahnya  skor  manajemen  waktu  diduga  karena  contoh  memiliki persepsi yang  menganggap waktu sebagai suatu sistem yang berputar dimana
kejadian  yang  sama  akan  berulang  menurut  pola  sirkulasi.  Hal  ini  terbukti  dari adanya  pengakuan  contoh  yang  tidak  suka  melakukan  perencanaan  karena
setiap hari  melakukan  rutinitas  yang  sama. Salah  seorang  contoh dari  keluarga miskin  mengaku  bahwa  dirinya  tidak  pernah  membuat  perencanaan  waktu
karena  aktivitas  sehari-hari  yang  dilakukan  tidak  pernah  berubah.  Begitu  pula yang  diungkapkan  salah  seorang  contoh  dari  keluarga  tidak  miskin,  contoh
menyebutkan bahwa dirinya sudah memiliki pola waktu tertentu dalam menjalani aktivitas  sehari-hari  sehingga  merasa  tidak  perlu  membuat  perencanaan  dalam
menggunakan  waktu.  Hal  ini  berdampak  pada  sangat  mudahnya  contoh mengubah perencanaan waktu ketika ada hal-hal yang tidak terduga.
Dalam  penelitian  ini,  penggunaan  waktu  dibagi  menjadi  lima  jenis,  yaitu waktu produktif untuk bekerja, waktu subsisten untuk kegiatan pribadi, waktu
antara waktu yang digunakan selama perjalanan ke tempat kerja, waktu luang, dan  waktu  yang  digunakan  untuk  melakukan  aktivitas  rumahtangga  domestik.
Berdasarkan  pembagian  waktu  tersebut,  ditemukan  bahwa  terdapat  proporsi yang  sama  antara  waktu  produktif  keluarga  miskin  dengan  tidak  miskin.
Meskipun  demikian  keluarga  tidak  miskin  mengalokasikan  waktu  lebih  banyak 29.1 untuk kegiatan domestik dibandingkan dengan keluarga miskin 20.5.
Jika  melihat  pada  pekerjaan  keluarga,  hampir  separuh  contoh  pada  keluarga tidak  miskin,  tidak  bekerja  ibu  rumah  tangga,  sehingga  persentase  aktivitas
domestik lebih besar.  Bagi contoh  yang bekerja,  mereka  memiliki peran  ganda, yaitu  sebagai  pencari  nafkah  dan  pengelola  rumahtangga,  sehingga  meskipun
bekerja  mereka  tetap  mengupayakan  untuk  menyelesaikan  kegiatan  rumah tangga,  seperti  menyiapkan  sarapan  keluarga,  mengasuh  anak,  membereskan
rumah,  dan  lain-lain.  Contoh  keluarga  tidak  miskin  menghabiskan  waktu  untuk
perjalanan ke tempat kerja 8 kali lebih banyak dibandingkan keluarga miskin. Hal ini  terjadi  karena  jarak  tempuh  antara  rumah  dan  kantor  keluarga  miskin  lebih
dekat  dibandingkan  keluarga  tidak  miskin.  Keluarga  miskin  mengalokasikan waktu lebih banyak untuk kegiatan pribadi 42 dibandingkan dengan keluarga
tidak  miskin  38.9.  Dengan  demikian,  waktu  luang  keluarga  miskin  lebih banyak 22.9 dibandingkan dengan keluarga tidak miskin 13.9.
Manajemen Keuangan
Raines  dalam  Simanjuntak  2010  menyebutkan  bahwa  manajemen keuangan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam penelitian ini
tahap  merencanakan  meliputi  membuat  dan  menuliskan  perencanaan penggunaan  uang  setiap  bulan.  Tahap  implementasi  meliputi  menghitung
perkiraan  biaya  hidup  sehari-hari,  merujuk  pada  rencana  sebelum  membeli sesuatu,  mencatat  biaya  pengeluaran,  berusaha  menabung,  dan  memasukkan
uang  ke  dalam  amplop-amplop  yang  sudah  dikategorikan.  Adapun,  tahap evaluasi mencakup evaluasi rutin dan menyeluruh serta membandingkan antara
penerimaan dan pengeluaran. Tabel 26
Sebaran contoh dan koefisien uji beda indikator manajemen keuangan
No Indikator Manajemen Keuangan
KM n=31
KTM n=37
Uji Beda p
1 Membuat perencanaan keuangan setiap bulannya
41.9 64.9
0.060 2
Menuliskan perencanaan keuangan setiap bulan 0.0
29.7 0.000
3 Menghitung perkiraan biaya hidup sehari-hari
71.0 73.0
0.857 4
Merujuk pada rencana sebelum membeli sesuatu 54.8
86.5 0.005
5 Mencatat biaya pengeluaran
0.0 35.1
0.000 6
Berusaha menabung 19.4
91.9 0.000
7 Memasukkan uang ke dalam amplop-amplop yang
sudah dikategorikan 77.4
78.4 0.926
8 Mengevaluasi pengeluaran secara rutin
menyeluruh 9.7
64.9 0.000
9 Membandingkan penerimaan  pengeluaran
87.1 86.5
0.942
nyata pada p0.01
Kurang  dari  separuh  41.9  keluarga  miskin  membuat  perencanaan keuangan, namun tidak ada yang menuliskan perencanaan tersebut Tabel 26.
Berbeda  halnya  dengan  keluarga  tidak  miskin,  lebih  dari  separuh  64.8 membuat perencanaan keuangan dan 29.7 persen menuliskannya. Berdasarkan
pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga tidak miskin melakukan tahap perencanaan yang lebih baik dibandingkan keluarga miskin.
Persentase  keluarga  miskin  dengan  tidak  miskin  yang  menghitung perkiraan biaya hidup sehari-hari tidak berbeda jauh, yaitu 71.0 persen keluarga
miskin dan 73.0 persen keluarga tidak miskin. Sebagian besar 86.5 keluarga tidak  miskin  merujuk  pada  rencana  sebelum  membeli  sesuatu,  sedangkan
persentase keluarga miskin yang melakukan hal tersebut lebih rendah yaitu 54.8 persen.  Lebih  dari  sepertiga  35.1  keluarga  tidak  miskin  mencatat  biaya
pengeluaran, sedangkan tidak ada keluarga miskin yang melakukan hal tersebut. Persentase  jumlah  contoh  keluarga  miskin  dengan  keluarga  tidak  miskn  yang
berusaha  menabung,  berbeda  jauh.  Hampir  seluruh  91.9  keluarga  tidak miskin berusaha menabung, sedangkan hanya 19.4 persen yang melakukan hal
tersebut.  Oleh  karena  itu,  tahap  pelaksanaan  manajemen  keuangan  keluarga tidak miskin lebih baik dibandingkan keluarga tidak miskin.
Lebih  dari  separuh  64.9  keluarga  tidak  miskin  mengevaluasi pengeluaran  secara  rutin  dan  menyeluruh,  sedangkan  hanya  sebagian  kecil
9.7  keluarga  miskin  yang  melakukan  hal  tersebut.  Meskipun  demikian sebagian  besar  87.1  keluarga  miskin  membandingkan  penerimaan  dan
pengeluaran. Begitu pula dengan keluarga tidak miskin, sebagian besar 86.5 membandingkan penerimaan dan pengeluaran.
Berdasarkan  hasil  uji  beda  pada  setiap  indikator  manajemen  keuangan, diperoleh 5 indikator yang berbeda nyata antara kedua kelompok contoh. Kelima
indikator tersebut adalah: 1 menuliskan perencanaan keuangan setiap bulan, 2 merujuk  pada  rencana  sebelum  membeli  sesuatu,  3  mencatat  biaya
pengeluaran, 4 berusaha menabung, dan 5 mengevaluasi pengeluaran secara rutin dan menyeluruh.
Tabel 27  Sebaran contoh dan statistik kategori manajemen keuangan
Kategori Manajemen Keuangan KM n=31
KTM n=37 KM n=31
N n
n
Rendah 0-33.3 28
90.3
17
45.9
45
66.2
Sedang 33.4-66.6 3
9.7 16
43.2 19
27.9 Tinggi 66.7-100
0.0 4
10.8 4
5.9 Min-max
0.0-41.7 5.6-88.9
0.0-88.9 Rataan ± SD
21.1±10.6 41.7±21.0
32.3±19.8 Nilai uji p
0.000
nyata pada p0.01
Berdasarkan  Tabel  27  dapat  disimpulkan  bahwa  secara  keseluruhan sebanyak 66.2 persen contoh memiliki skor manajemen keuangan yang rendah.
Hampir  seluruh  keluarga  miskin  dan  hampir  separuh  keluarga  tidak  miskin memiliki  skor  manajemen  keungan  yang  rendah.  Meskipun  demikian,  hasil  uji
beda  rataan  t-test  menunjukkan  bahwa  terdapat  perbedaan  nyata  antara
manajemen  keuangan  keluarga  miskin  dan  tidak  miskin.  Nilai  rataan  keluarga tidak  miskin  lebih  besar  dibandingkan  keluarga  miskin.  Hal  ini  menunjukkan
bahwa meskipun keluarga tidak miskin memiliki skor manajemen keuangan yang rendah,  namun  manajemen  keuangan  keluarga  tidak  miskin  lebih  baik
dibandingkan  dengan  keluarga  miskin.  Keterbatasan  sumberdaya  uang  yang dimiliki  dan  orientasi  masa  kini  yang  dianut  reponden  keluarga  miskin  diduga
menyebabkan  contoh  kurang  melakukan  pengelolaan  keuangan.  Secara  umum pekerjaan contoh adalah pembantu rumahtangga yang memiliki pendapatan per
bulan berkisar antara Rp 150 000 sampai Rp 400 000. Dengan penghasilan yang minim  mereka  memiliki  pilihan  yang  terbatas  dalam  menggunakan  uang
sehingga mereka merasa tidak perlu melakukan manajemen keuangan. Orientasi masa  kini  yang  dianut  contoh  menyebabkan  contoh  menganggap  kurang  perlu
melakukan  manajemen  keuangan.  Adapun,  pada  keluarga  tidak  miskin, kurangnya  pengelolaan  sumberdaya  keuangan  diduga  karena  contoh  merasa
memiliki  sumberdaya  yang  melimpah  sehingga  merasa  ‘aman’  dan  ‘mudah’ dalam  memenuhi  keinginan  meskipun  tidak  melakukan  manajemen  keuangan.
Jika  merujuk  pada  hasil-hasil  penelitian  sebelumnya,  cukup  banyak  penelitian yang  menyebutkan  bahwa  tingkat  manajemen  keuangan  keluarga  tergolong
rendah. Misalnya hasil penelitian Samon 2005, Firdaus dan Sunarti 2009, dan Simanjuntak 2010.
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Skor manajemen sumberdaya keluarga diperoleh dari total skor komposit manajemen  sumberdaya  manusia,  manajemen  waktu,  dan  manajemen
keuangan.  Hasil  tabulasi  silang  menunjukkan  bahwa  hampir  seluruh  keluarga miskin memiliki skor manajemen sumberdaya keluarga yang rendah, sedangkan
lebih  dari  separuh  keluarga  tidak  miskin  memiliki  skor  manajemen  sumberdaya keluarga dengan kategori sedang Tabel 28.
Tabel  28    Sebaran  contoh  dan  statistik  kategori  manajemen  sumberdaya keluarga
Kategori Manajemen Sumberdaya Keluarga
KM n=31 KTM n=37
Total n=68 N
n n
Rendah 0-33.3 30
96.8 14