Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

(1)

Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa

Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

SKRIPSI

Oleh

Ernawati Sitorus 111101082

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa

Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

SKRIPSI

Oleh

Ernawati Sitorus 111101082

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Judul : Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Nama : Ernawati Sitorus NIM : 111101082

Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015

ABSTRAK

Erupsi gunung merupakan salah satu bentuk bencana yang sering menimbulkan beban psikologis dan sosial pada masyarakat sekitarnya. Kondisi ini merupakan masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar populasi pada penelitian sebanyak 3.000 orang dewasa dan yang menjadi sampel sebanyak 97 orang dewasa yang dibagi kedalam dua kategori yaitu usia dewasa awal (48 orang) dan usia dewasa menengah (49 orang). Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah teknik purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon psikososial pada usia dewasa awal mengalami respon positif yakni sebanyak 47 responden (97,9%) dan hal yang sama terjadi pada usia dewasa menengah yaitu sebanyak 48 responden (98,0%) mengalami respon positif pasca erupsi. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung positif. Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini supaya menggunakan instrumen penelitian yang lebih sesuai..


(6)

Title of the Thesis : Adults’ Psychosocial Response in the Post-Mount Sinabung Eruption at Batu Karang Village, Payung Subdistrict, Karo District

Name of Student : Ernawati Sitorus Std. ID Number : 111101082

Program : S1 (Undergraduate) Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Mount eruption is one of disasters which cause psychosocial burden for the people around it. This condition is a psychosocial problem which changes individual life psychologically and socially. The objective of the research was to describe adults’ psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption at Batu Karang village, Payung Sibdistrict, Karo District. The research used descriptive method. The population was 3,000 adults, and 97 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. They were divided based on their age: 48 young adults and 49 middle adults. The result of the research showed that 47 respondents (97.9%) of young adults had positive psychosocial response and 48 respondents (98%) of middle adults also had positive response in the post-eruption. The conclusion of the research was that adult’s psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption was positive. It is recommended that the next researches, related to the title of the thesis, should use more appropriate research instruments.


(7)

PRAKATA

Segala hormat, puji, dan kemuliaan bagi Allah yang telah memberikan anugrahNya kepada penulis hingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah “Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Didalam penyusunan sripsi ini peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan, keterangan dan data-data baik secara tulis maupun secara lisan, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II, Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.

3. Ibu Wardiyah Daulay, S.kep, Ns, M.kep selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu menyediakan waktu untuk membimbing penulis, selalu memberikan arahan dan masukan serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ismayadi, Skep, Ns, Mkes, CWCCA, CHt.N selaku dosen penguji I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.


(8)

5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, Mkep selaku dosen penguji II yang telah menyediakan waktu untuk memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

6. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.kep, selaku dosen pembimbing akademik, seluruh dosen dan pegawai Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingannya selama masa perkuliahan.

7. Bapak Walter, S.kep, Ns, M.Kep, Sp.KepJ yang telah bersedia memberikan waktu dan bimbingan dalam perbaikan instrumen penelitian ini.

8. Teristimewa kepada orang tua tercinta Alm. Bapak B. Sitorus dan Ibu P. Butar-Butar yang telah memberikan motivasi, doa, kasih sayang bimbingan, dan dukungan dana bagi penulis. Terima kasih untuk saudara/i terkasih: Railon Tua Sitorus, Redis Sitorus, Candro Sitorus, Alponso. F Sitorus, dan Luxber Sitorus serta seluruh keluarga besar.

9. Teman-teman dalam pelayanan UKM KMK USU (Kelompok Kecil, Kelompok Tumbuh Bersama dan Koordinasi).

10.Seluruh mahasiswa/i S-1 Keperawatan stambuk 2011.

11.Seluruh responden di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo yang telah memberikan partisipasinya dalam penyelesaikan penelitian.

Semoga Allah yang penuh dengan kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah mendukung penulis. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhususnya di bidang keperawatan.

Medan, Juli 2015

Penulis

Ernawati Sitorus NIM: 111101082


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Prakata ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Skema ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Tujuan Penelitian ... 5

1. 3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1. 4 Manfaat Penelitian ... 6

1. 4. 1 Bagi Pedidikan Keperawatan ... 6

1. 4. 2 Bagi Pelayanan Keperawatan ... 6

1. 4. 3 Bagi Penelitian Keperawatan ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2. 1 Konsep Usia Dewasa ... 8

2.1.1 Pengertian Usia Dewasa ... 8

2.1.2 Pembagian Usia Dewasa ... 8

2.1.3 Ciri-ciri Usia Dewasa ... 9


(10)

2.3 Perubahan Pada Usia Dewasa Awal ... 13

2.3.1 Perubahan Fisik ... 13

2.3.2 Perubahan Kognitif ... 13

2.3.3 Perubahan Psikososial ... 14

2.3.4 Kesehatan Psikososial ... 16

2.4 Perubahan Pada Dewasa Menengah ... 18

2.4.1 Perubahan Fisik ... 18

2.4.2 Perubahan Kognitif ... 19

2.4.3 Perubahan Psikososial ... 19

2.4.4 Kesehatan Psikososial ... 22

2.5 Bencana Alam ... 23

2.5.1 Pengertian Bencana Alam ... 23

2.5.2 Jenis-jenis Bencana Alam ... 23

2.5.3 Dampak Bencana Alam ... 25

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 30

3.1 Kerangka Penelitian ... 30

3.2 Definisi Operasional ... 31

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 33

4.1 Desain Penelitian ... 33

4.2 Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling ... 33

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4.4 Pertimbangan Etik ... 35

4.5 Instrumen Penelitian ... 37

4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 39


(11)

4.8 Analisa Data ... 41

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Hasil Penelitian ... 43

5.1.1 Karakteristik Responden Usia Dewasa Awal dan Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Data Demografi ... 43

5.1.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung ... 45

5.1.2.1 Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung ... 45

5.1.2.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Pasca Erupsi Sinabung ... 46

5.2 Pembahasan ... 47

5.2.1 Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung ... 47

5.2.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Pasca Erupsi Sinabung ... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1 Kesimpulan ... 54

6.2 Saran ... 54

6.3 Keterbatasan Penelitian ... 55


(12)

LAMPIRAN

1. Inform consent ... 60

2. Instrumen Penelitian ... 62

3. Rincian Dana ... 66

4. Hasil Uji Reliabilitas Usia Dewasa Awal ... 67

5. Hasil Uji Reliabilitas Usia Dewasa Menengah ... 70

6. Master Data ... 73

7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pernyataan Per Item Usia Dewasa Awal ... 80

8. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pernyataan Per Item Usia Dewasa Menengah ... 82

9. Distribusi Frekuensi Data Demografi Usia Dewasa Awal ... 84

10. Distribusi Frekuensi Data Demografi Usia Dewasa Menengah ... 87

11. Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Berdasarkan Per Pernyataan ... 90

12. Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Per Pernyataan ... 96

13. Surat Validitas ... 103

14. Surat Etik ... 104

15. Surat Pengantar Pengambilan Data ... 105

16. Surat Uji Reliabilitas ... 106

17. Surat Balasan pengambilan Data ... 107

18. Surat Pengantar Uji Reliabilitas ... 108

19. Validitas Instrumen ... 109

20 . Riwayat Hidup ... 114

21. Abstrak ... 115

22 . Bukti Bimbingan ... 116


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Definisi Operasional ... 31 Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden usia dewasa

awal dan usia dewasa menengah di desa Batu Karang Kecamatan

Payung Kabupaten Karo ... 44 Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi respon psikososial usia dewasa awal pasca erupsi

Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo ... 46 Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi dan persentase pernyataan per item usia dewasa awal

... 46 Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi respon psikososial usia dewasa menengah pasca

erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten

Karo ... 48 Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi dan persentase pernyataan per item usia dewasa


(14)

DAFTAR SKEMA


(15)

Judul : Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Nama : Ernawati Sitorus NIM : 111101082

Program : Sarjana Keperawatan Tahun : 2015

ABSTRAK

Erupsi gunung merupakan salah satu bentuk bencana yang sering menimbulkan beban psikologis dan sosial pada masyarakat sekitarnya. Kondisi ini merupakan masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikologis maupun sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif. Besar populasi pada penelitian sebanyak 3.000 orang dewasa dan yang menjadi sampel sebanyak 97 orang dewasa yang dibagi kedalam dua kategori yaitu usia dewasa awal (48 orang) dan usia dewasa menengah (49 orang). Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah teknik purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon psikososial pada usia dewasa awal mengalami respon positif yakni sebanyak 47 responden (97,9%) dan hal yang sama terjadi pada usia dewasa menengah yaitu sebanyak 48 responden (98,0%) mengalami respon positif pasca erupsi. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung positif. Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini supaya menggunakan instrumen penelitian yang lebih sesuai..


(16)

Title of the Thesis : Adults’ Psychosocial Response in the Post-Mount Sinabung Eruption at Batu Karang Village, Payung Subdistrict, Karo District

Name of Student : Ernawati Sitorus Std. ID Number : 111101082

Program : S1 (Undergraduate) Nursing

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Mount eruption is one of disasters which cause psychosocial burden for the people around it. This condition is a psychosocial problem which changes individual life psychologically and socially. The objective of the research was to describe adults’ psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption at Batu Karang village, Payung Sibdistrict, Karo District. The research used descriptive method. The population was 3,000 adults, and 97 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. They were divided based on their age: 48 young adults and 49 middle adults. The result of the research showed that 47 respondents (97.9%) of young adults had positive psychosocial response and 48 respondents (98%) of middle adults also had positive response in the post-eruption. The conclusion of the research was that adult’s psychosocial response in the post-Mount Sinabung eruption was positive. It is recommended that the next researches, related to the title of the thesis, should use more appropriate research instruments.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa adalah salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja dan waktu yang paling lama dalam rentang kehidupan. Seseorang dikatakan dewasa apabila mampu menyelesaikan pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dalam masyarakat dan mampu berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Masa dewasa merupakan awal seseorang menyesuaikan diri terhadap kehidupan baru dan sekaligus masa yang sulit karena seorang dewasa dituntut untuk melepaskan ketergantungannya dari orang tua dan berusaha untuk dapat mandiri (Jahja, 2011).

Seseorang dikatakan mencapai maturitas ketika sudah mencapai keseimbangan pertumbuhan fisikologis, psikososial, dan kognitif. Perkembangan kedewasaan mencakup perubahan yang teratur dalam karakter dan sikap. Perubahan-perubahan perkembangan berdasarkan karakter awal yang membentuk perilaku dan karakteristik selanjutnya (Potter & Perry, 1997).

Masa dewasa dilihat dari segi biologis dapat diartikan individu mencapai kematangan tubuh dan mampu bereproduksi. Sementara dari segi psikologis berbagai ciri yang dapat dilihat yang menandakan individu sebagai seorang sudah dewasa seperti kematangan, baik kematangan kognitif, afektif, maupun psikomotornya, yang mengacu kepada sikap bertanggung jawab.


(18)

Dewasa secara psikologis dapat dicirikan dengan kematangan, baik kematangan kognitif, afektif, maupun psikomotornya yang mengacu kepada sikap bertanggung jawab. Ciri-ciri seseorang yang matang yaitu, berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego, mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien, dapat mengendalikan perasaan pribadinya, mempunyai sikap yang objektif, menerima kritik dan saran, bertanggung jawab, dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan baru (Anderson dalam Mubin & Cahyadi, 2006).

Usia dewasa awal banyak menemui bahaya-bahaya dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan kelompok sosial, misalnya kesulitan untuk bergabung dengan satu kelompok sosial yang cocok, rasa tidak puas dengan peran yang harus dimainkan untuk memenuhi harapan kelompok serta faktor mobilitas sosial. Orang yang bermobilitas sosial tinggi menghadapi jauh lebih banyak dilema dibandingkan dengan mobilitas yang relatif rendah, karena harus menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok sosial yang baru memiliki nilai-nilai dan standar perilaku baru. Sedangkan usia dewasa menengah merupakan masa stres, dimana pada fase ialah penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis (Hurlock, 1980).

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu, keturunan, lingkungan, kematangan, lingkungan, status sosial dan ekonomi, adat, dan ras. Lingkungan adalah salah satu yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu


(19)

sebagai tempat dan kondisi sosial dimana individu tumbuh dan berkembang (Papalia

et al, 2007).

Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa luar biasa yang disebabkan oleh faktor alam maupun ulah manusia dan menimbulkan korban jiwa, kerugian material, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis (Community Based Disaster Risk Manajemen Nahdlatul Ulama, 2007). Berbagai bencana telah terjadi di Indonesia seperti tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan longsor. Bencana alam tersebut menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil, dan banyak orang yang berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariaanya. Di Indonesia terdapat 129 gunung berapi aktif, 70 diantaranya digolongkan sangat berbahaya. Keberadaan gunung berapi membawa dampak kesuburan bagi tanah di sekitar, sehingga banyak bermukim. Namun dibalik itu terdapat bahaya yang mengancam keselamatan jiwa, kerusakan alam dan kehancuran lingkungan apabila terjadi bencana gunung meletus (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2008).

Bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi atau sering disebut “erupsi”. Gunung berapi tersebar dari ujung Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010).

Menurut penelitian yang dilakukan Sumarno (2013), erupsi Merapi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 2010 memberikan dampak yang luar biasa pada keadaan


(20)

sosial masyarakat penduduk lereng Merapi secara khusus dan kehidupan masyarakat Yogyakarta yaitu berdampak pada aspek mental, spiritual, pendidikan, kesehatan, mata pencaharian, sumber daya alam dan perekonomian. Menurut Badan Nasional Penanggulagan Bencana (2011) dampak erupsi merapi tidak hanya bersifat materi atau korban nyawa. Akan tetapi bersifat kompleks, merambah pada hancurnya sistem sosial yang sudah dibangun, seperti ketetanggaan dan kekerabatan yang lumpuh.

Gunung api yang terdapat di Sumatera Utara dengan status aktif yaitu Sinabung. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mngalami erupsi pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Gunung Sinabung menunjukkan aktifitas yang signifikan pada pertengahan September 2013.

Meletusnya Gunung Sinabung memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan pada masyarakat sekitar. Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Sinabung kehilangan tempat tinggal, gagal panen, tanah terkontaminasi belerang,terjadinya penyakit akibat abu vulkanik serta lahar dingin yang merusak tanaman dan sumber-sumber air. Kondisi ini tentu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sistem mata pencaharian masyarakat yang adalah bertani.

Rusaknya permukiman masyarakat di sekitar Gunung Sinabung membuat mereka harus tinggal di poskos-posko pengungsian. Kondisi posko pengungsian yang masih


(21)

sangat memprihatinkan dan tidak membuat nyaman para pengungsi, berhimpit-himpitan, banyaknya sampah sehingga udara menjadi tidak sehat.

Desa Batukarang adalah salah satu desa yang berada pada radius 7,5 km yang mengalami dampak buruk akibat meletusnya Gunung Sinabung. Pada Februari 2014 warga desa Batukarang telah diperbolehkan kembali ke desanya. Namun pada kenyataannya banyak kendala yang dihadapi para korban letusan Sinabung. Kendala yang mereka hadapi yaitu belum adanya mata pencaharian para korban karena lahan pertanian mengalami kerusakan sehingga melumpuhkan perekonomian warga desa Batukarang serta kondisi tempat tinggal yang tidak kondusif seperti rusaknya rumah-rumah masyarakat karena debu erupsi yang tebal yang menimbulkan atap rumah-rumah mereka banyak yang bocor dan sampai rubuh.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti di Desa Batukarang bahwa masyarakat yang dominasi lapangan pekerjaannya ialah bertani sangat mengkuatirkan. Setelah terjadinya letusan Sinabung pada pertengahan September 2013 lahan pertanian masyarakat mengalami kerusakan, tanaman yang membusuk dikarenakan paparan abu erupsi Sinabung. Selain kondisi lahan pertanian yang rusak, abu erupsi Sinabung juga sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat Batukarang. Mereka banyak mengalami batuk, flu, mata merah sampai merasa sesak akibat paparan abu hasil erupsi. Akibat kondisi ini masyarakat memilih lebih sering untuk tetap tinggal dirumah.


(22)

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana “Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo”.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kabupaten Karo

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a.Untuk mengetahui respon psikososial usia dewasa awal pasca erupsi sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

b.Untuk mengetahui respon psikososial usia dewasa menengah pasca erupsi sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa diperoleh dalam penelitian ini antara lain adalah:


(23)

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai nursing disaster dan memberikan informasi tentang bagaimana Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.4.2 Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi perawat atau petugas kesehatan lainnya mengenai masalah psikososial yang dihadapi oleh korban pasca bencana alam.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti dan data dasar bagi peneliti selanjutnya yang membahas tentang topik yang sama.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Usia Dewasa

2.1.1 Pengertian Usia Dewasa

Istilah dewasa berasal dari bahasa Latin, yaitu adultus yang berarti tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Seseorang dikatakan dewasa adalah apabila dia mampu menyelesaikan pertumbuhan dan menerima kedudukan yang sama dalam masyarakat atau orang dewasa lainnya (Pieter & Lubis, 2010). Seseorang dikatakan dewasa apabila telah sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematngan psikologis sehingga mampu hidup dan berperan bersama-sama orang dewasa lainnya (Mubin & Cahyadi, 2006).

2.1.2 Pembagian Usia Dewasa

Menurut Erikson dalam Upton (2012), usia dewasa dibagi menjadi tiga tahap antara lain: 1) Masa dewasa awal (19 hingga 40 tahun), 2) Masa dewasa menengah (40 hingga 65 tahun), 3) Masa dewasa akhir (65 hingga mati).


(25)

2.1.3 Ciri-ciri Usia Dewasa

Menurut Anderson dalam Mubin & Cahyadi (2006), seseorang yang sudah dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego

2. Mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien

3. Dapat mengendalikan perasaan pribadinya 4. Mempunyai sikap yang objektif

5. Menerima kritik dan saran 6. Bertanggung jawab

7. Dapat menyesuaikan diri dengan keadaan-keadaan yang realistis dan yang baru

2.2 Perkembangan Psikososial Erikson

Ada tiga tahapan perkembangan psikososial pada usia dewasa antara lain:

1. Keintiman vs isolasi (intimacy versus isolation) adalah tantangan pada usia dewasa muda, hal terpenting pada tahap ini adalah adanya suatu hubungan (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy dan isolation. Pada tahap ini individu sudah mulai selektif membina hubungan yang intim, hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang


(26)

intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan orang lainnya.

Pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerjasama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, dimana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memedulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang kekasih kita. Sementara dari segi lain (malignansi) akan terjadi keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi atau menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan, dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.

Orang dewasa muda perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang lain. Cinta yang dimakdsud tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain. Ritualisasi yang terjadi pada tahap ini yaitu adanya afilisiasi dan elitism. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, dan kekasih. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain. Keberhasilan


(27)

memunculkan hubungan kuat, sedangkan kegagalan menghasilkan kesepian dan kesendirian (Erikson dalam Sumanto, 2014).

2. Generativitas vs stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tantangan pada masa paruh baya. Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Pada tahap ini salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnansi).

Orang dewasa perlu menciptakan atau memelihara hal-hal yang akan menjadi penerus hidup mereka, kerap dengan memiliki anak atau menciptakan suatu perubahan positif yang memberi manfaat bagi orang lain. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memerdulikan orang lain, sedangkan stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri atau digambarkan dengan tidak perduli dengan siapa pun.

Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu perduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, dimana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya di tengah-tengah area kehidupannya kurang mendapat sambutan yang baik.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif. Ritualisasi dalam tahap ini


(28)

meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan di antara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan (Erikson dalam Sumanto, 2014). Keberhasilan mendorong perasaan kebergunaan dan pencapaian, sedangkan kegagalan menghasilkan keterlibatan yang rendah di dunia (Upton, 2012).

3. Integritas ego vs keputusasaan (ego integrity versus despair) adalah tantangan akhir dari masa lanjut usia (Erikson 1902-1994 dalam Wade & Tavris, 2008). Hal terpenting pada masa ini ialah adanya refleksi atas kehidupan. Saat beranjak tua, orang berusaha mencapai tujuan akhir yaitu kebijaksanaan, ketenangan spiritual, dan penerimaan dalam hidup. Orang dewasa akhir perlu melihat ke belakang dalam kehidupan mereka dan merasakan suatu rasa pemenuhan. Keberhasilan tahap ini mendorong perasaan arif, sedangkan kegagalan menghasilkan penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan (Upton, 2012).


(29)

2.3 Perubahan Pada Usia Dewasa Awal

2.3.1 Perubahan fisik

Pada fase dewasa awal kesehatan fisik mencapai puncaknya terutama pada usia 23-27 tahun. Kesehatan fisik berada dalam keadaan baik serta kekuatan tenaga dan motorik mencapai masa puncak (Mubin & Cahyadi, 2006). Menurut potter & Perry (2009), orang dewasa awal biasanya sangat aktif, jarang mengalami penyakit parah (jika dibandingkan kelompok usia tua), cenderung mengabaikan gejala fisik, dan sering menunda pencarian pelayanan.

2.3.2 Perubahan Kognitif

Kemampuan berpikir kritis meningkat secara teratur selama usia dewasa awal dan pertengahan. Pengalaman pendidikan formal dan informal, pengalaman hidup, dan kesempatan untuk bekerja dapat meningkatkan konsep diri, kemampuan menyelesaikan masalah, dan keterampilan motorik individu. Mengenali bidang pekerjaan yang sesuai merupakan tugas utama individu dewasa awal. Saat individu mengetahui keterampilan, bakat, dan karakteristik personal mereka, maka pilihan pendidikan dan pekerjaan akan menjadi mudah dan lebih memuaskan. Proses pengambilan keputusan dalam masa dewasa awal harus bersifat fleksibel. Hal ini disebabkan karena masa dewasa awal terus berkembang dan harus terlibat dalam perubahan dalam perubahan rumah, tempat kerja. Dan tempat tinggal pribadi. Orang muda meresa lebih aman dengan perannya serta lebih fleksibel dan terbuka terhadap


(30)

perubahan. Individu yang merasa tidak aman cenderung mengalami kesulitan dalam membuat keputusan (Potter & Perry, 2009 ).

2.3.3 Perubahan Psikososial

Kesehatan emosi pada masa dewasa awal berhubungan dengan kemampuan individu untuk menempatkan dan memisahkan antara tugas pribadi dan tugas sosial. Dewasa awal biasanya terperangkap antara keinginan untuk memperpanjang rasa tidak tanggung jawabnya sewaktu remaja, tetapi juga ingin dianggap sebagai orang dewasa. Di antara usia 23-28 tahun, individu mulai memperbaiki persepsi diri dan kemampuannya untuk akrab dengan orang lain. Di usia 29-34 tahun, individu mengarahkan banyak energi pada pencapaian dan penguasaan dunia sekitar. Sedangkan usia 35-43 tahun merupakan waktu ujian terkuat dalam mencapai tujuan dan hubungan hidup. Individu membuat perubahan dalam diri sosial, dan tempat kerjanya. Biasanya stres akibat ujian yang berulang bisa menyebabkan krisis paruh baya atau midlife crisis, dimana terjadi perubahan pada pasangan pernikahan, gaya hidup, dan pekerjaan. Perubahan psikososial yang terjadi pada usia dewasa awal dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

1. Karier

Keberhasilan dalam pekerjaan merupakan hal penting bagi kehidupan pria dan wanita. Keberhasilan kerja tidak hanya berupa keamanan segi ekonomi, tapi juga hubungan pertemanan, kehidupan sosial , dan penghargaan terhadap rekan kerja.


(31)

Jumlah keluarga dengan dua karir (two-career families) saat ini mengalami peningkatan. Jenis keluarga seperti ini memiliki keuntungan sekaligus tanggung jawab. Selain adanya peningkatan keuangan keluarga, individu yang bekerja di luar rumah juga dapat mengembangkan hubungan pertemanan, kegiatan, dan keinginan. Namun, kondisi tersebut juga dapat menimbulkan stress yang disebabkan oleh perpindahan ke kota yang baru, peningkatan biaya, mental, atau emosional, kebutuhan perawatan anak atau kebutuhan rumah tangga. Untuk menghindari stres ini pasangan harus berbagi tanggung jawab. Bagi beberapa keluarga, penyelesaiaannya adalah membatasi biaya rekreasi dan menggantinya dengan membayar seorang pembantu untuk melakukan pekerjaan rumah.

2. Seksualitas

Perkembangan karakteristik seksual sekunder terjadi selama usia remaja. Perkembangan fisik biasanya disertai dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas seksual. Pada individu dewasa awal, kemampuan fisik biasanya juga dilengkapi dengan kematangan emosional, sehingga lebih dapat membangun keakraban dan kematangan hubungan seksual. Individu dewasa awal yang gagal mencapai tugas perkembangan integrasi personal biasanya hanya dapat membangun hubungan yang tidak mendalam dan sementara (Fortinash dan Holoday Worrer, 2004 dalam Potter & Perry, 2009).


(32)

Tekanan sosial untuk menikah tidak sebesar zaman dulu. Banyak individu dewasa awal yang tidak menikah sampai akhir usia 20-an, awal usia 30-an, bahkan ada yang tidak sama sekali. Bagi individu yang memutuskan untuk hidup melajang, maka yang menjadi bagian penting dalam hidupnya adalah orang tua dan saudara kandungnya. Beberapa individu menjadikan teman dekat dan kerabatnya sebagai keluarga. Salah satu penyebab meningkatnya populasi individu yang hidup melajang adalah karena semakin luasnya kesempatan berkarier bagi wanita. Sebagian besar individu lajang memilih untuk hidup bersama di luar pernikahan, menjadi orang tua biologis, atau melakukan adopsi.

4. Masa Menjadi Orang Tua

Ketersediaan alat kontrasepsi saat ini memudahkan pasangan untuk memutuskan kapan akan memulai membentuk sebuah keluarga. Salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan ini adalah alasan untuk memiliki anak. Tekanan sosial dapat mendorong pasangan untuk membatasi jumlah anak yang mereka miliki. Pertimbangan ekonomi seringkali mempengaruhi proses pengambilan keputusan karena memiliki dan membesarkan anak-anak membutuhkan biaya mahal. Status kesehatan umum dan lansia juga mempengaruhi keputusan untuk menjadi orang tua, karena pasangan menunda pernikahan dan kehamilan.


(33)

2.3.4 Kesehatan Psikososial

Masalah kesehatan psikososial pada individu dewasa awal biasanya berhubungan dengan pekerjaan dan stressor dari keluarga. Stres dapat berguna karena dapat memotivasi klien untuk berubah. Namun, jika stres berkepanjangan dan klien tidak mampu beradaptasi dengan stresor, maka akan menimbulkan masalah kesehatan.

Stres Pekerjaan. Stres pekerjaan dapat terjadi tiap hari atau dari waktu ke waktu. Sebagian besar individu dewasa awal dapat mengatasi krisis tersebut. Stres pekerjaan dapat terjadi saat datangnya seorang bos baru, batas waktu (deadline) sudah dekat, mendapatkan tanggung jawab menjadi lebih besar. Stres individu juga dapat terjadi saat individu merasa tidak puas dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang diberikan. Karena individu menerima pekerjaan yang berbeda, maka tipe stresor pekerjaan yang dihadapi tiap klien juga berbeda.

Stres Keluarga. Karena perubahan hubungan dan struktur dalam keluarga individu muda yang beragam, maka frekuensi terjadinya stres juga meningkat. Stresor situasional terjadi pada peristiwa seperti kelahiran, kematian, sakit, pernikahan, dan kehilangan pekerjaan. Stres biasanya terkait dengan beberapa variabel, termasuk pilihan karier suami/ istri dan penyebab disfungsi dalam keluarga individu dewasa awal.


(34)

Setiap keluarga memiliki peran atau tugas tertentu bagi anggotanya. Peran tersebut membuat keluarga dapat berfungsi dan menjadi bagian yang efektif dalam masyarakat. Saat peran tersebut berubah akibat penyakit, maka krisis situasional dapat terjadi (Potter & Perry, 2009).

2.4 Perubahan Pada Dewasa Menengah

2.4.1 Perubahan fisik

Banyak dari para dewasa madya mengalami kecemasan pada penampilan fisik yang pada akhirnya akan mengganggu relasi dengan pasangannya (Pieter & Lubis, 2010). Perubahan yang paling terlihat adalah rambut memutih, kulit keriput, dan penebalan pinggang. Sering sekali perubahan fisiologis selama masa dewasa menengah berdampak pada konsep diri dan bentuk tubuh (Potter & Perry, 2009). Badan yang kurang sehat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan atau ditutup-tutupi sama berbahayanya bagi penyesuaian diri pribadi dan sosial pada masa dewasa dini seperti masa kanak-kanak dan remaja.

Orang dewasa yang mempunyai hambatan fisik karena kesehatannya buruk tidak dapat mencapai keberhasilan maksimum mereka dalam pekerjaan atau pergaulan sosial. Sebagai akibatnya mereka selalu frustasi, semakin sering mereka melihat orang yang sebenarnya berpotensi kurang dari mereka berhasil, semakin besar rasa frustasi mereka (Hurlock, 1980). Beberapa perubahan lainnya dapat terjadi antara lain; mulai terjadinya proses menua secara gradual, mulai menurunnya


(35)

kekuatan fisik, fungsi motorik dan sensoris, terjadinya perubahan-perubahan seksual. Kaum laki-laki mengalami climacterium dan wanita mengalami menopause (Mubin & Cahyadi, 2006).

2.4.2 Perubahan Kognitif

Perubahan fungsi kognitif pada individu dewasa menengah jarang terjadi, kecuali jika ada penyakit atau trauma (Potter & Perry, 2009).

2.4.3 Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial pada individu dewasa menengah melibatkan peristiwa yang diharapkan, seperti anak-anak yang keluar dari rumah, sampai peristiwa yang tidak diharapkan, seperti perceraian atau kematian seorang teman dekat. Perubahan psikososial yang terjadi pada usia dewasa menengah dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

1. Transisi Karier

Perubahan kaier terjadi karena pilihan atau perubahan di tempat kerja atau masyarakat. Pada dekade terakhir, individu dewasa menengah cenderung berganti pekerjaan karena berbagai alasan, antara lain keterbatasan pergerakan, penurunan peluang kerja, atau mencari pekerjaan yang lebih menantang. Pada beberapa kasus pengurangan tenaga kerja, kemajuan teknologi atau perubahan lainnya mendorong individu dewasa menengah untuk mencari pekerjaan baru. Bila tidak diantisipasi,


(36)

perubahan tersebut dapat menyebabkan stres yang mempengaruhi kesehatan, hubungan dengan keluarga, konsep diri, dan dimensi lainnya.

2. Seksualitas

Setelah kepergian anak terakhir dari rumah, pasangan akan membangun kembali hubungan mereka, mencari cara untuk meningkatkan kehidupan pernikahan dan kepuasan seksual selama usia pertengahan.

3. Psikososial Keluarga

Beberapa faktor psikososial keluarga yang terkait pada dewasa menengah antara lain:

3.1 Masa lajang

Beberapa individu dewasa menengah memilih untuktetap lajang, tetapi ada juga yang memilih untuk menjadi orang tua baik secara biologis ataupun adopsi. Banyak individu dewasa menengah lajang yang memiliki sanak keluarga tapi untuk membentuk sebuah keluarga dengan teman dekat atau teman sekerja.

3.2 Perubahan Status Pernikahan

Terjadinya perubahan status pernikahan selama usia pertengahan adalah karena kematian istri/suami, perpisahan, perceraian, dan pilihan untuk menikah atau tidak menikah lagi. Klien yang berstatus janda, akibat perpisahan atau perceraian, mengalami periode berduka dan kehilangan yang diperlukan untuk beradaptasi


(37)

terhadap perubahan status pernikahan. Kesedihan yang normal berlansung melalui serangkaian fase, dan resolusi kesedihan bisanya menghabiskan waktu hingga setahun atau lebih.

3.3 Transisi Keluarga

Kepergian anak terakhir dari rumah merupakan suatu stresor. Beberapa orang tua merasa senang karena bebas dari tanggung jawab mengasuh anak, sedangkan sebagian lain merasa kesepian atau kehilangan arah karena perubahan ini.

3.4 Merawat Orang Tua yang Berusia Lanjut

Banyak individu dewasa menengah terjepit antara tanggung jawab merawat anak-anak dan merawat orang tua yang berusia lanjut dan sakit-sakitan. Selanjutnya individu dewasa menengah menemukan diri mereka berada dalam generasi campuran, di mana tantangan untuk memberikan perawatan menjadi penuh tekanan. Kebutuhan keluarga akan pemberi layanan kini terus meningkat. Individu dewasa menengah dan orang tua berusia lanjut sering mengalami konflik prioritas berkaitan dengan hubungan mereka, sedangkan individu lanjut usia berusaha untuk tetap tidak bergantung.

Sebagian besar orang dewasa paruh baya dan orang tua mereka memiliki hubungan yang dekat dan saling mengasihi didasarkan kepada kontak yang sering terjadi dan bantuan yang bersifat mutual (Antonucci & Akiyama, 1997; Bengtson, 2001 dalam Papalia, et al., 2013).


(38)

2.4.4 Kesehatan Psikososial

Ansietas. Ansietas adalah fenomena krisis kematangan yang berhubungan dengan perubahan, konflik, dan kontrol terhadap lingkungan. Individu dewasa sering mengalami ansietas dalam merespon perubahan fisiologis dan psikososial yang terjadi pada usia pertengahan. Ansietas memotivasi individu dewasa untuk meninjau ulang tujuan hidup dalam menstimulasi produktivitas. Namun, bagi beberapa individu dewasa, ansietas dapat memicu penyakit psikosomatik dan kematian. Pada kasus ini, individu dewasa menengah memandang kehidupan sebagai waktu hidup yang tersisa. Secara jelas, penyakit yang mengancam kehidupan, transisi pernikahan, atau stresor pekerjaan dapat meningkatkan ansietas klien dan keluarganya.

Depresi. Depresi adalah gangguan suasana hati yang dimanifestasikan dalam berbagai cara. Meskipun lebih sering ditemukan pada usia antara 22-44 tahun, tetapi dapat ditemukan juga pada individu dewasa pada usia pertengahan dan ditimbulkan oleh banyak faktor. Faktor resiko depresi adalah menjadi wanita, kegagalan atau kehilangan di pekerjaan, sekolah, atau dalam hubungan keluarga, kepergian anak terakhir dari rumah, dan riwayat keluarga.

Individu yang mengalami depresi ringan menunjukkannya dengan perasaan sedih, murung, putus asa, jatuh dalam kesedihan, dan penuh dengan air mata. Gejala lainnya adalah gangguan pola tidur seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan (hipersomnia), iritabilitas, perasaan tidak berguna, dan penurunan


(39)

kewaspadaan. Perubahan fisik seperti penurunan atau penambahan berat badan, sakit kepala, atau selalu merasa lelah walaupun telah beristirahat juga merupakan gejala depresi. Individu yang mengalami depresi pada usia pertengahan biasanya mengalami ansietas dengan intensitas sedang sampai berat dan mengalami keluhan fisik. Perubahan suasana hati dan depresi biasanya terjadi saat menopause. Penyalagunaan alkohol atau obat dapat membuat depresi semakin berat.

2.6 Bencana Alam

2.6.1 Pengertian Bencana Alam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, keugian, atau penderitaan. Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu khidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. 6. 2. Jenis-Jenis Bencana Alam


(40)

1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekerinngan, angin topan, dan tanah longsor.

2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit.

3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007).

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis bencana antara lain:

1. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energy yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan terjadi karena energy getaran gempa dirambat ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.

2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsive dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran. Kecepatan


(41)

tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25- 100 Km/jam dan ketinggian air.

3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng.

4. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun campuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

2.6.3 Dampak Bencana Alam

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial, lingkungan. Kerusakan infrastruktur yang mengganggu aktivitas social, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan (Karo, 2014).

Peristiwa bencana membawa dampak bagi warga masyarakat khususnya yang menjadi korban. Beberapa permasalahan yang dihadapi korban bencana meletusnya Gunung Merapi yaitu:


(42)

a. Kehilangan tempat tinggal untuk sementara waktu atau bisa terjadi untuk seterusnya, karena merupakan kawasan rawan bencana (termasuk dalam zona merah).

b. Kehilangan mata pencaharian karena kerusakan lahan pertanian dan hancurnya tempat usaha

c. Berpisah dengan kepala keluarga karena ayah atau suami banyak yang memilih untuk tetap tinggal di rumah dengan alas an menjaga rumah, harta benda dan tetap bekerja sebagai petani, berkebun atau peternak.

d. Pemenuhan kebutuhan dasar berupa makan, minum, tempat tinggal sementara atau penampungan, pendidikan, kesehatan dan sarana air bersih yang tidak memadai.

e. Terganggunya pendidikan anak-anak yang tidak bisa sekolah karena kerusakan sarana dan prasarana sekolah.

f. Risiko timbulnya penyakit ringan (batuk, flu) ataupun penyakit menular (misalnya diare) karena kondisi lingkungan dan tempat penampungan yang kurang bersih dan tidak kondusif serta sarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai.

g. Terganggunya fungsi dan peran keluarga karena dalam tempat penampungan tinggal beberapa keluarga sekaligus.

h. Hilangnya harga diri dan kemampuan baik sebagai individu maupun sebagai keluarga karena di tempat pengungsian mereka meneerima belas kasihan dari pihak lain dan bahkan sering kali menjadi tontonan.


(43)

i. Terhambatnya pelaksanaan dan fungsi peran social dalam kekerabatan serta pelaksanaan tugas-tugas kehidupan dalam kemasyarakatan, misalnya: kegiatan arisan, kegiatan adat atau budaya yang tidak dapat dilaksanakan di lokasi pengungsian.

j. Kejenuhan akibat ketidakpastian berapa lama harus mengungsi, perasaan tidak berdaya, ketakutan dan bahkan perasaan putus asa menghadapi kemungkinan bencana yang tidak mungkin dihindari (tidak dapat melawan kehendak Tuhan). Akibatnya timbul perasaan marah, stress dan frustasi dengan situasi dan kondisi yang serba tidak menentu, trauma, putus asa, merasa tidak berdaya dan ketidakpastian masa depannya.

k. Berpikir tidak realistis dan mencari kekuatan supra natural untuk mencegah terjadinya bencana. Kekecewaan spiritual yaitu kecewa pada Tuhan karena diberi ujian atau hukuman bahkan cobaan kepada orang-orang yang merasa dirinya sudah melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama (Marjono, 2010 dalam Rusmiyati, 2012).

Menurut Sumarno (2013), beberapa gejala psikologis yang dapat terjadi karena adanya bencana letusan gunung berapi, yaitu:

a. Stress

Stres secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat adanya situasi dari luar


(44)

ataupun dari dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntu individu berespon secara sesuai. Stres merupakan suatu yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan seperti bagian dari kehidupan itu sendiri. Masyarakat atau warga yang mengalami akibat dari erupsi merapi, mengalami stres diantaranya: gelisah, tegang, cemas, mengalami kelelahan, ketegangan otot dan sulit tidur. Ada pula yang tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, sakit kepala, perut mulas, gatal-gatal dan diare. Stres juga dapat merubah perilaku seseorang, misalnya masyarakat menjadi lebih mudah marah, lebih suka menyendiri, nafsu makan berkurang, merasa tidak berdaya, tidak bersemangat, frustasi, atau merasa tidak percaya diri.

b. Depresi

Depresi adalah suatu gangguan mental yang paling sering terjadi pada para korban bencana alam. Setelah mengalami depresi, selanjutnya korban akan mengalami pasca trauma. Depresi berupa perasaan sedih yang berat berkepanjangan, putus asa, merasa tidak tertolong lagi. Biasanya karena kehilangan sesuatu yang dicintai, kehilangan anggota keluarga, rumah, sawah lading, ternak dan harta benda lainnya. Kehilangan kebersamaan hidup sekeluarga dengan tetangga, dan kehilangan kecantikan atau kegagahan karena luka bakar.

c.Trauma

Trauma adalah perasaan menghadapi sebuah kejadian atau serangkaian kejadian yang berbahaya, baik bagi fisik maupun psikologis seseorang, yang


(45)

membuatnya tidak lagi merasa aman, menjadikannya merasa tidak berdaya dan peka dalam menghadapi bahaya. Pengalaman traumatis bisa menyebabkan berbagai dampak ringan, seperti korban menjadi peragu dalam berbuat sesuatu. Keragu-raguan ini disebabkan rasa takut mengalami peristiwa yang sama, dan pada tahap awal bisa dikatakan wajar jika rasa takutnya tidak digeneralisir. Pada kenyataannya ketakutan karena trauma sering menjalar ke berbagai hal. Sebagai contoh seseorang yang pernah mengalami musibah banjir akan merasakan takut jika melihat sungai, hal tersebut mengakibatkan dirinya takut ketika melewati jembatan. Begitu pula yang dialami oleh korban bencana gunung meletus, dirinya akan merasa takut dengan segala suara gemuruh.


(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3. 1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan kepustakaan maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan

Keterangan

: Variabel yang diteliti

Dewasa awal (19-40 tahun) 1. Karier

2. Seksualitas 3. Masa lajang 4. Menjadi orang tua 5. Kesehatan Psikososial

Dewasa menengah (40-65 tahun) 1. Transisi karier

2. Seksualitas

3. Psikososial keluarga 4. Kesehatan psikososial Respon

psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung

Respon Positif

Respon negatif

Respon negatif Respon Positif


(47)

3. 2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Defenisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Setiadi, 2007).

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Defenisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung - Respon psikososial usia dewasa awal adalah segala perubahan yang dialami oleh individu usia 19-40 tahun baik secara psikologis maupun sosial terkait karier, seksualitas, masa lajang, masa menjadi orang tua, dan kesehatan psikososial setelah adanya erupsi Sinabung. - Respon psikososial usia dewasa menengah - Respon psikososial usia dewasa awal menggunakan kuesioner sebanyak 20 pernyataan. Untuk setiap pernyataan diberi skor: SL=4, SR=3, KD=2, TP=1. - Respon psikososial usia dewasa menengah menggunakan -Skor untuk dewasa awal 20 - 80.

Respon negatif dengan skor 20-50 dan respon positif dengan skor 51-80. -Skor untuk dewasa menengah 25-100. Respon negatif dengan skor 25-63 dan respon positif dengan skor 64-100.


(48)

adalah segala perubahan yang dialami individu usia 40-65 tahun baik secara

psikologis maupun sosial terkait transisi karier, psikososial, dan kesehatan

psikososial setelah adanya erupsi Sinabung

kuesioner sebanyak 20 pernyataan. Untuk setiap pernyataan diberi skor: SL=4, SR=3, KD=2, TP=1.


(49)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4. 1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena pada sekumpulan objek (Notoadmodjo, 2010).

4. 2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2010). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh orang dewasa usia 19-65 tahun di Desa Batukarang Kecamatan Payung yang berjumlah 3.000 orang.

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan tehnik Purpossive Sampling, yaitu adanya suatu pertimbangan berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

Maka penentuan sampel pada penelitian ini akan menggunakan rumus Slovin:

Dimana: n = jumlah elemen/anggota/anggota sampel

N = Jumlah elemen/anggota populasi � =1 + N x e


(50)

e = Error level (tingkat kesalahan) (umumnya digunakan 1% atau 0,01, 5% atau 0,05, dan 10% atau 0,1).

maka: � = N + � � �2

n = . + . , 2

n = 96.774

n = 97 orang

Maka sampel untuk usia dewasa dalam penelitian ini adalah sebanyak 97 orang. Kemudian peneliti membagi sampel ke dalam dua bagian yaitu dengan cara menetapkan sejumlah sampel secara quotum atau jatah. Maka dari jumlah sampel, untuk dewasa awal sebanyak 48 orang dan sampel untuk dewasa menengah sebanyak 49 orang. Kriteria masing-masing sampel antara lain:

a. Dewasa awal:

1. Usia 19-40 tahun

2. Bertempat tinggal di Batukarang dan terkena dampak erupsi gunung Sinabung

3. Dapat berbahasa Indonesia

4. Bersedia untuk diwawancarai melalui kuesioner, dan b. Dewasa menengah:


(51)

2. Bertempat tinggal di Batukarang dan terkena dampak erupsi gunung Sinabung

3. Dapat berbahasa Indonesia

4. Bersedia untuk diwawancarai melalui kuesioner

Dengan demikian usia dewasa yang memiliki kriteria sampel diatas menjadi partisipan pada penelitian ini.

4. 3. Lokasi dan Waktu penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo, dengan pertimbangan :

a. Desa Batukarang adalah salah satu desa yang yang terkena dampak becana erupsi Sinabung

b. Populasi yang memadai yaitu sekitar 3.000 orang usia dewasa

c. Di Desa Batukarang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya terkait judul peneliti.

Pelaksanaan penelitian dilakukan sejak tanggal bulan 29 April sampai dengan 16 Mei 2015.

4. 4. Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara dan


(52)

mengajukan permohonan izin kepada Kepala Desa di Desa Batukarang dimana penelitian dilakukan. Setelah mendapatkan persetujuan tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik yang meliputi :

a. Otonomi, peneliti memberi kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian.

b. Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi peserta penelitian maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan.

c. Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut.

d. Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaorkan sebagai hasil penelitian.

e. Beneficience, selalu berupaya bahwa kegiatan yang diberikan kepada responden mengandung prinsip kebaikan bagi responden guna mendapatkan suatu metode atau konsep baru untuk kebaikan responden.

f. Nonmaleficience, penelitian yang digunakan tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan apalagi sampai mengancam jiwa bagi responden.


(53)

g. Veracity, penelitian yang dilakukan harus dijelaskan secara jujur tentang manfaat, efek dan apa yang didapat jika responden terlibat di dalam penelitian tersebut.

h. Justice, peneliti harus berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melaksanakan prinsip justice (keadilan) pada saat melakukan penelitian (Hidayat, 2007).

4. 5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dimodifikasi oleh peneliti dari kuesioner Unicef tentang Psychosocial Intervention Evaluation Of Unicef Supported Project (1999-2001) dengan berpedoman pada tinjauan pustaka untuk menggambarkan respon psikososial usia dewasa di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Instrumen ini terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner data respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung.

Kuesioner data demografi yang terdiri dari kode responden (inisial), umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, dan jumlah anak. Kuesioner data demografi ini tidak diteliti, tetapi hanya sebagai data pelengkap untuk mengetahui identitas dari responden.


(54)

Sedangkan bagian kedua berisi pernyataan yang menggambarkan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1. Kuesioner dewasa awal terdiri dari 20 pernyataan, mengenai karier meliputi pernyataan nomor 6, 8, 9, dan 13, pernyataan seksualitas nomor 18, pernyataan masa lajang nomor 1, 2, 3, 5, 10,11 dan 16, pernyataan masa menjadi orang tua nomor 19, 20, dan pernyataan kesehatan psikososial nomor 4, 7, 12, 14, 15, dan 17. Pernyataan menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan skor jawaban terhadap pernyataan pada pilihan Selalu (SL) =4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2, Tidak Pernah (TP) =1.

Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005), interval kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Range merupakan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Maka R adalah 60. Banyak kelas dibagi menjadi 2 kategori kelas sehingga di dapat interval kelas yaitu 30, sehingga respon psikososial usia dewasa awal di Desa Batukarang Kecamatan Payung dikategorikan atas kelas sebagai berikut:

Respon positif = 51-80

Respon Negatif = 20-50

2. Kuesioner dewasa menengah terdiri dari 25 pernyataan, mengenai transisi karier meliputi pernyataan nomor 22, 23, dan 24, pernyataan seksualitas nomor 25,


(55)

pernyataan psikososial keluarga nomor 18, 19, 20 dan 21, dan pernyataan kesehatan psikososial nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14,15, 16 dan 17. Pernyataan menggunakan skala Likert dengan cara menetapkan skor jawaban terhadap pernyataan pada pilihan Selalu (SL) =4, Sering (SR) = 3, Kadang-kadang (KD) = 2, Tidak Pernah (TP) =1.

Berdasarkan rumus statistika menurut ketentuan Sudjana (2005), interval kelas adalah range (R) dibagi banyak kelas. Range merupakan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Maka R adalah 75. Banyak kelas dibagi menjadi 2 kategori kelas sehingga di dapat interval kelas yaitu 38, sehingga respon psikososial usia dewasa menengah di Desa Batukarang Kecamatan Payung dikategorikan atas kelas sebagai berikut:

Respon positif = 64-100

Respon Negatif = 25-63

4. 6. Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Validitas

Uji validitas dilakukan oleh peneliti menggunakan metode validitas isi yaitu dengan menguji instrumen yang mengacu pada isi dan meminta orang yang ahli, dalam hal ini peneliti mengkonsultasikannya dengan dosen keperawatan jiwa di


(56)

Departemen Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Walter, S. Kep. Ns,M.Kep., Sp.KepJ.

4.6.2 Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilanjutkan dengan uji reliabilitas yang dilakukan pada 30 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi yang sama dengan sampel penelitian. Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg)

bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan di Desa Payung Kecamatan Payung Kabupaten Karo dengan menggunakan Internal Consistency atau dengan menguji sekali saja. Jumlah responden dibagi dalam dua karegori usia yaitu pada usia dewasa awal 15 orang responden dan usia dewasa menengah 15 orang responden.

Kemudian instrumen di analisis dengan tehnik Cronbach Alpha dengan nilai reliabilitas instrumen usia dewasa awal sebesar 0,767 dan pada usia dewasa menengah sebesar 0,809. Hal ini reliable karena nilai reliabilitasnya >0,70 (Polit, Beck, & Hungler, 1996).


(57)

4. 7. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Surat izin dari lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi sampel yang akan dijadikan responden dengan cara door to door. Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani surat persetujuan sebagai responden/informed consent. Kemudian responden yang bersedia langsung diwawancarai oleh peneliti dengan mengajukan pernyataan-pernyataan langsung kepada responden sesuai dengan isi kuesioner. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti memeriksa kelengkapan data responden untuk memastikan kelengkapannya. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa oleh peneliti.

4. 8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama editing, yaitu mengecek nomor responden, kelengkapan (semua pertanyaan sudah terisi) sesuai petunjuk. Tahap kedua coding, yaitu melakukan peng”kodean” yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah peneliti saat memasukkan data (data entry). Tahap yang ketiga


(58)

processing, yaitu memasukkan jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang sudah diberi kode ke dalam program atau software komputer. Tahap keempat adalah

cleaning, yaitu mengecek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2010).

Hasil analisa data demografi dan respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat gambaran respon psikososial usia dewasa pasca erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo. Variabel yang disajikan yaitu karakteristik demografi responden (umur, jenis kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, status pernikahan, dan penghasilan per bulan), serta respon psikososial yaitu pada usia dewasa awal dan usia menengah.


(59)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai respon psikososial usia dewasa awal dan respon psikososial usia dewasa menengah di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo pada tanggal 25 April sampai 16 Mei 2015 dengan jumlah responden 97 orang. Responden untuk dewasa awal 48 orang dan responden untuk dewasa menengah 49 orang.

5. 1. Hasil Penelitian

5. 1. 1 Karakteristik Responden Usia Dewasa Awal dan Usia Dewasa Menengah Berdasarkan Data Demografi

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa responden usia dewasa awal berada pada usia 31-40 tahun yaitu 33 orang (68,8%). Mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 46 orang (95,8 %). Berdasarkan agama responden beragama Khatolik yaitu sebanyak 21 orang (43,8%). Berdasarkan suku responden seluruhya adalah suku Batak yaitu 48 orang (100%).

Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berada dalam tingkat SMU yaitu sebanyak 38 orang (79,2%). Mayoritas dari responden bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (79,2 %). Berdasarkan jumlah anak responden memiliki 4 orang anak paling banyak yaitu sekitar 3 orang responden (6,3%). Mayoritas responden memiliki 2 orang anak yaitu 19 orang responden (39,6%). Berdasarkan penghasilan perbulan 29 orang responden penghasilannya > Rp. 1.000.000 (60,4 %) dan untuk status pernikahan responden 48 orang (100 %) sudah menikah.


(60)

Karakteristik usia dewasa menengah dilihat dari usia berada pada 40-50 tahun yaitu 30 orang (61,2%).Data menunjukkan bahwa responden mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 45 orang (91,8%). Berdasarkan agama mayoritas beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 20 orang (40,8%). Berdasarkan suku responden mayoritas adalah suku Batak yaitu sebanyak 48 orang (98,0%).

Berdasarkan tingkat pendidikan responden terbanyak berada dalam tingkat SMU yaitu sebanyak 23 orang (46,9%). Mayoritas dari responden bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (77,6%). Berdasarkan jumlah anak responden memiliki 6 orang anak paling banyak yaitu sekitar 2 orang responden (4,1%). Dan lebih banyak dari responden memiliki 3 orang anak yaitu 19 orang responden (38,8%). Berdasarkan penghasilan perbulan 29 orang responden penghasilannya > Rp. 1.000.000 (59,2%) dan responden 49 orang (100%) sudah menikah.

Tabel 5.1.1.

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Usia Dewasa Awal dan Usia Dewasa Menengah di Desa Batu Karang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo

No Karakteristik responden Dewasa Awal (n=48) Dewasa Menengah (n=49) Frekuensi (f) Persentasi (%) Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Usia

19-30 tahun 31-40 tahun 40-50 tahun 51-65 tahun 15 33 31,3 68,8 30 19 61,2 38,8


(61)

2 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 2 46 4, 2 95, 8 4 45 8,2 91,8

3 Agama

Islam Kristen Protestan Khatolik 8 19 21 16, 7 39, 6 43, 8 10 20 19 20, 4 40,8 38, 8

4 Suku

Batak Jawa

48 100, 0 48

1

98, 0 2, 0

5 Tingkat Pendidikan

SD SMP SMU Perguruan Tinggi 2 5 38 3 4, 2 10, 4 79, 2 6, 3 11 5 23 10 22, 4 10, 2 46, 9 20, 4

6 Pekerjaan

PNS Wiraswasta Petani 10 38 20, 8 79, 2 3 8 38 6, 1 16, 3 77, 6

7 Jumlah Anak

0 Anak 1 Anak 2 Anak 3 Anak 4 Anak 5 Anak 6 Anak 1 8 19 17 3 2, 1 16, 7 39, 6 35, 4 6, 3 1 1 10 19 12 4 2 2, 0 2, 0 20, 4 38, 8 24, 5 8, 2 4, 1

8 Penghasilan

< Rp. 500.000,-

RP. 500. 000 – Rp. 1. 000. 000, >1. 000. 000,-

2 17 29 4, 2 35, 4 60, 4 1 19 29 2, 0 38, 8 52, 2

9 Status Pernikahan

Menikah 48 100, 0 49 100, 0

5.1.2 Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung 5.1.2.1 Respon Psikososial Usia Dewasa Awal


(62)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami respon psikososial pasca erupsi positif sebanyak 47 responden (97. 9%) dan responden yang mengalami respon psikososial pasca erupsi negatif sebanyak 1 responden (2. 1%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5.1.2 berikut.

5.1.2.1.

Distribusi Frekuensi Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Frekuensi Persentase (%)

Respon Psikososial Positif 47 97,9

Respon Psikososial Negatif 1 2,1

5.1.2.2. Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami respon psikososial pasca erupsi positif sebanyak 48 responden (98. 0%) dan responden yang mengalami respon psikososial pasca erupsi negatif sebanyak 1 responden (2. 0%). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 5. 1. 4 berikut.

Tabel 5.1.2.2.

Distribusi Frekuensi Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah Frekuensi Persentase (%)

Respon Psikososial Positif 48 98,0


(63)

5. 2 Pembahasan

5. 2. 1. Respon Psikososial Usia Dewasa Awal

Hasil penelitian pada dewasa awal (usia19-40 tahun) sebanyak 47 responden (97,9%) mengalami respon psikososial positif dan hanya 1 responden yang mengalami respon psikososial yang negatif (2,1%) pasca erupsi Sinabung. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa respon psikososial usia dewasa awal pasca adanya erupsi Sinabung baik. Dewasa awal adalah jenjang usia di mana tahap perkembangan seseorang sedang berada pada puncaknya. Peningkatan yang terjadi dimanifestasikan melalui berbagai macam hal, seperti sosialisasi yang luas, penelitian karir, semangat hidup yang tinggi, perencanaan yang jauh kedepan, dan sebagainya. Berbagai keputusan penting yang mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan antar pribadi diambil pada masa dewasa awal (Papalia & Olds, 1998).

Menurut Erikson dalam Upton (2012) dewasa awal perlu membentuk hubungan dekat dan cinta dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada korban erupsi Sinabung yang dapat dilihat pada pernyataan pada kuesioner penelitian bahwa mereka melibatkan diri pada setiap kegiatan di lingkungannya, 42 (87,5%) responden mengatakan tidak pernah malu berteman dengan orang lain, lebih sering berinteraksi dengan orang-orang di sekitar bahkan 31 (64,4%) responden dengan mudah dapat akrab dengan orang-orang baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Stanhope dan Knollmueller (2010 dalam Priyo, 2012) yang mengatakan bahwa bersosialisasi dapat mengurangi stres. Hal yang senada juga diungkapkan Friedman


(64)

(2010) yang menyatakan bahwa interaksi yang berulang-ulang terbukti penting bagi kesehatan psikologis pada saat stres. Menurut Mastuti (2001 dalam Iriani, 2005) bahwa sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari orang lain, kepuasan dan keberhasilan dalam hidupnya tidak terlepas dari keberhasilan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Dalam Potter & Perry (2009) pada individu dewasa awal biasanya terjadi masalah kesehatan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan dan stresor dari keluarga. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 45.8% responden cocok di tempat kerjanya yaitu sebagian besar berprofesi sebagai petani hal ini mungkin karena mereka sudah terampil bekerja sebagai petani. Menurut Hurlock (1980) seseorang yang memiliki keterampilan lebih sulit untuk mengganti jenis pekerjaan karena ia kesulitan dalam mencari jenis keterampilan baru. Jika dilihat secara umum dari hasil penelitian pada usia dewasa awal memiliki respon yang positif pasca erupsi namun terdapat beberapa responden yang mengalami stres dalam bekerja yaitu sebanyak 7 (14,6%) responden yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah konsentrasi saat bekerja dan sebanyak 21 (43,8%) responden yang kadang-kadang dapat konsentrasi saat bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian Kun et al (2009) menyatakan korban gempa bumi di Cina menunjukkan stres dan mengalami gangguan konsentrasi.

Stresor yang menyebabkan korban erupsi tidak dapat konsentrasi saat bekerja adalah paparan abu vulkanik yang tak kunjung berhenti sehingga mengganggu kesehatan dan membuat lahan pertanian rusak serta ketakutan akan gemuruh dari erupsi gunung yang tiba-tiba. Jikalau hal ini terus terjadi kemungkinan besar akan


(65)

mengalami masalah psikososial karena penurunan pendapatan keluarga bahkan kehilangan mata pencaharian. Padahal pendapatan atau penghasilan menentukan status ekonomi keluarga (Pappas, 1994 dalam Stanhope & Lancaster , 1996).

Usia dewasa awal merupakan masa perubahan peran yaitu menjadi orang tua yang merupakan masa berbahaya dimana dengan hadirnya seorang anak dalam keluarga, anak-anak tumbuh semakin besar yang tentu menjadi beban yang semakin besar, anak yang tumbuh besar banyak melakukan kritik dan berbeda pendapat dengan orang tua serta orang tua yang berbeda pendapat dalam mendidik anak-anak (Hurlock, 1980). Namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya sebanyak 77,1% dan dapat memenuhi kebutuhan anak-anak sebanyak 70, 8%.

5. 2. 2. Respon Psikososial Usia Dewasa Menengah

Respon psikososial yang sama juga terjadi pada usia dewasa menengah. Dari 49 jumlah responden terdapat 48 responden (98,0%) yang mengalami respon psikososial positif dan 1 responden (2,0%) yang mengalami respon psikososial negatif pasca adanya erupsi Sinabung.

Menurut Potter & Perry (2009) kesehatan psikososial yang dialami oleh usia dewasa menengah adalah ansietas dan depresi yang ditimbulkan banyak faktor seperti kegagalan atau kehilangan di pekerjaan, sekolah, dan hubungan keluarga. Potter & Perry (2009) juga menyebutkan individu yang mengalami depresi sedih, murung, putus asa, gangguan pola tidur seperti sulit tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan (hipersomnia) serta perasaan tidak berguna. Pada penelitian ini meskipun


(66)

didapatkan hasil akhir bahwa usia dewasa menengah mengalami respon psikososial positif, namun ada beberapa item kuesioner yang merupakan pernyataan negatif dialami oleh para korban erupsi.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 20 (40,8%) responden sering menangis, 34 (69,4%) responden mengalami gangguan tidur yaitu terlalu sedikit tidur sehingga menyebabkan rasa lelah ketika bangun tidur, 22 (44,9%) responden sering mengalami sakit kepala, dan mengalami gangguan pola makan yaitu sebanyak 31 (63,3%) responden menyatakan lebih sedikit makan. Gejala-gejala tersebut merupakan indikasi bahwa para korban erupsi mengalami gangguan psikis. Menurut penelitian Taufik (2005) beberapa gejala psikologis yang di alami oleh para korban bencana antara lain: rasa takut, cemas, duka cita yang mendalam (berlarut dalam kesedihan), tidak berdaya, putus asa, dan kehilangan kontrol yang ditandai dengan teringat kembali kejadian traumatik yang telah di alaminya secara berulang-ulang, pobia, frustasi, depresi, psikosomatis dan somatopsikologis.

Menurut Mundakir (2009) salah satu dampak psikososial yang terjadi pada individu yang mengalami bencana adalah perubahan kognitif yaitu penurunan daya pikir seperti tidak mampu berpikir jernih, menjadi ragu-ragu karena tidak ada kepastian dan pikiran yang terpecah-pecah dan persoalan lainnya yang sedang dihadapi. Perubahan kognitif terjadi dengan ciri pikiran kacau, salah persepsi, menurunnya kemampuan untuk mengambil keputusan, menurunnya daya konsentrasi dan daya ingat, mengingat hal-hal yag tidak menyenangkan dan menyalahkan diri sendiri (Norris, F.H, 2008 dalam Mundakir, 2009)


(67)

Pada kedua kategori usia, dewasa awal dan dewasa menengah dari hasil penelitian para korban rata-rata berada pada tingkat pendidikan tinggi SMU (Sekolah Menengah Umum). Hal ini tentu berpengaruh terhadap koping para korban saat menghadapi bencana. Menurut Effendy (2008) menyatakan , semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki dalam hal ini adalah bagaimana para korban Sinabung menyikapi bencana yang sedang dihadapi.

Hasil penelitian Muna, Arwani, dan Purnomo (2013) tingkat pendidikan dasar mempunyai peluang 0. 071 kali mengalami depresi dibandingkan dengan tingkat pendidikan menengah. Hal ini sejalan dengan pendapat Nursalam & Siti (2002) bahwa pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi untuk sikap, berperan dalam pembangunan kesehatan.

Data demografi responden dewasa awal dan dewasa menengah menunjukkan bahwa 100% sudah menikah dan 97% sudah memiliki anak. Menurut penelitian Trilistya (2006) kejadian depresi pada orang yang menikah lebih tinggi di banding yang tidak menikah karena menikah merupakan salah satu jenis stresor. Orang yang menikah memiliki tanggungan hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menikah, misalnya tuntutan untuk mencari nafkah keluarga, kebutuhan akan tempat tinggal dan lain-lain.

Pernyataan di atas berbanding terbalik dengan hal yang di alami oleh para korban erupsi yang menyatakan bahwa dengan adanya suami, anak-anak bahkan


(68)

keluarga besar justru menjadi semangat dan dukungan bagi para korban untuk tetap bertahan. Hal ini terbukti dari pernyataan responden pada usia dewasa awal sebanyak 77,1% mengaku dapat menjadi orang tua yang baik dan sebanyak 70,8% orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Karakteristik responden dengan 100% menikah selain menjadi indikasi bahwa para korban mendapat dukungan baik dari suami/istri hal ini juga dapat dikaitkan dengan pemenuhan seksual para korban erupsi. Dari kuesioner sebagian besar responden dapat melakukan kewajibannya sebagai seorang suami/istri dalam hal hubungan suami/istri dan menyatakan kebutuhan seksualnya terpenuhi. Seksual adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum kebutuhan lainnya (Maslow 2000, dalam Baihaqi et al., 2007). Seksual jika dikaitkan dengan psikososial bahwa hubungan seksual dapat menurunkan stres (Virginasari, 2011).

Respon psikososial pada usia dewasa menengah yang positif mungkin dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan orang-orang di sekitar para korban. Hal ini juga dapat terlihat pada jawaban responden pada kuesioner sebanyak 91,8% responden akur dengan saudara-saudaranya dan 18,4% responden selalu mendengarkan atau menerima saran-saran dari orang dewasa lainnya dalam artian ada proses saling membangun. Penelitian yang dilakukan oleh Mundakir (2009) bahwa dukungan sosial dari suami atau istri , tokoh masyarakat maupun tokoh agama dapat mempengaruhi psikologis. Dari observasi peneliti dan pengakuan para responden, bahwa mereka menjadi lebih sering beribadah setelah adanya erupsi seperti pergi ke


(69)

gereja dan menghadiri perpulungen jabu-jabu setiap minggunya bagi yang beragama Kristen, wiridan bagi yang beragama Islam. Motivasi ibadah yang tinggi akan meningkatkan kekebalan dalam menghadapi stresor (Liza, 2008). Menurut penelitian yang dilakukan Argyle (2001) dalam Amawidyati & Utami (2007) menyatakan bahwa religiusitas membantu individu mempertahankan kesehatan mental pada saat-saat sulit. Menurut Najati (2005) kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan ketegangan.

Erupsi Sinabung yang telah berlangsung cukup lama yaitu sekitar 5 tahun. Dan 3 tahun belakangan hingga sekarang Sinabung terus mengeluarkan debu panas. Hal ini membuat para korban di Desa Batu Karang sudah terbiasa dengan kondisi seperti letusan-letusan, paparan abu, bahkan kondisi lahan pertanian yang sering gagal panen.


(70)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang diperoleh dari 97 responden, yang dibagi kedalam dua kategori usia dewasa yaitu dewasa awal 48 responden dan dewasa menengah 49 responden. Dari 48 orang dewasa awal sebanyak 47 (97,9%) responden yang mengalami respon psikososial positif dan 1 (2,1%)

Responden yang mengalami respon psikososial negatif. Dari 49 orang usia dewasa menengah sebanyak 48 (98,0%) responden yang mengalami respon psikososial positif dan 1 (2,0%) responden yang mengalami respon psikososial negatif.

6. 2. Saran

1) Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan jiwa khususnya bagi masyarakat yang sedang atau pasca mengalami bencana.

2) Bagi Pelayanan Keperawatan

Bagi praktik keperawatan diharapkan agar dapat meningkatkan pelayanan keperawatan jiwa khususnya pelayanan bagi masyarakat yang sedang atau pasca


(71)

mengalami bencana untuk menghindari dan mencegah terjadinya perubahan psikologis dan sosial bagi para korban.

3) Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai respon psikososial usia dewasa pasca erupsi. Diharapkan ada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yaitu tentang hubungan antara lama waktu terjadinya suatu bencana dengan respon psikososial para korban.

6. 3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan yaitu instrumen penelitian yang kurang sesuai untuk menggambarkan kondisi psikososial para korban erupsi, oleh sebab itu bagi peneliti selanjutnya supaya mempertimbangkan instrumen penelitian ini sehingga dapat menggambarkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian.


(1)

(2)

114

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ernawati Sitorus NIM : 111101082 Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Sampuara, 22 Januari 1993 Agama : Kristen Protestan

No Hp : 087869347245

Alamat : Jalan Jamin Ginting Gg. Dipanegara No 6 Medan Riwayat pendidikan :

Tahun 1999 – 2005 : SD NEGERI NO. 173663 SAMPUARA Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba Samosir

Tahun 2005 – 2008 : SMP NEGERI 1 BANDAR, Kabupaten Simalungun Tahun 2008 - 2011 : SMA NEGERI 1 BANDAR, Kabupaten Simalungun Tahun 2011 – Sekarang : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(3)

(4)

116


(5)

(6)

118