BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL
BELI PERUMAHAN SECARA KREDIT PADA PT. ARABAN MAKMUR SEMESTA
A. Bentuk dan Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Perumahan Pada PT. Araban Makmur Semesta
Bentuk dalam perjanjian di PT. Araban Makmur Semesta seorang pembeli bila akan membeli rumah maka akan menjumpai dokumen-dokumen
yang penting yaitu : 1.
Perjanjian pengikatan jual beli, disingkat PPJB nama lainnya seperti : Perjanjian Pendahuluan Pembelian, perjanjian Akan Jual Beli antara PT.
Araban Makmur Semesta dan konsumen. 2.
Akta jual beli yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT untuk mengalihkan atau memecah pemilikan tanah
dan rumah dari PT. Araban Makmur Semesta kepada setiap konsumen. 3.
Perjanjian kredit pemilikan rumah dari Bank Pemberi KPR.
22
Dokumen yang pertama merupakan dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum hubungan kontraktual antara pengembang dan
konsumen, dimana PT. Araban Makmur Semesta mengikatkan diri untuk menjual rumah dan tanah kepada konsumen, sedangkan konsumen membeli
rumah dari PT. Araban Makmur Semesta dengan kewajiban membayar harga
22
Hasil Wawancara Dengan Bapak Efendi Hamdani, Selaku Kepala Pemasaran PT. Araban Makmur Semesta, tanggal 22 Juni 2013.
50
Universitas Sumatera Utara
jualnya dalam bentuk angsuran uang muka dan sisanya diselesaikan dengan fasilitas kredit pemilikan rumah.
Sedangkan dokumen yang ketiga menunjukkan adanya hubungan hukum antara konsumen dengan bank pemberi KPR, antara lain diatur jumlah
pinjaman, jangka waktu pelunasan KPR, besarnya atau sistem perhitungan bunga pinjaman. Keberadaan dokumen-dokumen itu sangat penting untuk
mengupayakan sejauhmana perlindungan konsumen diakomodasikan dalam instrumen hukum perdata ini. Pemahaman sejak awal terhadap dokumen-
dokumen itu sangat penting, terutama sekali sebelum membeli rumah. Adanya praktek jual beli rumah yang masih dalam tahap pembangunan
atau dalam tahap perencanaan ditampung atau diakomodasikan dengan dokumen hukum perjanjian pengikatan jual beli PPJB. Dasar pemikiran
hukumnya, PPJB bukanlah perbuatan hukum jual beli yang bersifat riil dan tunai. PPJB merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan prestasi
masing-masing di kemudian hari yakni pelaksanaan jual beli di hadapan PPAT, bila bangunan telah selesai bersertifikat dan layak huni.
Tak jarang harga jual yang sudah disepakati ternyata tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan, misalnya : kualitas
bangunan, pelayanan pra jual maupun purna jual, dan sebagainya. Keadaan ini sering membuat konsumen kecewa dan mengadukan permasalahan-
permasalahan yang dialaminya, baik di media massa maupun lewat lembaga- lembaga perlindungan konsumen. Seringkali penyelesaian keluhankomplain
Universitas Sumatera Utara
konsumen itu tidak wajar bagi konsumen, bahkan sangat mengecewakan, disebabkan dasar untuk menyelesaikan keluhan itu, yaitu PPJB diduga tidak
memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. Oleh karena PPJB dibuat oleh perusahaan pengembang yang dalam hal
ini PT. Araban Makmur Semesta, faktor subjektivitas pengembang sangat mempengaruhi kepentingan-kepentingannya di dalam PPJB. Sebaliknya sulit
bagi konsumen untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di dalam PPJB itu. Meskipun sudah ada Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman disingkat UU Rukim, kepentingan konsumen tak terlindungi. Pada umumnya, kontrak standar dibuat dan dipersiapkan oleh
pihak yang secara ekonomi kedudukannya lebih baikkuat dari pihak lainnya, misalnya dalam hubungan antara nasabah dengan pihak bank, pada umumnya
kontraknya sudah dibuat secara standarbaku oleh bank, sedangkan nasabah tinggal menandatanganinya. Demikian pula dalam hubungan antara
pengembang dengan konsumen. PPJB sudah dipersiapkan secara baku dan sepihak oleh pengembang atau kuasa hukum pengembang. Sedangkan
konsumen tinggal menandatanganinya. Jika setuju, jika tidak konsumen dapat meninggalkannya atau mengabaikannya. Tidak jarang konsumen harus terlebih
dahulu membayar uang tanda jadi baru kemudian disodori PPJB-nya. Padahal pada hakikatnya uang tanda jadi tak lain adalah sebagian pembayaran angsuran
uang muka.
23
23
Hasil Wawancara Dengan Bapak Efendi Hamdani, Selaku Kepala Pemasaran PT. Araban Makmur Semesta, tanggal 22 Juni 2013.
Universitas Sumatera Utara
Pihak yang memiliki kedudukan lebih baik memiliki peluang besar untuk melakukan penyalahgunaan keadaan. Artinya, secara leluasa ia dapat
memasukkan semua kepentingannya dalam PPJB. Sebaliknya ia dapat menganulir kepentingan-kepentingan konsumen. Aplikasi PPJB ini
menimbulkan permasalahan-permasalahan yang sangat merugikan konsumen, misalnya, menyangkut janji-janji pengembang dalam brosuriklan, praktek
pemasaran rumah pada tahap pra transaksi dan tahap purna transaksi. Sejumlah ketidak adilan dalam klausula-klausula PPJB. Pertama akibat
keterlambatan pembayaran yang dialami konsumen. Klausula –klausula dalam PPJB menentukan bahwa konsumen harus membayar penalti denda yang
tinggi, bahkan menghadapi pembatalan perjanjian. Ada pula PPJB yang menegaskan bahwa di samping harus membayar penalti, juga diikuti dengan
pembatalan perjanjian dengan tanpa pengembalian sebagian atau seluruh uang muka yang sudah dibayarkan. Dalam hubungan ini, bila pengembang yang
terlambat menyelesaikan atau menyerahkan bangunan, akibat yang dialaminya hanya sebatas penalti, atau bahkan akibat yang dialami pengembang tidak
diatur sama sekali dalam PPJB. Kerugian-kerugian akibat keterlambatan itu, juga tak diperhitungkan. Tak hanya itu masalah yang dialami konsumen.
Meskipun harga rumah berikut tanah telah dibayar lunas, dokumen-dokumen pemilikan rumah dan tanah, seperti sertifikat hak guna bangaunan pecahan dan
izin mendirikan bangunan belum diberikan atau diserahkan kepada konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, pembatasan tanggung jawab pengembang atas klaimtuntutan konsumen. Dalam praktek, penerapannya dilakukan dengan mencantumkan
klausula-klausula dalam PPJB yang pada intinya menetapkan suatu tenggang waktu untuk mengajukan klaim atas kondisi atau mutu bangunan atau hal-hal
lain yang diperjanjikan pengembang. Biasanya dalam PPJB dicantumkan klausula-klausula bahwa konsumen dapat mengajukan klaim kepada
pengembang dalam waktu 90 hari atau 100 hari setelah serah terima bangunan, khususnya klaim mengenai kondisi atau kualitas bangunan, termasuk dalam
hal ini masalah cacat tersembunyi. Lewat dari waktu yang ditetapkan secara sepihak itu, klaimtuntutan apapun tak dilayani. Pembatasan ini tak adil bagi
konsumen. Tenggang waktu 90 hari atau 100 hari hanya cukup untuk meneliti kondisi atau kualitas bangunan yang terlihat kasat mata.
Untuk mengetahui cacat-cacat tersembunyi pada bangunan, seperti konstruksi bangunan, penggunaan semen yang tidak sesuai dengan
perbandingan dan sebagainya, tak cukup dalam tenggang waktu itu. Klaim konsumen tentang konstruksi bangunan tak dilayani pengembang setelah
melampaui jangka waktu itu. Ini sama saja mengabaikan hak konsumen untuk mendapatkan barang atau jasa sesuai nilai tukar yang diberikannya.
Dalam keadaan ini, pihak yang lebih kuat kedudukannaya pengembang menggunakan kedudukannya itu untuk membebankan kewajiban
yang berat kepada pihak lainnya, sedangkan ia sendiri sedapat mungkin membatasi atau menyampingkan tanggung jawabnya, termasuk pula dalam
Universitas Sumatera Utara
hal-hal adanya cacat-cacat tersembunyi hidden defects pada objek perjanjian. Undang-Undang Pasal 1493 KUH perdata memang memungkinkan
untuk mengurangi kewajiban salah satu atau kedua belah pihak. Pasal 1493 KUH perdata menentukan sebagai berikut :
Kedua belah pihak diperbolehkan, dengan persetujuan-persetujuan istimewa, memperluas, atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang
ini, bahkan mereka itu diperbolehkan mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung suatu apapun.
Ketentuan ini sering digunakan untuk memojokkan konsumen secara hukum, padahal pasal selanjutnya Pasal 1494 KUH perdata menegaskan
bahwa : Meskipun telah diperjanjikan bahwa si penjual tidak akan menanggung suatu
apapun, namun ia tetap bertanggungjawab tentang apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan olehnya, segala persetujuan yang bertentangan
dengan ini adalah batal. Untuk hal yang demikian maka dikeluarkanlah oleh pemerintah
Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1994 tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional BKP4N.
Tugas pokok badan tersebut adalah : 1.
Menyiapkan rumusan kebijaksanaan di bidang pembangunan perumahan dan pemukiman,
2. Memecahkan berbagai permasalahan di bidang pembangunan perumahan
Universitas Sumatera Utara
dan pemukiman. 3.
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Pengaturan pengawasan pemerintah atau campur tangan terhadap PPJB telah dituangkan dalam bentuk :
1. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 11KPTS1994 tentang
Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah Susun. 2.
Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 09KPTSM1995 tentang Pedoman perikatan Jual Beli Rumah.
24
Kedua produk hukum ini direspon oleh pengembang secara tidak konsisten. Pada satu sisi pengembang merasa tidak terikat dengan kedua
produk hukum itu dengan alasan : 1.
Kedua ketentuan itu tingkatannya lebih rendah dari undang-undang atau peraturan pemerintah,
2. Kedua ketentuan itu hanya sekadar pedoman, sifatnya hanya kebolehan
saja.
B. Upaya Pengembang Di Dalam Melindungi Konsumen Perumahan