e. Oksigen Terlarut DO mgl
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Sampel air dari setiap stasiun diambil dan dimasukkan ke dalam botol
Winkler, kemudian dilakukan pengukuran dengan penambahan dan titrasi menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO
4
, KOH-KI, H
2
SO
4
, Na
2
S
2
O
3
, dan amilum. Bagan kerja terlampir dapat dilihat pada Lampiran 1.
f. BOD
5
Biological Oxygen Demand mgl
Mengukur BOD
5
dilakukan dengan metode Winkler. Sampel air dari setiap stasiun dimasukkan kedalam botol Winkler kemudian dibawa ke
laboratorium. Terlebih dahulu diinkubasi pada suhu 20 C selama lima hari dalam
botol gelap. Kemudian diukur nilai oksigen yang terlarut dengan metode Winkler. Nilai tersebut dianggap sebagai nilai DO akhir. Kadar BOD
5
akan diketahui setelah mengurangkan nilai DO awal dengan DO akhir. Bagan kerja terlampir
dapat dilihat pada Lampiran 2.
g. Total Suspended Solid TSS
Total Suspended Solid TSS diukur dengan metode Spektrofotometri.
Sampel air yang diambil dari setiap stasiun dimasukkan kedalam botol untuk kemudian dilakukan analisis di Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi
Industri.
h. Kandungan Nitrat mgl
Pengukuran nilai Nitrat diukur dengan menggunakan metode Spektrofotometri. Sampel air yang diambil dari setiap stasiun dimasukkan
kedalam botol, kemudian dibawa ke Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri untuk dihitung nilai kandungan Nitrat. Alur kerja terlampir Lampiran 3.
Universitas sumatera utara
i. Kandungan Fosfat mgl
Pengukuran nilai Fosfat diukur dengan menggunakan metode Spektrofotometri. Sampel air yang diambil dari setiap stasiun dimasukkan
kedalam botol, kemudian dibawa ke Laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri untuk dihitung nilai kandungan Fosfat. Alur kerja terlampir Lampiran 4.
Tabel 1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisika-Kimia-Biologi Perairan
No Parameter
Satuan Alat dan Metode
Tempat Pengukuran
Fisika
1 Temperatur Air
C Termometer Air
Raksa In – situ
2 Penetrasi Cahaya cm
Keping Secchi In – situ
3 Salinitas
‰ Refraktometer
In – situ
Kimia
4 pH Air
- pH meter
In – situ 5
DO mgl
Metode Winkler in – situ
6 BOD
5
mgl Metode Winkler
setelah inkubasi selama 5 hari
Ex – situ
7 TSS
mgl Spektrofotometri
Ex – situ 8
Nitrat mgl
Spektrofotometri Ex – situ
9 Fosfat
mgl Spektrofotometri
Ex – situ
Biologi
10 Klorofil-a mgm
3
Spektrofotometri Ex – situ
11 Kelimpahan Fitoplankton
Indl Pencacahan
Ex – situ
Analisis Data Konsentrasi Klorofil-a
Perhitungan konsentrasi klorofil-a dilakukan dengan menggunakan perumusan menurut Parsons dan Strickland 1968 diacu oleh Adani, dkk. 2013
yaitu: Chl-a = 11,6 E
665
– 1,31 E
645
– 0,14 E
630
Universitas sumatera utara
Kemudian, nilai klorofil-a tersebut diformulasikan kembali kedalam rumus konsentrasi klorofil-a dalam suatu perairan dengan satuan mgl menurut
Parsons, dkk. 1984, diacu oleh Adani, 2013:
Klorofil-a mgl = Chl-a xVa
V x d Keterangan:
Chl- a : nilai klorofil-a Va
: Volume aseton 90 ml d
: diameter cuvet V
: Volume sampel air yang disaring ml
Kelimpahan Fitoplankton
Perhitungan kelimpahan fitoplankton per liter dilakukan dengan menggunakan formulasi Fachrul 2007 yaitu:
Keterangan: K = kelimpahan plankton indL
n = jumlah fitoplankton yang diamati sel Vr = Volume air tersaring ml
Vo = Volume air yang diamati pada Sedgewick Rafter ml Vs = Volume air yang disaring l
N
=
n
x x
Universitas sumatera utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Identifikasi Fitoplankton
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di perairan estuari Kec. Talawi Kab. Batu Bara diperoleh hasil sebanyak 25 spesies fitoplankton yang
terdiri dari 5 kelas. Pada Tabel 2 diketahui bahwa fitoplankton yang paling banyak diperoleh terdapat pada kelas Bacillarophyceae terdiri dari 7 famili dan 12
spesies. Klasifikasi fitoplankton yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Fitoplankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Pengataman
Kelas No. Famili
No. Spesies Bacillarophyceae
1 Chaetoceroceae 1 Bacteriastrum sp.
2 Chaetoceros sp. 3 Rhizosolenia sp.
2 Fragillariaceae 4 Asterionella sp.
5 Synedra sp. 3 Melosiraceae
6 Melosira sp. 4 Naviculaceae
7 Gyrosigma sp. 8 Navicula sp.
9 Nitzschia sp. 5 Pleurosigmataceae
10 Pleurosigma sp. 6 Skeletonemaceae
11 Skeletonema sp. 7 Surirellaceae
12 Surirella sp. Chlorophyceae
8 Gonatozygaceae 13 Gonatozygon sp.
9 Volvocales 14 Oedogonium sp.
15 Pandorina sp. Coscinodiscophyceace
10 Biddulphiaceae 16 Biddulphia sp.
17 Isthmia sp. 11 Coscinodiscoceae
18 Coscinodiscus sp. 12 Lithodesmiaceae
19 Dytilum sp. 13 Paraliaceae
20 Paralia sp. 14 Stephanodiscoceae
21 Cyclotella sp. 22 Stephanodiscus sp.
15 Triceratiaceae 23 Triceratium sp.
Cyanophyceae 16 Nostocaceae
24 Oscillatoria sp. Fragillariaphyceae
17 Thalassionemalaceae 25 Thalassionema sp.
Universitas sumatera utara
Nilai Kelimpahan Fitoplankton
Berdasarkan hasil analisis data fitoplankton pada ketiga stasiun penelitian diperoleh nilai Kelimpahan Fitoplankton. Stasiun yang memiliki kelimpahan
spesies tertinggi yaitu pada stasiun 3 sebesar 1073,889 indl dan terendah pada stasiun 2 yaitu 410,833 indl Tabel 3.
Tabel 3. Kelimpahan Fitoplankton Pada Masing-Masing Stasiun Penelitan
K indl Spesies
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3 A. Bacillariophyceace
1 Bacteriastrum
sp. 1.389
- 0.556
2 Chaetoceros
sp. 1.667
0.833 61.944
3 Rhizosolenia
sp. 8.611
4.444 37.778
4 Asterionella
sp. -
0.278 0.556
5 Synedra
sp. 13.333
3.889 15
6 Melosira
sp. 3.889
- 0.556
7 Gyrosigma
sp. 2.778
2.222 -
8 Navicula
sp. -
0.833 -
9 Nitzschia
sp. 0.556
- 0.556
10 Pleurosigma sp. 7.5
3.333 6.111
11 Skeletonema sp. 378.611
263.056 614.722
12 Surirella sp. 20.556
12.5 5
B. Chlorophyceae 13 Gonatozygon sp.
5 3.333
2.222 14 Oedogonium sp.
- -
0.833 15 Pandorina sp.
0.833 -
0.556 C. Coscinodiscophyceace
16 Biddulphia sp. 1.667
0.833 3.889
17 Isthmia sp. 32.778
31.944 36.389
18 Coscinodiscus sp. 73.611
25.556 23.056
19 Cyclotella sp. 47.778
17.222 8.889
20 Stephanodiscus sp. 7.5
7.222 16.111
21 Paralia sp. 3.056
2.778 0.556
22 Triceratium sp. 4.444
2.222 2.778
23 Dytilum sp. -
0.278 1.667
D. Cyanophyceae 24 Oscillatoria sp.
- -
0.278 E. Fragillariaphyceae
25 Thalassionema sp. 72.5
28.056 233.889
TOTAL 688.056
410.833 1073.889
∑ TAKSA 20
19 23
Universitas sumatera utara
Klorofil-a
Berdasarkan hasil analisa data klorofil-a, diperoleh rata-rata nilai Klorofil- a tertinggi pada stasiun 3 sebesar 0,89 mgm
3
. Nilai Klorofil-a terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,293 mgm
3
Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Kandungan Klorofil-a di Perairan Estuari Kec. Talawi Kab. Batu Bara
Faktor Fisika-Kimia Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh nilai faktor fisika-kimia Perairan Estuari Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Faktor Fisika-Kimia Perairan pada Stasiun Penelitian
No. Parameter
Fisika-Kimia Satuan
Stasiun 1
2 3
1. Suhu
C 29,73
30,4 29,33
2. Penetrasi
Cm
15,53 28,53
34,06
3. pH
7,89 7,92
9,37
4. Salinitas
‰
18 28,33
5. DO
mgl
5,5 5,16
5,83
6. BOD
mgl
3.93 2,8
4,2
7. TSS
mgl
49 54,33
43,67
8. Nitrat
mgl
10,91 3,60
2,11
9. Posfat
mgl
0,33 0,08
0,01
Keterangan: a. Stasiun 1
: Galangan Perahu b. Stasiun 2
: Kegiatan Domestik c. Stasiun 3
: Perairan Pantai Batu Bara 0,347
0,72 0,89
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7 0,8
0,9 1
Stasiun 1 Stasiun 2
Stasiun 3
K andung
an K lor
of il
-a mg
m
3
Stasiun Pengamatan
Universitas sumatera utara
Pembahasan Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton yang terdapat pada masing masing stasiun memiliki perbedaan jumlah yang cukup besar. Parameter fisika, kimia dan biologi
masing masing stasiun mempengaruhi keberadaan fitoplankton tersebut. Menurut Hutabarat 2013 keberadaan plankton fitoplankton dan zooplankton yang
didapat selama penelitian pada sampling memiliki kelimpahan yang berbeda-beda pada masing-masing genus untuk setiap stasiun dan ulangannya. Hal ini diduga
karena pengaruh karakteristik sifat fisika kimia perairan yang berbeda pada masing-masing stasiun.
Pada Tabel 3. dapat diketahui spesies yang mempunyai kelimpahan tertinggi pada setiap stasiun penelitian adalah spesies Skeletonema sp. dengan
kelimpahan stasiun 1 sebesar 378,611 indl, kemudian pada stasiun 2 sebesar 263,056 indl dan pada stasiun 3 dengan kelimpahan Skeletonema tertinggi
sebesar 614,722 indl. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa perairan estuari di Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara mendukung pertumbuhan
Skeletonema sp. sehingga kelimpahannya tinggi. Barus 2004 menyatakan bahwa
kelimpahan plankton akan meningkat jika di perairan tersebut terdapat nutrisi yang mendukung pertumbuhannya.
Kelimpahan terendah pada stasiun 1 didapatkan pada spesies Melosira sp. dengan nilai kelimpahan sebesar 0,556 indl kemudian spesies Pandorina sp.
dengan nilai kelimpahan sebesar 0,833 indl. Kelimpahan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan stasiun. Goldman dan Horne 1983 diacu
oleh Nurfadhillah, dkk., 2012 menyatakan bahwa fitoplankton merespon
Universitas sumatera utara
perubahan fisika dan kimia lingkungan secara fluktuasi populasi. Perubahan variasi fitoplankton di daerah tropis dapat terjadi karena adanya pengaruh musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada stasiun 2 kelimpahan fitoplankton terendah didapat pada spesies
Asterionella sp. dan Dytilum sp. sebesar 0,278 indl, diikuti dengan spesies
Chaetoceros sp. dan Nitzschia sp. sebesar 0,833 indl. Keberadaan padatan
tersuspensi terlarut yang tinggi di stasiun ini dibandingkan dengan stasiun lain membuat aktivitas fitoplankton menjadi terbatas. Menurut Andriyono 2010,
dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk fotosintesis, plankton tidak langsung meresponnya dengan melakukan migrasi. Kondisi TSS yang tinggi
dapat memberikan dampak terbatasnya aktivitas fotosistesis meskipun ketersediaan nutrien di perairan tersebut cukup untuk kehidupan, namun energi
sinar matahari yang digunakan dalam melakukan konversi tidak cukup tersedia. Berdasarkan pengataman pada stasiun 3, diketahui kelimpahan terendah
didapat pada spesies Bacteriastrum sp., Asterionella sp., Gyrosigma sp., Melosira sp.
, Pandorina sp. dan Paralia sp. dengan nilai kelimpahan sebesar 0,556 indl. Rendahnya unsur hara yang terdapat pada stasiun 3 mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton di dalamnya, sehingga unsur hara tersebut menjadi faktor pembatas dalam perairan. Menurut Andriyono 2010 fosfor digunakan dalam transport
energi dan pertumbuhan. Fosfat yang dibutuhkan fitoplankton merupakan orthofosfat dalam bentuk PO
4 3-
. Pada kondisi ideal, secara rata-rata kebutuhan fitoplankton akan tergantung pada rasio N:P yaitu 16:1 yang disebut Redfield
Ratio . Jika rasio N terlarut dengan P terlarut lebih besar dari 16:1 maka sistem
akan dibatasi oleh ketersedian P fosfor.
Universitas sumatera utara
Hasil dari identifikasi fitoplankton secara keseluruhan baik di stasiun 1, stasiun 2 dan 3 didapat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi, karena
menurut Nybakken 1992, jenis ini mampu tumbuh dengan cepat meskipun pada kondisi nutrien dan cahaya yang rendah. Hal ini juga dikarenakan kelas ini
mampu meregenerasi dan reproduksi yang lebih besar dan juga memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Contoh jenis fitoplankton dari kelas
Bacillariophyceae antara lain Nitzschia sp., Rhizosolenia sp., Skeletonema sp., Chaetoceros sp.
, Asterionella sp. dan lain-lain. Total kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai
kelimpahan 1073,889 indl dengan jumlah taksa spesies 23 dan total kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 410,883 indl dengan jumlah taksa 19.
Stasiun 1 dengan nilai kandungan unsur hara tertinggi memiliki kelimpahan fitoplankton sebesar 688,056 indl. Banyaknya jumlah taksa pada stasiun 3
disebabkan karena stasiun 3 dengan kandungan unsur hara nitrat dan posfat terendah menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton.
Klorofil-a
Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi
klorofil-a sangat terkait dengan kondisi fisika-kimia suatu perairan. Hasil pengukuran klorofil-a dapat dilihat pada Gambar 6 dengan nilai tertinggi terdapat
pada stasiun 3 sebesar 0,89 mgm
3
dan nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,3471 mgm
3
.
Universitas sumatera utara
Fluktuasi konsentrasi klorofil-a tidak menunjukkan kesamaan dengan besarnya nilai kelimpahan fitoplankton, yang berarti walaupun kelimpahan
fitoplankton tinggi tidak berarti konsentrasi klorofil-a tinggi. Stasiun 1 merupakan stasiun dengan rata-rata kandungan klorofil terendah, namun kelimpahan
fitoplankton stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2. Hal demikian diduga berkaitan dengan ukuran fitoplankton. Menurut Madubun 2008, diacu
oleh Galingging, 2010 ukuran sel akan mempengaruhi jumlah klorofil-a yang dikandung masing-masing sel fitoplankton, sehingga diduga hal ini menyebabkan
tinggi rendahnya kandungan klorofil-a. Rendahnya kandungan klorofil pada stasiun 1 dengan rata-rata 0,347
diikuti dengan rendahnya penetrasi cahaya pada stasiun tersebut, dengan rata-rata 15,53 cm. Nontji 1984, diacu oleh Widyorini, 2009 menyatakan bahwa
kandungan klorofil dalam sel dipengaruhi oleh intensitas cahaya, ketersediaan unsur hara dan komposisi jenis. Perbedaan kandungan jenis pigmen pada setiap
jenis fitoplankton menyebabkan jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap spesies plankton akan berbeda juga.
Parsons dan Takahashi 1984 diacu oleh
Widyorini, 2009 mengatakan bahwa kadar tertinggi klorofil diketahui berhubungan dengan penurunan jumlah zat hara, dimana penyerapan hara oleh
fitoplankton menyebabkan penurunan kecepatan tenggelamnya sel-sel fitoplankton. Hal ini sesuai dengan keadaan stasiun 3 dengan nilai kandungan
klorofil-a tertinggi dengan rata-rata 0,89 mgl, dan kandungan unsur hara terendah yaitu kandungan nitrat sebesar 2,11 mgl dan posfat sebesar 0,01 mgl.
Universitas sumatera utara
Faktor Fisika-Kimia Perairan
Faktor abiotik merupakan faktor yang penting untuk diketahui nilainya karena sangat mempengaruhi faktor biotik lainnya di suatu perairan. Sifat fisika-
kimia perairan atau yang disebut faktor abiotik, secara langsung maupun tidak langsung menentukan kehidupan biotik. Faktor abiotik yang diukur pada saat
penelitian dilakukan meliputi faktor fisika-kimia lingkungan antara lain suhu, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, TDS, TSS, pH, salinitas, DO, BOD
5
, nitrat
dan fosfor. a. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap faktor fisika-kimia di perairan estuari Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara pada masing-masing
stasiun penelitian suhu berkisar antara 28-32 C. Fluktuasi suhu yang teramati
selama penelitian tidak menunjukkan variasi yang besar antara masing-masing stasiun. Rata-rata suhu tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 30,4
C dan suhu rata-rata terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 29,33
C. Hal ini dapat dikarenakan bahwa kondisi cuaca selama pengamatan relatif sama.
Menurut Barus 2004 bahwa fluktuasi suhu di perairan tropis yang umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi suhu udara yang tidak terlalu
tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi suhu air tahunan juga tidak terlalu besar. Secara umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran normal bagi organisme air
termasuk plankton. Suhu yang terdapat di perairan estuari Kecamatan Talawi Kabupaten Batu
Bara jika dihubungkan dengan kehidupan fitoplankton masih termasuk dalam kisaran suhu yang relatif optimum. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi
Universitas sumatera utara
kemampuan hidup organisme yang berada didalamnya termasuk fitoplankton. Menurut Barus 2004 suhu suatu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen
yang sangat diperlukan organisme akuatik untuk metabolismenya. Semakin tinggi suhu perairan, kelarutan oksigennya semakin menurun. Hasil pengukuran suhu
pada ketiga stasiun tersebut pada dasarnya masih normal dan belum membahayakan kehidupan biota laut.
b. Penetrasi Cahaya