nalisis Kehidupan Tokoh Utama Dalam Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo Dilihat Dari Pendekatan Sosiologis

(1)

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “YAKUZA MOON” KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS

SHAKAIGAKUTEKI NI TSUITE SHOKO TENDO NO

SAKUHIN NO YAKUZA MOON NO SHOUSETSU NO

SHUJINKO NO SEIKATSU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

YOHANA SISKAWATI SIHALOHO NIM : 090708007

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN SOSIOLOGIS, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari keterbatasan bahan maupun keterbatasan penulis sendiri dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumtera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Adriana Hasibuan, SS.,M.Hum selaku pembimbing I yang telah begitu teliti dan sabar untuk membaca dan mengkoreksi skripsi ini untuk lebih sempurna disela-sela tugasnya yang banyak.

4. Bapak Drs. Nandi S. S selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk dapat mengkoreksi skripsi ini.


(3)

5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Budaya khususnya dosen-dosen Sastra Jepang yang telah memberikan masukan dan pengetahuan tentang bahasa, masyarakat dan budaya Jepang.

6. Orang tuaku tercinta, Bapak alm.V. Sihaloho dan Ibu M. Simanihuruk yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada Ananda sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman Sastra Jepang stambuk 2009 yang telah memberikan inspirasi dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan teman-teman yang ingin mengetahui budaya Jepang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan untuk masa akan datang.

Medan, 22 Juli 2013 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I.PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... .5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 8

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.6 Metode Penelitian ... 14

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Definisi Novel ... 16

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel ... 17

2.1.2 Klasifikasi Novel ... 20

2.2 Setting Novel YakuzaMoon ... .23

2.3 Biografi Pengarang ... 25

2.4 Sosiologi Sastra ... .26

BAB III. ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON 3.1 Sinopsis Cerita ... 32

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Pada Masa kanak-kanak. ... 36

3.2.1 Di kalangan Keluarga ... 36


(5)

3.3.1 Di kalangan Keluarga………...……….. .. 44

3.3.2 Di kalangan Sekolah ... 47

3.3.3 Di kalangan Masyarakat ... 50

3.4 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Pada Masa Dewasa ... 53

3.5 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Setelah Menikah ... 56

BAB IV.KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(6)

ABSTRAK

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA NOVEL “YAKUZA MOON” KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN

SOSIOLOGIS

Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel. Novel merupakan karya sastra yang imajinatif dan merupakan hasil pemikiran pengarang mengenai suatu fenomena yang cerita-cerita didalamnya adalah sebuah gambaran hidup manusia yang dituangkan dalam tulisan dan dirangkai serta diolah sedemikian rupa sehingga memiliki jalan cerita tentang lika-liku perjalanan hidup manusia. Salah satu hasil karya sastra berupa novel adalah novel yang berjudul Yakuza Moon karya Shoko Tendo. Novel ini menceritakan tentang kisah hidup nyata seorang anak perempuan dari yakuza (organisasi kriminal Jepang) yang bernama Shoko Tendo.

Kehidupan Shoko masa kanak-kanak sangat bahagia. Ayahnya adalah pemimpin yakuza di Jepang yang sukses dengan bisnis-bisnis yang dijalaninya. Walaupun sibuk, ayah Shoko tetap tidak mengabaikan keluarganya sehingga Shoko tidak pernah merasa kekurangan perhatian


(7)

berubah menjadi menderita. Sejak ayahnya dipenjara tetangga kiri-kanan

Shoko yang dulu sangat segan dengan keluarga Shoko kini sudah mulai berani menggunjing keluarga Shoko. Di sekolah pun Shoko selalu dicemooh oleh teman-temannya dan mereka pun melakukan penindasan kepada Shoko. Hampir setiap harinya seperti pakaian dan sepatu senamnya dicampakkan ke tungku, ketika bersih-bersih Shoko

membersihkan lantai sedangkan teman yang lain hanya berdiam diri melihat Shoko mengerjakan semuanya sendirian. Saat Shoko duduk di kelas empat SD, ayahnya dibebaskan dari penjara, namun itu tidak menghentikan penderitaan Shoko malah membuatnya semakin parah. Ayah Shoko mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah untuk mabuk-mabukan dan pulang tengah malam dalam rangkulan para hostes-hostes yang ditemuinya di bar.

Ketika memasuki masa remaja yaitu lulus dari SD dan melanjutkan ke SMP, kehidupan Shoko mulai berubah drastis. Dia memutuskan menjadi seorang yanki (sebutan untuk anak liar di Jepang yang mengecat putih rambutnya dan suka balapan liar) yang membuat ayahnya selalu marah melihat setiap ulah nakalnya. Saat ayah marah,

Shoko akan mendapat pukulan keras benda-benda yang dilayangkan oleh ayah Shoko kepadanya, sehingga Shoko merasa hampir seperti mau mati. Walaupun mendapat perlakuan keras dari ayahnya Shoko tidak jera, ia tetap menjadi seorang yanki. Shoko bangga dengan statusnya menjadi seorang yanki, karena hanya di lingkungan yanki Shoko memiliki teman. Walaupun Shoko adalah seorang yanki, namun Shoko tetap pergi ke sekolah. Melihat tampilan Shoko sekarang otomatis tidak ada lagi teman-teman sekolahnya yang berani mengganggu Shoko. Selain telah berani


(8)

juga telah berani melawan gurunya karena tidak melakukan kejahatan dengan menjawab dan melakukan perlawanan terhadap sesuatu yang dituduhkan oleh gurunya seperti mengambil peroksida milik sekolah untuk mengecat rambutnya.

Ketika dewasa, Shoko memutuskan meninggalkan kelompok

yanki dan mulai bekerja sebagai seorang hostes di bar. Di bar ia selalu memberikan pelayan terbaik kepada para pelanggannya, hingga suatu saat seorang pelanggan jatuh cinta padanya dan ingin mengajaknya berkencan. Namun sayangnya setiap pria yang mencintainya dan dicintainya semuanya telah beristri. Hingga dunia percintaannya terus-menerus hanya menjadi gundik dari seorang pria yang telah beristri. Tak jarang juga setiap pasangan Shoko melakukan tindak kekerasan kepada Shoko sehingga membuatnya harus berulang kali masuk rumah sakit.

Suatu ketika Shoko bertemu dengan seorang pria di bar yang pada akhirnya menikahi Shoko. Pria itu bernama Takamitsu. Setelah menikah mereka memutuskan pindah dari Yokohama ke Tokyo dan meninggalkan semua yang dimiliki di Yokomaha dan memulai hidup di

Tokyo mulai dari nol. Karena tidak memiliki apa pun keadaan Shoko dan suaminya sangat miskin sehingga mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya bersama suaminya, Shoko juga menjadi tulang punggung di keluarga besarnya. Setiap bulan ia harus memberikan pinjamin kepada kakaknya Maki dan juga kepada ayahnya. Keadaan tersebut membuat

Shoko sangat tertekan karena ia tidak pernah merasakan sedikit pun hasil dari kerja kerasnya selama ini karena semuanya harus ia berikan kepada


(9)

mengatasi masalah keluarganya, sehingga suatu saat karena merasa tidak enak telah menyusahkan Taka maka Shoko meminta bercerai saja.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tidak dapat dipungkiri salah satu tujuan manusia hidup di dunia ini ialah untuk mencari kesenangan. Banyak aspek yang mendukung agar manusia dapat mencapai tujuan ini. Salah satu aspek yang menunjang itu bisa didapat dalam bentuk-bentuk sastra yang dapat memberikan nilai-nilai kesenangan dengan menikmati yang tersaji dalam beragam bentuk, termasuk bentuk yang disajikan berdasarkan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain seperti perasaan, semangat, kepercayaan, keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel. Yang menjadi ciri khas pengungkapan bentuk dalam sastra adalah bahasa. Saussure dalam Nurgiyantoro (1998:39) berpendapat bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Menurut Fowler (1977:80) bahasa berfungsi untuk membatasi sekaligus memperluas kemungkinan penafsiran teks bagi pembaca. Bahasa bukanlah milik penulis sebagai individu, melainkan milik masyarakat. Bahasa dimanfaatkan secara sosial, dipersiapkan melalui


(11)

paradigma penafsiran masalah-masalah sosial. Ciri-ciri bahasa sebagai sistem sosial memampukan pembaca untuk menerobos berbagai dimensi imajinasi dan kreativitas penulis.

Dengan bahasa, maka sastra dapat diungkapkan dengan banyak cara. Apabila bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan sistem pembentuk yang pertama, sastra merupakan sistem yang kedua. Pada masyarakat Indonesia, istilah sastra yang demikian dipakai untuk menyebut satu sistem yang terungkap pada ciptaan manusia, yang pada umumnya disebut karya seni yang menggunakan bahasa. Karya seni di sini dimaksudkan sebagai karya yang dalam proses produksi dan konsumsinya menuntut unsur keindahan. Di dalam dunia kesusasteraan, karya sastra dapat dibedakan kedalam berbagai bentuk dan jenis yang berbeda-beda. Karena unsur-unsur yang membentuk setiap karya sastra itu berbeda dan tujuan yang diharapkan dari karya sastra itu juga berbeda.

Menurut Culler (1977:264) karya sastra dianggap sebagai salah satu cara penafsiran dan pemberian makna yang terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, sebab karya sastra berusaha untuk memahami dan mengindentifikasi orang-orang lain, yaitu dalam kerangka intersubjektif.

Karya sastra sebagai hasil pemikiran dan cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat dimana saja yang memiliki kebudayaannya, oleh karena itu dalam karya sastra banyak menceritakan tentang interaksi antara manusia dengan manusia dalam lingkungan masyarakat. Sastra tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sebab karya sastra senantiasa bersumber dari peristiwa atau realitas sosial yang ada dalam masyarakat, yang mengungkapkan masalah-masalah manusia dan kemanusian, makna hidup dan kehidupan, melukiskan suka dan duka manusia,


(12)

kasih sayang dan kebencian, kesetiaan dan kemunafikan, serta segala sesuatu yang dialami manusia.

Sastra adalah perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan adalah media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melodi musik, lukisan atau pun karya lingkungan binaan. Dapat dikatakan juga bahwa karya sastra merupakan karya imajinatif dari seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni dan juga memberikan gambaran kehidupan sebagaimana yang diinginkan oleh pengarangnya sekaligus menunjukan sosok manusia sebagai insan seni.

Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Menurut Mukarovsky dalam Antoni (2010:1) sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasari aspek kebahasaan maupun aspek makna.

Dalam kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi dua yaitu sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Yang termasuk kedalam kategori sastra adalah novel, cerpen, komik, syair, pantun, drama, kaligrafi. Dalam makalah ini, penulis mengambil novel yang merupakan salah satu karya sastra yang dijadikan sebagai bahan pembahasan.

Novel merupakan karya sastra yang imajinatif dan merupakan hasil pemikiran pengarang mengenai suatu fenomena yang cerita-cerita di dalamnya


(13)

dirangkai serta diolah sedemikian rupa sehingga memiliki jalan cerita tentang lika-liku perjalanan hidup manusia. Pengertian novel menurut H.B. Jassin dalam Antoni (2010:9) adalah sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang.

Salah satu hasil karya sastra berupa novel adalah novel yang berjudul Yakuza Moon karya Shoko Tendo. Novel ini menceritakan tentang kisah hidup nyata seorang anak perempuan dari yakuza (organisasi hitam produk Jepang) yang bernama Shoko Tendo. Shoko adalah anak dari pasangan Hiroyashu yang merupakan bos yakuza dengan istrinya yang bernama Satomi. Shoko anak ketiga dari empat bersaudara. Daiki abangnya, Maki kakaknya, Natsuki adiknya. Shoko

dan ketiga saudaranya terlahir dalam sebuah keluarga yakuza yang cukup terkenal di Jepang.

Yakuza Moon merupakan memoar yang menceritakan fase perjalanan hidup

Shoko Tendo, penulis buku ini sendiri, secara detail dengan latar belakang kehidupan seputar yakuza yang benar-benar pernah menjalani hidup dalam lingkungan yang akrab dengan kekerasan, seks, dan narkoba.

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas kehidupan tokoh utama dalam novel Yakuza Moon melalui penelitian yang berjudul “ANALISIS

KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON

KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN SOSIOLOGIS”.

1.2Perumusan Masalah

Kegiatan penelitian dilakukan untuk mencapai hasil yang digunakan dan untuk mengetahui kebenaran dan atau ketidak benaran suatu objek. Pada


(14)

dasarnya suatu penelitian dilakukan bertujuan untuk memecahkan permasalahan. Permasalahan adalah rintangan yang dihadapi dan memerlukan pemecahan, begitu juga dengan karya sastra berupa novel Yakuza Moon karya Shoko Tendo banyak permasalahan yang harus dipecahkan.

Di dalam novel ini menceritakan tentang kehidupan nyata penulis sekaligus tokoh utama Shoko Tendo yaitu seorang perempuan muda yang berhasil memenangkan pergulatan dalam hidupnya yang keras. Di dalam novel ini juga memberikan pengalaman yang berbeda, namun nyata mengenai kehidupan yakuza

Jepang dari sudut pandang seseorang yang benar-benar pernah mengalaminya. Semula Shoko beserta keluarga tinggal di Toyonaka, sebelah utara Osaka, tetapi ketika Shoko masih kecil sekali mereka pindah ke rumah baru di Sakai.

Shoko dan saudaranya diajarkan tata krama kuno yang harus mengikuti apa kata-kata orang tua dan Shoko menyukainya.

Suatu hari ayah Shoko terlilit perkara dan dijebloskan ke penjara. Sejak saat itu hampir setiap hari dia mendengar hal yang baginya sangat menjijikkan. Bahkan, di sekolah pun, ketika Shoko kelas dua, mendengar guru-guru yang dia kenal bersikap lembut, mengoloknya dengan berkata bahwa Shoko adalah anak idiot. Dia masih kecil dan tak mampu berbuat apa-apa. Dan teman-temannya pun jadi sering menindas dan melecehkannya dengan cara yang sangat baik sehingga tak dapat diketahiu oleh guru. Ketika Shoko masuk SMP, kakaknya Maki mulai meninggalkan sekolah dan memilih menjadi yanki dan Shoko pun mengikuti jejak kakaknya. Yanki adalah sebutan untuk anak liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan dengan mobil atau motor tanpa peredam suara pada knalpotnya.


(15)

Ketika Shoko tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, dunia hitam menjadi lingkaran setan hidup Tendo. Sampai suatu saat ia memutuskan untuk hidup bersih dari narkoba. Tendo yang terjerat narkoba dari muda dari hanya mabuk menggunakan tiner hingga amfetamin, menuturkan bagaimana ia berhasil lepas dari ketergantungan hanya dengan usaha sendiri.

Tendo hidup dari satu kehidupan seorang anggota geng keanggota geng yang lain. Spirit untuk tetap hidup membuatnya selalu dapat bertahan menghadapi kekerasan yang dia dapatkan dari kehidupan tersebut. Dia tak menyerah untuk mendapatkan sebuah cinta dalam hidupnya dan dia mendapatkannya walau akhirnya dia memutuskan pula untuk melepaskannya. Tato di sekujur tubuhnya seakan ingin membuktikan bahwa ia tetap hidup dan tegar. Tegar menghadapi hitamnya kehidupan dan menuju warna putih kehidupan. Ketika keluarga Shoko

bangkrut Shoko memutuskan untuk bekerja sebagai seorang hostes, di tempat kerjanya ia bertemu dengan seseorang yang akhirnya menikah dengannya yaitu

Takamitsu. Sejak menikah mereka memutuskan untuk pindah ke Yokohama dan meninggalkan Osaka. Mereka memulai hidup baru namun hingga saat itu pun penderitaan yang dialami Shoko belum juga berakhir. Shoko bersama suaminya bekerja keras untuk membiayai keluarga Shoko.

Dari hari kehari penderitaan Shoko tak kunjung berakhir bahkan ketika ibu dan ayahnya telah meninggal, masih ada kakaknya Maki yang selalu membuatnya menderita. Karena merasa kasihan terhadap Takamitsu yang rela bekerja keras untuk keluarga Shoko maka Shoko memutuskan bercerai dengan Takamitsu.

Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :


(16)

“ Bagaimana kehidupan Shoko Tendo (tokoh utama) novel Yakuza Moon

sebagai anak seorang yakuza pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan setelah menikah? “.

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya pada analisis kondisi sosial kehidupan Shoko Tendo sebagai tokoh utama mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan setelah menikah, serta interaksi-interaksi antara Shoko Tendo dengan tokoh lainnya.

Judul novel : Yakuza Moon

Halaman novel : 231 halaman Istilah bahasa : Bahasa Indonesia Jumlah cuplikan : 18 cuplikan

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Karya sastra menurut Pradopo (1994:59) adalah karya seni, suatu karya yang menghendaki kreativitas. Karya sastra digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan pikirannya tentang suatu yang ada dalam realitas yang pernah


(17)

dihadapinya. Realitas itu merupakan faktor penyebab pengarang menciptakan sebuah karya disamping unsur imajinasi.

Karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi dua macam. Karya sastra yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa novel, cerpen, essai, dan cerita rakyat. Sedangkan karya sastra yang bersifat non fiksi berupa puisi, drama dan lagu. Dalam kajian penelitian ini penulis mengkaji sebuah novel. Nursisto (2000:168) mengatakan bahwa novel adalah media menuangkan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan di sekitarnya. Pada setiap karya sastra, terdapat dua unsur yang berpengaruh dalam membangun suatu karya sastra yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik dalam sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Dengan mempertimbangkan kapasitas intrinsik karya sastra, Robert Stanton dalam Ratna (2003:186) membedakan unsur-unsur fiksi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Tema

2. Alat-alat penceritaan 3. fakta-fakta cerita

Alat-alat penceritaan terdiri atas: sudut pandang, konflik, ironi, simbolisme, dan gaya. Sedangkan fakta-fakta cerita terdiri atas: plot, latar dan tokoh. Tokoh menurut Aminudin (2000:79) adalah para pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan arti tokoh secara umum adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi, tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan seorang pengarang. Jadi pengarang memiliki kebebasan dalam menciptakan watak tokohnya. Sedangkan unsur ekstrinsik


(18)

adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme suatu karya sastra. Salah satu bagian dari unsur ekstrinsik adalah sosiologi. Sosiologi berasal dari akar kata

sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi

(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, menurut Ratna (2003:1) sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evousi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Menurut Soekanto dalam Keliat (2012:07) objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbal balik dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Menurut Ratna (2003:4) masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Sedangkan Menurut Macluer dan Page dalam Soekanto (2003:24) bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata karma, dari wewenang dan kerja sama antar berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaan manusia. Membahas tentang sosiologi tokoh utama dalam suatu karya sastra, maka hal ini tidak lepas dari unsur ekstrinsik dari sebuah karya sastra.

Sosiologi dalam karya sastra merupakan unsur yang tidak berada di dalam suatu karya sastra tetapi mempengaruhi jalan cerita di dalamnya. Sosiologi tokoh dalam suatu karya sastra berbentuk novel dapat kita lihat dalam karakter tokoh dalam cerita sebuah novel.


(19)

Dalam novel Yakuza Moon, pengarang menyajikan suatu karya sastra fiksi yang mengandung banyak nilai-nilai sosiologi yang tergambar jelas dari sikap, sifat, serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai unsur yang membawa pesan, amanat, atau moral yang kiranya dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

2. Kerangka Teori

Dalam meneliti suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang berfungsi sebagai titik tolak atau acuan penulis dalam menganalisis karya sastra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan semiotik dan sosiologi sastra.

Menurut Pradopo (2002:270) semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa sosial masyarakat dan kebudayaan itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensasi-konvensasi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Menurut Peirce dalam Antoni (2010:12) tanda adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian, karya seni : sastra, lukis, patung, film, tari, musik, dan lain-lain yang berada di sekitar kehidupan kita. Atau secara general semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco dalam Faruk, 1999:44). Selanjutnya penulis melakukan analisis menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Menurut Ratna (2003:2) sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung


(20)

didalamnya. Sosiologi sastra mewakili keseimbangan antara kedua komponen, yaitu sastra dan masyarakat. Oleh karenanya, analisis sosiologi memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Penelaah unsur sosiologi sastra juga dikaitkan dengan sistem kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi interaksi sosial yang cenderung menghasilkan suatu kebudayaan. Dimana di dalamnya mengatur cara hidup manusia hidup berkelompok, dan berinteraksi dalam jalinan hidup bermasyarakat.

Menurut Joseph B. Gittler dalam Ratna (2003:178) interaksi sosial merupakan interaksi yang paling penting bagi pembentukan personalitas individu. Interaksi sosial melibatkan makna, nilai, tujuan, dan sistem simbolik. Interaksi sosial memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas terhadap wilayah sosiologi sastra. Tahap perkembangan menurut E.Hurlock (http://www.siputro.com/2011/05/tahap-perkembangan-menurut-erikson-hurlock/)

1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir. 2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua. 3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. 4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.

5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun. 6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun

7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun. 8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.


(21)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sebelum melakukan sebuah penelitian maka harus diketahui dulu apa itu tujuan penelitian. Hal ini dikarenakan supaya tidak mengalami kesulitan untuk meneliti sebuah masalah. Adapun tujuan penelitian iniadalah:

“Untuk mengetahui kehidupan Shoko Tendo yang merupakan anak seorang pimpinan yakuza mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan setelah menikah”

2. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sosiologi sastra dalam karya sastra fiksi terutama dalam novel Yakuza Moon yang merupakan objek kajian peneliti.

2. Bagi penulis lain, agar menjadi sumber masukan dan referensi untuk menganalisis karya sastra novel lainnya yang menggunakan pendekatan sosiologis sastra dimasa yang akan datang.

1.6 Metode Penelitian

Didalam melakukan sebuah penelitian, tentulah dibutuhkan sebuah metode sebagai bahan penunjang dalam penulisan untuk mencapai tujuan. Subagyo (1997:1) mengatakan bahwa metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunaannya, sehingga


(22)

dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.

Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif. Ratna (2004:46) mengatakan bahwa metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dengan hubungannya dengan konteks kebenarannya. Cara-cara inilah yang mendorong kualitatif dianggap sebagai multi metode sebab pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan.

Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research), dengan mengambil sumber acuan dari berbagai buku yang berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra, serta buku-buku lainnya sebagai literatur tambahan.

Selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah di Medan, Serta Perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di Medan, juga pemanfaatan berbagai website atau situs-situs yang membahas sosiologi sastra serta literatur penunjang lainnya juga dilakukan untuk melengkapi data-data penelitian ini.


(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Definisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa” (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:9). Dalam bahasa Jerman novel disebut novelle dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Menurut Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan dari pada fakta.

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur-unsur yang berkaitan


(24)

satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Sehingga dengan unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud. Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain:

1. Unsur intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. (Nurgiyantoro 1995:23) berpendapat unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang membaca sebuah karya sastra.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain.

a. Tema

Istilah tema menurut Scarbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca harus terlebih dahulu memahami unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna, yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya


(25)

b. alur atau Plot

Stanton dalam Nurgiyantoro (1995:14) mengemukakan bahwa plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya.

Alur terbagi dua bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

c. penokohan

Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

d. Latar

Stanton (2007:35) menyebutkan latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat terwujud dekor (tempat), dan juga terwujud waktu-waktu tertentu. Biasanya latar diketengahkan melalui baris-baris deskriptif


(26)

e. Sudut pandang

Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:142) memaparkan bahwa sudut pandang

(point of view) mengacu pada cara sebuah cerita dikisahkan. Hal ini merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya.

f. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

g. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

2. Unsur ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra tersebut. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita


(27)

Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur intrinsik juga memiliki beberapa unsur diantaranya subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra, yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.

Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama dan sebagainya.

2.1.2 Klasifikasi Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam sekala yang lebih besar dan kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual, namun semuanya tetap saling berkaitan.

Menurut Sumardjo dalam Suroto (1989:27), novel terdiri dari dua jenis yaitu novel pop (novel populer) dan novel serius.

1. Novel populer (novel pop)

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah yang aktual dan menzaman , namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens dan tidak


(28)

berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius. Ciri-ciri novel populer yaitu :

1. Temanya selalu menceritakan kisah asmara belaka tanpa masalah lain yang lebih serius.

2. Novel populer terlalu menekankan plot cerita sehingga mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-unsur novel lainnya.

3. Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional, cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal tanpa pendalaman.

4. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak nyata dalam kehidupan. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.

5. Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang rata-rata tunduk pada hukum konvensional.

6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup dikalangan mudi kontemporer, dan Indonesia pengaruh gaya berbicara serta bahasa hari Jakarta sangat berpengaruh dalam novel jenis populer ini.

2. Novel Serius (novel sastra)

Berbeda dengan novel populer, novel serius atau novel sastra harus sanggup memberikan yang serba kemungkinan. Jika ingin memahami novel sastra diperlukan daya konsentrasi yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini


(29)

Disamping memberikan hiburan, novel serius juga memiliki tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru juga. Karena adanya unsur pembaharuan tersebut teks kesastraan menjadi mengesankan. Oleh karena itu, novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang besifat ketinggalan karena pengarang akan berusaha untuk menghindarinya.

Novel sastra menurut aktifitas pembaca secara lebih serius, menuntut pembaca untuk mengoperasikan daya intelektualnya. Pembaca dituntut untuk ikut merekonstruksikan duduk persoalan masalah dan hubungan antar tokoh. Teks kesastraan sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga menyebabkan pembaca harus benar-benar mengerahkan konsentrasinya untuk memahami teks cerita. Stanton (2007:4) menjelaskan bahwa secara implisit maupun eksplisit disebutkan bahwa novel serius dimaksudkan untuk mendidik dan mengajarkan sesuatu yang berguna untuk kita dan bukan hanya memberikan kenikmatan. Faktanya, novel serius dapat memberikan kenikmatan dan memang begitu adanya. Pernyataan ini telah diungkapkan dan dibuktikan oleh banyak orang.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel Yakuza Moon

ini kedalam novel serius karena dalam novel ini menceritakan tentang perjuangan hidup Shoko Tendo untuk dapat terbebas dari dunia hitam yang sedang membelenggunya sebagai akibat dari kenyataan bahwa dia adalah putri seorang pimpinan yakuza.


(30)

2.2 Setting Novel Yakuza Moon

Setiap karya sastra disusun atas unsur-unsur yang menjadikannya sebuah kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya sastra adalah unsur intrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra dalam hal ini adalah novel.

Setting atau latar yang disebut juga landasan tumpuan, menyarankan pada lingkungan tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Unsur-unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dalam novel Yakuza Moon mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang seperti Osaka, Yokohama, dan Tokyo. Latar peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat – tempat seperti di sekolah, rumah, penjara, bar dan lain-lain.

2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan latar tempat dan latar waktu faktual.

Novel Yakuza Moon menggambarkan latar waktu sekitar tahun 1974-2001 yaitu masuk dalam kategori zaman modern.


(31)

3. Latar Sosial

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat.

Novel Yakuza Moon bila dilihat dari latar sosialnya adalah menggambarkan tentang kondisi masyarakat modern. Latar sosial tokoh utama juga digambarkan memiliki kelas sosial yang berbeda-beda.

2.3Biografi Pengarang

Shoko yang bernama asli Shoko Tendo lahir tahun 1968 di musim dingin merupakan putri seorang pimpinan yakuza yaitu Hiroyashu dan istrinya yang bernama Satomi. Shoko adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Yakuza Moon “Memoar Seorang Putri Gangster Jepang” adalah buku pertama yang ditulis oleh Shoko Tendo pada tahun 2004. Isi dari novel Yakuza Moon menceritakan kembali kisah kehidupannya sedari masa kecil hingga kini ia yang hanya tinggal dengan putrinya.

Shoko, seorang putri dari pemimpin Gangster “Yakuza”, yang pada saat itu kedudukan ayahnya sangat tersohor. Memiliki kekayaan dan kekuasaan di beberapa daerah hingga mempunyai banyak aset bisnis. Shoko menghabiskan masa remajanya dalam pergaulan dunia obat-obatan keras dan seks, juga menaungi dirinya dengan jati diri ‘Gangster cilik’. Hidupnya telah dipenuhi oleh


(32)

kekerasan, kecanduan narkoba dan pemerkosaan. Saat pembuatan buku tersebut (2004), Shoko baru berusia 32 tahun, ia mengubah hidup di sekeliling sebelum menulis biografinya.

Dari semua kejadian yang Shoko alami telah meninggalkan bekas luka seperti patah tulang dan gigi, gendang telinga berlubang, hernia, dan hepatitis, mungkin dampak dari penggunaan narkoba juga. Operasi plastik telah membantu merekonstruksi wajahnya, namun kesehatannya sangat rawan walau dia sudah mulai pulih dari berbagai operasi yang ia jalani. Sepanjang masa kecilnya, Tendo mendengarkan cerita-cerita romantis tentang kehormatan yakuza dan perannya dalam masyarakat. Cerita-cerita tersebut merupakan pembelaan dari ayahnya, meskipun keterlibatannya massa dalam prostitusi, narkoba, penipuan real estate

dan bahkan pembunuhan telah diketahui Shoko.

Dan saat ini, Shoko adalah ibu tunggal dari putrinya yang dia besarkan sejak saat ia mulai menulis kelanjutan untuk Yakuza Moon. Pasangannya adalah seorang fotografer dan jauh dari orang-orang sesama ‘yakuza’ yang hampir menghancurkan hidupnya.

2.4 Sosiologi dalam Kajian Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, menurut Ratna (2003:1) sosiologi sastra berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evousi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum,


(33)

Menurut Ratna (2003:2) sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian hakikat sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang sastra sosiologi merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta.

Menurut Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara karya dengan masyarakat, antara lain:

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek kemasayarakatannya.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakangi.

4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah antara sastra dengan masyarakat, dan

5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepedensi antara sastra dan masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial.


(34)

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat merefleksikan zamannya.

Di dalam genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah yang dianggap paling diminati dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga cenderung merupakan bahasa sehari-hari.

Bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsive sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itulah, menurut Hauser dalam Ratna (2004:336) karya sastra lebih jelas mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti pada novel Yakuza Moon yang menunjukkan kehidupan masyarakat Jepang masa kini atau masyarakat modern, dimana masyarakatnya memiliki kelas sosial yang berbeda-beda yang terjadi di tengah masyarakat terutama dalam lingkungan yakuza. Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan dengan ilmu sosial dan humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra.


(35)

masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya satra dengan hakikat yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari.

Inilah aspek-aspek sosial karya sastra. Dimana karya sastra diberikan kemungkinan yang luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecendrungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. selama pembaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.

Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang terlibat adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi,dan politik. Yang perlu diperhatikan dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu.

Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dilakukan menurut Ratna (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu:

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi.

2. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialetika.


(36)

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu , dilakukan dengan disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua.


(37)

BAB III

ANALISIS KEHIDUPAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL YAKUZA MOON KARYA SHOKO TENDO DILIHAT DARI PENDEKATAN

SOSIOLOGIS

3.1 Sinopsis Cerita

Tokoh utama dalam cerita “Yakuza Moon” adalah seorang putri yakuza yang bernama Shoko Tendo. Shoko lahir di musim dingin tahun 1968 di Toyonaka, sebelah utara Osaka. Ayah Shoko bernama Hiroyashu dan ibunya bernama Satomi. Shoko memiliki kakak laki-laki Daiki, dua belas tahun lebih tua dan kakak perempuannya Maki, hanya terpaut dua tahun lebih tua serta adik bungsunya

Shoko bernama Natsuki, lima tahun lebih muda dan sering dipanggil dengan Na-chan.

Semula Shoko beserta keluarga tinggal di Toyonaka, tetapi ketika Shoko masih kecil sekali mereka pindah ke rumah baru di Sakai sebelah selatan Osaka. Rumah yang indah dan besar untuk ukuran rumah di Jepang pada umumnya.

Ayah Shoko merupakan bos yakuza setempat, dan juga menjalankan tiga bisnis yaitu ; kontraktor pekerjaan umum, perusahaan konstruksi bangunan, dan perusahaan real estate. Sebagai seorang bos yakuza, ayah Shoko sangat sibuk mengurus gengnya dan sibuk mengurus bisnis-bisnisnya. Namun, dimata anak-anaknya ayah merupakan sosok yang menyenangkan. Disela kesibukannya ada seorang istri yang sangat setia mendampingi ayah yaitu ibu Shoko. Sosok ibu

Shoko sangat sederhana, lembut, dan sangat tabah. Kedua orang tua Shoko selalu bersikap baik, tetapi mereka tidak bisa dibantah mengenai tata krama. Shoko dan


(38)

saudaranya diajarkan tata krama kuno yang harus mengikuti apa kata-kata orang tua dan Shoko menyukainya.

Ketika usia Shoko berumur tujuh tahun, nenek Shoko meninggal dunia. Setelah pemakaman, seluruh keluarga berkumpul dan terjadilah pertengkaran antara ayah Shoko dan pamannya. Beberapa hari setelah itu, ayahnya terlilit perkara dan dijebloskan ke penjara. Semula, sebelum ayahnya masuk penjara mereka adalah keluarga yang sangat ditakuti dan tidak pernah berurusan dengan tetangga kiri-kanan. Tetapi setelah ayahnya masuk penjara, tiba-tiba setiap orang menggunjing dan melecehkan Shoko. Hampir setiap hari dia mendengar hal yang baginya sangat menjijikkan. Bahkan, di sekolah pun, ketika Shoko kelas dua, mendengar suara guru-guru yang dia kenal bersikap lembut, mengoloknya dengan berkata bahwa Shoko adalah anak yang idiot. Dia masih kecil, dan tak mampu berbuat apa-apa. Dan teman-temannya pun jadi sering menindas dan melecehkannya dengan cara yang sangat baik sehingga tak dapat diketahui oleh guru. Tapi Shoko tidak pernah menceritakan hal itu kepada siapa pun, kecuali pada buku dan pensil yang ia miliki.

Setelah Shoko duduk di kelas empat, ayahnya dibebaskan dari penjara. Ini sangat menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi Shoko. Hampir setiap malam ayah pulang larut dan dalam keadaan mabuk serta diantar oleh hostes-hostes. Namun ibu Shoko tidak akan pernah marah karena ibu selalu tabah dan menjadi istri yang baik. Sejak ayah keluar dari penjara, bagi Shoko sosok ayah menjadi sangat menyeramkan. Ayah akan mengamuk dengan menghancurkan setiap barang yang dilihatnya kalau perkataannnya tidak dituruti.


(39)

Selama hampir enam tahun siksaan dan derita menghampiri Shoko di sekolah dasar, akhirnya Shoko lulus dan ia tahu bahwa bukan berarti ia tidak akan mendapat siksaan dan hinaan dari orang lain. Ketika Shoko memasuki SMP, kakaknya Maki mulai meninggalkan sekolah dan memilih menjadi yanki.Yanki

adalah sebutan untuk orang liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan motor maupun mobil dengan knalpot tanpa peredam suara. Dan bagi Shoko itu adalah hal yang sangat keren dan mengagumkan.

Saat larut malam, Shoko memergoki Maki kakaknya tengah berjingkat-jingkat keluar rumah. Takut jika Shoko melaporkan hal itu, maka Maki mengajak Shoko

ikut dengannya dan mendandani Shoko alaYanki. Shoko tahu itu akan membuat ibunya sedih jika ketahuan, namun karena rasa penasaran dan keingintahuan

Shoko akhirnya ikut dengan Maki. Shoko sangat mengagumi penampilannya kini dengan ala yanki. Dan kabar ini sudah sampai ke sekolah bahwa Shoko sekarang adalah yanki. Tetapi Shoko masih tetap pergi ke sekolah dan ia menjadi ditakuti, tak ada lagi yang berani menghinanya. Begitulah awal dari perjalanan Shoko yang akhirnya Shoko terjerumus ke dunia seks, obat terlarang, dan dapat disebut sebagai orang kriminal karena terus diburu oleh polisi.

Hal itu diketahui oleh ayahnya, namun Shoko tetap tidak mau mengubah gaya hidupnya. Ketika Shoko tertangkap oleh geng ayahnya, Shoko diantar ke rumah, maka saat itu Shoko mendapatkan perlakuan yang menyakitkan dari ayahnya. Namun Shoko tidak akan pernah menangis dan itu pun tidak akan mengubah gaya hidupnya.

Sampai akhirnya keluarga Shoko bangkrut dan mengharuskan Shoko bekerja keras untuk melanjutkan hidup dan membayar hutang-hutang keluarganya.


(40)

Akhirnya Shoko meninggalkan dunia yang membawanya bersenang-senang kedunia pekerjaan. Dia mulai bekerja menjadi seorang hostes di sebuah tempat hiburan.

Sebagai hostes Shoko masih mendapat penghinaan dan penderitaan yang sangat keji. Suatu hari Shoko bertemu dengan seorang pria di bar bernama

Takamitsu yang akhirnya menikahinya. Sejak mereka menikah, mereka pindah ke Yokohama untuk memulai hidup dari awal. Tapi penderitaan belum juga pergi dari kehidupan mereka. Shoko bersama suaminya harus bekerja keras untuk membiayai keluarga Shoko.

Bahkan ketika ayah dan ibu Shoko meninggal dunia, penderitaan mereka belum berakhir, masih ada kakaknya Maki yang selalu membuatnya menderita. Dan melihat suaminya yang bekerja keras untuk membantu keluarganya, Shoko

akhirnya mengambil keputusan untuk bercerai dengan Takamitsu.

Setelah kematian ayahnya hidupnya pun mulai benar-benar berubah. Dia tidak lagi bekerja sebagai hostes, tetapi dia berani untuk mengambil langkah menjadi seorang penulis dan Shoko tinggal di Tokyo.

3.2 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Kanak-Kanak 3.2.1 Di Kalangan Keluarga

Cuplikan 1 (hal. 3)

“Ayah sangat sibuk mengurus geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu meluangkan pekan pertama tahun baru untuk keluarga. Kami tak sabar menunggu pesta makan besar yang disiapkan sendiri oleh ibu : tumis sayuran


(41)

semuanya disajikan di atas meja susun tiga berpelitur hitam mengkilap. Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami. Inilah ritual tahunan keluarga Tendo.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menerangkan kehidupan masa kanak-kanak Shoko di kalangan keluarga tepatnya pada usia sebelum menginjak sekolah dasar. Hal ini ditandai dengan adanya kalimat, “Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami.” Dalam kalimat itu jelas terlihat kalau Shoko belum bisa membaca sehingga ia meminta orang tuanya untuk membaca dan menerangkan gulungan kertas yang diambilnya. Sedangkan pada kalimat, “Ayah sibuk mengurus geng dan bisnis-bisnisnya yang lain, tetapi ia akan selalu meluangkan pekan pertama tahun baru untuk keluarga.” Menunjukan bahwa sang ayah sangat menyayangi dan memperdulikan keluarganya sehingga sesibuk apa pun pekerjaannya, ia akan menyempatkan waktu di pekan pertama tahun baru untuk bersama-sama dengan keluarganya. Dan dalam kalimat, “Dihari pertama tahun baru, setelah selesai makan, kami sekeluarga akan pergi ke kuil terdekat dan menyampaikan doa pertama kami. Kami yang kanak-kanak akan mengambil gulungan kertas ramalan dan meminta orangtuaku untuk membaca, lalu menerangkannya kepada kami. Inilah ritual tahunan keluarga Tendo.” Ini menunjukan bahwa saat Shoko masih kanak-kanak, keluarga Shoko selalu menjalani tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat jepang setiap tahunnnya.


(42)

Cuplikan 2 (hal. 4)

“Orang tuaku selalu bersikap lembut, tetapi mereka tak bisa dibantah dalam urusan tata krama. Bahkan pembantu kami pun dilarang memanjakan kami. Kami tidak dibolehkan menonton televisi selagi makan. Kami harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, lalu setelah selesai makan, kami harus membersihkan sendiri piring kami. Meskipun dididik dalam tata krama kuno, aku menyukainya.”

Analisis

Cuplikan di atas menandakan ketika masih kanak-kanak Shoko dididik dalam keluarga yang cukup disiplin, dan dengan tata krama yang telah ditanamkan oleh orang tua mereka sejak masih dini. Walaupun dididik dalam tata krama kuno seperti tidak boleh menonton televisi saat makan, harus mengucapkan syukur sebelum dan sesudah makan, serta membersihkan piring sendiri, namun shoko menyukainya. Meskipun Shoko hidup dalam keluarga yakuza, namun hidup mandiri dan disiplin menjadi sebuah didikan dalam keluarga Shoko.

Cuplikan 3 (hal.10)

“Tak lama setelah aku duduk di kelas empat, ayah dibebaskan dari penjara. Ia mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah dan pulang tengah malam bersama hostes-hostes dalam rangkulannya. Lalu, ia akan berteriak, “Satomi! Shoko! Aku membawa hadiah untuk kalian. Kemarilah dan bantu aku memakannya.”Aku tidak ingin melihat ayah mengamuk ketika ia mabuk, maka betapa pun mengantuknya


(43)

“ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang. Itulah awal mula saat berat badanku naik pesat.”

Analisis

“Tak lama setelah aku duduk di kelas empat, Ayah dibebaskan dari penjara. Ia mulai keluar setiap petang ke bar-bar mewah dan pulang tengah malam bersama hostes-hostes dalam rangkulannya.” Pada cuplikan di atas dapat diketahui ketika ayah Shoko bebas dari penjara, tepatnya ketika Shoko duduk di kelas empat sekolah dasar, hidup Shoko berubah drastis, dulu sebelum ayahnya terjerat perkara dan mengharuskannya masuk penjara, kehidupan Shoko di keluarga sangat bahagia. Namun kini kebahagiaan itu sedikit berubah. Ayah Shoko tidak lagi memperhatikan perasaan ibu Shoko, ia selalu pulang malam dalam pelukan hostes-hostes yang ditemuinya di bar. Dalam kalimat, “Aku tidak ingin melihat ayah mengamuk ketika ia mabuk, maka betapa pun mengantuknya aku atau sekenyang apapun perutku, aku meninggalkan tempat tidurku. “ Kelihatannya lezat sekali ayah.” Dan aku memaksakan diri tersenyum setiap kali menghabiskan kue atau biskuit yang ia bawa pulang.” Menunjukkan bahwa kehidupan Shoko tersiksa dan menderita karena perilaku ayahnya yang suka mabuk dan selalu pergi ke bar, serta berpelukan dengan hostes-hostes di bar.

3.2.2 Di Kalangan Sekolah Cuplikan 1 (hal.7)

“Namun akibatnya, karena aku tidak pernah bercerita kepada siapa pun, penindasan yang ditujukan kepadaku segera menjadi rutin. Pakaian dan sepatu


(44)

senamku dicampakkan ke tungku. Ketika tugas bersih-bersih, aku selalu menjadi satu-satunya yang harus membersihkan lantai. Selebihnya aku nyaris sepenuhnya diabaikan sehingga rasanya aku tak pernah ada. Yang paling banyak menindasku dan melecehkanku adalah anak-anak pintar yang orang tuanya memiliki pekerjaan yang terhormat. Cara mereka menyakitiku sungguh licik dan cerdik sehingga guru-guru tidak mengetahuinya, kecuali aku melakukan perlawanan. Aku sadar, tak ada gunanya menceritakan kepada siapa pun, itu hanya akan membuat urusan makin runyam. Para penggangguku akan melakukan segala cara agar tidak ketahuan dilain waktu. Tetapi peduli setan dengan apa yang mereka lakukan padaku. Aku tak pernah menangis atau mangkir dari sekolah, kecuali aku benar-benar sakit. Satu-satunya temanku hanyalah pensil dan buku catatan. Aku menghabiskan waktu makan dan istirahat dengan menggambar apa saja dan mengabaikan segala ejekan teman-teman sekelasku.”

Analisis

Pada cuplikan di atas dapat diketahui bahwa ketika Shoko SD, ia tidak mempunyai teman sama sekali, semua siswa selalu mengejek dan menyiksanya nyaris hampir setiap hari. Cara mereka menyiksa Shoko sungguh rapi sehingga guru-guru sekolah Shoko tidak mengetahui semua yang telah dilakukan teman-teman Shoko selama di sekolah. Shoko tidak pernah mengadu kepada siapa pun bahkan keluarganya sekali pun, bukan karena takut, buktinya walaupun ia selalu disiksa tapi ia tidak pernah absen untuk hadir ke sekolah kecuali dia benar-benar sedang sakit, namun karena Shoko tidak mau urusan ini menjadi panjang dan runyam, sehingga ia tutup mulut atas semua perlakuan buruk yang diterimanya.


(45)

3.2.3 Di Kalangan Masyarakat Cuplikan 1 (hal.5)

“Beberapa hari setelah itu, ayah terlilit perkara dan dijebloskan ke dalam penjara. Kami tidak pernah punya urusan dengan tetangga kiri-kanan sejak kami pindah rumah, tetapi tiba-tiba setiap orang menggunjing kami, dan semuanya menjijikan. Inilah pengalaman pertamaku dilecehkan, tetapi itu bukan yang terakhir.”

Analisis

Cuplikan di atas menunjukan bahwa penderitaan Shoko diejek, ditindas maupun dilecehkan oleh masyarakat sekitar bermula ketika ayah Shoko masuk penjara. Dulu sebelum masuk penjara ayah Shoko adalah sosok yakuza yang kuat dan dihormati, sehingga masyarakat takut kepada mereka, namun ketika ayahnya kehilangan kekuatan dan dijebloskan ke penjara, maka masyarakat mulai mengusik kehidupan keluarga Shoko dan mulai menggunjingnya.

Cuplikan 2 (hal.5)

“Suatu saat, ketika aku menggambar di depan rumah, salah seorang perempuan yang melintas di jalanan mendekatiku. Ia membungkuk dan membisikkan sesuatu di telingaku, “Shoko-chan, tahukah kamu bahwa kakakmu yang paling tua bukan kakak kandungmu? Ibumu sudah punya anak sebelum bertemu dengan ayahmu. Apa yang dikatakan perempuan itu tidak mempengaruhi perasaanku terhadap kakak lelakiku. Aku hanya tidak paham kenapa seseorang harus menyampaikan kepada anak kecil hal semacam itu. Dan anak-anak di sekitar rumah segera meniru kelakuan orang tua mereka.”


(46)

Analisis

Pada cuplikan di atas menunjukan bahwa masyarakat sekitar rumah Shoko

berusaha untuk merusak keharmonisan keluarganya dengan mencoba mendoktrin

Shoko tentang hal-hal negatif seperti mengatakan bahwa kakak Shoko yaitu Daiki

bukanlah kakak kandungnya karena ibu Shoko sebelum bertemu dengan ayahnya sudah mempunyai anak. Namun Shoko tidak terpengaruh terhadap omongan-omongan buruk masyarakat tentang keluarganya.

Cuplikan 3 (hal.7)

“Ayahmu yakuza, serem!” Aku yakin ayahmu tak akan datang mengambil rapor karena ia di dalam penjara!”Apa salahnya menjadi yakuza?”balasku, satu-satunya yang membuatku tak tahan adalah mendengar orang tuaku dilecehkan. Dan sekalipun menjadi putri seorang yakuza berarti aku akan terus diperlakukan sebagai sampah, aku memutuskan untuk tidak berpura-pura menjadi orang lain sekedar demi mendapatkan teman.”

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun Shoko sebagai putri seorang yakuza yang sering mendapatkan pelecehan dan ejekan dari teman-temannya, ia tetap berpandangan baik terhadap yakuza. Shoko tidak masalah kalau dia diejek oleh teman-temannya bahkan sampai dikucilkan, namun Shoko tidak suka ketika mereka melecehkan orang tuanya dengan mengatakan bahwa ayahnya adalah sosok seorang yakuza yang menyeramkan dan ia tidak mungkin


(47)

Shoko, dia cukup menjadi dirinya sendiri bukan orang lain hanya untuk mendapatkan teman.

3.3 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Remaja 3.3.1 Di Kalangan Keluarga

Cuplikan 1 (hal.15)

“Waktu itu musim semi menjelang aku masuk SMP. Saat larut malam, aku memergoki Maki (kakak Shoko) tegah berjingkat-jingkat keluar rumah. Takut jika aku membongkar rahasianya, ia menanyaiku apakah mau ikut dengannya. Aku merasa bersalah jika memikirkan ibu yang kalang kabut menghadapi perangai Maki. Aku tahu, ia akan semakin sedih jika satu lagi putrinya juga menjadi yanki namun, aku penasaran sekali apa yang dilakukan oleh Maki ”

Analisis

Dari cuplikan di atas terlihat bahwa ketika remaja Shoko mulai mengikuti jejak kakaknya yaitu menjadi seorang yanki.Yanki adalah sebutan untuk anak liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan mobil atau motor dengan knalpot tanpa peredam suara. Semula Shoko hanya penasaran dengan apa yang tengah dilakukan kakaknya setiap malam seperti keluar rumah diam-diam dengan menggunakan pakaian mencolok dan dengan dandanan tebal yang membuatnya tampak lebih tua daripada usianya. Shoko merasa bahwa penampilan kakaknya itu terlihat sangat keren. Namun, kekagumannya inilah yang nantinya akan menjungkirbalikkan hidup Shoko, yaitu terjebaknya Shoko dalam dunia yanki seperti kakaknya.


(48)

3.3.2 Di Kalangan Sekolah Cuplikan 1 (hal.19)

“Ketika aku masuk SMP sebulan kemudian aku sudah melubangi telingaku menggunakan jarum mesin jahit. Jarum itu dipanaskan dengan api geretan dan dimasukan ke dalam antiseptik. Aku berdandan habis-habisan, mengecat kuku dan berpakaian sebagaimana lazimnya yanki. Namun aku tetap masuk sekolah setiap hari. Dengan penampilan seperti itu, tak seorang pun berani mengolok-ngolokku dan dengan demikian gangguan terhadapku pun berhenti sama sekali.”

Analisis

Dari cuplikan di atas terlihat bahwa Shoko merasa aman dan nyaman dengan penampilan barunya sebagai seorang yanki. Karena terlihat jelas bahwa ketika remaja saat Shoko mulai memutuskan menjadi anak liar yang tetap bersekolah,

Shoko tidak pernah diejek maupun dilecehkan oleh teman-teman sekolah dan tetangga sekitar rumahnya lagi. Penampilan Shoko yang sangat mencolok dan berbeda dengan teman-teman sekolah pada umumnya seperti berdandan habis-habisan, melubangi telinga menggunakan jarum mesin jahit, mengecat kuku, dan berpakaian mencolok seperti yang digunakan oleh anggota yanki lain pada umumnya. Dengan penampilan Shoko yang seperti itu membuat teman-teman Shoko takut dan merasa jijik terhadap Shoko. Dengan begitu maka ejekan dan olok-olok yang selama ini di dapat Shoko sebelum ia bergabung dengan yanki otomatis terhenti dengan sendirinya.


(49)

Cuplikan 2 (hal.27)

“Aku masih terus keluyuran dengan teman-temanku, dan dari waktu ke waktu. Jika suasana hatiku sedang baik, aku pergi ke sekolah. Lebih tepatnya, ketika seragam dan model rambutku benar-benar melabrak peraturan sekolah. Aku hanya datang untuk mengunjungi guru-guru. Begitu melihat penampilanku, murid-murid lain merasa jijik. Sebagian pastilah karena eksim merah bengkak yang menyembul dari balik lengan bajuku, dan mereka memandangku seperti memandang kotoran.” Analisis

Dari cuplikan di atas terdapat kalimat, “Jika suasana hatiku sedang baik, aku pergi ke sekolah. Lebih tepatnya, ketika seragam dan model rambutku benar-benar melabrak peraturan sekolah. Aku hanya datang untuk mengunjungi guru-guru. Begitu melihat penampilanku, murid-murid lain merasa jijik. Sebagian pastilah karena eksim merah bengkak yang meneymbul dari balik lengan bajuku, dan mereka memandangku seperti memandang kotoran.” Yang menunjukan bahwa semenjak menjadi yanki tujuan Shoko ke sekolah tidak lagi untuk menimba ilmu, namun hanya sekedar menjalankan kebiasaan sebagai anak sekolahan saja dan mencari-cari masalah dengan melanggar peraturan sekolah. Dari kecil sampai

Shoko remaja pun di sekolah ia tidak pernah mempunyai teman. Ditambah lagi dengan penampilan yankinya sekarang membuat semua teman-temannya menjauhinya.

Cuplikan 3 (hal.39-40)

“Aku ingat kejadian di kelas tujuh ketika guru wali kelas memarahiku gara-gara warna rambutku dan aku naik pitam. “Lihat sendiri! Warna rambutku memang


(50)

begini.” Aku balas teriak. Kutarik segenggam rambutku ke akar-akarnya dan ku lemparkan ke mukanya. Kemudian aku mendorong dia sekuat-kuatnya ndan lari setelah itu. Untuk menghindari guru-guru yang memburuku, aku berlari ke pagar. Sekolah ini mendasarkan diri pada nurani kita dan bukan pada kungkungan fisik. Pagar itu tidak terlalu tinggi. Aku merasa tidak enak melakukan ini, tetapi aku tidak sudi disalahkan untuk hal yang tidak pernah aku lakukan.”

Analisis

Pada kalimat di atas terdapat kalimat, “Aku ingat kejadian di kelas tujuh ketika guru wali kelas memarahiku gara-gara warna rambutku dan aku naik pitam. “Lihat sendiri! Warna rambutku memang begini.” Aku balas teriak. Kutarik segenggam rambutku ke akar-akarnya dan ku lemparkan ke mukanya. Kemudian aku mendorong dia sekuat-kuatnya ndan lari setelah itu. Untuk menghindari guru-guru yang memburuku, aku berlari ke pagar. Sekolah ini mendasarkan diri pada nurani kita dan bukan pada kungkungan fisik. Pagar itu tidak terlalu tinggi. Aku merasa tidak enak melakukan ini, tetapi aku tidak sudi disalahkan untuk hal yang tidak pernah aku lakukan.” Menunjukan kehidupan

Shoko saat menjadi yanki. Shoko tidak hanya berani terhadap murid-murid yang berniat menggangu ataupun mengusiknya, ketika SMP Shoko pun mulai berani melawan gurunya. Shoko dituduh untuk suatu perbuatan yang tak pernah dilakukannya seperti yang dilontarkan oleh guru wali kelasnya bahwa Shoko

menggunakan peroksida (larutan berair dari hidrogen peroksida, senyawa yang dijual sebagai pemutih ringan) yang ada di kotak obat milik sekolah untuk mengecat rambutnya. Padahal perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan oleh


(51)

3.3.3 Di Kalangan Masyarakat Cuplikan 1 (hal.46)

“Gunjingan kasar segera beredar bahwa Daiki (abang Shoko) tetap membujang karena ada yang “tidak beres” pada dirinya. Bisakah mereka berhenti mengorek urusan orang lain dan menjadikannya gunjingan? Kami kakak beradik tetapi kami tetaplah dua orang yang berbeda sama sekali. Kenapa mereka seenaknya menyamaratakan kami? Aku merasa terganggu, tetapi tak sekejap pun terlintas dalam pikiranku untuk mengakhiri gaya hidup urakanku.”

Analisis

Pada cuplikan, “Bisakah mereka berhenti mengorek urusan orang lain dan menjadikannya gunjingan? Kami kakak beradik tetapi kami tetaplah dua orang yang berbeda sama sekali. Kenapa mereka seenaknya menyamaratakan kami?”

yang menunjukan bahwa penilaian masyarakat terhadap keluarga Shoko karena ulah nakal Shoko mengakibatkan dampak buruk bagi abangnya, Daiki. Masyarakat menyamaratakan semua pribadi dalam keluarga Shoko, sehingga ketika satu orang yang melakukan hal buruk maka orang terdekatnya akan mendapatkan imbas. Padahal walaupun Shoko dan abangnya kakak beradik, namun mereka tetaplah dua orang yang berbeda sama sekali.

Cuplikan 3 (hal.23)

Ketika aku di kelas delapan, seorang teman lelakiku bernama Makoto, tiga tahun lebih tua dariku dan anggota geng motor memperkenalkanku pada seorang gadis seusia denganku. Yoshimi (teman satu geng Shoko) dan aku segera menjadi teman keluyuran sepanjang waktu. Suatu hari kami dipanggil oleh anak-anak


(52)

perempuan anggota geng kami yang berusia lebih tua, mereka menganggap kami terlalu congkak. Ketika kami datang, kami segera sadar sedang berada dalam kesulitan, ada 4 anak perempuan dan dua anak lelaki tengah berbaring-baring menunggu kami. Kami tahu tak mungkin menang tetapi jika bisa menghajar satu saja dari mereka itu sudah cukup baik, maka kami mencoba. Hasilnya mudah ditebak, Yoshimi dan aku dihajar remuk.”

Analisis

Pada cuplikan di atas terdapat kalimat, “Suatu hari kami dipanggil oleh anak-anak perempuan anggota geng kami yang berusia lebih tua, mereka menganggap kami terlalu congkak. Ketika kami datang, kami segera sadar sedang berada dalam kesulitan, ada 4 anak perempuan dan dua anak lelaki tengah berbaring-baring menunggu kami.” Yang menunjukan bahwa semenjak menjadi yanki,

banyak orang yang tidak menyukai Shoko. Tidak hanya di lingkungan sekolah dan sekitar rumah, bahkan anggota gengnya sendiri pun banyak yang tidak menyukainya. Mereka menganggap bahwa Shoko terlalu congkak dengan tampilan seperti memakai rok yang terlalu mencolok dan gayanya yang berlebihan dibandingkan dengan anak-anak perempuan lain dalam gengnya.

3.4 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Masa Dewasa Cuplikan 1 (hal.100)

Beberapa hari sebelumnnya, Maejima membawaku ke hotel mesum seperti biasanya. Di petang hari kedua, aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin pulang ke rumah dan ia lepas kendali. “Jadi kau betul-betul membenciku?” Ia


(53)

membuatku terjatuh dari ranjang. Ia memburuku, menendang rusukku, menjambak rambutku, dan kemudian menarikku ke lantai.”

Analisis

Cuplikan di atas menunjukkan bahwa ketika dewasa Shoko banyak mengalami tindak kekerasan dari seorang pria yang mendekatinya yang bernama Maejima. Ia tidak mampu melakukan perlawanan karena ayah Shoko memiliki hutang yang besar pada Maejima, sehingga membuat Maejima sesuka hatinya memperlakukan

Shoko seperti memukul, menendang dan menjambak rambut Shoko.

Cuplikan 2 (hal.116)

“Ada satu perasaan lagi yang membuatku tertekan, jika menjalin hubungan dengan Kuramochi, ini akan menjadi sebuah skandal lagi. Kenapa aku selalu jatuh cinta pada suami orang? Aku tahu itu keliru, tetapi aku terpaksa melakukannya. Apakah aku akan selalu menjadi gundik seseorang? Apakah jatuh cinta selalu sesulit ini. Aku tahu aku harus putus dengan Shin begitu aku mulai membuat skandal dengan Kuramochi, tetapi aku tidak dapat menghapuskannya begitu saja dari hatiku. Yang harus kulakukan adalah memilih kuramochi dan orangtuaku akan memulai hidupa baru.”

Analisis

Pada cuplikan di atas menunjukkan tentang kehidupan percintaan Shoko ketika dewasa. Shoko selalu jatuh cinta pada pria yang telah beristri. ketika Shoko

bertemu dengan seorang pria baru bernama Kuramochi, ia harus melepaskan jalinan hubungannya dengan pacar lamanya. Semua itu di lakukan Shoko bukan karena ia tidak mencintai kekasihnya namun karena Kuramochi lebih kaya dan


(54)

lebih royal daripada Shin pacar lamanya, karena apabila Shoko dibiayai hidupnya oleh Kuramochi maka Shoko pun bisa membantu ekonomi keluarganya yang memang saat itu sangat memprihatinkan.

3.5 Analisis Kehidupan Tokoh Utama Setelah Menikah Cuplikan 1 (hal.167)

“Kami memulai dalam keadaan miskin papa. Di bulan sebelum hari gajian yang pertama, kami berusaha tidak membelanjakan uang kami dengan cara mendaur ulang apa saja, termasuk gelas-gelas plastik dari warung mesin. Dalam perjalanan ke tempat kerja, kami melewati sebuah rumah yang dibongkar, dan di reruntuhannya kami menemukan sekeping persegi cermin. Kami membawanya pulang dan menaruhnya di atas tumpukan majalah lama, menciptakan meja rias seketika. Tepi-tepi cermin sudah menghitam dan kacanya buram sehingga wajah yang terpantul di permukaannya seperti berada di tengah kabut. Namun tidak jadi soal betapa beratnya yang kami jalani karena satu-satunya yang ada dalam pikiran adalah bekerja keras semampunya.”

Analisis

Ketika memutuskan untuk menikah dengan Takamitsu, Shoko dan suaminya pindah dari Yokohama ke Tokyo dan meninggalkan segala sesuatu yang mereka miliki disana serta memutuskan untuk memulai hidup baru mereka mulai dari nol. Saat itu kehidupan Shoko sangat miskin dan serba kekurangan, oleh karena itu untuk menghemat segala keperluan rumah tangga ataupun peralatannya, Shoko


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Antoni, Febri. 2010. Analisis Sosiologi Terhadap Tokoh Utama Dalam Novel “SKANDAL” Karya Shusaku Endo. Skripsi. Medan: USU.

Culler, Jonathan. 1977. Structuralist Poetics: Strukturalism Linguistics and the Study of Literature. Routledge & Kegan Paul: London.

Endraswara, suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra Edisi revisi. Yogyakarta: Media Pressindo.

Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fowler, Roger. 1977. Linguistics and the Novel. Methuen & Co. Ltd. :London. Keliat, Sry Indah. 2012. Analisis Sosiologi Tokoh Utama Dalam Novel “The Last

Shogun” Karya Ryotaro Shiba. Skripsi. Medan: USU.

Luxemburg, dkk. Pengantar Ilmu Sastra (Terj. Dick Hartoko). Jakarta: PT. Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nursisto. 2000. Ikhtiar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta:

Adicita Karya Nusa.

2002. Kritik Sastra Modern. Yogyakarta: Gema Media.

Ratna, Nyoman Kuta. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


(2)

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Subagyo, Joko. 1977. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sumardjo, Djakob. 1990. Konteks Sosial Novel Indonesia. Bandung: Alumni Bandung.

Suroto.1989. Teknik Penelitian Sosial.Medan : USU Press Tendo, Shoko. 2009. Yakuza Moon. Jakarta: Gagas Media.


(3)

要旨よ う し 社会学的

しゃかいがくてき

について ショコテンドの 作品さくひんの ヤクザムや く ざ むー ンんの しょうせつ小説の 主人公しゅじんこうの 生活せいかつの 分析ぶんせき

文学ぶんがくは 表現ひょうげんと作成さくせいのことに関係かんけいがある美術びじゅつと 作品

さくひん

である。 表現ひょうげんに関係かんけいがあるから、文学

ぶんがく

作品

さくひん

が 人類

じんるい

の要素よ う そを持も つ。すなわち、 感情かんじょう、元気げ ん き,信しん、 確信

かくしん

に 区別く べ つされる。 人民

じんみん

の 散文

さんぶん

はミテ、 物語ものがたり、

伝説

でんせつ

に区別く べ つされる。散文さんぶんも短編たんぺん、ロマンスろ ま ん す 、 小説しょうせつ

を持も つ。 小説しょうせつは想像そうぞうの作品

さくひん

、中なかの 物語ものがたりのは人間にんげんの 生活

せいかつ

を映うつり、作文さくぶんを作つくられ、取と り合あ わせ、加くわえる

現象

げんしょう

に 関かんする 作者さくしゃの 考かんがえの 結果け っ かだから人間の

生活様式

せいかつようしき

のことのプロットぷ ろ っ と を持も つ。作品

さくひん

の 小説しょうせつの 作品

さくひん

のひとつはショコテンドのヤクザムーンという 題名

だいめい

である。その 小説しょうせつはショコテンドというヤク

ザ「日本の犯罪の組織である」会長の 娘むすめの 現実物語げんじつものがたり

を話す。

子供こ ど もの時とき、ショコの生活せいかつが 幸しあわせだった。お父

さんは 職 業しょくぎょうの 事ことに 成功せいこうしたヤクザ会長である。

いそが

しくてもお父さんは家族か ぞ くを 怠おこたらないで、ショコ

は 両 親

りょうしん

に注意

ちゅうい

にもらった。しかし、 小 学 校

しょうがっこう

の時

とき


(4)

お父さんが問題

もんだい

を持

って刑務所

け い む し ょ

に入

れさせた。その 時に、ショコの生活

せいかつ

は苦

くる

しみに変

わってはじめた。

お父さんが刑務所け い む し ょにいたとき、に近所きんじょは先さきにショコ

の家族か ぞ くに内気う ち きだったが、今いまショコは家族か ぞ くのことに

陰口

かげぐち

をされた。学校がっこうにもショコが友達ともだちにあざけられ

て毎日抑圧

まいにちよくあつ

をされた。たとえば、火

にスポーツ

の靴

くつ

と服

ふく

を捨

て、清潔

せいけつ

の時

とき

ショコが一人しか掃除

そ う じ

しない

でほかのピケぴ けの友達ともだちはショコが一人ひ と りでやることのを

見て黙だまれているばかりであった。 小 学 校しょうがっこうで四年生よ ね ん せ い

の時

とき

、お父さんが刑務所

け い む し ょ

から開放

かいほう

したがショコの苦くる

しみが止や めないで酷ひどくなった。お父

とお

さんが毎夕方

まいゆうがた

バば ーへ行いって、酔すいっ払ぱらって、真夜中ま よ な かに抱擁ほうようの 女 給じょきゅう

と帰かえった。

十 代

じゅうだい

に 小 学 校

しょうがっこう

のあと、 中 学 校

ちゅうがっこう

をつつける時

とき

、 ショコの生活

せいかつ

は酷

ひど

く変

わった。ショコはヤンキ

や ん き

「日

本に野性の子供ために言葉である」に成な ることを決

めて悪いことばかりしているからお父さんがショコ

にいつも叱しかれていた。叱しかっている時ときショコはお父さ


(5)

に感

かん

じた。お父

とお

さんに荒

あら

いことをもらってもショコ が恐

おそ

ろしくないでヤンキにした。ヤンキに成

るのは

自慢じ ま んになる。ヤンキの回まわりだけでショコが友達ともだちを持も

っているからだ。ヤンキに成ってもショコは学校がっこうへ

よく来き た。今いまのショコの様子よ う すを見み れば時価じ か に誰だれも

邪魔

じ ゃ ま

しなかった。学校

がっこう

で邪魔

じ ゃ ま

する友達

ともだち

に勇敢

ゆうかん

にせる し、ショコも先生

せんせい

を勇敢

ゆうかん

に反

はん

する。なぜなら、犯罪

はんざい

をしないと思おもうから先生せんせいが攻せめること、たとえば、

かみ

を塗ぬるために学校がっこうからペロクシダを盗ぬすむことなど

を答

こた

えて反対

はんたい

をした。 大人

お と な

になる時

とき

、ショコはヤンキの事

こと

を止

めて

バーで 女 給じょきゅうに成な ることを決き める。バば ーでショコは

いつも 客きゃくに一番良い ち ば ん よいサービスをしてあげる。つま

り、ある日、 客

きゃく

はショコに愛

あい

して性交

せいこう

したがった。 しかし、愛

あい

している人

ひと

も愛

あい

されている人

ひと

もみんな妻

つま

があった。それで、ショコの恋愛れんあいの事ことは妻つまがあった

ひと

と愛人あいじんしているようになった。あまりにも、ショ

コは愛人あいじんに荒あらいことをやっていて 再三入院さいさんにゅういんしなけ


(6)

次の日、ショコはバーで 男

おとこ

の人

ひと

に会

って結婚

けっこん

するようになった。 男

おとこ

の人

ひと

はタカミツという名前

な ま え

である。 結婚けっこんした 後あとで 横浜よこはまから 東 京とうきょうへ 引越ひ っ こし、

横浜

よこはま

での全部持ぜ ん ぶ もっている物ものを留と めて 東 京とうきょうで初はじめか

ら 働はたらくことを決き める。何なにも持もっていないからショ

コと 夫

おっと

さんの 状 態

じょうたい

はとても貧

まず

しくて 日常生活

にちじょうせいかつ

の 必要

ひつよう

な事

こと

を得

るためにすごく 働

はたら

くてはいけない必

要な事ことを得えるほかに、ショコも大家族だ い か ぞ くの中なかでお金元かなもと

になる。毎月まいつきショコはお父さんとマキま きお姉さんにお

かね

を借

りてあげる。その 状 態

じょうたい

のでショコが 圧 力

あつりょく

が する。なぜなら、この間

かん

にすごく仕事

し ご と

しても 給 料

きゅうりょう

が少すこしも自用じ よ うできなく家族か ぞ くに全部届ぜ ん ぶ と どけてあげなけれ

ばならない。からであるその 状 態じょうたいのでショコの

家族

か ぞ く

の問題

もんだい

を終

わるため、タカさんも引

き受

けなく てはいけない。それだからショコはタ

さんに苦

くる

めることが 気き を落おとすからショコが離婚り こ んさせても