Pengaruh Suasana Toko Dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Impulsif Pada The Oasis Factory Outlet Bandung

(1)

The effect of store atmosphere and lifestyle to impulse buying

at the oasis factory outlet Bandung

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam menempuh Jenjang SI

Program Studi Manajemen Disusun Oleh:

Nama : Maria Imaculada da C.A de Oliveira

NIM : 21207123

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

v

terdapat dalam toko, sehingga tidak menciptakan pembelian dalam jumlah banyak.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui implementasi penciptaan suasana toko pengaruhnya terhadap konsumen dan agar dapat menciptakan pembelian yang melebihi kebutuhan yang diperlukan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelanjaan di The Oasis Factory Outlet Bandung dengan populasi sebanyak 5500 konsumen yang sering berbelanja tiap bulannya. Pengujian statistik yang digunakan adalah perhitungan korelasi pearson, analisis regresi, korelasi, koefisien determinasi, uji hipotesis, dan juga menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 13.0 for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelian impulsif di The Oasis Factory Outlet Bandung secara keseluruhan termasuk dalam kriteria baik, namun indikator variabel store atmosphere termasuk dalam kategori kurang baik karena fasilitas yang disediakan kurang memuaskan konsumen. Sedangkan variabel gaya hidup termasuk dalam kategori baik. Pengaruh store atmosphere dan gaya hidup berdampak positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif pada konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung. Kemudian dampak secara simultan dan secara parsial.


(3)

iv chance to buy those products and in a big quantity.

The aim of this study is to create such an environment that attract and influencing the costumers to spend more money for shopping and getting even more stuffs than as required .

Method used in this study is qualitative and quantitative method. Our Study object is those costumers that went for shopping in The oasis factory outlet Bandung with a population number of 5500 in a month. Statistical method that we were using is pearson calculation correlation method, regression analysis, correlation, coefficient of determination, hypothetical testing, and using of computer software SPSS 13.0 application for windows.

Study results shows that buying impulse in The oasis factory outlet Bandung is overall is satisfactory but variable indicator store atmosphere is categorized as in less satisfactory level. Facilities available are not that much in attracting the costumers, while variable life style of consumerism including in acceptable level. The effect of store atmosphere and consumerism life style is having positive effect on impulsive buying of the oasis factory outlet Bandung costumers. It has simultaneous and partial effect.


(4)

vi

berkah dan ijin-Nyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “PENGARUH SUASANA TOKO DAN GAYA HIDUP TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA THE OASIS FACTORY OUTLET BANDUNG”.

Tidak lupa penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer

Indonesia.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi. 3. Ibu Raeny Dwisanty, S.E.,M.Si, selaku pembimbing skripsi dan dosen wali MN-3

yang telah mengarahkan, memberikan motivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Rahma Wahdiniwaty, M.Si selaku penguji I skripsi yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan kepada penulis.

5. Ibu H. Dewi Indriani, S.E., M.Si selaku penguji II skripsi yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis.

6. Ibu Hesty Indaraya selaku supervisor The Oasis Factory Outlet Bandung yang sudah meluangkan waktu dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. Laporan penulisan skripsi ini di dedikasikan kepada Ayahanda Jose Verissimo Fausto de Oliveira dan Ibunda Teresinha Amaral yang selalu memberikan semangat dan mendoakan yang terbaik bagi penulis agar dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

8. Untuk kakak-kakakku tersayang Celice, Janio, Moises, Denny, Livio, Aidil dan adik Isolina yang sudah memberikan motivasi dan nasehat yang positif bagi penulis.


(5)

yang selalu memberikan semangat.

10.Untuk sahabat satu kost Sekeloa Utara I No.57 Jennier dan Paula, untuk semua saudara sepupuku Evandro, Franscoela, Julio, Lucia, Juvinia, Ceumar, serta teman-teman dekat penulis Nelcen, Nilton, Nelio, Zinho, Jerry, Natlie, Leonita. Terimakasih banyak atas dukungan semangatnya.

11.Untuk sahabat-sahabat seperjuangan saya Sri Septiani Bagdja Rahayu, Ismi Priatiningsih, Hilly Annapurna dan Permata Sari mulai dari pengajuan usulan penelitian, bimbingan dan revisi. Terimakasih banyak atas dukungannya.

12.Untuk semua teman-teman kelas MN-3 dan kelas spesialisasi pemasaran yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak atas dukungannya.

13.Serta untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pennulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Mudah-mudahan skripsi yang penulis susun ini dapat memberi manfaat bagi semua yang membaca. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Kritik dan saran yang membangun selalu penulis terima dengan tujuan untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi.

Bandung, Agustus 2011


(6)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Penjualan eceran merupakan salah satu bidang paling menarik dan dinamis dalam perekonomian. Pengecer yang kini melihat ke masa depan harus mempertimbangkan kecenderungan-kecenderungan berikut: menurunnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk, kenaikan biaya modal, tenaga kerja dan energi, perubahan gaya hidup konsumen, pola berbelanja dan sikap dalam berbelanja, muculnya teknologi baru seperti kasir computer, berbelanja secara elektronik (e-commerce), dan mesin otomatis yang semakin canggih.

Kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang terus menerus dan mempengaruhi perilaku belanja produk. Retailing merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, bukan untuk keperluan bisnis. Ada sejumlah hal fundamental dalam menjalankan bisnis ritel di seluruh dunia, semua ritel harus bisa menyediakan produk bermutu dengan kondisi lingkungan belanja yang nyaman, pelayanan yang mantap, dan bisa menciptakan kepercayaan pada pembeli.

Perusahaan-perusahaan membuka toko-toko Factory Outlet (FO) yang awalnya menjual kelebihan inventori barang dagangan, yakni barang dagangan yang sudah outdate dan barang yang di-reject. Adanya integrasi vertikal yang dikembangkan tersebut memberikan kemampuan bagi


(7)

perusahaan untuk mengotrol jaringan distribusi barang dagangannya yang selanjutnya dijual dengan harga yang lebih rendah dibandingkan harga peritel lainnya.

The Oasis factory outlet merupakan salah satu dari factory outlet yang sedang berkembang. The Oasis factory outlet beralamatkan di jalan Laksamana Laut R.E.Martadinata No.51 Bandung ini menyediakan pakaian dewasa pria dan wanita, pakaian anak-anak, aksesoris, tas dan persedian lainnya. The Oasis factory outlet merupakan salah satu factory outlet ini menjual produk-produk original dan mendapatkan lisensi atas penjualan merek-merek ternama diantaranya merek hugo, crocodile, dan polo, selain itu juga merupakan salah satu factory outlet yang mempunyai tailor (penjahit) yang wajahnya sering terpampang pada koran dan majalah di negara Malaysia. Hal ini diungkapkan sendiri oleh konsumen Malaysia yang sering berbelanja di The Oasis factory outlet ini. Factory outlet ini terletak berdekatan dengan para pesaing yang juga berada di lingkungan yang sama, seperti Secret factory outlet, Rentiniti factory outlet, The Summit factory outlet dan masih banyak lagi.

Suasana toko (store atmosphere) dalam kerangka konsep Retail Mix di dalam kegiatan pemasaran terjadi kegiatan transaksi dan pertukaran barang maupun jasa. Pertukaran dapat dilakukan melalui perantara-perantara yang tergabung dalam organisasi distribusi pemasaran pada umumnya proses pertukaran yang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran meliputi: produsen, pedagang besar, agen, retailer sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara dengan manager The Oasis Factory Outlet


(8)

Bandung, untuk menarik konsumen agar dapat belama-lama di dalam toko adalah dengan memutar musik yang sedang tenar/booming, suhu dalam toko yang kondusif, pencahayaan yang baik dan warna dinding yang disesuaikan dengan cahaya yang terdapat dalam ruangan. Dengan hal-hal tersebut membuat konsumen mampu bertahan lama dalam toko The Oasis factory outlet.

Berikut data perkiraan konsumen yang datang ke The Oasis Factory Outlet Bandung pada tabel 1.1 dibawah ini.

Tabel 1.1

Data Perkiraan Konsumen Yang Melakukan Pembelian Di The Oasis Factory Outlet Bandung

Pada Bulan April 2011

Minggu ke Jumlah

1 1.800

2 1.500

3 1.200

4 1.000

TOTAL 5.500

Sumber: The Oasis Factory Outlet

Dari hasil survey awal yang dilakukan terhadap 30 orang konsumen yang datang ke The Oasis factory outlet, 65% konsumen mengatakan bahwa sering melakukan pembelian impulsif dalam The Oasis factory outlet meskipun sudah melakukan perencanaan sebelumnya, hal ini disebabkan karena sudah terbiasa dengan lingkungan belanja, dan 35% konsumen mengatakan membeli sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya sebelum berbelanja di factory outlet. Menurut Georginia Whyatt (2007:3) factory outlet telah menjadi pusat aktivitas dan ketika konsumen sudah terbiasa dengan lingkungan belanja,


(9)

seringkali konsumen akan melakukan impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan.

Bentuk desain yang unik akan membantu para pemilik untuk dapat secara kreatif menciptakan suasana toko yang “teatrikal” bagi para pengunjung. Sebuah pengelolaan yang mengintegrasikan desain interior, pilihan barang, konsep toko dan strategi penjualan, disebut juga visual merchandising, atau instore communication, atau desain store atmosphere.

Desain store atmosphere ini juga perlu dirumuskan pada tatanan yang strategis, karena itu dalam perencanaan dan proses perancangannya haruslah memperhatikan elemen strategis lainnya seperti halnya lokasi, pilihan barang dan positioning atas konsep toko. Dengan perencanaan yang tepat akan hadir nuansa, atmosfer dan estetika yang menarik bagi pelanggan. Dengan desain interior toko yang sesuai diharapkan pengunjung dapat tertarik untuk menentukan pilihan toko. Menggiring benak pelanggan adalah salah satu tujuan awal. Selanjutnya , pasti bertujuan unuk mendorong hasrat membeli konsumen, sehingga terjadi transaksi. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa perencanaan dan penciptaan suasana interior, store layout dan interior display yang tepat akan mendorong lajunya tingkat penjualan.

Berdasarkan hasil survey awal terhadap 30 responden, 70% mengatakan bahwa penciptaan store atmosphere yang terdapat dalam The Oasis factory outlet Bandung belum cukup menarik dan 30% mengatakan menarik. Hal ini disebabkan oleh store layout yang ditata masih kurang rapih dan belum maksimal oleh pihak The Oasis factory outlet.


(10)

Secara umum suatu gaya hidup dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2002:282), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Dari hasil survey terhadap 30 konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis factory outlet Bandung mengatakan 55% gaya hidup yang ada dalam factory outlet tersebut kurang menarik karena perhatian yang diberikan kurang maksimal dan 45% mengatakan sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa pihak The Oasis factory outlet belum optimal dalam memahami keinginan konsumen dalam memberikan perhatian ketika konsumen menayakan tentang suatu produk.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul PENGARUH SUASANA TOKO DAN GAYA HIDUP TERHADAP PEMBELIAN IMPULSIF PADA THE OASIS FACTORY OUTLET BANDUNG”.


(11)

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diurai diatas, yaitu kebutuhan dan keinginan konsumen akan barang dan jasa berkembang terus menerus dan mempengaruhi perilaku belanja produk. The Oasis factory outlet adalah salah satu outlet yang terletak di tempat yang strategis. Factory outlet ini selalu berusaha memberikan suasana toko yang baik agar dapat menarik minat konsumen untuk hanya sekedar masuk dan melihat-lihat barang yang ada di dalam outlet tersebut.

Sebagian besar konsumen yang datang ke The Oasis factory outlet ini melakukan pembelanjaan tehadap produk yang diinginkan daripada produk yang dibutuhkan. Konsumen merasa nyaman berada dalam outlet ini hanya untuk menikmati suasana dalam toko dan alunan musik yang diputar di dalam toko, serta berkeliling untuk melihat produk fashion yang disediakan oleh The Oasis factory outlet.

1.2.2.Rumusan Masalah

Penelitian ini berusaha untuk menyelidiki tentang masalah-masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tanggapan konsumen terhadap store atmosphere pada The Oasis factory outlet Bandung.

2. Bagaimana gaya hidup konsumen pada The Oasis factory outlet Bandung.


(12)

3. Bagaimana pembelian impulsif konsumen pada The Oasis factory outlet Bandung.

4. Seberapa besar pengaruh store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif pada The Oasis factory outlet Bandung baik secara simultan maupun parsial.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1.Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang merupakan gambaran nyata mengenai pengaruh Store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif pada The Oasis factory outlet Bandung.

1.3.2.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui tanggapan konsumen terhadap store atmosphere pada The Oasis factory outlet Bandung.

2. Untuk mengetahui gaya hidup konsumen pada The Oasis factory outlet Bandung.

3. Untuk mengetahui pembelian impulsif konsumen pada The Oasis factory outlet Bandung.

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif pada The Oasis factory outlet Bandung baik secara simultan maupun parsial.


(13)

1.4. Keggunaan Penelitian 1.4.1.Keggunaan Praktis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi bagi penulis, perusahaan yang diteliti dan masyarakat umumnya diantaranya :

1. Bagi Perusahaan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan maupun pertimbangan bagi perusahaan yang berhubungan dengan store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impusif pada The Oasis factory outlet Bandung.

2. Pihak Terkait

Hasil penelitian ini semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menambah informasi mengenai store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif pada The Oasis factory outlet Bandung.

1.4.2.Keggunaan Akademis

1. Bagi Pengembangan Ilmu Manajemen

Bagi pengembang ilmu manajemen diharapkan dapat lebih bermanfaat dan bernilai guna untuk mendukung pengembangan ilmu manajemen itu sendri. Khususnya pembelajaran mengenai store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif.

2. Bagi peneliti lain

Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi mereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut serta berguna bagi pengembangan ilmu.


(14)

3. Bagi Penulis

Uuntuk membandingkan antara teori yang diperoleh di perkuliahan dengan permasalahan yang dihadapi perusahaan untuk dipecahkan dalam penelitian khususnya yang berkaitan dengan store atmosphere dan gaya hidup terhadap pemeblian impusif.

1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan pada The Oasis factory outlet, dimulai pada bulan Maret sampai Juli 2011.

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian No jadwal

kegiatan

Bulan

Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1. Pengajuan UP

2. Pencarian Perusahaan 3. Bimbingan UP 4. Sidang UP 5. Penelitian 6. Pelaksanaan

bimbingan 7. Sidang skripsi


(15)

10 2.1.Kajian Pustaka

2.1.1. Pengertian Ritel

Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Terkait dengan aktivitas yang dijalankan, maka ritel menunjukkan upaya untuk memecah barang atau produk yang dihasilkan dan didistribusikan oleh manufaktur atau perusahaan dalam jumlah besar dan massal untuk dapat dikonsumsi oleh konsumen akhir dalam jumlah kecil sesuai kebutuhannya.

Usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Pengecer atau toko eceran adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran.

2.1.2. Jenis-Jenis Pengecer

Ada beberapa jenis toko eceran. Masing-masing menawarkan keragaman produk, jenis jasa dan tingkat harga yang berbeda-beda, sesuai dengan keinginan belanja pelanggan.


(16)

1) Department Store

Menaungi beberapa bagian penjualan produk di bawah satua tap, sebuah department store menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat elektronik, dan kadang-kadang meubel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian daripada di satu area pintu keluar pusat. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan.

2) Toko Khusus

Format toko khusus memungkinkan pengecer memperhalus strategi segmentasi mereka dan menempatkan barang dagangan mereka di target pasar yang spesifik. Sebuah toko khusus tidak hanya merupakan sejenis toko tetapi juga merupakan metode operasi eceran yaitu mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu. Contoh-contoh termasuk pakaian anak-anak, pakaian pria, permen, makanan panggang, kopi ramuan ahli, produk-produk olahraga, dan perlengkapan hewan piaraan. Konsumen dalam outlet khusus biasanya menganggap harga sebagai masalah sekunder. Sebgai gantinya, barang dagangan, penampilan fisik toko, dan tingkat kemampuan staf yang berbeda menentukan popularitasnya.


(17)

3) Pasar Swalayan

Pasar swalayan merupakan pengecer pelayanan sendiri (self-service) yang besar dan terbagi dalam beberapa departemen yang mengkhususkan diri dalam makanan, dan produ non-makanan.

4) Toko Obat

Toko obat (drugs store) menawarkan produk-produk dan jasa yang berkaitan dengan farmasi sebagai daya tarik utama mereka. Konsumen paling sering tertarik dengan sebuah toko obat oleh farmasinya atauahli farmasinya, kenyamanannya, atau karena ia mempertahankan rencana resep obat pihak ketiga mereka.

5) Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convinience Stores)

Sebuah toko kebuhan sehari-hari dapat didefinisikan sebagai suatu pasar swalayan mini, yang menjual hanya lini terbatas produk-produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya tinggi. Toko kebutuhan sehari-hari dengan pelayanan sendiri (self-service) seperti ini secara fisik berlokasi dekat area tempat tinggal penduduk dan buka 24 jam, 7 hari setiap minggunya. Toko kebutuhan sehari-hari menawarkan produk-produk persis dengan arti dari namanya: lokasi yang mudah, jam panjan, pelayanan cepat.

6) Toko Diskon

Sebuah toko diskon merupakan pengecer yang bersaing atas basis harga rendah, perputaran tinggi, dan volume tinggi. Pemberi diskon dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori utama yaitu pengecer


(18)

diskon lini penuh, pengecer diskon khusus, klub pergudangan, dan pengecer potongan harga.

7) Restoran

Restoran melangkahi garis antara pendirian bisnis eceran dan jasa. Restoran memang menjual produk-produk yang berwujud, makanan dan minuman, tetapi ia juga menyediakan pelayanan yang bernilai untuk konsumen dalam bentuk penyiapan dan penyajian makanan. Kebanyakan restoran bahkan masuk dalam definisi pengecer khusus disebabkan mereka mengkonsentrasikan diri mereka pada penyajian menu dengan jenis masakan yang berbeda.

2.1.3. Suasana Toko (Store Atmosphere)

Pengertian store atmosphere menurut beberapa ahli antara lain: Menurut konsumenChristina Widhya Utami, (2010:255):

“Suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperature, music, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable”.


(19)

Menurut Sutisna (2002:105):

“suasana toko (store atmosphere) yaitu kesan keseluruhan yang disampaikan oleh tata letak fisik toko, dekorasi, dan lingkungan sekitarnya. Suasana dapat menciptakan perasaaan yang santai atau pun sibuk, kesan mewah atau efisiensi, sikap ramah atau pun dingin, terorganisir atau kacau, atau suasana hati menyenangkan atau serius”. Menurut Leon G. Schiffman and Leslie Lazar Kanuk (2004:611):

“store atmosphere is influenced by such attributes as lighting, layout, presentation of merchandise, fixtures, floor coverings, colors, sounds, odors, and the dress and behaviour of sales and service personnel”.

Menurut Hendri Ma’ruf (2005:201):

“Suasana atau atmosfer dalam gerai merupakan salah satu teori dari berbagai unsur dalam retail marketing mix. Gerai kecil yang tertata rapi dan menarik akan lebih mengundang pembeli dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Sementara, gerai yang diatu biasa saja tapi bersih lebih menarik daripada gerai gerai yang tidak diatur sama sekali dan tampak kotor”. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur yaitu:

1. Desain toko

Desain toko store design) merupakan 5 (lima) materi penting untuk menciptakan suasana yang akan membeuat pelanggan merasa berat


(20)

berada di suatu toko. Desain toko kini lebih besifat Consumenr-Led. Pada intinya, desain toko bertujuan memenuhi syarat fungsional sembari menyediakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung terjadinya transaksi.

Desain toko mencakup desain eksterior, lay out, dan ambience. Desain eksterior mencakup wajah toko atau store front, marquee, dan pintu masuk.

2. Perencanaan Toko

Perencanaan toko (store planning) mencakup: a. Layout (tata letak)

Ada beberapa macam layout, yaitu tata letak lurus disebut gridiron layout (grid layout), tata letak arus bebas (free flow layout atau curving layout), tata letak butik (boutique layout), dan tata letak arus berpenurun (guided shopper flows).

b. Alokasi ruang

Alokasi ruang toko terbagi ke dalam beberapa jenis ruang atau area, yaitu selling space, merchandise space, customer space, dan personnel space.

3. Komunikasi Visual

Komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu dengan media massa, seperti suara di radio, tulisan dan gambar, majalah dan Koran, ataupun media suara dan gambar di televisi. Komunikasi bisa terjadi melalui gambaran visual di toko milik peritel.


(21)

4. Penyajian Merchandise

Penyajian merchandise berkenan dengan teknik penyediaan barang-barang dalam toko untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian merchandise seringkali dikaitkan dengan teknik visual merchandising. Kedua penyajian tersebut bertujuan memikat pelanggan dari segi penampilan, suara, dan aroma, bahkan rupa barang yang bisa disentuh oleh konsumen.


(22)

Store Atmosphere Individual Charateristics Response

Sumber: Adapted from M.J.Bitner,”Serviscape”journal of Marketing,

April,1992,pp,57-71.Publihed by the American Marketing Association;reprinted with permission.

Gambar 2.1. Store Atmosphere and Shopper Behavior

Ambient conditions Temperature Air quality Noise music odor Sales personnel Mood Effort Commitment Attitude Knowledge skill Consumers Enjoyment Time in store Items examined Information acquired Purchases Satisfaction Sales personnel Career objectives Training Person situations Social class Stage in HLC

Consumers Lifestyle Shopping orientation Stage in HLC Social conditions

Customer characteristics Number of customers Sales force characteristics Physical conditions Layout Equipment Colors Furnishings Spaces Symbols Signs P-O-P displays Decor style


(23)

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa cara suasana toko mempengaruhi perilaku pembeli. Beberapa hal dalam gambar ini patut diperhatikan. Pertama, lingkungan fisik berinteraksi dengan karakteristik individu untuk menentukan respon. Jadi, suasana akan menghasilkan respons yang baik bagi remaja dan mungkin menghasilkan respon negatif dalam pembeli yang lebih tua. Kedua, atmosfir berpengaruh baik tenaga penjualan dan pelanggan. interaksi yang kemudian mempengaruhi satu sama lain.

2.1.3.1. Penciptaan Suasana

Penciptaan suasana berarti merancang lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, music, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan perpetual pelanggan dan untuk memengaruhi pelanggan dalam membeli barang.

1. Komunikasi Visual

Komunikasi visual yang terdiri dari grafik, papan tanda, efek panggung, baik di toko dan di jendela akan membantu meningkatkan penjualan dengan memberikan informasi tentang produk dan menyarankan pembeli barang.

a. Menggabungkan papan tanda dan grafik dengan kesan toko. Papan tanda dan grafik harus bertindak sebagai jembatan antara barang dan pasar sasaran. Warna dan nadanya harus saling melengkapi. Warna yang tidak menyenangkan secara keseluruhan secara visual


(24)

akan merusak etalase yang bagus dan mengurangi daya tarik terhadap barang.

b. Memberikan informasi pelanggan. Papan tanda dan grafik bersifat informatif membuat barang lebih diinginkan.

c. Menggunakan papan tanda dan grafik sebagai penyaji. Ini adalah cara yang bagus untuk menggabungkan tema dan barang untuk penyajian keseluruhan yang menarik. Pertahankan papan agar papan tanda dan grafik tetap cerah. Terlupakan kabur atau samar-samar dan penuh dengan percikan air akan lebih meremehkan kesan toko daripada menjual barang.

d. Batasi penggunaan salinan papan tanda. Penggunaan lambang yang tepat sangatlah penting untuk keberhasilan papan tanda. Lambang yang berbeda memberi pesan dan juda suasana hati yang berbeda. 2. Pencahayaan

a. Penerangan terhadap barang dagangan

Sistem pencahayaan yang bagus akan membantu menciptakan ketertarikan pada toko. Pada saat yang sama, pencahayaan harus memberikan pembawaan warna yang tepat untuk barang. Pemusatan barang sebaiknya dilakukan dengan memberikan cahaya khusus untuk bagian atau barang tertentu. Penggunaan pencahayaan ini bisa menarik perhatian pelanggan.


(25)

b. Buat suasana tenang dan pertahankan kesan

Biasanya, department store dan toko-toko di Indonesia menggunakan lampu pijar untuk memberikan kesan hangat dan menyenangkan. Sumber cahaya menarik perhatian terhadap barang dan etalase. Rancangan pencahayaan yang biasa digunakan pada toko-toko di Eropa lebih terang, dingin dan minimal daripada di Amerika, yang menciptakan suasana dan kesan yang sangat berbeda daripada pencahayaan lampu pijar yang lebih lembut. c. Sembunyikan kekurangan

Pencahayaan bisa menyembunyikan kesalahan dan rancangan toko yang kurang bagus.

3. Warna

Penggunaan warna yang kreatif bisa menigkatkan kesan ritel dan membantu menciptakan suasana hati. Penelitian menunjukkan bahwa warna-warna hangat (merah dan kuning) menghasilkan efek psikologis dan fisiologis yang berlawanan dari warna-warna dingin (biru dan hijau), yang berlawanan pada spectrum warna. Warna hijau dan biru adalah warna tenang, damai, dan menyenangkan. Warna-warna dingin paling efektif bagi ritel dalam menjual produk-produk dengan harga mahal atau jasa seperti yang ada pada kantor dokter gigi.

Warna adalah alat yang sangat kuat dalam visualisasi barang dagangan. Warna juga menciptakan daya tarik dan sangat dapat melahirkan penjualan. Warna dipakai untuk menciptakan daya tarik,


(26)

menumbuhkan perhatian, menciptakan semangat, dan merangsang setiap orang untuk bertindak. Warna memiliki tenaga dan dapat bedampak pada mood atau rasa setiap orang.

Warna dapat memberikan beberapa makna misalnya merah: hidup dan bergerak, impresi kedekatan, emosi yang kuat. Oranye: hangat, impresi kedekatan, waktu menuai, vitalitas, membuat makanan dan interior yang lebih menarik; kuning: hangat, impresi kedekatan, berkesan matahari tenggelam, menarik untuk dilihat; biru: adem, kalem, impresi jarak, menginspirasikan kesegaran alam; hijau: adem, seimbang, harmoni, impresi jarak, menginspirasikan kesegaran alam; merah muda: mungil; merah marun: kekayaan; ungu: misteri, berhubungan dengan loyalitas dan keseriusan.

4. Aroma

Aroma, bau, atau wangi-wangian merupakan salah satu dari elemen atmosfer toko yang secara sengaja dihadirkan dalam lingkungan restoran sebagai salah satu daya tarik bagi pengunjung. Di dalam sistem panca indera, aroma dianggap sebagai sesuatu yang paling lekat berkaitan dengan respon emosional. Persepsi dan interpretasi aroma merupakan peristiwa kompleks yang melibatkan perpaduan respon biologis, psikologis dan ingatan (Wilkie, 1995 dalam, Michon dan Chebat,2003). Hal ini menyebabkan aroma di dalam lingkungan ritel menjadi suatu variabel yang penting untuk dipelajari, sebab tingkat


(27)

keharumannya dipercaya memungkinkan untuk memancing suatu reaksi emosional tertentu dari konsumen.

Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa lingkungan dengan aroma tertentu memiliki pengaruh terhadap perilaku dan penilaian positif dari subjek penelitian, akan tetapi sifat aroma tidak menjadi masalh dalam hal ini. Tetapi pemberian aroma dapat gagal dalam memberikan pengaruh yang diinginkan jika aroma tersebut tidak sesuai dengan pilihan atau harapan konsumen, sehingga ketika peritel tidak ingin mengambil resiko maka pemilihan aroma harus melewati pertimbangan yang matang sebelum peritel menerapkannya sebagai stimulus untuk lingkungan tokonya.

2.1.4.Gaya Hidup

Menurut Sutisna (2002:145):

“Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat)”.


(28)

Menurut Philip Kotler & Kevin Lane Keller (2006:224):

“gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya”. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya.

Gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam keadaan psikografisnya. Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi AIO utama pelanggan-activities/ kegiatan (pekerjaan, hobi, belanja, olahraga, acara social), interest/ minat (makanan, pakaian, keluarga, rekreasi), dan opinions/ pendapat (tentang diri mereka, masalah sosial, bisnis, produk). Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari sekedar kelas sosial atau kepribadian seseorang. Gaya hidup menampilkan profil seluruh pola tindakan dan interaksi seseorang di dunia. Jika digunakan dengan cermat, konsep hidup dapat membantu pemasar memahami nilai konsumen yang berubah dan bagaimana gaya hidup mempengaruhi perilaku pembelian.

Bergaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unik tersendiri. Walaupun demikian, gaya hidup akan sangat relevan dengan usaha-usaha pemasar untuk menjual produknya. Pertama, kecenderungan yang luas dari gaya hidup seperti perubahan peran pembelian dari pria ke wanita, sehingga mengubah kebiasaan, selera dan perilaku pembelian. Dengan kata lain, perubahan gaya hidup suatu kelompok akan mempunyai dampak yang luas pada berbagai aspek konsumen.


(29)

Belanja menjadi tolak ukur jati diri hidup manusia sebab terkait dengan banyak aspek. Aspek psikologis, misalnya, di mana belanja ada hubungan dengan rasa gengsi. Aspek sosial, dengan belanja bisa menunjukkan status orang tertentu. Belum lagi aspek ekonomi, budaya, politik,dan seterusnya. Singkatnya, melalui belanja, seseorang tidak lagi mementingkan apa yang dapat diperbuat dengan barang tersebut, melainkan apa yang dikatakanbarang itu perihal dirinya sebagai konsumen. Berbelanja (shopping) agaknya telah menjadi ciri-ciri manusia yang hidup di zaman kontemporer dewasa ini.

Bila berbelanja semula menjadi “perpanjangan” manusia yang hendak mengonsumsi sesuatu, pada perkembangan berikutnya, belanja justru menjadi kegiatan mengonsumsi itu sendiri. Belanja berubah menjadi kebutuhan bagi manusia yang tak cukup diri. Di sinilah letak konsumerisme dalam arti mengubah “konsumsi yang seperlunya” menjadi “konsumsi yang mengada-ada”. Dalam arti ini, motivasi seseorang untuk berbelanja tidak lagi guna memenuhi kebutuhan dasariah yang ia perlukan sebagai manusia, melainkan terkait dengan hal lain, yakni identitas. Orang membeli makanan dan minuman bukan lagi semata-mata guna memenuhi kebutuhan alami, yakni makan-minum. Ini pasti. Akan tetapi, yang dimaksud disini adalah guna sebuah harga diri. Seseorang akan merasa “lebih baik” bila mampu makan soto ayam di restoran ternama daripada di warteg (warung tegal), misalnya. Singkatnya,manusia tidak lagi hanya membeli barang-barang, melainkan merek ternama yang terkandung di


(30)

dalam barang tersebut. Jati diri manusia terukur dari kemampuannya memperoleh sesuatu.

Ketika belanja menjadi berlebihan di situlah orang mulai berkata tentang konsumtif dan ujung-ujungnya konsumeris. Konsumerisme, pada awalnya adalah consumer-ism, sebuah aliran yang hendak melindungi konsumen dari gempuran barang-barang produksi. Dalam perkembangan selanjutnya, sebagaimana telah disampaikan dalam paragraph sebelumnya, konsumerisme beralih kepada suatu pola pikir dan tindakan di mana konsumen yang dilindungi itu membeli barang bukan karena ia membutuhkan barang tersebut, melainkan karena tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan kepadanya. Dengan kata lain, bisa saja seseorang yang terjangkit konsumerisme selalu merasa bahwa ia belanja karena ia membutuhkan barang tersebut, meskipun pada momen refleksi berikutnya, ia sadar bahwa ia tak membutuhkan barang tersebut.Inilah akar konsumerisme, yaitu agar ekonomi bisa terus berjalan dengan baik,anggota masyarakat harus terus membeli. “Membeli”, dalam konteks ini, merupakan suatu kewajiban dan suatu tindakan individual dan berangkat dari kebutuhan.


(31)

2.1.4.1. Sembilan gaya hidup konsumsi

Terdapat sembilan gaya hidup konsumsi menurut John C. Mowen / Michael Minor (2002:295) antara lain sebagai berikut:

1. Functionalist. Menghabiskan uang untuk hal-hal yang penting. 2. Nurturers. Muda dan berpendapatan rendah.

3. Aspirers. Berfokus pada menikmati “gaya hidup tinggi” dengan membelanjakan sejumlah uang diatas rata-rata untuk barang-barang berstatus-khususnya tempat tinggal.

4. Experiential. Membelanjakan jumlah diatas rata-rata terhadap barang-barang hiburan, hobi, dan kesenangan (convenience).

5. Succeeders. Rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya dan berpendidikan tinggi. Menghabiskan uang diatas rata-rata untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

6. Moral majority. Pengeluaran yang besar untuk oraganisasi pendidikan, masalah politik, dan gereja.

7. The Golden Years. Kebanyakan adalah para pensiunan, tetapi pendapatannya tertinggi ketiga. Melakukan pengeluaran yang besar pada produk-produk padat modal dan hiburan.

8. Sustainers. Pendapatan dibelanjakan untuk untuk kebituhan sehari-hari dan alcohol.

9. Subsisters. Tingkat social ekonomi rendah. Persentase kehidupan pada kesejahteraan diatas rata-rata.


(32)

Faktor-faktor untuk mengukur gaya hidup antara lain:

1. outer directed merupakan gaya hidup konsumen yang jika dalam membeli sesuatu produk harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma tradisional yang telah terbentuk.

2. inner directed, membeli produk untuk memenuhi keinginan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu, dan tidak terlalu memikirkan norma-norma budaya yang berkembang.

3. need driven, konsumen yang membeli sesuatu didasarkan atas kebutuhan dan bukan keinginan berbagai pilihan yang tersedia.

2.1.5. Pembelian Impulsif (Impulse Buying)

Menurut Chien-Huang dan Hung-ming (2005) yang mendeskripsikan pembelian impulsif sebagai

“pembelian yang lebih menarik, tanpa maksud, tanpa direncanakan dan lebih menyenangkan dibandingkan dengan perilaku membeli yang direncanakan”.

Menurut Christina Whidya Utami (2010:67) mengatakan bahwa pembelian impulsif terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya.

Sebagian orang menganggap kegiatan belanja dapat menjadi alat untuk menghilangkan stres, menghabiskan uang dapat mengubah suasana hati seseorang berubah secara signifikan, dengan kata lain uang adalah sumber kekuatan. Pembelian tidak terencana (produk impulsif) lebih banyak


(33)

terdapat pada barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang itu tidak diperlukan oleh konsumen. Pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana merupakan bentuk lain dari pola pembelian konsumen. Sesuai dengan istilahnya, pembelian tersebut secara spesifik tidak terencana. “Pembelian impulsif” terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya. Impuls untuk membeli merupakan hal yang secara hedonis kompleks, dan akan menstimulasi konflik emosional. Pembelian impulsif juga cenderung dilakukan dengan mengabaikan pertimbangan atas konsekuensinya.

Pembelian impulsif, seperti semua perilaku pembelian, umumnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor pribadi, kronologis, lokasi, dan budaya. Faktor-faktor ini tidak hanya secara substansial berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lainnya, tetapi juga berubah-ubah untuk konsumen yang sama dibawah situasi yang berbeda-beda.

2.1.5.1. Tipe Pembelian Impulsif

Menurut Stren dalam Loundon dan Bitta (2010:68) menyatakan bahwa ada empat pembelian impulsif, yaitu:

1. Impuls murni (pure impulse)

Pengertian ini mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena alasan menarik, biasanya ketika suatu pembelian terjadi karena loyalitas


(34)

terhadap merek atau perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan. Contohnya, membeli sekaleng asparagus bukannya membeli sekaleng macroni seperti biasanya.

2. Impuls Pengingat (reminder impulse)

Ketika konsumen membeli berdasarkan jenis impuls ini, hal ini dikarenakan unit tersebut biasanya memang dibeli juga, tetapi tidak terjadi untuk diantisipasi atau tercatat dalam daftar belanja. Contohnya, ketika sedang menunggu antrean untuk membeli shampoo di konter toko obat, konsumen melihat merek aspirin pad rak dan ingat bahwa persediaannya di rumah akan habis, sehingga ingatan atas penglihatanpada produk tersebut memicu pembelian yang tidak terencana.

3. Impuls Saran (suggestion impulse)

Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali akan menstimulasi keinginan untuk mencobanya. Contohnya, seorang ibu rumah tangga yang secara tidak sengaja melihat produk penghilang bau tidak sedap di suatu counter display, hal ini secara langsung akan merelasikan produk tersebut didasarkan atas pertimbangan tentang adanya bau disebabkan karena aktivitas memasak di dalam rumah dan kemudian membelinya.


(35)

4. Impuls Terencana (planned impulse)

Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respons konsumen terhadap beberapa insentif special untuk membeli unit yang tidak diantisipasi. Impuls ini biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran menggiurkan lainnya.

2.1.5.2. Perspektif dalam Pembelian Impulsif

Terdapat tiga perspektif yang digunakan untuk menjelaskan pembelian impulsif:

1. Karateristik produk yang dibeli, 2. Karateristik konsumen,

3. Karateristik display tempat belanja.

Pembelian impulsif jarang terjadi untuk produk yang sering dikonsumsi, seperti roti, susu, telur, daripada produk yang jarang dikonsumsi, seperti vitamin, permen, maupun makanan penutup. Produk-produk baru seringkali dibeli secara impulsif. Untuk perspektif kedua, yaitu karateristik konsumen, seperti faktor demografi konsumen, kepribadian konsumen, dan kesenangan berkunjung ke tempat belanja, semuanya mempengaruhi terjadinya pembelian impulsif. Untuk perspektif ketiga, karateristik display tempat belanja seperti display di dekat konter pembayaran dan display pada ujung koridor terbukti menstimulasi terjadinya pembelian impulsif. Begitu juga, parameter desain rak belanja,


(36)

seperti ruang antar rak, tingginya rak, dan arah menghadap rak, dapat mempengaruhi terjadinya perilaku pembelian impulsif.

Faktor-faktor yang menimbulkan pembelian impulsif menurut Herabadi, Verplanken, dan Van Knippenberg (2004:433) yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

1. Aspek kognitif

Dalam aspek kognitif, pembelian impulsif lebih menunjukkan untuk hedonic daripada mempertimbangan pembelian utilitarian.

2. Aspek afektif

Dalam aspek afektif, pembelian impulsif lebih tampak pada memutuskan melalui emosi positif dan tingkah laku tinggi seperti rangsangan kegembiraan dan kesenangan.

2.1.6 Keterkaitan antar Variabel Penelitian

2.1.6.1. Pengaruh Store atmosphere terhadap Impulse buying

Turley dan Milliman (2000:7) memberikan review lengkap dari pengaruh atmospherics pada perilaku konsumen. Mereka menyimpulkan bahwa variabel individu atmospher terbukti memiliki pengaruh yang dibuktikan dari hasil eveluasi (misalnya gambar toko, penilaian merek, kualitas barang dagangan), persepsi harga dan tanggapan perilaku konsumen seperti waktu yang dihabiskan dan pembelian impulsif.


(37)

2.1.6.2 Pengaruh Gaya Hidup terhadap impulse Buying

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa sehingga sangat berpengaruh dalam melakukan pembelian impulsif ketika berada di pusat perbelanjaan, gaya hidup dan perilaku pembelian impulsif itu mempunyai hubungan yang erat.


(38)

1.1.6. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Tabel 2.1

Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

No Nama

Peneliti dan Tahun

Judul Kesimpulan Persamaan Perbedaan

1. Mariri Tendai* and Chipunza Crispen 2009 In-store shopping environment and impulsive buying

The in-store shopping environment is a very important determinant of impulsive buying. It is constituted by micro variables which are specific to particular shopping situations and confined to a specific geographic space. Factors such as in-store background music, store display, scent, instore promotions, prices, shop cleanliness, shop density or congestion and store personnel all make up the instore shopping environment, among others.

Terdapt varibel penelitian yang sama yaitu store atmosphere dan

impulse buying

Tidak terdapat penelitian variabel gaya hidup

2. Muhammad Ali Tirmizi (2009) an empirical study of consumer impulse buying behavior in local markets

In a research conducted by Cobb and Hoyer (1986), impulse buying was defined as an unplanned purchase and this definition can also be found in the research of Kollat and Willett (1967). In another research by Rook (1987) reported that impulse buying usually takes place, when a consumer feels a forceful motivation that turns into a desire to purchase a commodity instantly

Terdapat varibel penelitian yang sama yaitu gaya hidup dan impulse buying. Tidak terdapat variabel penelitian store atmosphere

3. Quartier, Katelijn, Christiaans, Henri and Van

Retail design: lighting as an atmospheric tool, creating

Turley and Milliman (2000) give a complete review of the influence of atmospherics on

Terdapat variabel penelitian yang sama yaitu store atmosphere dan

Tidak terdapat variabel penelitian gaya hidup


(39)

Cleempoel, Koenraad (2009). experiences which influence consumers’ mood and behaviour in commercial spaces consumer behaviour. They concluded that the individual atmospheric variables were shown to have a demonstrable affect on the outcome of evaluations (e.g. store image, judgments of brands, quality of merchandise),

of perceptions of price and behavioural responses such as time spent and ‘impulse buying’. Several years earlier Tai and Fung (1997) already noticed, in their literature review, two important patterns: atmospheric elements have been proven to have a variety of physical and physiological effects on people which in turn will affect consumer behaviour. They suggest when these elements are skilfully manipulated, they will lead to consumer behaviour favourable for the retailer.

pembelian impulsif

belanja

4. Bas

Verplanken,

Astrid G. Herabadi,

udith A. Perry & David H. Silvera (2005)

Consumer style and health: The role of

impulsive buying in unhealthy eating

Impulse buying tendancy was measured by a 20-item scale delevel-oped by Verplanken and Herabadi (2001). The scale distinguishes a cognitive and an affective facet, each measured by ten items. The cognitive facet containsitems related to the lack of planning and deliberation that goes into a purchase decision. The affective facet addreses feelings such as excitement, lack of control, and the urgeto buy. Terdapat variabel penelitian yang sama yaitu pembelian impulsif Tidak terdapat variabel penelitian store atmosphere dan gaya hidup belanja


(40)

1.2. Kerangka pemikiran

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi besar dalam usaha ritel. Berjualan ritel merupakan usaha yang paling banyak peminatnya. Cara melakukannya bisa dengan memulai usaha sendiri ataupun bermitra dengan jaringan ritel yang menawarkan kerjasama kemitraan. Dinamika perkembangan usaha di bidang ritel saat ini sangat tumbuh dengan pesat terutama dengan semakin banyaknya dibangun gerai-gerai ritel modern dan makin tumbuhnya daya beli konsumen di sektor ini. Namun persaingan usaha di bidang ritel pun semakin kuat hingga bila kita tidak pandai mengelola sumber sumber daya yang kita miliki bisa jadi apa yang kita kelola akan menjadi tersisihkan oleh para pesaing.

Menurut Christina Widhya Utami, (2010:255) suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperature, music, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.


(41)

Menurut Berman dan Evan (2005: 17-30), menyatakan bahwa faktor-faktor pembentuk suasana toko dibagi menjadi empat bagian antara lain:

1. Tampak depan toko (storefront)

Karakter storefront memiliki pengaruh yang besar pada store image dan harus direncanakan secara matang. Facade toko dapat didefinisikan dengan kondisi eksterior dari toko tersebut. Termasuk di dalamnya adalah signage, pintu masuk, efek lighting, dan material konstruksi. Dengan tampak luar yang atraktif, sebuah toko dapat menjadi menarik untuk dikunjungi.

Display windows juga mempunyai peranan yang penting yaitu untuk mengidentifikasikan toko dan menarik perhatian pengunjung untuk masuk. Proporsi bentuk yang menarik secara visual akan memperindah bentuk eksterior.

2. Interior Toko

Termasuk di dalam lingkp pembentuk suasana ruang adalah bidang-bidang plafon, dinding dan lantai. Perpaduan penggunaan material dan bahan yang tepat akan memberikan kesan serasi dan menyatu. Selain elemen-elemen tersebut, warna, pencahayaan, bau-bauan dan sound.


(42)

3. Layout Toko (store layout)

Store layout direncanakan sesuai dengan program ruang yang biasanya disusun berdasarkan observasi mengenai kebutuhan ruang. Tiap toko memiliki luas lantai yang berbeda, namun yang terpenting adalah bagaimana melakukan pembagian antara selling, merchandise, personnel space, dan customer area, yang memiliki fingsi yang berbeda.

4. Interior Display (point of purchase)

Interior display (poit of purchase) bertujuan untuk memberikan informasi pada konsumen yang berbelanja, merupakan tambahan untuk memberikan kesan berbeda pada store atmosphere dan berfungsi sebagai alat promosi.

Menurut Sutisna (2002:145), gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). bergaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unik tersendiri. Walaupun demikian, gaya hidup akan sangat relevan dengan usaha-usaha pemasar untuk menjual produknya. Pertama, kecenderungan yang luas dari gaya hidup


(43)

seperti perubahan peran pembelian dari pria ke wanita, sehingga mengubah kebiasaan, selera dan perilaku pembelian. Dengan kata lain, perubahan gaya hidup suatu kelompok akan mempunyai dampak yang luas pada berbagai aspek konsumen.

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa sehingga sangat berpengaruh dalam melakukan pembelian impulsif ketika berbelanja di pusat perbelanjaan. Faktor-faktor untuk mengukur gaya hidup belanja antara lain:

1. outer directed merupakan gaya hidup konsumen yang jika dalam membeli sesuatu produk harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma tradisional yang telah terbentuk.

2. inner directed, membeli produk untuk memenuhi keinginan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu, dan tidak terlalu memikirkan norma-norma budaya yang berkembang.

3. need driven, konsumen yang membeli sesuatu didasarkan atas kebutuhan dan bukan keinginan berbagai pilihan yang tersedia.

Pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana merupakan bentuk lain dari pola pembelian konsumen. Sesuai dengan istilahnya, pembelian tersebut secara spesifik tidak terencana. “Pembelian impulsif” terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya. Impuls untuk membeli


(44)

merupakan hal yang secara hedonis kompleks, dan akan menstimulasi konflik emosional. Pembelian impulsif juga cenderung dilakukan dengan mengabaikan pertimbangan atas konsekuensinya. Produk yang mempengaruhi pembelian impulsif diantaranya: harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merek, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil dan mudah disimpan.

Faktor-faktor yang menimbulkan pembelian impulsif menurut Herabadi, Verplanken, dan Van Knippenberg (2004:433) yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.

1. Aspek kognitif

Dalam aspek kognitif, pembelian impulsif lebih menunjukkan untuk hedonic daripada mempertimbangan pembelian utilitarian.

2. Aspek afektif

Dalam aspek afektif, pembelian impulsif lebih tampak pada memutuskan melalui emosi positif dan tingkah laku tinggi seperti rangsangan kegembiraan dan kesenangan.

Milliman (2000:7) memberikan review lengkap dari pengaruh atmospherics pada perilaku konsumen. Mereka menyimpulkan bahwa variabel individu atmospher terbukti memiliki pengaruh yang dibuktikan dari hasil eveluasi (misalnya gambar toko, penilaian merek, kualitas barang dagangan), persepsi harga dan tanggapan perilaku konsumen seperti waktu yang dihabiskan dan pembelian impulsif.


(45)

Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa sehingga sangat berpengaruh dalam melakukan pembelian impulsif ketika berada di pusat perbelanjaan, gaya hidup dan perilaku pembelian impulsif itu mempunyai hubungan yang erat.


(46)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibuat suatu bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 2.2

Paradigma Kerangka Pemikiran

Pengaruh Store Atmosphere dan Gaya Hidup terhadap Pembelian Impulsif

Store Atmosphere: 1. Tampak depan

toko

2. Interior toko

3. Store layout 4. Interior display

(Berman dan Evan,

2005: 17-30) Gaya Hidup: 1. Outer directed

2. Inner directed

3. Need driven

(Sutisna SE., ME 2002:148))

Pembelian Impulsif : 1. Aspek Kognitif 2. Aspek Afektif (Herabadi, Verplanken, dan Van Knippenberg 2004:2)


(47)

1.3. Hipotesis

Menurut Sugiyono dalam bukunya Penelitian Bisnis (2008:221) menyatakan bahwa:

“Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.”

Hipotesis Utama:

Terdapat Pengaruh Store atmosphere Dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Impulsif Di The Oasis Factory Outlet Bandung.

Sub Hipotesis:

• Terdapat Pengaruh Store atmosphere Terhadap Pembelian Impulsif Di The Oasis Factory Outlet

• Terdapat Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Pembelian Impulsif Di The Oasis Factory Outlet Bandung.


(48)

43 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sebagai topik penulisan dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data–data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut yang berjudul : “Pengaruh Store Atmosphere Dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Impulsif Di The Oasis Factory Outlet Bandung”.

Di dalam penelitian ini, penulis mengemukakan dua variabel yang akan diteliti. Adapun variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel independent (variabel bebas), yaitu variabel yang menjadi sebab terjadinya atau terpengaruhnya variabel dependent (variabel tidak bebas). Variabel independent (variabel X1) dalam penelitian ini adalah Store Atmosphere dan (variabel X2) Gaya Hidup.

2. Variabel dependent (variabel tidak bebas), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent. Variabel dependent (variabel Y) dalam penelitian ini adalah Pembelian Impulsif.

Store Atmosphere dan Gaya hidup merupakan faktor penyebab, sedangkan pembelian impulsif faktor akibat. Objek penelitian ini dilakukan pada konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis Factory Outlet Bandung.


(49)

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu teknis atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data yang akan diperoleh. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif dan pendekatan kuantitatif.

Metode penelitian menurut Sugiyono (2009:2) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan pendekatan kuantitatif.

Metode Deskriptif menurut Sugiyono (2009:206) mendefinisikan:

Penelitian yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.

Sedangkan menurut Mudjarad Kuncoro (2001:102) mendefinisikan Pendekatan kuantitatif yaitu:

“Pendekatan ilmiah terhadap pengambilan keputusan manejerial dan ekonomi dimana pendekatan ini terdiri atas perumusan masalah, mencari solusi, menguji solusi, menganalisa hasil dan mengimplemasikan hasil.”

Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan masalah-masalah yang ada dan sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data tersebut akan


(50)

dikumpulkan, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori-teori yang telah dipelajari, jadi dari data tersebut akan ditarik kesimpulan.

3.2.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu dilakukan perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan sistematis.

Menurut Moh. Nazir (2003:84) desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.

Dari pemaparan di atas maka dapat dikatakan bahwa desain penelitian merupakan semua proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.

Dalam penelitian ini, penulis menerapkan desain penelitian yang lebih luas, yang mencangkup proses-proses berikut ini:

1. Sumber masalah

Peneliti menentukan masalah-masalah sebagai fenomena untuk dasar penelitian.

2. Perumusan masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Pada penelitian ini masalah-masalah dirumuskan melalui suatu pertanyaan, yang akan diuji dengan cara yang relevan dan penemuan yang relevan.


(51)

3. Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis) maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan berfikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab atau pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji terpenuhinya kriteria pengetahuan yang rasional.

4. Pengajuan hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat pada penelitian ini adalah Pengaruh Store Atmosphere dan Gaya Hidup terhadap Pembelian Impulsif.

5. Metode Penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat ketelitian data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Sedangkan pertimbangan praktis adalah tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang lain. Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dan kuantitatif.


(52)

6. Menyusun instrument penelitian

Peneliti dapat menyusun instrument penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Pada penelitian ini untuk menguji adanya hubungan dari Store Atmosphere (Variabel Independen“X1”) dan Gaya Hidup

(Variabel Independen“X2”) terhadap Pembelian Impulsif (Variabel

dependen“Y”) digunakan korelasi Analisis Regresi Berganda, dan untuk menguji pengaruh dari Store Atmosphere (Variabel Independen“X1”) dan

Gaya Hidup (Variabel Independen“X2”) terhadap Pembelian Impulsif

(Variabel dependen“Y”) digunakan koefisien determinasi. 7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa jawaban terhadap rumusan masalah, dengan menekankan pada pemecahan masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai dasar untuk pembuatan keputusan.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis penelitian Metode yang digunakan

Unit Analisis Time Horizon

T-1 Descriptive Descriptive dan survey

Konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis Factory Outlet

Bandung

Cross sectional

T-2 Descriptive Descriptive dan survey

Konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis Factory Outlet

Bandung

Cross sectional

T-3 Descriptive Descriptive dan survey

Konsumen yang melakukan pembelian di The

Cross sectional


(53)

Oasis Factory Outlet Bandung

T-4 Descriptive & Verifikatif Descriptive dan Explanatory Survey Konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis Factory Outlet

Bandung

Cross sectional

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam peelitian, sehingga pengujian hipotesis dengan alat bantu statistik dapat dilakukan secara bear sesuai dengan judul penelitian mengenai pengaruh store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif, maka variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel store atmosphere sebagai variabel independen pertama (X1).

2. Variabel gaya hidup variabel independent kedua (X2).

3. Variabel Pembelian Impulsif sebagai variabel dependent (Y).

Untuk lebih jelasnya rincian masing-masing variabel dapat dijelaskan dalam Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel Konsep

Variabel Indikator

Ukuran Skala

Sumber Data Store atmospher e (X1) Suasana toko (store atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik fisik toko

Tampak depan Toko

-Penyusunan barang di depan etalase • Interior toko

- Penataan dekorasi ruangan

-Tingkat daya tarik

-Tingkat daya tarik


(54)

seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperature, music, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen (Christina Widhya Utami, 2010:255)

Store layout

-Kerapihan penataan barang - Kemenarikan

media pembungkus •Interior Display

- Pemasangan bermacam-macam poster - Penataan dekorasi barang -Tingkat kerapihan -Tingkat daya

tarik

-Tingkat daya tarik -tingkat daya tarik ORDINAL Konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung Gaya Hidup (X2) Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasika n oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). (Sutisna 2002:145) • Outer directed -nilai dan norma tradisional • Inner directed -keinginan dalam diri • Need driven

-kebutuhan bukan keinginan -Tingkat membeli produk berdasarkan sifat -Tingkat keinginan -Tingkat berbelanja atas kebutuhan ORDINAL Konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung


(55)

3.2.3 Sumber Dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini dibagi dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti baik dari pribadi (responden) maupun dari satu instansi yang mengolah data untuk keperluan penelitian, seperti dengan cara melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder dapat diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan Pembelian impulsif (Y) Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat dan kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya. (Christina Widya Utami 2011:67)

• Aspek kognitif -Membeli produk tanpa perencanaan -Membeli produk tanpa pendapat orang lain • Aspek afektif

-membeli produk karena dorongan hati -membeli karena kedaan darurat -Tingkat ketidakrencan aan -Tingkat pembelian tanpa pendapat orang lain -Tingkat pembelian karena dorongan hati -Tingkat pembelian karena darurat

ORDINAL Konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung


(56)

memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta catatan-catatan kuliah yang menunjang penelitian ini.

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data 3.2.3.2.1 Populasi

Populasi merupakan objek atau subjek yang memenuhi kriteria tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti. Menurut Sugiyono (2009:80) tentang pengertian populasi yaitu:

“populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudia ditarik kesimpulan.”

Berdasarkan pengertian di atas, populasi merupakan obyek atau subyek yang berda pada satu wilayah dan memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh konsumen yang melakukan pembelian di The Oasis Factory Outlet Bandung yaitu dengan perkiraan sebanyak 5500orang/bulan.

3.2.3.2.2 Sampel

Untuk membuktikan kebenaran jawaban yang masih sementara (hipotesis), maka peneliti melakukan pengumpulan data pada obyek tertentu. Karena obyek dalam populasi terlalu luas maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.


(57)

2

1

Ne

N

n

+

=

Menurut Adi Supangat (2007:4) menyatakan bahwa:

“sampel adalah bagian dari populasi (contoh), untuk dijadkan sebagai bahan penelaahan dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut dapat mewakili (reprensentatitive) terhadap populasinya.”

Menurut Sugiyono (2009:116), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik yang di ambil dalam penelitian dilakukan dengan teknik accidental random sampling.

Adapun yang menjadi sampel yang digunakan untuk pengukuran kuesioner adalah konsumen di The Oasis Factory Outlet Bandung. Sedangkan untuk menentukan jumlah sampel (n) Husein Umar (2004:78) menentukan sampel digunakan rumus sebagai berikut:

100 98 , 99 01 . 55 5500 ) 1 , 0 ( 5500 1 5500 2 = = = + = n n n n

Jika penelitian menggunakan metode deskriptif, maka minimal tingkat kesalahan dalam penentuan anggota sampel yang harus diambil adalah 10% dari jumlah populasi yang diketahui. Peneliti menentukan tingkat kesalahan sebesar 10% sehingga jumlah sampel yang diambil 100 konsumen.


(58)

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakna dalma penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yang diperoleh dengan cara:

a. Observasi (Pengamatan Langsung), yaitu dengan cara melakukan pengamatan secara langkung dilokasi untuk memperoleh data yang diperlukan.

b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang di bahas.

c. Angket (Kuesioner)

Kuesioner merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawab, berupa daftar pertanyaan yang dibuat dengan metode pertanyaan terstruktur (tertutup dan terbuka) kepada 100 responden tentang variabel store atmosphere, gaya hidup dan pembelian impulsif.

2. Penelitian Kepustakaan (Library Reseacrh)

Penelitian kepustakaan dilakukan sebagai usaha guna memperoleh data yang bersifat teori sebagai perbanding dengan data penelitian yang diperoleh.


(59)

Data tersebut dapat diperoleh dari literatur, catatan kuliah serta tulisan lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.2.4.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2009:173) valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi suatu penelitian dikatakan valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden terpilih maka harus diadakan uji validitas terlebih dahulu pada butir-butir yang benar-benar mengukur apa yang diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat ukur maka alat ukur tersebut semakin mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya di ukur.

Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi diantara masing-masing pernyataan dengan skor total. Adapun rumus dari pada korelasi pearson adalah sebagai berikut :

( )

(

2 2

)

(

2

( )

2

)

n XY- X Y

r=

X - X × Y - Y

∑ ∑

Keterangan:

r = nilai koefesien korelasi pearson X = Skor item pertanyaan

Y = Skor total item pertanyaan


(60)

Uji keberartian koefisien r dilakukan dengan uji t (taraf signifikansi 5%). Rumus yang dilakukan adalah sebagai berikut :

� = ��(� −2)

√1− �2 :�� =� −2

Dimana :

n = ukuran sampel

r = Koefisien Korelasi Pearson

Keputusan pengujian validitas instrument dengan menggunakan taraf signifikan dengan 5% satu sisi adalah :

1. Item instument dikatakan valid jika thitung lebih dari atau sama dengan t0,05 =

1,9744 maka instrument tersebut dapat digunakan.

2. Item instrument dikatakan tidak valid jika thitung kurang dari t0,05(165) =

1,9744 maka item tersebut tidak dapat digunakan.

Berikut ini merupakan tabel uji validitas dari masing-masing variabel, yaitu sebagai berikut:

1. Uji validitas Store Atmosphere (X1)

Hasil pengujian validitas instrument store atmospheredapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3

Hasil Pengujian Validitas Store Atmosphere

No Nilai

validitas

Hasil 1. 0.567 valid 2. 0.586 valid 3. 0.466 valid 4. 0.504 valid


(61)

5. 0.553 valid 6. 0.445 valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer

Hasil pengujian validitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X1 (store atmosphere) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid.

2. Uji Validitas Gaya Hidup (X2)

Hasil pengujian validitas instrument gaya hidupdapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4

Hasil Pengujian Validitas Gaya Hidup

No Nilai

validitas

Hasil 1. 0.637 valid 2. 0.761 valid 3. 0.806 valid 4. 0.693 valid 5. 0.816 valid 6. 0.651 valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer

Hasil pengujian validitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X2 (gaya hidup) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid.

3. Uji validitas Pembelian Impulsif (Y)

Hasil pengujian validitas instrument pembelian impulsif dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut ini.


(62)

Tabel 3.5

Hasil Pengujian Validitas pembelian impulsif No Nilai

validitas

Hasil 1. 0.696 valid 2. 0.653 valid 3. 0.632 valid 4. 0.814 valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer

Hasil pengujian validitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel Y (pembelian impulsif) memiliki nilai r di atas 0,3. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel bebas dinyatakan valid.

3.2.4.2 Uji Reliabilitas

Setelah melakukan pengujian validitas butir pertanyaan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas untuk menguji kehandalan atau kepercayaan alat pengungkapan dari data. Dengan diperoleh nilai r dari uji validitas yang menunjukkan hasil indeks korelasi yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara dua belahan instrumen. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah Split Half Method (Spearman–Brown Correlation) Tehnik Belah Dua. Metode ini menghitung reliabilitas dengan cara memberikan tes pada sejumlah subyek dan kemudian hasil tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar (berdasarkan pemilihan genap–ganjil). Cara kerjanya adalah sebagai berikut :

a. Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian dikelompokkan dalam kelompok I dan kelompok II


(63)

b. Skor untuk masing–masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor total untuk kelompok I dan kelompok II

c. Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II

d. Hitung angka reliabilitas untuk keseluruhan item dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Ґ1 =

Keterangan :

Ґ1 = reliabilitas internal seluruh item

Ґb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua Keputuasan pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan taraf signifikan 5 % satu sisi adalah :

1. Jika thitung lebih dari atau sama dengan t0,05 dengan taraf signifikan 5 %

maka instrumen dinyatakan reliabel dan dapat digunakan

2. Jika thitung kurang dari t0,05 dengan taraf signifikan 5% satu sisi maka

instrument dinyatakan tidak reliabel dan tidak dapat digunakan. Hasil uji validitas dengan menggunakan program SPSS.

Sekumpulan butir pertanyaan dalam kuesioner dapat diterima jika memiliki nilai koefisien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,7.

b 1+Ґb


(64)

Tabel 3.6

Standar Penilaian Koefisien Validitas dan Reliabilitas

Kriteria Reliability Validity

Good 0,80 0,50

Acceptable 0,70 0,30

Marginal 0,60 0,20

Poor 0,50 0,10

Sumber: Barker et al, 2002:70

Adapun hasil perhitungan reliabilitas menggunakan SPSS yaitu sebagai berikut:

1. Hasil Pengujian Reabilitas Store Atmosphere

Hasil pengujian reabilitas store atmosphere dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.7

Hasil Pengujian Reabilitas Store Atmosphere

Hasil pengujian reabilitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X1 (store atmosphere) memiliki nilai t di atas 0,05. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,853. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel store atmosphere dinyatakan reliable.

Reliability Statistics ,621 10a ,793 9b 19 ,744 ,853 ,854 ,852 Value

N of Items Part 1

Value N of Items Part 2

Total N of Items Cronbach's Alpha

Correlation Between Forms

Equal Length Unequal Length Spearman-Brown

Coefficient

Guttman Split-Half Coefficient

The items are: P1, P3, P5, P7, P9. a.

The items are: P2, P4, P6, P8. b.


(65)

2. Hasil Pengujian Reabilitas Gaya Hidup

Hasil pengujian reabilitas gaya hidup dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.8

Hasil Pengujian Reabilitas Gaya Hidup

Hasil pengujian reabilitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel X2 (gaya hidup) memiliki nilai t di atas 0,05. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,936. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel gaya hidup dinyatakan reliabel.

Reliability Statistics

,950 18a

,795 18b

36

,875

,936 ,936

,927 Value

N of Items Part 1

Value N of Items Part 2

Total N of Items Cronbach's Alpha

Correlation Between Forms

Equal Length Unequal Length Spearman-Brown

Coefficient

Guttman Split-Half Coefficient

The items are:P10, P12, P14, P16, P18 a.

The items are: P11, P13, P15, P17, P19. b.


(66)

3. Hasil Pengujian Pembelian Impulsif

Hasil pengujian reabilitas gaya hidup dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.9

Hasil Pengujian Reabilitas Pembelian Impulsif

Hasil pengujian reabilitas instrumen penelitian untuk variabel bebas di atas menunjukan seluruh item pertanyaan variabel Y (pembelian impulsif) memiliki nilai t di atas 0,05. Hasil pengujian reliabiltas memiliki nilai Split Half di atas 0,700, yakni 0,759. Dengan demikian, item-item pertanyaan variabel pembelian impulsif dinyatakan reliabel.

3.2.5 Rancangan Analisi dan Perancangan Hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis

3.2.5.1.1 Analisis Deskriptif/Kualitatif

Analisis Deskriptif/ kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang ciri-ciri responden dan variabel penelitian, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik.

Reliability Statistics ,200 2a ,453 2b 4 ,612 ,759 ,759 ,757 Value

N of Items Part 1

Value N of Items Part 2

Total N of Items Cronbach's Alpha

Correlation Between Forms

Equal Length Unequal Length Spearman-Brown

Coefficient

Guttman Split-Half Coefficient

The items are: Y1, Y3. a.

The items are: Y2, Y4. b.


(67)

Analisis kualitatif digunakan dengan menyusun tabel frekuensi distribusi untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk dalam kategori: sangat baik, baik, cukup, tidak baik, sangat tidak baik.

Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian dapat dilhat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi bobot yang diberikan (1,2,3,4, dan 5). Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan predisi nilai tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan jumlah responden.

Sumber :Umi Narimawati (2007:84) Keterangan:

a. Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan.

b. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi.

Selanjutnya hasil perhitungan perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal dikontribusikan dengan tabel 3.4 sebagai berikut :

% Skor =

Skor aktual Skor ideal


(1)

126 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai Pengaruh Suasana Toko Dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Impulsif Pada The Oasis Factory Outlet Bandung, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tanggapan konsumen terhadap store atmosphere di The Oasis Factory Outlet Bandung di nilai baik yaitu diperoleh dengan skor sebesar 68,7 %. Skor terendah terdapat pada indikator tampak di depan toko yaitu sebesar 66,4%, dan skor tertinggi terdapat pada indikator interior display yaitu sebesar 70,5%.

2. Gaya hidup pada konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung di nilai cukup baik diperoleh dengan skor 63,07%. Skor yang paling tinggi berada pada indikator Inner directed, yaitu sebesar 69,1%, dan skor terendah terdapat pada need driven yaitu sebesar 55,3%.

3. Pembelian impulsif pada konsumen The Oasis Factory Outlet Bandung dinilai cukup baik diperoleh skor sebesar 67,35%. Skor tertinggi terdapat pada indikator afektif yaitu sebesar 73% sedangkan pada indikator kognitif sebesar 61,7%.


(2)

4. Dari pembahasan penelitian terbukti bahwa terdapat pengaruh yang sedang antara store atmosphere dan gaya hidup terhadap pembelian impulsif. Pengaruh simultan (bersama-sama) sebesar 56.74% terhadap Pembelian impulsif (Y) pada The Oasis factory outlet Bandung, dengan tingkat hubungan yang kuat dan signifikan. Sedangkan sisanya sebesar 43.26% dipengaruhi oleh faktor lain yang diabaikan penulis. Sedangkan secara parsial, variabel X1 (Store atmosphere) terhadap variabel Y (Pembelian impulsif) memiliki pengaruh positif sebesar 0,1125 atau 11,25%. Dan X2 (Faktor Gaya Hidup) terhadap variabel Y (Pembelian impulsif) memiliki pengaruh positif sebesar 0,4549 atau 45,49%.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan dalam laporan penulisan skripsi ini antara lain:

1. Meskipun store atmosphere di The Oasis factory outlet baik menurut konsumen, tetapi akan lebih baik lagi bila store atmosphere yang baik tersebut dapat ditingkatkan dan dikembangkan lagi dalam indikator terendah yaitu tampak depan toko, sehingga ketika konsumen berjalan lewat di depan The Oasis factory outlet menjadi tertarik karena produk yang ditampilkan belum pernah dilihat sebelumnya.

2. Tanggapan gaya hidup di The Oasis factory outlet cukup baik menurut konsumen, namun akan lebih baik lagi apabila gaya hidup tersebut dapat dikembangkan lagi dalam indicator terendah yaitu need driven dengan


(3)

128

mendengar saran dan opini dari konsumen yang melakukan pembelian pada The Oasis factory outlet.

3. Tanggapan konsumen terhadap pembelian impulsif pada The Oasis factory outlet di nilai cukup baik karena sering melakukan pembelian tidak terencana ketika dalam keadaan mendesak dan juga hanya untuk menyenangkan diri.

4. The Oasis factory outlet sebaiknya lebih meningkatkan usaha-usaha dalam penciptaan suasana toko seperti pemasangan etalase di depan toko karena berpengaruh cukup lemah terhadap pembelian impusif sedangkan gaya hidup memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembelian impulsif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Astrid Kusumowidagdo, Juni 2005, Dimensi Interior: Pesan Penting Perancangan Interior pada Store Based Retail, Vol.3 no.1 pp.17-30,

Bas Verplanken, Astrid G. Herabadi, Judith A. Perry, & David H. Silvera, Agustus,2005, Consumer style and health: The role of impulsive biyung in unhealthy eating, Vol.20(4):429-441.

Christina Widhya Utami, 2007, Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis Ritel Modern di Indonesia edisi 2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Dra.Ristianyanti Prasetijo, MBA & Prof. John J.O.I. Ihalauw, Ph.D, 2005, Perilaku konsumen, Penerbit:Andi

Hendri Ma’aruf, 2005, Pemaasaran Ritel, Jakarta.

Husein, 2004, Metodologi Penelitian, Raja Gafindo, Jakarta.

Internet

J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi ke 6, Jakarta: Erlangga.

John C.Mowen/ Michael Minor, 2002, Perilaku Konsumen edisi kelima jilid 1, Jakarta: Erlangga.

Kotler Philip dan Lane Killer kevin, 2007, Manajemen Pemasaran Edisi 12 Jilid 1, Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Kotler Philip, 2005, Manajemen Pemasaran, Jakarta: PT. Indeks.

Mariri Tendai* and Chipunza Crispen, Juli 2009, In-store shopping environment and impulsive buying, African Journal of Marketing, Vol.1(4)

Sheffield Halam, University Research Archieve, Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: CV Alfabeta


(5)

130

Sutisna,S.E., M.E., 2002, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Umi Narimawati, 2008, Metodologi Penelitian Kuanlitatif dan Kuantitatif : Teori dan Aplikasi.


(6)

Nama Maria Imaculada da C. A. de Oliveira Tempat, tanggal lahir Dili, 25 April 1989

Jenis kelamin Perempuan

Status Single

Agama Katholik

Kewarganegaraan Timor- Leste

Alamat Jl.Tubagus Ismail Dalam No.32 Bandung 40132

Telepon +6281220091826

Email

PENDIDIKAN

Tahun Tingkat Pendidikan

1995-2001 SDN1 Dili Barat

2001-2004 SMPK St. Yoseph

2005-2007 SMAK St. Paulus VI

Saya menyatakan bahwa semua informasi yang diatas adalah benar dan sesuai dengan pengetahuan saya.

Bandung, Agustus 2011

Maria Imaculada da C. A. de Oliveira 21207123