Pengukuran tachymetri untuk bidikan miring

341 12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri Kemudian, pada bentuk lain persamaan faktor pengali adalah fi.= D-CR. Sebagai contoh: Pada jarak 300,0 ft interval rambu terbaca 3,01. Harga-harga untuk f dan c terukur sebesar 0,65 dan 0,45 ft berturut-turut; karenanya, C =1,1 ft. Kemudian fi. = 300,0 –1,13,01 = 99,3. Ketelitian dalam menentukan fi. Meningkat dengan mengambil harga pukul rata dari beberapa garis yang jarak terukurnya berkisar dari 100–500 ft dengan kenaikan tiap kali 100 ft.

12.1.4 Pengukuran tachymetri untuk bidikan miring

Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya keragaman topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan jarak miring direduksi menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal. Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang pada titik tertentu. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah. sudut vertikalnya sudut kemiringan terbaca sebesar . Perhatikan bahwa dalam pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah tinggi garis bidik diukur dari titik yang diduduki bukan TI, tinggi di atas datum seperti dalam sipat datar m = sudut miring. Beda tinggi = D HAB = 50 ´ BA – BB . sin 2m + i – t; t = BT Jarak datar = dAB = 100´BA – BB cos2m Gambar 322. Sipat datar optis luas Di unduh dari : Bukupaket.com 342 12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri Tabel-tabel, diagram, mistar hitung khusus, dan kalkulator elektronik telah dipakai oleh para juru ukur untuk memperoleh penyelesaiannya. Dalam Apendiks E memuat jarak-jarak horizontal dan vertikal untuk perpotongan rambu 1 ft dan sudut- sudut vertikal dari 0 sampai 16 , 74 sampai 90 , dan 90 sampai 106 untuk pembacaan-pembacaan dari zenit. Sebuah tabel tak dikenal harus selalu diselidiki dengan memasukkan harga-harga di dalamnya yang akan memberikan hasil yang telah diketahui. Sebagai contoh; sudut- sudut 1, 10 dan 15 dapat dipakai untuk mengecek hasil-hasil memakai tabel. Misalnya sebuah sudut vertikal 15 00’ sudut zenit 75 , perpotongan rambu 1,00 ft dan tetapan stadia 1ft, diperoleh hasil-hasil sebagai berikut. Dari tabel E-1: H = 93,30 x 1,00 +1 = 94,3 atau 94 ft Contoh : untuk sudut sebesar 4 16’, elevasi M adalah 268,2 ft ; t.i. = EM = 5,6; perpotongan rambu AB = R = 5,28 ft; sudut vertikal a ke titik D 5,6 ft pada rambu adalah +4 16’; dan C = 1 ft. Hitunglah jarak H, beda elevasi V dan elevasi titik O. Penyelesaian : Untuk sudut 14 16’sudut zenith 85 44’ dan perpotongan rambu 1 ft, jarak-jarak horizontal dan vertikal berturut-turut adalah 99,45 dan 7,42 ft. Selanjutnya… H = 99,45 x 5,28 + 1 = 526 ft V =7,42 x 5,28-0,08 =39,18+0,08 = 39,3 ft Elevasi titik O adalah Elevasi O = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6 = 307,5 ft Rumus lengkap untuk menentukan selisih elevasi antara M dan O adalah Elev o - elev M = t.i. + V – pembacaan rambu Keuntungan bidikan dengan pembacaan sebesar t.i agar terbaca sudut vertikal, sudah jelas. Karena pembacaan rambu dan t.i berlawanan tanda, bila harga mutlaknya sama akan saling menghilangkan dan dapat dihapuskan dari hitungan elevasi. Jika t.i tak dapat terlihat karena terhalang, sembarang pembacaan rambu dapat dibidik dan persamaan sebelumnya dapat dipakai. Memasang benang silang tengah pada tanda satu foot penuh sedikit di atas atau di bawah t.i menyederhanakan hitungannya. Penentuan beda elevasi dengan tachymetri dapat dibandingkan dengan sipat datar memanjang t.i. sesuai bidikan plus, dan pembacaan rambu sesuai bidikan minus. Padanya ditindihkan sebuah jarak vertikal yang dapat plus atau minus, tandanya tergantung pada sudut kemiringan. Pada bidikan-bidikan penting ke arah titik-titik dan patok-patok kontrol, galat-galat instrumental akan dikurangi dengan prosedur lapangan Di unduh dari : Bukupaket.com 343 12 Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri yang baik menggunakan prinsip timbal balik yaitu, membaca sudut–sudut vertikal dengan kedudukan teropong biasa dan luar biasa. Pembacaan langsung pada rambu dengan garis bidik horizontal seperti pada sipat datar, bukan sudut vertikal, dikerjakan bila keadaan memungkinkan untuk menyederhanakan reduksi catatan-catatan. Tinjauan pada suatu tabel menunjukkan bahwa untuk sudut-sudut vertikal di bawah kira-kira 4 , selisih antara jarak mirng dan jarak horizontal dapat diabaikan kecuali pada bidikan jauh dimana galat pembacaan jarak juga lebih besar. Dengan demikian teropong boleh miring beberapa derajat untuk pembacaan jarak optis setelah membuat bidikan depan yang datar untuk memperoleh sudut vertikal.

12.1.5 Rambu tachymetri