Pemekaran Kecamatan Rancaekek Kabupaten bandung

(1)

PEMEKARAN KECAMATAN RANCAEKEK

KABUPATEN BANDUNG

Dewi Kurniasih

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Jln. Dipati Ukur No. 112

[email protected]

Abstrak

Kebijakan saat ini memberikan pemerintah daerah otonomi yang luas untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan kesejahteraan masyarakatnya. Guna meningkatkan pelayanan publik di wilayah kecamatan, dimungkinkan adanya kebijakan pemekaran wilayah/daerah di setiap kecamatan. Kecamatan Rancaekek merupakan salah satu Kecamatan yang berada di sebelah selatan Kabupaten Bandung terdiri dari beberapa desa dengan berbagai karakteristiknya. Melalui metodologi dalam kajian ini, dapat diketahui tahapan faktor dan indikator pembentukan

kecamatan, berikut penghitungan dan penilaiannya.

Abstract

The policy today gives local governments broad autonomy to administer and manage the various interests and welfare of local communities. To improve public services in the district, possibly of expansion policy areas / regions in each

district. Rancaekek Sub District is one of the District which is located on the south of Bandung consists of several villages with different characteristics. According to the method of this study followed the stages of determining factors

and indicators Sub formation, calculated and evaluation.

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

egara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota atau antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan, kekhasan dan keragaman daerah. Selain itu, Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat

istimewa dan menghormati kesatuan-kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.

Asas yang dianut dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah desentralisasi, dekonsentrasi dan

tugas pembantuan. Prinsip penyelenggaraan

desentralisasi adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan

pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan

membuat kebijakan daerah untuk memberikan

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kebijakan tentang otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara tersirat memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola daerahnya sendiri untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat

seluruhnya. Pemerintah Daerah mengoptimalkan

pembangunan daerah yang berorientasi kepada

kepentingan masyarakat. Masyarakat daerah akan diberdayakan oleh pemerintah daerah. Selain itu pemerintah daerah diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk mempercepat laju pembangunan daerah.

Penyelenggaraan otonomi daerah telah

mendorong terjadinya perubahan di daerah. Hal tersebut dapat terlihat baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat

N


(2)

wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi. Kecamatan berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Kecamatan sebagai perangkat daerah, dalam menjalankan tugasnya camat mendapat pelimpahan wewenang dari Bupati dan bertanggung jawab kepada bupati. Selain itu kecamatan juga akan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas

umum pemerintahan.Pengaturan penyelenggaraan

kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada

bupati/walikota melalui sekretaris daerah

kabupaten/kota. Pertanggungjawaban ini bersifat

administratif. Pengertian melalui bukan berarti Camat merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah, karena secara struktural Camat berada langsung di

bawah bupati/walikota

https://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatan.

Camat berperan sebagai kepala wilayah. Kepala wilyaha disini adalah wilayah kerja, tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan. Camat melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh

instansi pemerintah di wilayah kecamatan,

penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban,

penegakan peraturan perundang-undangan, pembinaan

penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau

kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan, karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.

Seyogyanyalah Camat diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/walikota. Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan dari 2 (dua) sumber yakni: pertama, bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan; dan kedua, kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Guna meningkatkan pelayanan publik di wilayah kecamatan, dimungkinkan adanya kebijakan pemekaran

wilayah/daerah di setiap kecamatan. Pemekaran suatu daerah atau wilayah dalam hal ini kecamatan ditujukan dalam upaya menanggulangi ketertinggalan daerah serta keterjangkauan pelayanan publik kepada masyarakat. Sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. beberapa syarat dalam pemekaran sebuah daerah diantaranya kewilayahan; jumlah penduduk; pendapatan dan lain sebagainya.

Pemekaran daerah dilaksanakan agar daerah dapat lebih maju dan mampu mensejahterakan

rakyatnya. Begitupula dengan pemekaran yang

dilakukan di level kecamatan seperti yang akan dilakukan di Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung, yang tentunya harus berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Pemekaran kecamatan merupakan bagian dari pembentukan kecamatan. Sebagaimana tercantum dalam PP No. 19 Tahun 2008, pembentukan kecamatan dapat berupa pemekaran satu kecamatan menjadi dua kecamatan atau lebih; dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan. Pasal 3 PP tersebut juga menyatakan bahwa untuk melaksanakan pamekaran kecamatan harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni: administratif; teknis, dan; fisik kewilayahan.

Kecamatan Rancaekek merupakan salah satu Kecamatan yang berada di sebelah selatan Kabupaten Bandung yang terdiri dari beberapa desa dengan berbagai karakteristiknya. Jika dilihat persebaran desa di kecamatan tersebut perlu disikapi dengan kebijakan pemekaran mengingat keterjangkauan pelayanan dari pusat kecamatan sangat rentan. Untuk itu perlu dibuat kajian akademik yang terkait dengan rencana pemekaran Kecamatan Rancaekek.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan ini adalah untuk meneliti secara akademis mengenai rencana pemekaran Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung.

Sedangkan tujuannya adalah: (1) Melihat kelayakan wilayah, kependudukan, keterjangkauan pelayanan, dan lain-lain, sebagai syarat dalam pemekaran kecamatan di Kecamatan Rancaekek; (2) Mendapatkan kerangka acuan teknis yang lebih terarah bagi rencana pemekaran Kecamatan Rancaekek

Kabupaten Bandung sesuai dengan peraturan


(3)

1.3 Sasaran dan Manfaat

Sasaran penelitian ini adalah terpetakannya potensi yang ada di wilayah Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung sehingga akan dapat diketahui kelayakan pemekaran wilayah baik di tinjau dari aspek teknis, aspek administratif, dan aspek fisik kewilayahan.

Manfaat penelitian ini adalah dapat

dipergunakan sebagai bahan bagi para pengambi kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam merumuskan kebijakan tentang pemekaran wilayah di Kecamatan Rancaekek.

2. Kajian Pustaka 2.1 Otonomi Daerah

Sesuai dengan semangat pasal 18 UUD 1945, NKRI memiliki daerah-daerah otonom yang memiliki kewenangan yang sangat luas untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri dengan melaksanakan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Secara umum, otonomi diartikan sebagai kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan pemerintahan sendiri (Wajong, 1975:5 dalam Darumurti, 2003:18). Daerah-daerah otonom tersebut meliputi propinsi yang terdiri dari kabupaten dan kota. Selanjutnya pembentukan dan pelaksanaan asas desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah.

Asas desentralisasi diartikan secara sederhana sebagai peralihan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, seperti yang dikemukakan oleh Rondinelli bahwa the terms decentralization refers to the transfer of authority and responsibility for public functions from the central government to subordinate (Rondinelli, 1999:1). Hal senada dikemukakan oleh Hoogerwerf sebagai berikut:

Desentralisasi adalah pengakuan atau

penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri

mengambil keputusan pengaturan dan

pemerintahan, serta struktur wewenang yang menjadi dari hal itu (Sarundajang, 2000:46 dalam Darumurti, 2003:11).

Sedangkan desentralisasi dalam arti luas dapat diartikan sebagai the transfer of planning, decision-making, or administrative authority from the central government to its filed organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organizations, local government, or nongovernmental

organizations’ (Rondinelli dan Cheema dalam

Darumurti, 2003:11).

Terbentuknya daerah-daerah otonom sangat penting bagi NKRI, seperti yang dikemukakan oleh Prawirohardjo dan Pamudji sebagai berikut:

1. to realize and implement the democratic philosophy;

2. to realize national freedom and to create a sense of freedom to the regions;

3. to train the region to achieve the maturity and be able to manage their own affairs and interests effectively as soon as possible; 4. to provide political schooling for the whole

people;

5. to provide channels for regional aspiration and participation;

6. to make the government in general optimally efficient and effective

(Lay 1999: 227 dalam Darumurti, 2003:14). Hal serupa juga dikemukakan oleh The Liang Gie (1968:35) bahwa pembentukan daerah otonom yang berwenang mengatur dan mengurus urusannya sendiri diperlukan dengan alasan-alasan berikut ini:

(1) guna mencegah penumpukan

kekuasaan yang bisa membuka ruang bagi

terjadinya tirani; (2) sebagai upaya

pendemokrasian; (3) untuk memungkinkan tercapainya pemerintahan yang efisien; (4) guna

dapat memberikan perhatian terhadap

kekhususan-kekhususan yang menyertai setiap daerah; dan (5) agar Pemerintah daerah dapat lebih langsung membantu penyelenggaraan pembangunan (dalam Darumurti, 2003:15). John Halligan dan Cris Aulich (dalam Husein, 2000) juga mengemukakan dua model pemerintahan daerah the local democracy sebagai salah satu model dari dua model pemerintahan disamping the structural efficiency model. Model local democracy ini memiliki ciri sebagai berikut:

The local democracy model values local differences and system diversity because local authority has both the capacity and the legitimacy for local choice and local voice. This means that local authority can and will make choices that differ from those made by others. (Nugraha dalam Sobandi, 2005:158-159). Selain alasan-alasan di atas, pemberian otonomi yang luas kepada Daerah juga merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga stabilitas politik, seperti yang telah dipraktikkan di beberapa negara. Stabilitas politik dapat diciptakan, karena pemberian otonomi dapat mengakomodasi sharing of power, sharing of revenue, empowering localities serta pengakuan dan


(4)

penghormatan terhadap identitas kedaerahan (Lay dalam Karim dkk, 2003:17).

Secara umum, pemberian otonomi kepada Daerah dapat dilakukan dengan beberapa sistem. Pertama, dengan sistem otonomi materiil, yaitu pembagian tugas (wewenang dan tanggung jawab) secara eksplisit (diperinci dengan tegas) dalam undang-undang pembentukan daerah. Kedua, dengan sistem otonomi formil, yaitu dengan pembagian tugas antara pusat Daerah dengan pertimbangan-pertimbangan yang praktis dan rasional, seperti efisiensi penyelenggaraan tugas pelayanan publik. Kewenangan Daerah ditentukan rumusan-rumusan umumnya saja dalam undang-undang pembentukan daerah dan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada Daerah. Ketiga, dengan sistem otonomi riil atau nyata, yaitu penyerahan wewenang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang riil dari daerah maupun pemerintah pusat serta pertumbuhan masyarakat yang terjadi, yaitu dengan mengabungkan sistem otonomi materiil dan formil. Daerah selain dapat menjalankan urusan pangkal yang ditetapkan pada saat pembentukan daerah otonom, Daerah juga dapat melaksanakan urusan pemerintahan yang menurut pertimbangan adalah penting bagi Daerah sepanjang belum diatur atau diurus oleh Pemerintah Pusat atau daerah tingkat atas (Darumurti, 2003: 20-23).

2.2 Pemekaran Daerah

Kebijakan pemekaran daerah adalah bentuk dari kebijakan publik yang mempunyai dampak yang luas kepada masyarakat. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan adalah dengan cara memekarkan daerah (Kabupaten / Kota) tentunya bagi setiap daerah yang akan dimekarkan harus dapat memenuhi persyaratan untuk dimekarkan. Selain itu, tujuan dari pemekaran daerah adalah upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pelaksanaan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan

pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa. Sejalan dengan itu Ndraha (2000 :191), menyatakan

bahwa “beban pemerintah menjadi lebih ringan, jika

unit kerja pemerintah yang terdekat dengan masyarakat

berdaya.”

Dari adanya pemekaran daerah (Kabupaten dan Kota) diharapkan dapat membuka peluang-peluang baru

bagi upaya pemberdayan masyarakat, dan

meningkatkan intasitas pembangunan guna

mensejahterakan masyarakat. Disamping itu dengan adanya pemekaran daerah maka tuntutanakan mutu dari pelayanan yang diberikan pemerintah makin meningkat. Pemekaran daerah dalam arti pembentukan kabupaten dan kota hendaknya ditujukan untuk memacu terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang akan membawa dampak pada peningkatan

pendapatan dan kesjahteraan masyarakat,

memperpendek jalur birokrasi, memperpendek rentang kendali juga memberikan kemungkinan terbukanya isolasi-isolasi daerah terpencil. Pemekaran wilayan pemerintahan merupakan suatu strategi yang dapat dilakukan tatkala wilayah pelayanan telah menjadi terlalu luas sehingga pemerintahs-ta tidak secara optimal melaksanakan tugas-tugasnya termasuk dalam rangka pelayanan publik kepada masyarakat secara baik. Hal senada dikemukakan oleh Rasyid (1997:129), bahwa:

“…pertimbangan bahwa wilayah pelayanan

telah menjadi luas untuk dapat menjamin penuaian tugas-tugas yang memadai dalam

melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan,

pemberdayaan dan pembangunan”.

Dari segi pengembangan organisasi pemekaran daerah dapat diartikan oleh Warren G. Bernis bahwa:

”Pengembangan organisasi adalah suatu jawaban

terhadap perubahan, suatu strategi pendidikan yang komplek yang diharapkan untuk merubah kepercayaan, sikap, nilai dan susunan organisasi, sehingga dapat lebih baik dalam menyesuaikan dengan teknologi pasar, dan tantangan baru serta

putaran yang cepat dari perubahan itu sendiri”

(Bernis dalam Sutarto, 2000:245).

Definisi di atas dapat difahami bahwa seiring dengan berkembangnya teknologi pasar dan tantangan baru dari suatu perubahan maka pengembangan

organisasi yang dilakukan merupakan strategi

penyesuaian guna merubah kepercyaaan, sikap, nilaidan susunan organisasi.

Senada dengan pendapat tersebut, Richard Bechad mengartikan pengembangan organisasi:

”adalah suatu usaha (1) berencana; (2) meliput

organisasi keseluruhan dan ;(3) diurus dari atas untuk meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui; (4) pendekatan berencana dalam proses organisasi dengan memakai

pengetahuan, ilmu perilaku” (Bechad dalam

Sutarto, 2000:245).

Lebih lanjut bahwa proses pengembangan organisasi dapat juga dilihat sebagai proses yang direncanakan, dimana Theodore T. Herbet mengatakan bahwa:

”pengembangan orgnisasi sebagai suatu proses

yan direncanakan, proses yang sistematis yang menerapkan asas-asas dan praktek ilmu perilaku yang dikenalkan dalam kegiatan organisasi secara terus menerus untuk mencapai tujuan

penyempurnaan organisasi secara efektif,

wewenang organisasi yang lebih besar serta

efektifitas organisasi yang lebih besar”


(5)

Pemekaran organisasi pemerintahan melalui pemekaran daerah seyogyanya memberikan jaminan

bagi optimalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintahan dan efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks organisasi pemerintahan daerah sebagai organisasi yang memberikan pelayanan publik menurut Robins (1994:175) memberikan penjelasan sebagai

berikut : ”adalah bijaksana untuk menyatakan bahwa

tidak mungkin mengontrol orgnisasi yang besar dari atas : karena lebih banyak hal terjadi daripada yang dapat dihayati oleh seseorang atau sekelompok orang maka

mau tidak mau harus ada pendelegasian”. Dapat

dipahami bahwa semakin besar organisasi akan memiliki masalah yang semakin komplek dan belum tentu efektif dari segi pengendalian, sehingga perlu ada

pendelegasian, demikian pula halnya dengan

pemerintah daerah sebagai suatu organisasi, apabila wilayahnya terlampau luas, rentang kendali terlampau panjang maka perlu ada pendelegsian melalui pemekaran daerah otonom.

Daerah yang wilayahnya terlampau luas, sehingga menyulitkan jangkauan bagi pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerntahan dipandang perlu untuk dimekarkan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang menyatakan bahwa : Pemekaran Daerah

dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan

ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Pemekaran daerah tidak lain bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam peningkatan

pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan

pembangunan serta upaya pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan hal itu Rasyid menyatakan:

”selain historis, akar dari usaha-usaha

pengembangan wilayah dan organisasi

pemerintahan adalah pertimbangan bahwa wilayah pelayanan telah menjadi terlalu luas untuk dapat menjamin penunaian tugas-tugas yang memadai dalam melaksanakan

fungsi-fungsi pelayanan, pemberdayaaan dan

pembangunan” Rasyid (1997:129).

Perlunya jangkauan pelayanan diperdalam dan ukuran organisasi diperbesar agar pelaksanaan fungsi-fungsi itu bisa dioptimalkan seyogyanya didasarkan pada pertimbangan :

1. Pengembangan wilayah pemerintahan /pemekaran

daerah harus selaras dengan konsep-konsep lingkungan kerja yang ideal, dengan ukuran organisasi dan jumlah instansi yang sesuai,

sehingga efektifitas penyelenggaraan

pemerintahan tetap terjamin.

2. pengembangan wilayah/pemekaran daerah

hendaknya bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan eonomi yang layak dilakukan berdasarkan kewenangan yang akan diletakkan pada pemerintahan yang baru itu.

3. Kebijakan pengembangan wilayah/ pemekaran

daerah harus menjamin bahwa aparatur

pemerintahan di daerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan

fungsi-fungsi pemerintahan dan mendorong

lahirnya kebijakan-kebijakan yang secara

konsisten mendukung peningkatan kualitas

pelayanan publik.

Suatu daerah dipandang layak dan dapat dimekarkan, yang dalam hal ini dapat dilihat melalui beberapa faktor antara lain :

1. sumber daya khususnya ”human” dapat dikelompokkan kedalam faktor manusia pelaksana (Legislatif, ekskutif beserta perangkatnya dan masyarakat sebagai bagian integral dari sistem

pemerintahan daerah), sedangkan ”non human”

dapat dimasukkan ke dalam keuangan dan peralatan.

2. Keuangan , merupakan faktor sensial untuk

mengetahui kemampuan daerah dalam

melaksanakan otonominya. Daerah harus

mempunyai sumber keuangan sendiri yang memadai sebagai sumber pendapatan daerah sumber keuangan daerah terdiri dari PAD dan non-PAD.

3. Peralatan, merupakan alat untuk memperlancar

gerak aktivitas pemerintahan daerah baik berupa barang maupun orang yang dipakai untuk mencapai tujuan.

4. aspek geografis, yang dalam hal ini tidak saja luas daerah melainkan juga kondisi alam yang melingkungi daerah yang akan mempengaruhi rentang kendali pelayanan kepada masyarakat.

5. potensi ekonomi, yang memungkinkan daerah bisa

berkembang dan bisa mendukung pemasukan keuangan daerah dan mengurangi seminimal mungkin ketergantungan pada subsidi pemerintah atasan.

2.3 Kebijakan Pemerintah

Pemekaran sebuah daerah atau wilayah

merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah. Kebijakan disini merupakan terjemahan dari kata policy. Harold D Laswell dan Abraham Kaplan memberi arti

kebijakan sebagai” a projected program of goals, values and practices” (suatu program pencapaian tujuan, nilai- nilai dan praktek-praktek yang terarah. Islamy,1997;17).

Penjelasan tersebut menurut Wahab sekaligus

menegaskan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu.


(6)

Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt (dalam

Wahab,1997;3) bahwa kebijakan adalah a standing

decision characterized by behavioural consistency and revetitiveness on the part of both those who work make it and who abide by it . Dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dikenal penggunaannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Karena itu sangat mudah dipahami kebijakan seringkali juga diberi makna sebagai tindakan politik. Makna kebijakan yang tadi dikemukakan akan makin jelas bila kita perhatikan pendapat seorang ilmuwan politik Carl J Friedrich

(dalam Wahab, 1973).yang menyatakan “Kebijakan

ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan- hambatan tertentu seraya mencari peluang- peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Kemudian Anderson (1984:3) merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Menurut Wahab (1997;3), konsep yang dikemukakan oleh Anderson secara tegas membedakan antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.

Sedangkan Amara Raksasataya (dalam

Islamy,1997;17)” mengemukakan Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat 3 (tiga) elemen yaitu: (1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai; (2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; (3) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan pengertian kebijakan adalah pedoman/ garis besar suatu aktivitas dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal kebijakan pamekaran kecamatan, yang harus merupakan kebijakan pemerintah dalam hal ini pemrintah daerah yang ditempuh dalam rangka

efektivitas penyelanggaraan pemerintahan dan

pembangunan serta keterjangkauan pelayanan publik. 2.4 Pemekaran Kecamatan

Pemekaran sebuah wilayah merupakan

fenomena yang mengiringi penyelenggaraan

pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian besar daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir Oktober 2008, pertambahan daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu terdiri dari 7

provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 522 buah, yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota. Begitu pula dengan pamekaran di level pemerintah kecamatan, seiring dengan munculnya daerah otonom baru terus terjadi dengan argumentasi keterjangkauan pelayanan; jumlah desa yang terlalu banyak; dan pemerataan

pembangunan serta efekivitas penyelenggaraan

pemerintah.

Terkait dengan pemekaran kecamatan seiring dengan semangat otonomi daerah telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang pemerintah kecamatan, dimana dijelaskan dalam regulsai tersebut bahwa :

a. Pembentukan kecamatan adalah pemberian

status pada wilayah tertentu sebagai

kecamatan di kabupaten/kota.

b. Penghapusan kecamatan adalah pencabutan

status sebagai kecamatan di wilayah kabupaten/kota.

c. Penggabungan kecamatan adalah penyatuan

kecamatan yang dihapus kepada kecamatan lain.

d. CAMAT atau sebutan lain adalah pemimpin

dan koordinator penyelenggaraan

pemerintahan di wilayah kerja kecamatan

yang dalam pelaksanaan tugasnya

memperoleh pelimpahan kewenangan

pemerintahan dari Bupari/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah,

dan menyelenggarakan tugas umum

pemerintahan.

Pembentukan kecamatan menurut Peraturan pemerintah ini dapat berupa: Pemekaran satu kecamatan menjadi dua kecamatan atau lebih; dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan. (Pasal 2 ayat 2).

Dengan demikian pamekaran kecamatan

merupakan bagian dari pengertian pembentukan

kecamatan karena dari satu kecamatan dapat

membentuk satu atau lebih kecamatan baru. Namun demikian untuk membentuk kecamatan baru atau pamekaran kecamatan tersebut harus memenuhi beberapa syarat seperti dijelaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yaitu:

a. Syarat Administratif

1. Batas usia penyelenggaraan

pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;

2. Batas usia penyelenggaraan

pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;


(7)

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan

menjadi calon cakupan wilayah

kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan.

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain

untuk Desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk Kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan.

5. Rekomendasi Gubernur. (Pasal 4).

b. Syarat Fisik Kewilayahan

1. Cakupan wilayah sebuah kecamatan

untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 (sepuluh) desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 (lima) desa/kelurahan. (Pasal 6 ayat 1).

2. Lokasi calon ibukota memperhatikan

aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas,

aksesibilitas, kondisi dan letak

geografis, kependudukan, sosial

ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. (Pasal 6 ayat 2).

3. Sarana dan prasarana pemerintahan

meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. (Pasal 6 ayat 3).

c. Syarat Teknis

 jumlah penduduk;

 luas wilayah;

 rentang kendali penyelenggaraan

pelayanan pemerintahan;

 aktivitas perekonomian;

 ketersediaan sarana dan prasarana.

(Pasal 7 ayat 1).

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan

pemerintah kabupaten /kota sesuai indikator

sebagaimana tercantum dalam lampiran yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini. (Pasal 7 ayat 2).

Pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk kecamatan di wilayah yang mencakup satu atau lebih

pulau, yang persyaratannya dikecualikan dari

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan pertimbangan untuk efektivitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau terpencil dan/atau terluar. (Pasal 8 ayat 1).

Pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) HARUS terlebih dahulu mendapat persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah. (Pasal 8 ayat 2). Pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota tertentu melalui gubernur selaku wakil Pemerintah untuk membentuk kecamatan

dengan mengecualikan persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3. (Pasal 9 ayat 1).

Pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pertimbangan kepentingan nasional dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. (Pasal 9 ayat 2). Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) paling sedikit memuat:

a. nama kecamatan; b. nama ibukota kecamatan; c. batas wilayah kecamatan, dan d. nama desa dan/atau kelurahan.

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Kelayakan Administratif

Dalam pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat administratif pembentukan kecamatan meliputi:

1. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan

minimal 5 (lima) tahun;

2. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan

desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk

tentang persetujuan pembentukan

kecamatan;

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk

desa dan Keputusan Lurah atau nama lain

untuk kelurahan di seluruh wilayah

kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

5. Rekomendasi Gubernur.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan, antara lain :

1. Usia penyelenggaraan pemerintahan

Kecamatan Rancaekek yang telah berjalan selama puluhan tahun, padahal syarat usia

penyelenggaraan pemerintahan atas


(8)

minimal 5 tahun. Kecamatan Rancaekek berdiri sejak tahun 1925, sehingga sampai dengan saat ini, usia penyelenggaraan pemerintahan mencapai kurang lebih 84 tahun.

2. Usia penyelenggaraan pemerintahan desa

yang ada di Kecamatan Rancaekek telah berjalan selama puluhan tahun. 13 kecamatan yang ada di wilayah Kecamatan Rancaekek semuanya telah berada di atas 5 tahun usia penyelenggaraan pemerintahan. di wilayah kecamatan Rancaekek tidak semuanya berada di atas 5 tahun usia penyelenggaraan pemerintahan ada 1 desa yang masih berumur sangat muda. Berikut ini adalah daftar usia penyelenggaraan desa di wilayah kecamatan Rancaekek.

NO DESA USIA

(DLM TAHUN)

1 Rancaekek Wetan 84

2 Rancaekek Kulon 27

3 Tegal Sumedang 25

4 Sukamanah 32

5 Bojongloa 84

6 Jelegong 84

7 Linggar 21

8 Sukamulya 27

9 Cangkuang 2,5

10 Haurpugur 84

11 Bojong salam 65

12 Sangiang 25

13 Nanjung Mekar 25

3. Berdasarkan hasil wawancara dengan

anggota BPD dan Kepala Desa di seluruh

wilayah Kecamatan Rancaekek,

menunjukkan bahwa semuanya telah

menyetujui adanya rencana pemekaran kecamatan Rancaekek, dengan harapan pemekaran kecamatan Rancaekek akan dapat

meningkatkan pelayanan masyarakat,

peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. 3.2 Analisis Kelayakan Fisik Kewilayahan

Dalam pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat fisik

kewilayahan terbentuknya kecamatan adalah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan

prasarana pemerintahan. Pasal 6 PP tersebut

menegaskan bahwa :

1. Cakupan wilayah untuk daerah kabupaten

paling sedikit terdiri atas 10 desa / kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan.

2. Lokasi calon ibukota memperhatikan aspek

tata ruang, ketersediaan fasilitas,

aksesibilitas, kondisi dan letak geografis,

kependudukan, sosial ekonomi, sosial

politik, dan sosial budaya.

3. Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi

bangunan dan lahan untuk kantor camat yang

dapat digunakan untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan cakupan wilayah sesuai dengan ketentuan di atas, dapat dinyatakan bahwa Kecamatan

Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk

dimekarkan karena jumlah desa yang ada di wilayah kecamatan Rancaekek berjumlah 13 desa, sehingga dapat dimekarkan

Berdasarkan hasil wawancara dengan jajaran Kecamatan Rancaekek dan jajaran desa di seluruh desa di wilayah kecamatan Rancaekek, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar menyatakan bahwa lokasi ibu kota kecamatan yang dimekarkan (kecamatan baru)

adalah di Desa Cangkuang, dinilai memiliki

aksesibilitas, keterjangkauan, posisi geografis, dan infrastruktur yang relatif memadai. Namun demikian, tentunya diperlukan kajian lebih lanjut apabila memang kecamatan Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan.

Berkaitan dengan sarana prasarana

pemerintahan, ada komitmen yang kuat dari berbagai pihak terkait, mulai dari Pemerintah Kabupaten Bandung, jajaran Kecamatan Rancaekek, dan para kepala desa untuk membangun sarana prasarana pemerintahan kecamatan yang akan dimekarkan secara gotong royong demi kepentingan masyarakat dan pelayanan masyarakat.

3.3 Analisis Kelayakan Teknis

Dalam pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan pembentukan kecamatan harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi:

1. Jumlah Penduduk;

2. Luas Wilayah;

3. Rentang Kendali Penyelenggaraan

Pelayanan Pemerintahan;

4. Aktivitas Perekonomian;

5. Ketersediaan Sarana dan Prasarana.

Untuk menentukan kelayakan pemekaran

Kecamatan Rancaekek dilihat dari aspek persyaratan teknis tersebut, maka diperlukan kajian sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 19 Tahun 2008. PP tersebut telah mengatur secara detail faktor, indikator, proses


(9)

perhitungan kuantitatif, dan metode penilaian terhadap suatu wilayah kecamatan yang akan dimekarkan.

Berdasarkan proses perhitungan kuantitatif dan pengolahan data secara kuantitatif terhadap potensi

wilayah yang ada di Kecamatan Rancaekek, diperoleh hasil data kuantitatif, sebagai berikut :

N

O FAKTOR INDIKATOR SATUAN

RATA-RATA SKOR BOBOT

NILAI

(SXB) HASIL

1 Penduduk Jumlah

Penduduk orang 148121 11.394 5 20 100

R

ekomenda

si

2 Luas

Daerah

Luas wilayah

keseluruhan M persegi 8028,2 618 5 5 25

Luas wilayah

efektif M persegi 4604 354 5 5 25

3 Rentang

Kendali

Jarak desa ke

pusat pem

kecamatan

KM 78 6 4 10 40

Waktu perjalanan ke

pusat pem

kecamatan

Menit/Jam 345 27 5 10 50

4

Aktivitas Perekonom ian

Jumlah bank Buah 6 0 2 2 4

Lembaga keuangan non bank

Buah 8 1 2 2 4

Kelompok

pertokoan Buah 4781 368 2 2 4

Jumlah Pasar Buah 4 0 2 4 8

5 Sarana dan

Prasarana

Sekolah Dasar

/MI Buah 69 5 2 4 8

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Buah 10 1 2 4 8

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Buah 7 1 2 4 8

tenaga medis Orang 54 4 2 4 8

fasilitas

kesehatan Buah 12 1 2 4 8

kendaraan

bermotor Unit 7426 571 4 3 12

listrik Rumah

Tangga 23544 1.811 4 3 12

jalan KM 84,85 7 2 3 6

sarana


(10)

Lapangan

Olah Raga Buah 46 0 2 3 6

Balai

pertemuan Buah 13 1 2 4 8

100 364

Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif terhadap potensi yang ada di wilayah Kecamatan Rancaekek di atas, dapat dijelaskan bahwa total nilai

seluruh indikator adalah sebesar: 364. Dengan

demikian, dapat ditegaskan bahwa Kecamatan

Rancaekek dikategorikan MAMPU, untuk dimekarkan. Hal ini sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yang menyatakan bahwa kelulusan suatu kecamatan dimekarkan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori:

Kategori

Total Nilai Seluruh

Indikator

Keterangan Sangat

Mampu

420 s/d 500 Rekomendasi

Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi

Kurang Mampu

260 s/d 339 Ditolak

Tidak mampu

180 s/d 259 Ditolak

Sangat Tidak Mampu

100 s/d 179 Ditolak

Suatu calon kecamatan direkomendasikan menjadi kecamatan baru apabila calon kecamatan dan kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419).

Usulan pembentukan kecamatan ditolak apabila calon kecamatan atau kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori kurang mampu (260-339), tidak mampu (180-259) dan sangat tidak mampu (100-179).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, kami merumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisis kelayakan administratif, baik ditinjau dari batas usia penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan Rancaekek dan penyelenggaran desa di seluruh wilayah Kecamatan Rancaekek, yang semuanya di atas 5 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan.

2. Berdasarkan analisis kelayakan fisik

kewilayahan, yang mempersyaratkan

cakupan wilayah kecamatan baru untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa, maka dapat dikatakan bahwa kecamatan Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan.

3. Berdasarkan analisis kelayakan teknis, yang mempersyaratkan adanya penghitungan data kuantitatif terhadap potensi yang ada di

Kecamatan Rancaekek, maka dapat

ditegaskan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat untuk dimekarkan, karena total seluruh indikator yang mencapai 364 atau dalam kategori MAMPU.

4. Agar lebih jelas, terperinci, dan mudah dipahami, maka berikut ini akan diuraikan dalam bentuk tabel tentang kelayakan pemekaran Kecamatan Rancaekek, sebagai berikut:

5. Berkaitan dengan lokasi ibu kota kecamatan yang baru, apabila Kecamatan Rancaekek memang akan jadi dimekarkan di masa mendatang, maka dapat disimpulkan bahwa

aspirasi sebagian besar masyarakat

menginginkan Desa Cangkuang untuk

menjadi ibu kota kecamatan, karena lokasi yang strategis, rentang kendali yang ideal, dan sarana prasarana/infrastruktur yang relatif memadai. Namun demikian, tentunya hal ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut agar benar-benar didapatkan letak/lokasi ibu kota kecamatan baru apabila kelak kecamatan Rancaekek akan dimekarkan.

4.2 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, kami

rekomendasikan:

NO PERSYARATAN KRITERIA KET

1 Syarat

Administratif

Memenuhi syarat dimekarkan

Pasal 4 PP 19 /2008

2 Syarat Fisik

Kewilayahan

Memenuhi syarat dimekarkan

Pasal 5 dan 6 PP 19

/2008

3 Syarat Teknis Memenuhi

syarat dimekarkan

Pasal 7 PP 19 /2008 & Lampiran


(11)

1. Perlunya studi kelayakan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung terkait dengan pemekaran Kecamatan Rancaekek

2. Lakukan kajian tentang lokasi ibu kota kecamatan yang baru, pasca dilakukan pemekaran Kecamatan Rancaekek

Referensi

James E. Anderson. 1984. Public Policy Making cet. ke-3. New York: Holt, Rinehart and Winston. Albrow, Martin. 1989. Birokrasi. Alih Bahasa : M. Rusli

Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta : Tiara Wacana

Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta. Bryant, Coralie and White, Louise G. 1989. Manajemen

Pembangunan untuk Negara Berkembang. Diterjemahkan oleh Rusyanto L. Simatupang. Jakarta: LP3ES.

Darumurti. 2003. Otonomi Daerah: Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung: Citra Aditya Bakti

Darwin, Muhadjir. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik William N. Dunn. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Islamy, I. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan

Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara Jones, Charles 0. 1994. Pengantar Kebijakan Puhlik. Dialihbahasakan oleh Ricky Istamto. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mustopadidjaja dan Tjokroamidjojo, Bintoro. 1991. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan: Perkembangan Teori dan Penerapan. Jakarta: LP3ES.

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputinda Gramedia.

Prabukusumo, Y dan Pramusinto. 1994. Evaluasi

Kebijakan Publik. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Pratikno, Otonomi Daerah : Peluang dan Tantangan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001)

Riwu Kaho, Josef, Pelaksanaan Otonomi Daerah di

Indonesia, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2003).

Siagian, SP. 1985. Analisis Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi. Jakarta : CV. Masagung Silalahi, Oberlin. 1989. Beberapa Aspek Kebijaksanaan

Negara. Yogyakarta: Liberty.

Suryaningrat, B. 1989. Perumusan Kebijakan dan

Koordinasi Pembangunan di Indonesia. Jakarta : PT. Gunung Agung

Thoha, M. 1992. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Ilmu

Pemerintahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Wahab, Solichin A. 2002. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implemenlasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Wasistiono, Sadu, Kapita Selekta Pemerintahan,

(Bandung : Fokus Media , 2004).

_____________, Manajemen Pemerintahan Daerah,

(Bandung : Fokus Media, 2004). _____________, 2009. Intisari PP Nomor 19 Tahun

2008

Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winarno, B. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keungan Pusat dan Daerah

Republik Indonesia, 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan

Laporan Pemerintah Kabupaten Bandung : BPS, Kabupaten Bandung Dalam Angka, Tahun 2007 Data Monografi Kecamatan Pangalengan, Tahun 2007 Data Monografi Desa di Seluruh Wilayah Kecamatan


(1)

Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt (dalam Wahab,1997;3) bahwa kebijakan adalah a standing decision characterized by behavioural consistency and revetitiveness on the part of both those who work make it and who abide by it . Dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dikenal penggunaannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Karena itu sangat mudah dipahami kebijakan seringkali juga diberi makna sebagai tindakan politik. Makna kebijakan yang tadi dikemukakan akan makin jelas bila kita perhatikan pendapat seorang ilmuwan politik Carl J Friedrich (dalam Wahab, 1973).yang menyatakan “Kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan- hambatan tertentu seraya mencari peluang- peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Kemudian Anderson (1984:3) merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Menurut Wahab (1997;3), konsep yang dikemukakan oleh Anderson secara tegas membedakan antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan diantara sejumlah alternatif yang tersedia.

Sedangkan Amara Raksasataya (dalam Islamy,1997;17)” mengemukakan Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat 3 (tiga) elemen yaitu: (1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai; (2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; (3) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan pengertian kebijakan adalah pedoman/ garis besar suatu aktivitas dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan, termasuk dalam hal kebijakan pamekaran kecamatan, yang harus merupakan kebijakan pemerintah dalam hal ini pemrintah daerah yang ditempuh dalam rangka efektivitas penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan serta keterjangkauan pelayanan publik. 2.4 Pemekaran Kecamatan

Pemekaran sebuah wilayah merupakan fenomena yang mengiringi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian besar daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir Oktober 2008, pertambahan daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu terdiri dari 7

provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 522 buah, yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota. Begitu pula dengan pamekaran di level pemerintah kecamatan, seiring dengan munculnya daerah otonom baru terus terjadi dengan argumentasi keterjangkauan pelayanan; jumlah desa yang terlalu banyak; dan pemerataan pembangunan serta efekivitas penyelenggaraan pemerintah.

Terkait dengan pemekaran kecamatan seiring dengan semangat otonomi daerah telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang pemerintah kecamatan, dimana dijelaskan dalam regulsai tersebut bahwa :

a. Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota.

b. Penghapusan kecamatan adalah pencabutan status sebagai kecamatan di wilayah kabupaten/kota.

c. Penggabungan kecamatan adalah penyatuan kecamatan yang dihapus kepada kecamatan lain.

d. CAMAT atau sebutan lain adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupari/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.

Pembentukan kecamatan menurut Peraturan pemerintah ini dapat berupa: Pemekaran satu kecamatan menjadi dua kecamatan atau lebih; dan/atau penyatuan wilayah desa dan/atau kelurahan dari beberapa kecamatan. (Pasal 2 ayat 2).

Dengan demikian pamekaran kecamatan merupakan bagian dari pengertian pembentukan kecamatan karena dari satu kecamatan dapat membentuk satu atau lebih kecamatan baru. Namun demikian untuk membentuk kecamatan baru atau pamekaran kecamatan tersebut harus memenuhi beberapa syarat seperti dijelaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yaitu:

a. Syarat Administratif

1. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun; 2. Batas usia penyelenggaraan

pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun;


(2)

3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan.

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk Desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk Kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan. 5. Rekomendasi Gubernur. (Pasal 4). b. Syarat Fisik Kewilayahan

1. Cakupan wilayah sebuah kecamatan untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 (sepuluh) desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 (lima) desa/kelurahan. (Pasal 6 ayat 1).

2. Lokasi calon ibukota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya. (Pasal 6 ayat 2).

3. Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. (Pasal 6 ayat 3).

c. Syarat Teknis

 jumlah penduduk;  luas wilayah;

 rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;

 aktivitas perekonomian;

 ketersediaan sarana dan prasarana. (Pasal 7 ayat 1).

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian yang dilakukan pemerintah kabupaten /kota sesuai indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PP ini. (Pasal 7 ayat 2).

Pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk kecamatan di wilayah yang mencakup satu atau lebih pulau, yang persyaratannya dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dengan pertimbangan untuk efektivitas pelayanan dan pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau terpencil dan/atau terluar. (Pasal 8 ayat 1).

Pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) HARUS terlebih dahulu mendapat persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah. (Pasal 8 ayat 2). Pemerintah dapat menugaskan kepada pemerintah kabupaten/kota tertentu melalui gubernur selaku wakil Pemerintah untuk membentuk kecamatan dengan mengecualikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (Pasal 9 ayat 1).

Pembentukan kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pertimbangan kepentingan nasional dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. (Pasal 9 ayat 2). Peraturan Daerah kabupaten/kota tentang Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) paling sedikit memuat:

a. nama kecamatan; b. nama ibukota kecamatan; c. batas wilayah kecamatan, dan d. nama desa dan/atau kelurahan.

3 Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Kelayakan Administratif

Dalam pasal 4 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat administratif pembentukan kecamatan meliputi:

1. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima) tahun;

2. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 (lima) tahun; 3. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) atau nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamata baik yang menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

4. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;

5. Rekomendasi Gubernur.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan, antara lain :

1. Usia penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan Rancaekek yang telah berjalan selama puluhan tahun, padahal syarat usia penyelenggaraan pemerintahan atas kecamatan yang akan dimekarkan adalah


(3)

minimal 5 tahun. Kecamatan Rancaekek berdiri sejak tahun 1925, sehingga sampai dengan saat ini, usia penyelenggaraan pemerintahan mencapai kurang lebih 84 tahun.

2. Usia penyelenggaraan pemerintahan desa yang ada di Kecamatan Rancaekek telah berjalan selama puluhan tahun. 13 kecamatan yang ada di wilayah Kecamatan Rancaekek semuanya telah berada di atas 5 tahun usia penyelenggaraan pemerintahan. di wilayah kecamatan Rancaekek tidak semuanya berada di atas 5 tahun usia penyelenggaraan pemerintahan ada 1 desa yang masih berumur sangat muda. Berikut ini adalah daftar usia penyelenggaraan desa di wilayah kecamatan Rancaekek.

NO DESA USIA

(DLM TAHUN) 1 Rancaekek Wetan 84

2 Rancaekek Kulon 27 3 Tegal Sumedang 25

4 Sukamanah 32

5 Bojongloa 84

6 Jelegong 84

7 Linggar 21

8 Sukamulya 27

9 Cangkuang 2,5

10 Haurpugur 84

11 Bojong salam 65

12 Sangiang 25

13 Nanjung Mekar 25

3. Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota BPD dan Kepala Desa di seluruh wilayah Kecamatan Rancaekek, menunjukkan bahwa semuanya telah menyetujui adanya rencana pemekaran kecamatan Rancaekek, dengan harapan pemekaran kecamatan Rancaekek akan dapat meningkatkan pelayanan masyarakat, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. 3.2 Analisis Kelayakan Fisik Kewilayahan

Dalam pasal 5 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa syarat fisik

kewilayahan terbentuknya kecamatan adalah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Pasal 6 PP tersebut menegaskan bahwa :

1. Cakupan wilayah untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa / kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan.

2. Lokasi calon ibukota memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

3. Sarana dan prasarana pemerintahan meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Berdasarkan cakupan wilayah sesuai dengan ketentuan di atas, dapat dinyatakan bahwa Kecamatan Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan karena jumlah desa yang ada di wilayah kecamatan Rancaekek berjumlah 13 desa, sehingga dapat dimekarkan

Berdasarkan hasil wawancara dengan jajaran Kecamatan Rancaekek dan jajaran desa di seluruh desa di wilayah kecamatan Rancaekek, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar menyatakan bahwa lokasi ibu kota kecamatan yang dimekarkan (kecamatan baru) adalah di Desa Cangkuang, dinilai memiliki aksesibilitas, keterjangkauan, posisi geografis, dan infrastruktur yang relatif memadai. Namun demikian, tentunya diperlukan kajian lebih lanjut apabila memang kecamatan Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan.

Berkaitan dengan sarana prasarana pemerintahan, ada komitmen yang kuat dari berbagai pihak terkait, mulai dari Pemerintah Kabupaten Bandung, jajaran Kecamatan Rancaekek, dan para kepala desa untuk membangun sarana prasarana pemerintahan kecamatan yang akan dimekarkan secara gotong royong demi kepentingan masyarakat dan pelayanan masyarakat.

3.3 Analisis Kelayakan Teknis

Dalam pasal 7 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dinyatakan secara tegas bahwa persyaratan pembentukan kecamatan harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi:

1. Jumlah Penduduk; 2. Luas Wilayah;

3. Rentang Kendali Penyelenggaraan Pelayanan Pemerintahan;

4. Aktivitas Perekonomian;

5. Ketersediaan Sarana dan Prasarana.

Untuk menentukan kelayakan pemekaran Kecamatan Rancaekek dilihat dari aspek persyaratan teknis tersebut, maka diperlukan kajian sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 19 Tahun 2008. PP tersebut telah mengatur secara detail faktor, indikator, proses


(4)

perhitungan kuantitatif, dan metode penilaian terhadap suatu wilayah kecamatan yang akan dimekarkan.

Berdasarkan proses perhitungan kuantitatif dan pengolahan data secara kuantitatif terhadap potensi

wilayah yang ada di Kecamatan Rancaekek, diperoleh hasil data kuantitatif, sebagai berikut :

N

O FAKTOR INDIKATOR SATUAN

RATA-RATA SKOR BOBOT

NILAI

(SXB) HASIL

1 Penduduk Jumlah

Penduduk orang 148121 11.394 5 20 100

R

ekomenda

si

2 Luas Daerah

Luas wilayah

keseluruhan M persegi 8028,2 618 5 5 25

Luas wilayah

efektif M persegi 4604 354 5 5 25

3 Rentang Kendali

Jarak desa ke pusat pem kecamatan

KM 78 6 4 10 40

Waktu perjalanan ke pusat pem kecamatan

Menit/Jam 345 27 5 10 50

4

Aktivitas Perekonom ian

Jumlah bank Buah 6 0 2 2 4

Lembaga keuangan non bank

Buah 8 1 2 2 4

Kelompok

pertokoan Buah 4781 368 2 2 4

Jumlah Pasar Buah 4 0 2 4 8

5 Sarana dan Prasarana

Sekolah Dasar

/MI Buah 69 5 2 4 8

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Buah 10 1 2 4 8

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Buah 7 1 2 4 8

tenaga medis Orang 54 4 2 4 8

fasilitas

kesehatan Buah 12 1 2 4 8

kendaraan

bermotor Unit 7426 571 4 3 12

listrik Rumah

Tangga 23544 1.811 4 3 12

jalan KM 84,85 7 2 3 6

sarana


(5)

Lapangan

Olah Raga Buah 46 0 2 3 6

Balai

pertemuan Buah 13 1 2 4 8

100 364

Berdasarkan hasil pengolahan data kuantitatif terhadap potensi yang ada di wilayah Kecamatan Rancaekek di atas, dapat dijelaskan bahwa total nilai seluruh indikator adalah sebesar: 364. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa Kecamatan Rancaekek dikategorikan MAMPU, untuk dimekarkan.

Hal ini sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan yang menyatakan bahwa kelulusan suatu kecamatan dimekarkan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori:

Kategori

Total Nilai Seluruh

Indikator

Keterangan Sangat

Mampu

420 s/d 500 Rekomendasi Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi Kurang

Mampu

260 s/d 339 Ditolak Tidak

mampu

180 s/d 259 Ditolak Sangat Tidak

Mampu

100 s/d 179 Ditolak

Suatu calon kecamatan direkomendasikan menjadi kecamatan baru apabila calon kecamatan dan kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419).

Usulan pembentukan kecamatan ditolak apabila calon kecamatan atau kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori kurang mampu (260-339), tidak mampu (180-259) dan sangat tidak mampu (100-179). 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, kami merumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisis kelayakan administratif, baik ditinjau dari batas usia penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan Rancaekek dan penyelenggaran desa di seluruh wilayah Kecamatan Rancaekek, yang semuanya di atas 5 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat administratif untuk dimekarkan. 2. Berdasarkan analisis kelayakan fisik

kewilayahan, yang mempersyaratkan

cakupan wilayah kecamatan baru untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa, maka dapat dikatakan bahwa kecamatan Rancaekek sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan.

3. Berdasarkan analisis kelayakan teknis, yang mempersyaratkan adanya penghitungan data kuantitatif terhadap potensi yang ada di Kecamatan Rancaekek, maka dapat ditegaskan bahwa Kecamatan Rancaekek telah memenuhi syarat untuk dimekarkan, karena total seluruh indikator yang mencapai 364 atau dalam kategori MAMPU.

4. Agar lebih jelas, terperinci, dan mudah dipahami, maka berikut ini akan diuraikan dalam bentuk tabel tentang kelayakan pemekaran Kecamatan Rancaekek, sebagai berikut:

5. Berkaitan dengan lokasi ibu kota kecamatan yang baru, apabila Kecamatan Rancaekek memang akan jadi dimekarkan di masa mendatang, maka dapat disimpulkan bahwa aspirasi sebagian besar masyarakat menginginkan Desa Cangkuang untuk menjadi ibu kota kecamatan, karena lokasi yang strategis, rentang kendali yang ideal, dan sarana prasarana/infrastruktur yang relatif memadai. Namun demikian, tentunya hal ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut agar benar-benar didapatkan letak/lokasi ibu kota kecamatan baru apabila kelak kecamatan Rancaekek akan dimekarkan.

4.2 Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, kami rekomendasikan:

NO PERSYARATAN KRITERIA KET 1 Syarat

Administratif

Memenuhi syarat dimekarkan

Pasal 4 PP 19 /2008 2 Syarat Fisik

Kewilayahan

Memenuhi syarat dimekarkan

Pasal 5 dan 6 PP 19

/2008 3 Syarat Teknis Memenuhi

syarat dimekarkan

Pasal 7 PP 19 /2008 & Lampiran


(6)

1. Perlunya studi kelayakan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung terkait dengan pemekaran Kecamatan Rancaekek

2. Lakukan kajian tentang lokasi ibu kota kecamatan yang baru, pasca dilakukan pemekaran Kecamatan Rancaekek

Referensi

James E. Anderson. 1984. Public Policy Making cet. ke-3. New York: Holt, Rinehart and Winston. Albrow, Martin. 1989. Birokrasi. Alih Bahasa : M. Rusli

Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta : Tiara Wacana

Arikunto, Suharsimi, 1996, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta. Bryant, Coralie and White, Louise G. 1989. Manajemen

Pembangunan untuk Negara Berkembang. Diterjemahkan oleh Rusyanto L. Simatupang. Jakarta: LP3ES.

Darumurti. 2003. Otonomi Daerah: Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. Bandung: Citra Aditya Bakti

Darwin, Muhadjir. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik William N. Dunn. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Islamy, I. 1997. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara Jones, Charles 0. 1994. Pengantar Kebijakan Puhlik. Dialihbahasakan oleh Ricky Istamto. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mustopadidjaja dan Tjokroamidjojo, Bintoro. 1991. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan: Perkembangan Teori dan Penerapan. Jakarta: LP3ES.

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputinda Gramedia.

Prabukusumo, Y dan Pramusinto. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Pratikno, Otonomi Daerah : Peluang dan Tantangan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001) Riwu Kaho, Josef, Pelaksanaan Otonomi Daerah di

Indonesia, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2003).

Siagian, SP. 1985. Analisis Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi. Jakarta : CV. Masagung Silalahi, Oberlin. 1989. Beberapa Aspek Kebijaksanaan

Negara. Yogyakarta: Liberty.

Suryaningrat, B. 1989. Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pembangunan di Indonesia. Jakarta : PT. Gunung Agung

Thoha, M. 1992. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Ilmu Pemerintahan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Wahab, Solichin A. 2002. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implemenlasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Wasistiono, Sadu, Kapita Selekta Pemerintahan, (Bandung : Fokus Media , 2004).

_____________, Manajemen Pemerintahan Daerah, (Bandung : Fokus Media, 2004). _____________, 2009. Intisari PP Nomor 19 Tahun

2008

Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winarno, B. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keungan Pusat dan Daerah

Republik Indonesia, 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan

Laporan Pemerintah Kabupaten Bandung : BPS, Kabupaten Bandung Dalam Angka, Tahun 2007 Data Monografi Kecamatan Pangalengan, Tahun 2007 Data Monografi Desa di Seluruh Wilayah Kecamatan