18 Oleh sebab itu minat sangat penting untuk dimunculkan sebelum proses
pembelajaran berlangsung, guru dapat memunculkan minat siswa lewat apersepsi dengan menghubungkan materi dengan hal-hal yang disukai anak pada umumnya.
Lebih lanjut menurut Slameto 2013:180 menyatakan bahwa “cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subjek yang baru adalah
dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada”. Misalnya siswa menaruh minat pada olahraga sepak bola, sebelum mengajarkan mata pelajaran
IPA materi percepatan gerak, sebaiknya guru memberikan apersepsi dengan menceritakan sedikit mengenai pertandingan sepak bola yang baru saja
berlangsung, setelah itu diarahkan ke materi yang sebenarnya. Sudaryono, dkk 2013: 90 menyatakan bahwa minat belajar dapat diukur
melalui 4 dimensi, yaitu: 1 kesukaan, 2 ketertarikan, 3 perhatian, dan 4 keterlibatan. Dimensi-dimensi tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator
yang terangkum dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Minat Belajar Siswa
No. Dimensi
Indikator 1.
Kesukaan Gairah
Inisiatif 2.
Ketertarikan Reponsif
Kesegeraan 3.
Perhatian Konsentrasi
Ketelitian
4. Keterlibatan
Kemauan Keuletan
Kerja keras
2.1.5 Hasil Belajar
Secara umum hasil belajar dapat dikatakan sebagai nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti pembelajaran di dalam kelas. Hasil belajar siswa
19 dikatakan baik apabila siswa telah mencapai batas ketuntasan minimal KKM.
Menurut Susanto 2013: 5 hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah mengikuti serangkaian kegiatan belajar di kelas. Anak dikatakan
berhasil dalam belajar apabila anak tersebut berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Benyamin Bloom dalam Sudjana 2011: 22-9 menjelaskan bahwa
hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintetis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan empat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan
interpretatif. Berdasarkan penjelasan ketiga ranah tersebut, berikut akan dibahas
mendalam mengenai ranah kognitif. Ranah kognitif terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis dan evaluasi.
Pengetahuan, dalam aspek ini meliputi pengetahuan hafalan atau ingatan seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama tokoh,
dan nama-nama kota. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat
20 rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi
tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, baik matermatika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, dan bahasa. Pemahaman, aspek ini dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: 1
pemahaman terjemahan, pemahaman ini merupakan tingkat terendah. Kategori ini bertujuan untuk menerjemahkan ke dalam arti yang sebenarnya; 2 pemahaman
penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, dan
membedakan yang pokok dan yang bukan pokok; 3 pemahaman ekstrapolasi, pemahaman ini merupakan pemahaman tingkat tinggi. Dengan adanya
ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Aplikasi, aspek ini merupakan penerapan abstraksi ke dalam situasi baru.
Apabila penerapan tersebut dilakukan secara berulang-ulang pada situasi lama maka akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi
akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah kecuali ada satu unsur yang masuk yaitu abstraksi itu perlu berupa prinsip atau
generalisasi. Prinsip atau generalisasi merupakan sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi khusus.
Analisis, aspek ini merupakan usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.
Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan
21 dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian- bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal
lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Apabila kecakapan analisis telah dapat dikembangkan pada seseorang, maka ia
akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif. Sintetis, aspek ini merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke
dalam bentuk menyeluruh. Keempat aspek yang telah dijelaskan diatas dapat dipandang sebagai berpikir konvergen karena pemecahan atau jawabannya akan
sudah pasti diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Namun, sintetis merupakan berpikir divergen karena pemecahan atau jawabannya belum dapat
dipastikan. Dengan kemampuan sintetis, orang dapat menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya atau operasionalnya.
Evaluasi, aspek ini merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode,
materi dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu. Dalam tes esai, standar atau kriteria tersebut muncul
dalam bentuk frase. Apabila seseorang mengembangkan kemampuan evaluasi dengan dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan tesis maka orang tersebut
akan mempertinggi mutu evaluasinya. Dengan adanya keenam aspek tersebut, maka guru dapat memberikan
penilaian hasil belajar kepada siswa. Dalam membuat soal guru juga perlu untuk menerapkan keenam aspek tersebut, sehingga siswa tidak hanya menghafal materi
22 yang telah diterimanya, melainkan juga mengolah materi tersebut dengan cara
memahami, menerapkan, menganalisis, menyatukan unsur-unsur ke dalam bagian yang menyeluruh, dan dapat memberikan keputusan berupa pendapat atau
sebagainya.
2.1.6 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar