Menurut Horne dan Machowicz 2009 salah satu pendapat dalam teori agensi adalah “siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang
timbul pasti tanggungan pemegang saham”. Sebagai misal, pemegang obligasi mengantisipasi biaya pengawasan, serta membebankan bunga yang lebih
tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya
pengawasan berfungsi sebagai diinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta pemegang
obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar. Menurut Horne dan Machowicz 2001:243, “pihak manajemen dapat
dianggap sebagai agen dari para pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham”. Para pemegang saham, dengan harapan bahwa agen akan bertindak
demi kepentingan para pemegang saham, akan mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan ke pihak manajemen. Agar pihak manajemen dapat
membuat keputusan yang optimal atas nama para pemegang saham, merupakan hal yang penting agar pihak manajemen tidak hanya mendapat
insentif yang tepat tetapi mereka diawasi juga.
2.1.2.2 Signaling Theory
Teori signal menurut Brigham dan Houston 1999:36 “adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi
investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan”. Menurut Brigham dan Houston 1999 : 36 “perusahaan dengan prospek yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain,
termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal”. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan
cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat signal bahwa manajemen
memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga
sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek
perusahaan cerah.
2.1.2.3 Asymmetric Information Theory
Menurut Brigham dan Houston 1999:35 asymmetric information atau ketidaksamaan informasi adalah “situasi di mana manajer memiliki informasi
yang berbeda mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor”. Untuk memahaminya perlu diperhatikan dua situasi yaitu: situasi pertama,
para manajer mengetahui bahwa prospek perusahaannya sangat menguntungkan, dan situasi yang kedua, manajer mengetahui bahwa masa
depan perusahaannya tidak menguntungkan. Bagi perusahaan yang prospeknya di anggap menguntungkan, akan mencoba menghindari penjualan
saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain termasuk penggunaan utang yang melebihi struktur modal yang normal.
Brigham dan Houston 2001:39 menyatakan “sedangkan untuk perusahaan yang prospeknya kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual
sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kerugian”. Menurut Husnan 1997:326 “Asimetri informasi ini terjadi karena pihak
manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada pemodal”. Dengan demikian, pihak manajemen tentu akan berpikir bahwa harga
saham saat ini sedang overvalue terlalu mahal. Kalau hal ini diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan
saham baru sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya. Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan
saham baru salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal sesuai dengan persepsi pihak manajemen. Sebagai akibatnya
para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham.
2.1.2.4 Pecking Order Theory