Pendidikan Akhlak terhadap Tuhan

1. Pendidikan Akhlak terhadap Tuhan

Pendidikan akhlak ini berorientasi secara langsung terhadap sang Kholik. Perilaku dan tutur kata seseorang dapat dilihat dari intensitas ibadah terhadap Allah. Seseorang yang dapat menjaga perilaku dan tutur kata maka ia tergolong orang yang beriman. Hal tersebut ditunjukkan oleh anak-anak pondok pada novel Surat Cinta Untuk Sakina (SCUS) dan tokoh Melati pada novel Lovely Pink Shoes berikut,

a. Taat pada Tuhan

1) Saat suara azan Ashar terdengar, semua anak serentak berhenti bermain. Mereka segera bubar dan berlarian mengambil wudhu untuk shalat berjamaah di Masjid (SCUS, 36)

2) Ningsih tersenyum. “Kita shalat Dzuhur dulu yuk ke mushola!” ajak Melati kemudian (LPS, 60)

Kedua kutipan tersebut menunjukkan adanya karakter taat terhadap perintah Allah dengan menjalankan hal-hal yang diperintahkan.Pada novel Surat Cinta Untuk Sakina, ketaatan kepada Tuhan ditunjukkan dengan ketepatan sholat sedangkan pada novel Lovely Pink Shoes mengajarkan mengenai ajakan untuk sholat berjamaah. Sholat menjadi suatu yang urgent sebab sholat memiliki banyak faedah dalam berbagai dimensi. Dimensi batiniah, sholat dapat memberikan kenyamanan hati, menjaga hati dari penyakit hati dan sikap tercela. Dimensi kesehatan, sholat mermiliki gerakan yang dapat memperlancar peredaran darah yang baik untuk kesehatan. Dimensi sosial, sholat berjamaah dapat membangun silaturahmi dan kerukunan sesama muslim. Sholat juga dapat melatih kedisiplinan dan fokus dalam menjalani aktivitas.Namun memandang fenomena yang terjadi, sholat tidak lagi menjadi hal yang utama, padahal sudah dijelaskan bahwa sholat merupakan ibadah yang paling utama. Generasi muda masih mengabaikan keutamaan sholat, kekhusyukan sholat dan sholat berjamaah. Mereka belum memahami manfaat dan keutamaan sholat secara terintegrasi.

b. Kerja Keras

1) Lana menggeleng, “Aku nggak akan pulang, sebelum hafal 30 zuz ayat Al-Qur’an,” semangat tampak menyala di mata Lana. ...... “Kan aku sudah bilang, aku ingin hafal Al-Qur’an agar bisa memasangkan mahkota bertabur cahaya pada ayah dan ibuku di surga nanti,” tutur Lana lugu (SCUS, 96- 97)

Paradigma Islam menganjurkan kepada umatnya untuk bekerja keras untuk mendapatkan pahala dari Allah serta dianjurkan berlomba-lomba dalam hal kebaikan untuk mendapatkan rahmat dan ridho dari Allah. Barang siapa yang mendapatkan rahmat dari Allah maka akandimudahkan segala jalan di dunia dan di akhirat. Sikap kerja keras ditunjukkan oleh tokoh Lana yang terus menghafalkan zuz 30 ayat Al-Qur’an agar orang tua yang telah meninggal mendapatkan penerangan di akhirat. Tokoh Lana yang kehilangan orang tua ketika ia kecil menjadikan ia terobsesi untuk memberikan yang terbaik untuk orang tuanya, karena ia tidak memiliki kesempatan di dunia untuk membahagiakan orang tua.

Kerja keras yang harus ditanamkan pada anak tidak sebatas dalam hal ilmu agama, namun kerja keras dalam bekerja atau belajar agar tercapai semaksimal mungkin sehingga kita dapat memperoleh manfaatnya yaitu dapat mengembangkan potensi diri dalam meraih prestasi yang tinggi, membentuk sikap bertanggung jawab, mencapai hasil yang maksimal, tidak menjadi pemalas dan dapat bertahan dalam segala situasi.Namun, kebanyakan generasi

Musyawarah & Seminar Nasional III AJPBSI

c. Bersyukur Sikap khusnuzhon dan bersyukur memiliki keterkaitan pada kutipan berikut,

1) “Bagus!” puji Ibu sambil mengacungkan jempolnya. “Alhamdulillah, akhirnya kamu punya sepatu baru.”

2) “Iya, Bu. Akhirnya Allah mengabulkan doa-doa Ningsih,” sahut Ningsih senang (LPS, 16) Pada kutipan tersebut, sikap khusnuzon yang dilakukan tokoh Ningsih terhadap

Tuhan bahwa Tuhan bukan tidak mengabulkan doa tokoh Ningsih, namun belum ada waktu yang tepat untuk mengabulkan doa Ningsih. Maka, dengan asumsi tersebut, tokoh Ningsih beroda dengan khusyuk dan continue sehingga Tuhan akhirnya mengabulkan doa tokoh Ningsih. Tokoh Ibu Ningsih kemudia mengucapkan syukur atas berkah yang didapatkan karena telah berprasangka baik.Gambaran pada novel tersebut bahwa sikap khusnuzon yang terus dipupukakan menghasilkan anugrah. Namun kebanyakan generasi muda yang kurang bersyukur, mereka tidak puas atas apa yang dicapai dan diberikan. Maka, banyak anak-anak yang mengalami keputusasaan dan mencoba mencari jalan yang negatif.