Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)

(1)

SKRIPSI

ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL MAKRO EKONOMI DENGAN KESEHATAN PERUSAHAAN

(Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)

OLEH

MUHAMMAD ALFARIZA 110502297

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

Muhammad Alfariza (2015) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)” (dibawah bimbingan Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, sebagai dosen pembimbing, Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi sebagai Ketua Program Studi Manajemen, Beby Kendida, SE, MSi, sebagai dosen pembanding).

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menngetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, dan pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan sektor industri barang konsumsi selama tahun 2004 sampai tahun 2013 per tahun.

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria yaitu perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan dari kelima variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar, PDB, dan pengangguran) terdapat satu variabel makro ekonomi yang berhubungan signifikan secara parsial dengan kesehatan perusahaan yaitu Tingkat Pengangguran. Dengan nilai probabilitasnya 0,004 lebih kecil dari pada 0,05. sebesar 2,894 lebih besar dari sebesar 1,969.


(3)

ABSTRACT

Muhammad Alfariza (2015) "Analyze The Relationship Between Macroeconomic Variables and Corporate Health (Study on Consumer Goods Industrial Sector Company in Indonesia Stock Exchange Year 2004-2013)" (under the guidance of Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, as a mentor. Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi as Chairman of Management Studies. Beby Kendida, SE, MSi, as a lecturer comparison).

The purposes of this research are to know and analyze the relationship between macroeconomic variables which are inflation, exchange rates, BI rates, GDP, and unemployment rates with corporate health on consumer goods industrial sectors in Indonesia Stock Exchange. Type of data which been used in this research is based on secondary data including inflation, exchange rates, BI rates, GDP, unemployment rates, and financial statements of firms on consumer goods industrial sectors from 2004 to 2013 annually.

Population of this research is firms on consumer goods industrial sectors which are listed in Indonesia Stock Exchange. Data sampling in this research is based on criteria which is the firms on consumer goods industrial sectors that are listed in Indonesia Stock Exchange from 2004 to 2013 and published their annual financial statement from 2004 to 2013. Data analysis method in this research is using Pearson correlation test with 5% level of significant.

The result of this research shows that from all five macroeconomics variables (BI rates, inflation rates, exchange rates, GDP, and unemployment rates) there is only one variable that has a significant relationship partially with corporate health which is unemployment rates with the probability value is 0.004 which is smaller than 0.05. is 2.984 which is more than which is 1.969.


(4)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak, Ca Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE., ME, selaku Ketua Departemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., MSi selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE., MBA, AK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan kontribusi tenaga dan fikiran, guna memberikan bimbingan dan petunjuk serta pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

6. Ibu Beby Kendida, SE., MSi selaku Pembaca Penilai.

7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang luar biasa dengan ketulusan hati memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

8. Seluruh staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

9. Buat Bapak Syamsurizal dan Ibunda Sakariyanti yang bekerja keras, selalu mendoakan tiada henti-hentinya, dan menjadi sosok inspirasi bagi penulis untuk terus menggapai cita-cita.

10.Buat Abang (Riski Rafsanjani) dan adik-adikku (Rendra Hanafi, Dinda Karina, dan Dhea Ayu Dzakira) yang selalu mendukung dan mendoakan penulis tiada henti-hentinya.

11.Buat Sahabat dan sekaligus akan menjadi partner bisnis penulis kelak “MOLOKO CREW” (Abdul Halim, Harry Pratama, dan Rizki Rahmadhani) yang telah berbagi pengalaman, motivasi, dan inspirasinya.

12. Buat Sahabat Kuliah penulis (Royen, Irene, Lini, Yolan, Viance, Erni, Vhe, Monica, Daud, Gaby, Deby, Ayu, Tika, dan lain-lain) yang selalu membantu, mendukung, dan meluangkan waktu untuk penulis.


(5)

Penulis mengucapkan terima kasih dan semoga kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa setiap karya manusia sesungguhnya hanya menuju kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga dapat menjadikan karya ini menjadi lebih baik. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya untuk perbaikan kehidupan manusia. Amin.

Medan, 22 Januari 2015


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1 Variabel Makro Ekonomi ... 8

2.1.2 Nilai Tukar (Kurs USD/IDR) ... 9

2.1.2.1 Teori Nilai Tukar ... 9

2.1.2.2 Sistem Nilai Tukar ... 10

2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar ... 12

2.1.3 Suku Bunga ... 13

2.1.3.1 Teori Tentang Tingkat Bunga ... 14

2.1.3.2 Fungsi Suku Bunga ... 15

2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ... 16

2.1.4 Inflasi ... 18

2.1.4.1 Komponen Inflasi ... 18

2.1.4.2 Tingkat Inflasi ... 19

2.1.4.3 Metode Pengukuran Inflasi ... 19

2.1.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi20 2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB) ... 21

2.1.6 Tingkat Pengangguran ... 23

2.1.7 Kesehatan Perusahaan ... 24

2.1.7.1 Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan ... 26

2.1.7.2 Prediksi Kesulitan Keuangan Perusahaan 28 2.2 Penelitian Terdahulu ... 30

2.3 Kerangka Konseptual ... 34


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Batasan Operasional ... 38

3.4 Definisi Operasional ... 39

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

3.6 Jenis Data ... 42

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.8 Teknik Analisis Data ... 43

3.8.1 Analisis Deskriptif ... 43

3.8.2 Metode Analisis Statistik ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Deskriptif Variabel Penelitian …... 48

4.2 Hasil Korelasi Multivariate dengan Menggunakan Koefisien Korelasi Pearson ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Data Variabel Makro Ekonomi ... 2

2.1 Penelitian Terdahulu ... 33

3.1 Variabel-Variabel Penelitian ... 39

3.2 Populasi Penelitian ... 40

3.3 Sampel Penelitian ... 42

4.1 Statistik Deskriptif ... 48

4.2 Probabilitas Kesehatan Perusahaan (Pi) ... 50


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Grafik Variabel Makro Ekonomi ... 2 1.2 Grafik Variabel Makro Ekonomi (Kurs USD/IDR) ... 3 2.1 Kerangka Konseptual ... 36


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Data-Data Variabel Makro Ekonomi ... 74 2 Hasil Pengolahan Data ... 78


(11)

ABSTRAK

Muhammad Alfariza (2015) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2013)” (dibawah bimbingan Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, sebagai dosen pembimbing, Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi sebagai Ketua Program Studi Manajemen, Beby Kendida, SE, MSi, sebagai dosen pembanding).

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk menngetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, dan pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi data inflasi, nilai tukar, suku bunga SBI, PDB, pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan sektor industri barang konsumsi selama tahun 2004 sampai tahun 2013 per tahun.

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria yaitu perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, menerbitkan dan mempublikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan dari kelima variabel makro ekonomi (suku bunga SBI, inflasi, nilai tukar, PDB, dan pengangguran) terdapat satu variabel makro ekonomi yang berhubungan signifikan secara parsial dengan kesehatan perusahaan yaitu Tingkat Pengangguran. Dengan nilai probabilitasnya 0,004 lebih kecil dari pada 0,05. sebesar 2,894 lebih besar dari sebesar 1,969.


(12)

ABSTRACT

Muhammad Alfariza (2015) "Analyze The Relationship Between Macroeconomic Variables and Corporate Health (Study on Consumer Goods Industrial Sector Company in Indonesia Stock Exchange Year 2004-2013)" (under the guidance of Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA, AK, as a mentor. Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi as Chairman of Management Studies. Beby Kendida, SE, MSi, as a lecturer comparison).

The purposes of this research are to know and analyze the relationship between macroeconomic variables which are inflation, exchange rates, BI rates, GDP, and unemployment rates with corporate health on consumer goods industrial sectors in Indonesia Stock Exchange. Type of data which been used in this research is based on secondary data including inflation, exchange rates, BI rates, GDP, unemployment rates, and financial statements of firms on consumer goods industrial sectors from 2004 to 2013 annually.

Population of this research is firms on consumer goods industrial sectors which are listed in Indonesia Stock Exchange. Data sampling in this research is based on criteria which is the firms on consumer goods industrial sectors that are listed in Indonesia Stock Exchange from 2004 to 2013 and published their annual financial statement from 2004 to 2013. Data analysis method in this research is using Pearson correlation test with 5% level of significant.

The result of this research shows that from all five macroeconomics variables (BI rates, inflation rates, exchange rates, GDP, and unemployment rates) there is only one variable that has a significant relationship partially with corporate health which is unemployment rates with the probability value is 0.004 which is smaller than 0.05. is 2.984 which is more than which is 1.969.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Tujuan umum dari perusahaan adalah memperoleh pendapatan dan laba sebesar-besarnya serta meningkatkan nilai perusahaan guna untuk meningkatkan kesejahteraan investor atau pemegang saham perusahaan. Namun, pada kenyataannya banyak faktor penting yang harus dipertimbangkan serta menjadi perhatian penting bagi manajemen perusahaan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tersebut. Faktor- faktor yang menjadi pertimbangan tersebut termasuk diantaranya adalah faktor variabel makro ekonomi.

Variabel makro ekonomi merupakan faktor eksternal atau faktor diluar perusahaan yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. Menurut Tandelilin (2010:341) lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Jadi, begitu pentingnya bagi perusahaan untuk memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi. Untuk itu negara dalam hal ini Indonesia harus dapat menjaga stabilitas perekonomian agar dapat memberi kepastian kepada perusahaan ataupun para pelaku ekonomi lainnya dari stabilnya perekonomian Indonesia dilihat dari indikator variabel makro ekonomi. Berikut ini adalah data variabel makro ekonomi sepuluh tahun terakhir atau pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 beserta pergerakan variabel makro ekonomi yang disajikan pada Tabel 1.1, Gambar 1.1, dan Gambar 1.2 sebagai berikut:


(14)

Tabel 1.1

Data Variabel Makro Ekonomi

(Pada Tahun 2004 Sampai Dengan Tahun 2013)

Tahun Suku Bunga SBI (%) Inflasi (%) Kurs USD/IDR (Rp) PDB (%) Pengangguran (%)

2004 7.45 6.06 8929.21 5.03 9.9

2005 9.08 10.4 9708.78 5.69 10.3

2006 11.87 13.33 9162.77 5.5 10.4

2007 8.38 6.4 9139.49 6.35 9.45

2008 9.22 10.31 9692.1 6.01 8.45

2009 7.49 4.9 10400.61 4.63 8.01

2010 6.55 5.13 9086.66 6.2 7.28

2011 6.48 5.38 8776.01 6.5 6.68

2012 4.42 4.28 9384.23 6.3 6.23

2013 5.79 6.97 10459.09 5.8 6.1

Sumber: www.bi.go.id dan www.bps.go.id (diolah) (2014)

Variabel Makro Ekonomi

0 2 4 6 8 10 12 14

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun

P

er

sen

Suku Bunga SBI Inflasi

PDB

Pengangguran

Sumber: www.bi.go.id dan www.bps.go.id (diolah) (2014)

Gambar 1.1

Grafik Variabel Makro Ekonomi (Suku Bunga SBI, Inflasi, PDB, Pengangguran)


(15)

Variabel Makro Ekonomi

7500 8000 8500 9000 9500 10000 10500 11000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Tahun

R

u

p

ia

h

Kurs USD/IDR

Sumber: www.bi.go.id (diolah) (2014)

Gambar 1.2

Grafik Variabel Makro Ekonomi (Kurs USD/IDR)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 beserta Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 diatas, terlihat bahwa pergerakkan variabel makro ekonomi berfluktuasi. Beberapa variabel makro ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2006 dimana suku bunga SBI sebesar (11,87%), inflasi sebesar (13,33%), dan pengangguran sebesar (10,4%). Sementara PDB mengalami penurunan sebesar (5,5%) dan nilai tukar stabil sebesar (Rp 9.162,-). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2006 perekonomian Indonesia mengalami penurunan. Sementara pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 kondisi variabel makro ekonomi dalam kondisi yang membaik dimana pada tahun 2012 suku bunga SBI sebesar (4,42%), inflasi sebesar (4,28%), PDB sebesar (6,3%), pengangguran sebesar (6,23%), dan nilai tukar sebesar (Rp 9.384,-). Tetapi, pada tahun 2013 kondisi variabel makro ekonomi mengalami pelemahan kembali dimana suku bunga SBI sebesar (5,79%), inflasi sebesar


(16)

(6,97%), PDB sebesar (5,8%) dan nilai tukar Rupiah bahkan melemah terhadap Dolar sebesar (Rp 10.459,-). Sementara pengangguran menurun sebesar (6,1%).

Kondisi variabel makro ekonomi yang berfluktuasi inilah yang memungkinkan terdapat hubungan antara variabel makro ekonomi dengan kesehatan perusahaan. Dimana perusahaan yang tidak sehat akan mengalami kesulitan keuangan dan bahkan bangkrut akibat yang timbul dari variabel makro ekonomi. Untuk meminimalisir terjadinya kebangkrutan, perusahaan dapat mengawasi kondisi keuangan dengan penggunaan teknik analisis laporan keuangan. Dimana perusahaan dapat memprediksi potensi kebangkrutan dini pada perusahaan.

Untuk itu peneliti ingin mengetahui hubungan variabel makro ekonomi dengan kesehatan perusahaan lebih rinci. Maka dilakukan penelitian dengan judul ”Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Kesehatan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Sektor Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia tahun 2004-2013).

1.2 Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat hubungan antara inflasi dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat hubungan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?


(17)

3. Apakah terdapat hubungan antara suku bunga dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah terdapat hubungan antara PDB dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia? 5. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan

perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara inflasi dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara suku bunga dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.


(18)

4. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara PDB dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

1.3.2Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu:

1. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam usaha manajemen untuk mengurangi resiko dan memperhatikan kondisi keuangan perusahaan dalam rangka mengantisipasi faktor ekonomi makro yang dapat menimbulkan kebangkrutan.

2. Bagi Peneliti

Sebagai informasi tambahan dan bahan rujukan bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan variabel makro ekonomi (nilai tukar, suku bunga, inflasi, PDB, dan tingkat pengangguran) dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.


(19)

3. Bagi Penulis

Sebagai penambah ilmu dan pengetahuan serta wawasan tentang hubungan variabel makro ekonomi dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Variabel Makro Ekonomi

Menurut Mankiw (2004:4) ilmu ekonomi makro (macroeconomics) merupakan ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena dalam perekonomian secara luas, seperti inflasi, pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi. Titik berat analisis makro ekonomi terletak pada bagaimana segi permintaan dan penawaran menentukan tingkat kegiatan dalam perekonomian, masalah utama yang selalu dihadapi setiap perekonomian dan peranan kebijakan dan campur tangan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi (Sukirno, 2008).

Menurut Tandelilin (2010:343-344) terdapat beberapa variabel makro ekonomi yang memperlihatkan hubungan dan dampaknya terhadap profitabilitas perusahaan yaitu:

1. PDB (Produk Domestik Bruto) 2. Inflasi

3. Tingkat suku bunga 4. Kurs Rupiah

5. Anggaran defisit 6. Investasi swasta


(21)

2.1.2 Nilai Tukar (Kurs USD/IDR)

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno 2004:397).

2.1.2.1 Teori Nilai Tukar

Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing (Berlianta, 2004:18-21):

1. Balance of Payment Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan adalah balance of payment.

2. Teori Purchasing Power Parity

Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam Law of one price disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik haruslah mempunyai harga yang sama.

Ada dua versi teori ini yaitu:

a. Versi absolut yang menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan harga barang di dua negara. Ukuran yang


(22)

digunakan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh barang yang ada di negara tersebut.

b. Versi relatif yang mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua negara adalah sama dengan selisih kenaikan harga barang di kedua negara tersebut pada periode tertentu.

3. Fisher Effect

Teori Fisher Effect diperkenalkan oleh Irving Fisher. Teori ini mengatakan bahwa tingkat suku bunga nominal suatu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu.

4. International Fisher Effect

Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut.

2.1.2.2 Sistem Nilai Tukar

Menurut Triyono (2008) terdapat lima jenis sistem kurs utama yang berlaku, yaitu:

1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)

Kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter apabila terdapat campur tangan pemerintah


(23)

maka sistem ini termasuk mengambang terkendali (managed floating exchange rate).

2. Sistem kurs terlambat (pegged exchange rate)

Suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang utama dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata uang negara tersebut bergerak mengikuti mata uang dari negara yang menjadi tambatannya.

3. Sistem kurs terlambat merangkak (crawling pegs)

Dimana negara melakukan sedikit perubahan terhadap mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak ke arah suatu nilai tertentu dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari sistem ini adalah negara dapat mengukur penyelesaian kursnya dalam periode yang lebih lama jika dibanding dengan kurs terlambat.

4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies)

Keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata uang. Mata uang yang dimasukkan dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu.


(24)

5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate)

Dimana negara menetapkan dan mengumumkan sesuatu kurs tertentu atas mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri maupun gangguan seperti sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs tetap merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.

2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar

Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor seperti yang diuraikan dibawah ini (Sukirno, 2004:402):

1. Perubahan dalam citarasa masyarakat, perubahan citarasa masyarakat merupakan perubahan corak konsumsi mereka ke atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor.

2. Perubahan harga barang ekspor dan impor, harga sesuatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor atau diekspor. Karena perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang negara tersebut.


(25)

3. Kenaikan harga umum (inflasi), berpengaruh sangat besar kepada kurs pertukaran valuta asing.

4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi, sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. 5. Pertumbuhan ekonomi, merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kurs tergantung corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku.

2.1.3 Suku Bunga

Suku bunga merupakan sebuah pembayaran di masa yang akan datang atas perpindahan uang di masa lampau. Akibatnya, suku bunga selalu melibatkan perbandingan jumlah uang pada waktu yang berbeda (Mankiw, 2004:42). Suku bunga yang dibayarkan oleh bank disebut suku bunga nominal (nominal interest rate), dan suku bunga yang telah dikoreksi terhadap inflasi disebut suku bunga riil (real interest rate) (Mankiw, 2004:43).

Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia selaku bank sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia. Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) itu sendiri adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI. Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh


(26)

mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005. BI menggunakan mekanisme ”BI rate” (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. (www.wikipedia.sertifikat-bank-indonesia.com)

2.1.3.1 Teori Tentang Tingkat Bunga

Menurut Sunariyah (2006:81-93) ada beberapa teori dalam penentuan tingkat suku bunga yaitu:

1. Teori Klasik

Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga.

2. Teori Preferensi Likuiditas Tingkat Tabungan

Menurut Keynes, teori klasik hanya untuk tingkat bunga jangka panjang, Keynes mengembangkan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan tingkat suku bunga jangka pendek. Tingkat suku bunga diartikan sebagai harga yang dikeluarkan debitur untuk mendorong kreditur memindahkan uang tersebut. Tetapi uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut mempunyai resiko berupa tidak diterimanya tingkat suku bunga tertentu.

3. Teori Dana Pinjaman

Teori ini berasumsi bahwa tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan dan penawaran dana pinjaman. Faktor-faktor yang


(27)

mempengaruhi permintaan dana pinjaman dalam perekonomian antara lain:

a. Permintaan pinjaman untuk konsumsi. b. Permintaan pinjaman oleh unit bisnis. c. Permintaan pinjaman untuk pemerintah.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dana pinjaman adalah:

a. Tabungan domestik yang dilakukan baik oleh perusahaan, masyarakat dan pemerintah.

b. Pengeluaran kelebihan uang oleh masyarakat.

c. Dana dari sistem perbankan domestik: pengeluaran kartu kredit dari bank menciptakan rekening kredit pada bank dan meningkatkan penawaran untuk dana pinjaman.

d. Meminjam dana luar negeri.

Perpotongan antara permintaan dan penawaran dana pinjaman akan menentukan tingkat bunga di pasar dan kuantitas dana pinjaman.

2.1.3.2 Fungsi Suku Bunga

Menurut Sunariyah (2006:80-81) suku bunga memiliki beberapa fungsi dalam perekonomian antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi maupun lembaga yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.


(28)

2. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana langsung atau investasi pada sektor-sektor ekonomi.

3. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.

4. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan produksi, sebagai akibatnya tingkat suku bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi.

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Brigham dan Houston (2006:191), menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bunga yaitu:

1. Kebijakan Bank Sentral

Bank sentral mengambil peranan penting dalam mengendalikan jumlah uang yang beredar. Jika bank sentral ingin merangsang perekonomian. Bank sentral akan meningkatkan pertumbuhan penawaran uang. Dampak awal dari langkah ini adalah menurunkan tingkat suku bunga. Akan tetapi, jumlah uang yang beredar yang tinggi juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan ekspektasi tingkat inflasi yang selanjutnya akan dapat mendorong naiknya tingkat suku bunga. Dengan demikian kebijakan yang dilakukan bank sentral mempengaruhi tingkat suku bunga.


(29)

2. Surplus atau Defisit Anggaran Negara

Surplus atau defisitnya anggaran negara mempengaruhi suku bunga. Jika suatu negara membelanjakan uang lebih banyak daripada yang diperoleh melalui pajak, maka akan terjadi defisit, dan defisit tersebut harus ditutupi dengan cara melakukan pinjaman atau mencetak uang. Jika pemerintah melakukan pinjaman, maka hal ini akan menambah permintaan dari sumber dana untuk mendorong naik tingkat suku bunga. Jika pemerintah mencetak uang, maka hal ini akan meningkatkan ekspektasi tingkat inflasi dimasa depan yang juga akan mendorong naiknya tingkat suku bunga.

3. Faktor-faktor Internasional

Faktor-faktor internasional misalnya neraca perdagangan asing dan tingkat suku bunga dari negara-negara lain. Jika suatu negara lebih banyak melakukan impor daripada ekspor maka negara tersebut mengalami defisit neraca perdagangan. Ketika defisit neraca perdagangan terjadi, defisit tersebut harus didanai dan sumber pendanaan yang utama adalah utang. Oleh sebab itu, semakin besar defisit perdagangan, maka semakin besar jumlah yang harus dipinjam, dan seiring dengan meningkatnya pinjaman, maka tingkat suku bunga juga akan ikut naik.


(30)

4. Tingkat Aktivitas Bisnis

Ketika perekonomian suatu negara berkembang, perusahaan akan membutuhkan modal dan negara cenderung akan meningkatkan jumlah uang yang beredar sebagai usaha untuk merangsang perekonomian. Dengan demikian permintaan modal akan menambah jumlah uang yang beredar yang akan mendorong naiknya tingkat suku bunga.

2.1.4 Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money) (Tandelilin, 2010:342).

2.1.4.1 Komponen Inflasi

Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, Prathama dan Mandala (2004:203):

1. Kenaikan harga

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya.


(31)

Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.

3. Berlangsung secara terus menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.

2.1.4.2 Tingkat Inflasi

Kondisi inflasi di tinjau dari parah tidaknya inflasi menurut Waluyo (2007:172) yaitu:

1. Inflasi ringan

Inflasi yang besarnya < 10 persen /tahun. 2. Inflasi sedang

Inflasi yang besarnya 10-30 persen/tahun. 3. Inflasi berat

Inflasi yang besarnya 30-100 persen /tahun. 4. Hyper inflation

Inflasi yang besarnya > 100 persen/tahun. 2.1.4.3 Metode Pengukuran Inflasi

Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi (Mankiw, 2004:30-39) antara lain:


(32)

1. Consumer Price Index (CPI)

Suatu ukuran atas keseluruhan biaya pembeliaan barang dan jasa oleh rata-rata konsumen.

2. ProduserPrice Index (PPI)

Ukuran biaya barang dan jasa keseluruhan yang dibeli oleh perusahaan.

3. GNP Deflator

GNP deflator merupakan ukuran tingkat harga yang dihitung sebagai perbandingan PDB nominal terhadap PDB riil dikalikan 100.

2.1.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi

Menurut Sukirno (2004:333-338), ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi:

1. Demand Pull Inflation (Inflasi Tarikan Permintaan)

Timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat.

2. Cost Push Inflation (Inflasi Desakan Biaya)

Inflasi yang diakibatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang efektif.


(33)

Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh Demand Pull Inflation dan Cost Push Inflation tetapi juga dipengaruhi oleh:

1. Domestic Inflation

Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga barang secara umum di dalam negeri.

2. Imported Inflation

Tingkat inflasi yang terjadi karena disebabkan oleh kenaikan harga-harga barang import secara umum.

2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir (final) yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu periode (Mankiw, 2004:6). Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara. Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat, dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya. Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka kesempatan perusahaan memperoleh keuntungan juga akan semakin meningkat (Tandelilin, 2010:342).


(34)

Adapun komponen-komponen PDB, Mankiw (2004:11-13): 1. Konsumsi (consumption)

Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga, dengan perkecualian membeli rumah baru.

2. Investasi (investment)

Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Investasi adalah jumlah dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan mencakup pengeluaran untuk mendapatkan tempat tinggak baru.

3. Belanja Pemerintah (government purchases)

Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal). Belanja pemerintah mencakup upah pekerja pemerintah dan pembelanjaan untuk kepentingan umum. 4. Ekspor Neto (net exports)

Ekspor neto (net exports) sama dengan pembeliaan produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembeliaan produk luar negeri oleh warga negara (impor).

Terdapat dua cara untuk mengukur PDB. PDB nominal, menggunakan harga saat ini untuk menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian. PDB riil, menggunakan harga tahun pokok yang tetap untuk


(35)

menentukan nilai produksi barang dan jasa dalam perekonomian (Mankiw, 2004:15).

2.1.6 Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran ditunjukan oleh persentase dari total jumlah tenaga kerja yang masih belum bekerja (meliputi pula pengangguran tak kentara maupun pengangguran kentara). Tingkat pengangguran ini mencerminkan sejauhmana kapasitas operasi ekonomi sutau negara bisa dijalankan. Semakin besar tingkat pengangguran di suatu negara, berarti semakin besar kapasitas operasi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara penuh. Jika hal ini terjadi maka tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi utama tidak termanfaatkan secara penuh (Tandelilin, 2010:342).

Adapun jenis-jenis pengangguran menurut Mankiw (2004:135-141): 1. Pengangguran siklis (cyclical unemployment)

Tingkat pengangguran normal, yang di sekitarnya jumlah pengangguran berfluktuasi, disebut tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment), dan deviasi dari tingkat alamiahnya disebut pengangguran siklis (cyclical unemployment).

2. Pengangguran friksional (frictional unemployment)

Pengangguran yang terjadi karena mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan selera masing-masing pekerja memerlukan waktu.


(36)

3. Pengangguran struktural (structural unemployment)

Pengangguran yang terjadi karena banyaknya pekerjaan yang tersedia di berbagai pasar tenaga kerja tidak cukup bagi semua orang yang ingin bekerja.

2.1.7 Kesehatan Perusahaan

Tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat dilihat dari prediksi kebangkrutan yang berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak dimasa mendatang. Menurut Brigham dan Daves (2003) dalam Fachrudin (2008:2) kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. Menurut Brigham dan Gapenski (1997) dalam Fachrudin (2008:2-3) ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai tipenya, yaitu:

1. Economic failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk biaya modalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.


(37)

2. Business failure

Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.

3. Technical insolvency

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster).

4. Insolvent in bankruptcy

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.

5. Legal bankruptcy

Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.


(38)

2.1.7.1 Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan

Lizal (2002) dalam Fachrudin (2008:6-7) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Menurut beliau, ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:

1. Neoclassical model

Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengetimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya

profit/assets (untuk mengukur profitabiltas), dan

liabilities/assets. 2. Financial model

Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama dalam kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA,


(39)

ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.

3. Corporate governance model

Disini, kebangkrutan mempunyai campuran asset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tidak terpecahkan. Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.

Penyebab umum keggalan juga dikemukakan oleh Dylan (1996) dalam Fachrudin (2008:11). Penyebab-penyebab tersebut diuraikan berikut ini:

1. Pasar

a. Penurunan pasar (atau terlalu optimis) b. Peningkatan persaingan


(40)

2. Keuangan

a. Overtrading (perdagangan berlebih) atau satu proyek besar b. Banyak hutang

c. Kurang modal

d. Pengurusan kas yang tidak memadai e. Pengawasan tidak memadai

f. Pengambilan uang berlebihan 3. Operasional

a. Lokasi bisnis

b. Terlalu ambisi dalam memulai bisnis c. Estimasi biaya terlalu optimis

4. Manusia

a. Bidang pengurusan tidak seimbang atau tidak memadai b. Kurang perhatian atau dorongan dari pemilik-manajer c. Rekruitmen tidak memadai atau tidak tepat

2.1.7.2 Prediksi Kesulitan Keuangan Perusahaan

Menurut Fachrudin (2008:83) ada dua model prediksi yang digunakan, yaitu model prediksi kesulitan keuangan dengan rasio pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah aset, dan model prediksi kesulitan keuangan dengan rasio hutang terhadap jumlah aset. Menurut Fachrudin (2007) dalam Fachrudin (2008:104:105), model prediksi satu tahun sebelum kesulitan dengan rasio jumlah kewajiban terhadap jumlah aset yang memberikan ketepatan prediksi sebesar 94,8% dan model


(41)

dengan rasio hutang bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah aset yang memberikan ketepatan prediksi sebesar 93,1% pada penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi manajer perusahaan sebagai pedoman untuk menaksir kondisi perusahaannya. Pedoman tersebut bukan sesuatu yang mutlak karena model prediksi ini dibuat sehubungan dengan kondisi akibat krisis 1997 yang mungkin berbeda dengan kondisi perusahaan yang ditaksir, selain itu jenis industri, lingkungan, dan masa penelitian ini dibuat juga tidak sama. Model yang dapat dijadikan pedoman tersebut adalah:

= 1 / [1 + exp (-4,254 + 15,272xa1i - 35,828xa2i)], dan = 1 / [1 + exp (-5,472 + 9,555xa8i – 32,347xa2i)]

Fungsi distribusi logistik tersebut dapat lebih disederhanakan menjadi: = 1 / [1 + 2,71828 – (-4,254 + 15,272xa1i – 35,828xa2i)], dan

= 1 / [1 + 2,71828 – (-5,472 + 9,555xa8i – 32,347xa2i)] Dimana:

= probabilitas kesulitan keuangan, nilainya terletak antara 1 dan 0. Ekstrim 1 menunjukan kesulitan keuangan, sedangkan ekstrim 0 menunjukan tidak kesulitan keuangan.

xa1i = rasio hutang bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah aset

xa2i = rasio pendapatan bersih terhadap jumlah aset xa8i = rasio jumlah kewajiban terhadap jumlah aset


(42)

Bila probabilitas mencapai angka 1 berarti perusahaan sudah memasuki status kesulitan keuangan yang paling parah, sedangkan bila mencapai angka 0 berarti perusahaan tidak kesulitan keuangan.

2.2 Penelitian Tardahulu

Beaver (1966) yang melakukan studi tentang financial ratios as predictors of failure. Dalam studinya ini menggunakan analisis univariat yaitu rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Pemilihan rasio didasarkan pada kepopuleran rasionya dalam berbagai literature, kinerja rasio-rasio tersebut dalam penelitian sebelumnya dan kedekatannya dengan konsep arus kas (cash flow). Menggunakan 30 rasio keuangan, yang dikelompokkan dalam 6 kelompok besar (cash flow ratio, net income ratio, debt to total asset ratio, liquid asset to total asset ratio, liquid assets to current debt ratio, turnover ratio). Hasil penelitian terdapat lima rasio keuangan yang memiliki tingkat kesalahan dibawah 24% yaitu: arus kas/total hutang, asset bersih/total asset, total hutang/total asset, modal kerja/total asset dan rasio lancer.

Altman (1968) mempelopori penggunaan teknik statistik multivariat melalui analisis diskriminan linear. Dalam penelitiannya, teknik statistik multivariat ini menggabungkan efek dari beberapa variabel dalam model yang mengklasifikasikan perusahaan yang pailit dan perusahaan yang tidak pailit. Menggunakan 33 sampel perusahaan yang pailit dan 33 perusahaan yang tidak pailit dalam kurun waktu 20 tahun (1946 sampai dengan 1965). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio rasio yang dibentuk oleh model memberikan kontribusi


(43)

yaitu dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio tersebut adalah working capital/total assets (WC/TA), retained earning/total assets (RE/TA), earning before interst and taxes/total assets (EBIT/TA), market value equity/book value of total debt (MVE/BVD), dan sales/total assets (S/TA).

Luciana (2004) tujuan dari penelitiannya adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress. Faktor-faktor yang diteliti tersebut adalah rasio keuangan, rasio relatif industri, sensitivitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi, reputasi auditor dan underwriter. Sampel terdiri dari 19 perusahaan dalam kondisi financial distress sebagai kondisi perusahaan yang delisted pada tahun 1999-2002 dan 41 perusahaan listed. Sampel dipilih berdasarkan purposive sampling approach. Menggunakan analisis regresi logistic untuk menguji hipotesis yang dirumuskan. Hasil empiris menunjukkan bahwa rasio relatif industri memiliki klasifikasi lebih tinggi. Penelitian ini juga menemukan bahwa sensitivitas perusahaan terhadap variabel ekonomi makro dan reputasi auditor adalah variabel yang signifikan dalam memprediksi kondisi kesulitan keuangan perusahaan.

Fachrudin (2007) melakukan studi tentang kesulitan perusahaan secara longitudinal terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak sebelum krisis 1997 sampai setelah 2005 setelah krisis berlalu. Penelitian tersebut memprediksi kesulitan keuangan, menguji hubungan tata kelola perusahaan dengan perusahaan sedang kesulitan keuangan, dan mengestimasi probabilitas survive perusahaan kesulitan keuangan, serta menambahkan analisis


(44)

kualitatif. Observasi dilakukan terhadap 30 perusahaan kesulitan keuangan dan 28 perusahaan tidak kesulitan keuangan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Dalam penelitian yang menggunakan regresi logistik tersebut tidak dilakukan pengambilan sampel, seluruh populasi sasaran (target population) yang diobservasi. Untuk prediksi digunakan uji regresi logistik prosedur stepwise. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perusahaan kesulitan keuangan yang tetap kesulitan keuangan sampai tahun 2005 (46,67%), namun ada yang dapat survive sebagai perusahaan independent (53,33%). Kesulitan keuangan perusahaan tidak selalu berakhir dengan kebangkrutan. Penelitian juga menemukan bahwa model prediksi terbaik adalah model prediksi dengan rasio hutang bank dan lembaga keuangan lainnya terhadap jumlah asset. Prediktornya adalah rasio hutang tersebut dan rasio profitabilitas berupa pendapatan bersih terhadap jumlah asset. Model ini menghasilkan ketepatan prediksi sebesar 94,8% dan mampu menjelaskan peluang terjadinya kesulitan keuangan dengan baik.

Mishra (2013) dengan tujuan penelitiannya adalah untuk menguji hubungan antara faktor-faktor ekonomi makro dan indikator kesehatan perusahaan dalam bentuk Z-score. Variabel makro yang diambil adalah suku bunga bank, GDP, inflasi, dan trade openness diukur sebagai rasio ekspor ditambah impor terhadap GDP. Hubungan jangka panjang yang diidentifikasikan dengan menggunakan panel unit root test, panel cointegration analysis, dan panel long run causality. Sampel penelitian adalah 73 perusahaan selama tahun 1990 sampai 2009. Temuan penelitian mengungkapkan adanya hubungan kausal dua arah antara kesehatan perusahaan dan GDP, kesehatan perusahaan dan suku bunga


(45)

bank, kesehatan perusahaan dan inflasi, dan kesehatan perusahaan dan trade openness. Efek tanda mengungkapkan tanda positif untuk semua panel untuk lambda pearson test. Adapun penelitian lainnya juga yang mengaitkan variabel makro ekonomi dengan kondisi keuangan perusahaan yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1. Lolytha Septika Saragih (2010) Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi dengan Risiko Kebangkruta n Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia Nilai tukar, suku bunga, dan inflasi dengan risiko kebangkruta n perusahaan (Z Score)

Variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga, dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap risiko kebangkrutan perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia

2. Firdhaus yah (2010) Pengaruh Variabel Makro Terhadap Antisipasi Resiko Kebangkruta n dengan Analisis Altman Z-Score (Studi Pada

Perusahaan Pertambanga n Batu Bara PT. Bumi Resources Tbk Periode 1999-2008) Inflasi, GDP, tingkat suku bunga SBI, kurs USD/IDR, dan tingkat penganggura n terhadap antisipasi risiko kebangkruta n (Z-Score)

(1) Pada tahun 1999 sampai tahun 2000 kinerja keuangan mengalami peningkatan sebesar 48%. Pada tahun 2003 sampai tahun 2008 kinerja keuangan mulai mengalami peningkatan yang cukup baik. (2) pertambangan batu bara pada tahun 1999 sampai tahun 2000 mengalami posisi ambang kebangkrutan. Sedangkan pada tahun 2001

sampai tahun 2002 mengalami kebangkrutan. Pada tahun 2003-2008 dalam keadaan yang sehat atau tidak bangkrut. (3) Berdasarkan hasil uji F didapat nilai Fhitung sebesar 6,771 lebih


(46)

besar dari Ftabel sebesar 6,256 dengan probabilitas 0,044. Hasil tersebut membuktikan bahwa variabel bebas secara bersama-sama

berpengaruh terhadap antisipasi resiko kebangkrutan

PT. Bumi Resources Tbk. (4) Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dominan terhadap antisipasi risiko kebangkrutan yaitu suku bunga SBI. Dengan nilai probabilitasnya 0,03 hampir mendekati 0,05.

3. Nindia Desiyani (2011) Analisis Pengaruh Indikator Makro dan Mikro Terhadap Prediksi Kebangkruta n (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009) Kurs, tingkat suku bunga, Return On Asset

(ROA), Debt to total asset (DTA), dan Free Cash Flow (FCF) terhadap financial distress dan non financial distress

Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel independen kurs, tingkat suku bunga, return on asset (ROA), debt to total asset (DTA), dan free

cash flow (FCF) secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap financial

distress dan non financial distress. Sedangkan hasil uji t pada kategori non distress menunjukkan bahwa hanya variabel return on asset (ROA), debt to total asset (DTA), dan free cash flow (FCF) yang berpengaruh secara parsial terhadap non financial distress.

2.3 Kerangka Konseptual

Variabel makro ekonomi penting bagi investor maupun perusahaan menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan maupun keputusan yang akan diambil pada masa yang akan datang. Menurut Syahyunan (2013:171) risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversivikasi,


(47)

karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat suku bunga, kurs valuta asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.

Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkannya. Untuk itu, seorang investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro (Tandelilin, 2010:341-342).

Menurut Tandelilin (2010:343) Faktor-faktor ekonomi makro secara empiris telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Tandelilin (1998) dalam Tandelilin (2010:343) merangkum beberapa faktor ekonomi makro yang berpengaruh terhadap investasi di suatu negara, sebagai: tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), laju pertumbuhan inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang (exchange rate).

Ada banyak variabel yang mempengaruhi kinerja perusahaan diantaranya adalah kondisi perusahaan itu sendiri, kondisi industri, dan kondisi ekonomi makro. Akan tetapi, pada penelitian ini akan dilihat lima variabel yang dianggap memiliki hubungan yang cukup signifikan dan cukup dominan diantaranya inflasi, nilai tukar, suku bunga, PDB, dan tingkat pengangguran dengan kesehatan perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan teori yang dikemukakan, maka kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:


(48)

Suku Bunga SBI

Inflasi

PDB

Tingkat Pengangguran

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual yang telah diuraikan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga SBI dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai inflasi dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Nilai Tukar

Kesehatan Perusahaan

Kesehatan Perusahaan

Kesehatan Perusahaan

Kesehatan Perusahaan


(49)

4. Terdapat hubungan yang signifikan antara PDB dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

5. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan perusahaan pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian bersifat kuantitatif. Penelitian ini bermaksud menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan variabel makro ekonomi (inflasi, nilai tukar, suku bunga, PDB, dan tingkat pengangguran) dengan kesehatan perusahaan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dilakukan di Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan situs www.bi.go.id, www.bps.go.id, dan www.idx.co.id.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai September 2014 sampai dengan Januari 2015.

3.3 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini yaitu:

1. Data inflasi, nilai tukar, suku bunga, PDB, dan tingkat pengangguran selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.

2. Data laporan keuangan perusahaan tahunan selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.


(51)

3.4 Definisi Operasional

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.1 secara ringkas dibawah ini:

Tabel 3.1

Variabel-Variabel Penelitian

Variabel Definisi Variabel Pengukuran

Kesehatan Perusahaan Diukur dengan menggunakan model prediksi kesulitan keuangan dengan rasio hutang terhadap jumlah aset.

= 1 / [1 + 2,71828 – (-5,472 + 9,555xa8i – 32,347xa2i)]

Inflasi Kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan.

Rata-Rata = Jumlah Inflasi Bulanan 12 Bulan Nilai Tukar Harga mata uang

suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing negara lainnya.

Rata-Rata = Jumlah Kurs USD/IDR Bulanan 12 Bulan

Suku Bunga SBI

Suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia selaku bank sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia.

Rata-Rata = Jumlah Suku Bunga SBI Bulanan 12 Bulan

PDB (Produk Domestik Bruto)

Nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir (final) yang diproduksi dalam sebuah negara pada suatu

Rata-Rata = Jumlah PDB Kuartalan 4 Kuartal


(52)

Tingkat Penganggur an

Persentase dari total jumlah tenaga kerja yang masih belum bekerja.

Rata-Rata = Jumlah Pengangguran Semesteran 2 Semester

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu sebanyak 38 perusahaan yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.2 Populasi Penelitian No Kode

Saham Nama Emiten Tanggal IPO

1 ADES PT. Akasha Wira International Tbk 13 Januari 1994 2 AISA PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11 Januari 1997

3 ALTO PT. Tri Banyan Tirta Tbk 10 Juli 2012

4 CEKA PT. Cahaya Kalbar Tbk 9 Juli 1996

5 DAVO PT. Davomas Abadi Tbk 22 Desember 1994 6 DLTA PT. Delta Djakarta Tbk 12 Februari 1984 7 ICBP PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 7 Oktober 2010 8 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 14 Juli 1994 9 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk 17 Januari 1994

10 MYOR PT. Mayora Indah Tbk 4 Juli 1990

11 PSDN PT. Prashida Aneka Niaga Tbk 18 Oktober 1994 12 ROFI PT. Nippon Indosari Corporindo Tbk 28 Juni 2010 13 SKBM PT. Sekar Bumi Tbk

5 Juni 1993 28 Juni 2010

14 SKLT PT. Sekar Laut Tbk 8-Sep-93

15 STTP PT. Siantar Top Tbk 16 Desember 1996

16 ULTJ

PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading

Company Tbk 2 Juli 1990

17 GGRM Gudang Garam Tbk 27 Agustus 1990

18 HMSP Handjaya Mandala Sampoerna Tbk 15 Agustus 1990 19 RMBA Bentoel International Investra Tbk 5 Maret 1990 20 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk 18 Desember 2012 21 DVLA PT. Darya Varia Laboratoria Tbk 11-Nov-94 22 INAF PT. Indofarma (Persero) Tbk 17-Apr-01 23 KAEF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 4 Juli 2001


(53)

25 MERK PT. Merck Tbk 23 Juli 1981 26 PYFA PT. Pyridam Farma Tbk 16 Oktober 2001 27 SCPI PT. Schering Plough Indonesia Tbk 7 Oktober 2010 28 SIDO PT. Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk 18 Desember 2013 29 SQBB PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk 29 Maret 1983 30 TSPC PT. Tempo Scan Pasific Tbk 17 Januari 1994 31 MBTO PT. Martina Berto Tbk 13 Januari 2011

32 MRAT PT. Mustika Ratu Tbk 27 Juli 1995

33 TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 23-Sep-93

34 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 11 Januari 1982 35 CINT Chitose International Tbk 27 Juni 2014 36 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 29 Juli 1996 37 KICI PT. Kedaung Indah Can Tbk 28 Oktober 1993 38 LMPI PT. Langgeng Makmur Industry Tbk 17 Oktober 1994 Sumber: www.sahamok.com (diolah) (2014)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Adapun kriteria penentuan sampel pada penelitian ini adalah:

a. Perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013. b. Menerbitkan dan mempubikasikan laporan keuangan perusahaan tahunan

pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2013.

Berdasarkan kriteria pengambilan sampel tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 28 perusahaan, periode waktu tahun 2004 sampai dengan 2013. Sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 10 tahun observasi dikali 28 sampel adalah sebanyak 280 observasi. Adapun daftar nama perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut:


(54)

Tabel 3.3 Sampel Penelitian No Kode

Saham Nama Emiten Tanggal IPO

1 ADES PT. Akasha Wira International Tbk 13 Januari 1994 2 AISA PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk 11 Januari 1997

3 CEKA PT. Cahaya Kalbar Tbk 9 Juli 1996

4 DAVO PT. Davomas Abadi Tbk 22 Desember 1994 5 DLTA PT. Delta Djakarta Tbk 12 Februari 1984 6 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 14 Juli 1994 7 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk 17 Januari 1994

8 MYOR PT. Mayora Indah Tbk 4 Juli 1990

9 PSDN PT. Prashida Aneka Niaga Tbk 18 Oktober 1994

10 SKLT PT. Sekar Laut Tbk 8-Sep-93

11 STTP PT. Siantar Top Tbk 16 Desember 1996

12 ULTJ

PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading

Company Tbk 2 Juli 1990

13 GGRM Gudang Garam Tbk 27 Agustus 1990

14 HMSP Handjaya Mandala Sampoerna Tbk 15 Agustus 1990 15 RMBA Bentoel International Investra Tbk 5 Maret 1990 16 DVLA PT. Darya Varia Laboratoria Tbk 11-Nov-94 17 INAF PT. Indofarma (Persero) Tbk 17-Apr-01 18 KAEF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 4 Juli 2001

19 KLBF PT. Kalbe Farma Tbk 30 Juli 1991

20 MERK PT. Merck Tbk 23 Juli 1981

21 PYFA PT. Pyridam Farma Tbk 16 Oktober 2001 22 TSPC PT. Tempo Scan Pasific Tbk 17 Januari 1994

23 MRAT PT. Mustika Ratu Tbk 27 Juli 1995

24 TCID PT. Mandom Indonesia Tbk 23-Sep-93

25 UNVR PT. Unilever Indonesia Tbk 11 Januari 1982 26 KDSI Kedawung Setia Industrial Tbk 29 Juli 1996 27 KICI PT. Kedaung Indah Can Tbk 28 Oktober 1993 28 LMPI PT. Langgeng Makmur Industry Tbk 17 Oktober 1994 Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2014)

3.6 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dengan melalui media internet, buku-buku referensi, surat kabar, jurnal-jurnal


(55)

penelitian dan literatur penelitian lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan dalam penelitian.

Data sekunder pada penelitian ini meliputi data inflasi, nilai tukar, suku bunga, PDB, tingkat pengangguran, dan laporan keuangan perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui studi dokumentasi berupa literatur jurnal penelitian-penelitian, serta laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan masalah yang akan diteliti termasuk laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media internet.

3.8 Teknik Analisis Data

3.8.1 Analisis Deskriptif

Meotode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterprestasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.


(56)

3.8.2 Metode Analisis Statistik

1. Analisis Korelasi Multivariate dengan Menggunakan Koefisien Korelasi Pearson

Korelasi ini ditemukan oleh karl person. Korelasi ditujukan untuk pasangan pengamatan data rasio yang menunjukkan hubungan yang linear. Korelasi ini sering juga disebut Korelasi Product Moment (Situmorang dan Lufti, 2011:91). Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat bantu SPSS versi 17.0 for windows untuk menghitung koefisien Korelasi Pearson.

Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan hubungan antara dua rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi tersebut.

Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel yang lainnya dan sebaliknya. Korelasi negatif nilainya berada antara -1 sampai 0, nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka variabel yang lainnya akan turun, dan sebaliknya (Situmorang dan Lufti, 2011:92).

Menghitung nilai koefisien Korelasi Pearson dapat dilakukan dengan menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(57)

r =

Dimana:

r = Koefisien korelasi

x = Derivasi rata-rata variabel X = X -

y = Derivasi rata-rata variabel Y

= Y - (Situmorang dan Lufti, 2011:92) 2. Pengujian Hipotesis

Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):

t = r

Dimana: t = Nilai

r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data pengamatan Bentuk pengujian:

: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara suku bunga SBI dengan kesehatan perusahaan.

: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara suku bunga SBI dengan kesehatan perusahaan.


(58)

: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara inflasi dengan kesehatan perusahaan.

: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara inflasi dengan kesehatan perusahaan.

: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan.

: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan kesehatan perusahaan.

: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara PDB dengan kesehatan perusahaan.

: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara PDB dengan kesehatan perusahaan.

: = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan perusahaan.

: 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengangguran dengan kesehatan perusahaan.

Selanjutnya akan dilakukan uji signifikan dengan membandingkan

tingkat signifikan α (alpha) 5% dan derajat kebebasan (n-2) dengan

yang diperoleh. Dapat disimpulkan sebagai berikut: diterima jika < <


(59)

diterima jika < <

diterima jika > >

diterima jika < <

diterima jika > >

diterima jika < <

diterima jika > >

diterima jika < <


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Deskriptif Variabel Penelitian

Adapun hasil statistik deskriptif dari variabel makro ekonomi dan kesehatan perusahaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Suku Bunga SBI 280 4.42 11.87 7.6730 1.98806

Inflasi 280 4.28 13.33 7.3160 2.84693

Nilai Tukar 280 8776.01 10459.09 9473.8950 556.19998

PDB 280 4.63 6.50 5.8010 .57640

Pengangguran 280 6.10 10.40 8.2800 1.58981

Pi 280 .0000 1.0000 .156815 .2786658

Valid N (listwise) 280

Sumber: Hasil Penelitian (2014) (data diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.1 diketahui nilai rata-rata suku bunga SBI sebesar 7,6730. Nilai suku bunga SBI terendah sebesar 4,42% pada tahun 2012. Sedangkan nilai suku bunga tertinggi sebesar 11,87% pada tahun 2006. Inflasi memiliki nilai rata-rata sebesar 7,3160. Nilai inflasi terendah sebesar 4,28% pada tahun 2012. Sedangkan nilai inflasi tertinggi sebesar 13,33% pada tahun 2006. Nilai tukar (USD/IDR) memiliki nilai rata-rata sebesar 9473,8950. Nilai tukar (USD/IDR) terendah sebesar Rp 8.776,01,- pada tahun 2011. Sedangkan nilai tukar (USD/IDR) tertinggi sebesar Rp 10.459,09,- pada tahun 2013. Nilai PDB memiliki nilai rata-rata sebesar 5,8010. Nilai PDB terendah


(61)

sebesar 4,63% pada tahun 2009. Sedangkan nilai PDB tertinggi sebesar 6,5% pada tahun 2011. Nilai Pengangguran memiliki nilai rata-rata sebesar 8,2800. Nilai pengangguran terendah sebesar 6,10% pada tahun 2013. Sedangkan nilai pengangguran tertinggi sebesar 10,40% pada tahun 2006.

Probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,156815. Nilai probabilitas kesehatan perusahaan terendah sebesar 0,0000 yaitu: PT. Delta Djakarta Tbk (DLTA) pada tahun 2010-2013, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) pada tahun 2010-2013, PT. Prashida Aneka Niaga Tbk (PSDN) pada tahun 2005, PT. Sekar Laut Tbk (SKLT) pada tahun 2005, PT. Handjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) pada tahun 2009-2013, PT. Kalbe Farma Tbk (KLBF) pada tahun 2010-2012, PT. Merck Tbk (MERK) sepanjang periode pengamatan tahun 2004-2013, PT. Mandom Indonesia Tbk (TCID) pada tahun 2004-2007, PT. Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sepanjang periode pengamatan tahun 2004-2013, PT. Kedaung Indah Can Tbk (KICI) pada tahun 2007, PT. Langgeng Makmur Industry Tbk (LMPI) pada tahun 2005. Nilai probabilitas kesehatan perusahaan terendah sebesar 0,0000 mengindikasi perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan.

Sedangkan nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) tertinggi sebesar 1,0000 yaitu: PT. Akasha Wira International Tbk (ADES) pada tahun 2004-2007, PT. Davomas Abadi Tbk (DAVO) pada tahun 2012, PT. Sekar Laut Tbk (SKLT) pada tahun 2004. Nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) tertinggi sebesar 1,0000 mengindikasi perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang sangat parah.


(62)

Tabel 4.2

Probabilitas Kesehatan Perusahaan (Pi) Sektor Industri Barang Konsumsi di BEI (2004-2013)

Kode

Emiten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

ADES 1 1 1 1 0.983 0.073 0.118 0.086 0.0003 0.003

AISA 0.805 0.823 0.828 0.738 0.377 0.351 0.476 0.105 0.045 0.068

CEKA 0.521 0.731 0.013 0.348 0.247 0.022 0.375 0.012 0.113 0.069

DAVO 0.107 0.136 0.154 0.358 0.999 0.994 0.76 0.993 1 0.0001

DLTA 0.002 0.001 0.004 0.003 0.001 0.0001 0 0 0 0

INDF 0.567 0.678 0.364 0.379 0.516 0.223 0.026 0.011 0.018 0.116

MLBI 0.005 0.01 0.051 0.034 0.0009 0.0003 0 0 0 0

MYOR 0.01 0.052 0.019 0.019 0.095 0.012 0.018 0.142 0.087 0.035

PSDN 0.999 0 0.255 0.791 0.186 0.028 0.086 0.081 0.054 0.058

SKLT 1 0 0.532 0.122 0.2 0.028 0.085 0.091 0.13 0.174

STTP 0.013 0.039 0.019 0.029 0.154 0.005 0.01 0.083 0.093 0.05

ULTJ 0.121 0.096 0.073 0.078 0.0004 0.035 0.021 0.027 0.0007 0.001

GGRM 0.012 0.013 0.039 0.028 0.01 0.002 0.001 0.002 0.005 0.014

HMSP 0.003 0.002 0.0001 0.0002 0.0002 0 0 0 0 0

RMBA 0.083 0.027 0.059 0.146 0.204 0.499 0.181 0.295 0.95 0.999

DVLA 0.001 0.001 0.002 0.001 0.0008 0.003 0.0007 0.0005 0.0004 0.001

INAF 0.264 0.198 0.369 0.725 0.726 0.517 0.373 0.099 0.092 0.746

KAEF 0.009 0.014 0.026 0.033 0.032 0.036 0.006 0.003 0.003 0.007

KLBF 0.023 0.002 0.0003 0.0004 0.0007 0.0005 0 0 0 0.0002

MERK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PYFA 0.007 0.012 0.017 0.038 0.033 0.016 0.01 0.018 0.034 0.101

TSPC 0.0002 0.0005 0.0007 0.001 0.001 0.001 0.0006 0.0007 0.0007 0.001

MRAT 0.005 0.005 0.004 0.004 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.026

TCID 0 0 0 0 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0003 0.0008

UNVR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

KDSI 0.443 0.794 0.347 0.331 0.313 0.337 0.219 0.147 0.036 0.224

KICI 0.914 0.824 0.971 0 0.013 0.311 0.014 0.044 0.033 0.004

LMPI 0.999 0 0.038 0.024 0.059 0.035 0.086 0.137 0.308 0.484

Sumber: Hasil Penelitian (2014) (data diolah)

= menunjukkan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan

Probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) terletak antara 1 dan 0. Ekstrim 1 menunjukkan kesulitan


(63)

keuangan atau kondisi keuangan perusahaan dalam kategori tidak sehat, sedangkan ekstrim 0 menunjukkan tidak kesulitan keuangan atau kondisi keuangan perusahaan dalam kategori sehat. Pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2004 terdapat 8 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 1 atau mengalami kesulitan keuangan yaitu: ADES, AISA, CEKA, INDF, PSDN, SKLT, KICI, dan LMPI. Sementara terdapat 20 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 0 atau tidak mengalami kesulitan keuangan yaitu: DAVO, DLTA, MLBI, MYOR, STTP, ULTJ, GGRM, HMSP, RMBA, DVLA, INAF, KAEF, KLBF, MERK, PYFA, TSPC, MRAT, TCID, UNVR, dan KDSI.

Pada tahun 2005 terdapat 6 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 1 atau mengalami kesulitan keuangan yaitu: ADES, AISA, CEKA, INDF, KDSI, dan KICI. Sementara terdapat 22 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 0 atau tidak mengalami kesulitan keuangan. PSDN berhasil pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2005 karena perusahaan mampu meningkatnya laba bersih yang dimiliki perusahaan dari Rp 783.000.000,- pada tahun 2004 naik sebesar Rp 118.433.000.000,- atau sebesar 15.125,54% pada tahun 2005. SKLT berhasil pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2005 karena perusahaan mampu meningkatkan laba bersih yang dimiliki perusahaan dari rugi sebesar – Rp 42.607.000.000,- pada tahun 2004 menjadi Rp 91.549.000.000,- pada tahun 2005.


(64)

Hal ini disebabkan oleh perusahaan secara signifikan mendapatkan pendapatan lain-lain sebesar Rp 100.043 miliar pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2004 perusahaan dapat tambahan beban lain-lain sebesar Rp 36.395 miliar. LMPI berhasil pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2005 karena perusahaan mampu meningkatkan laba bersih yang dimiliki perusahaan dari rugi sebesar – Rp 50.779.000.000,- pada tahun 2004 menjadi Rp 130.314.000.000,- pada tahun 2005.

Pada tahun 2006 terdapat 4 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 1 atau mengalami kesulitan keuangan yaitu: ADES, AISA, SKLT, dan KICI. Sementara terdapat 24 perusahaan sektor industri barang konsumsi di BEI nilai probabilitas kesehatan perusahaan (Pi) menunjukkan ekstrim 0 atau tidak mengalami kesulitan keuangan. CEKA berhasil pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2006 karena perusahaan mampu meningkatkan laba bersih yang dimiliki perusahaan dari rugi sebesar – Rp 21.594.000.000,- pada tahun 2005 menjadi Rp 15.291.000.000,- pada tahun 2006. Hal ini disebabkan oleh perusahaan secara signifikan mendapatkan pendapatan lain-lain sebesar Rp 10.984 miliar pada tahun 2006, sedangkan pada tahun 2005 perusahaan dapat tambahan beban lain-lain sebesar Rp 19.659 miliar sehingga perusahaan mencatat laba bersih pada tahun 2006. INDF mampu pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2006 karena perusahaan mampu meningkatkan laba bersih yang dimiliki perusahaan sangat tajam sebesar 433% atau Rp 661.210.000.000,- pada tahun 2006 dari Rp 124.018.000.000,- pada tahun 2005. KDSI mampu pulih dari kesulitan keuangan pada tahun 2006 karena


(1)

78.56% 6.55% 61.50% 5.13% 109039.9 9086.658

2011 Januari 6.08% 7.02% 9037.38

Februari 6.71% 6.84% 8912.56

Maret 6.72% 6.65% 8761.48

April 7.18% 6.16% 8651.3

Mei 7.36% 5.98% 8555.8

Juni 7.36% 5.54% 8564

Juli 7.28% 4.61% 8533.24

Agustus 6.78% 4.79% 8532

September 6.28% 4.61% 8765.5

Oktober 5.77% 4.42% 8895.24

November 5.22% 4.15% 9015.18

Desember 5.04% 3.79% 9088.48

77.78% 6.48% 64.56% 5.38% 105312.2 8776.013

2012 Januari 4.88% 3.65% 9109.14

Februari 3.82% 3.56% 9025.76

Maret 3.83% 3.97% 9165.33

April 3.93% 4.50% 9175.5

Mei 4.24% 4.45% 9290.24

Juni 4.32% 4.53% 9451.14

Juli 4.46% 4.56% 9456.59

Agustus 4.54% 4.58% 9499.84

September 4.67% 4.31% 9566.35

Oktober 4.75% 4.61% 9597.14

November 4.77% 4.32% 9627.95

Desember 4.80% 4.30% 9645.89

53.01% 4.42% 51.34% 4.28% 112610.9 9384.239

2013 Januari 4.84% 4.57% 9687.33

Februari 4.86% 5.31% 9686.65

Maret 4.87% 5.90% 9709.42

April 4.89% 5.57% 9724.05

Mei 5.02% 5.47% 9760.91

Juni 5.28% 5.90% 9881.53

Juli 5.52% 8.61% 10073.39

Agustus 5.86% 8.79% 10572.5

September 6.96% 8.40% 11346.24

Oktober 6.97% 8.32% 11366.9

November 7.22% 8.37% 11613.1

Desember 7.22% 8.38% 12087.1

69.51% 5.79% 83.59% 6.97% 125509.1 10459.09

Sumber: www.bi.go.id (diolah) (2014)

Dalam (Miliar Rupiah)

Tahun Kuartal PDB

2004 1 402597.30

2 411935.50

3 423852.30


(2)

1656516.80 5.03%

2005 1 426612.10

2 436121.30

3 448597.70

4 439484.10

1750815.20 5.69%

2006 1 448485.30

2 457636.80

3 474903.50

4 466101.10

1847126.70 5.50%

2007 1 475641.70

2 488421.10

3 506933.00

4 493331.50

1964327.30 6.35%

2008 1 505218.80

2 519204.60

3 538641.00

4 519391.70

2082456.10 6.01%

2009 1 528056.5

2 540677.8

3 561637

4 548479.1

2178850.4 4.63%

2010 1 559683.4

2 574712.8

3 594240.6

4 585812

2314448.8 6.20%

2011 1 595721.8

2 612500.6

3 632823.9

4 623519.8

2464566.1 6.50%

2012 1 633414.9

2 651338

3 672122.3

4 662063.2

2618938.4 6.30%

2013 1 671593.4

2 688864.1

3 709984.5

4 699903.1

2770345.1 5.80%


(3)

Tahun Bulan

Pengangguran (%)

2004 9.9%

2005 10.3%

2006 Februari 10.5% 10.40% Agustus 10.3%

2007 Februari 9.8% 9.45% Agustus 9.1%

2008 Februari 8.5% 8.45% Agustus 8.4%

2009 Februari 8.14% 8.01% Agustus 7.87%

2010 Februari 7.41% 7.28% Agustus 7.14%

2011 Februari 6.80% 6.68% Agustus 6.56%

2012 Februari 6.32% 6.23% Agustus 6.14%

2013 Februari 5.90% 6.10% Agustus 6.30%

Sumber: www.bps.go.id (diolah) (2014)

Lampiran 2: Hasil Pengolahan Data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Suku Bunga SBI 280 4.42 11.87 7.6730 1.98806

Inflasi 280 4.28 13.33 7.3160 2.84693

Nilai Tukar 280 8776.01 10459.09 9473.8950 556.19998

PDB 280 4.63 6.50 5.8010 .57640

Pengangguran 280 6.10 10.40 8.2800 1.58981


(4)

Sumber: Hasil Penelitian (2014) (data diolah)

Kode

Emiten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

ADES 1 1 1 1 0.983 0.073 0.118 0.086 0.0003 0.003

AISA 0.805 0.823 0.828 0.738 0.377 0.351 0.476 0.105 0.045 0.068

CEKA 0.521 0.731 0.013 0.348 0.247 0.022 0.375 0.012 0.113 0.069

DAVO 0.107 0.136 0.154 0.358 0.999 0.994 0.76 0.993 1 0.0001

DLTA 0.002 0.001 0.004 0.003 0.001 0.0001 0 0 0 0

INDF 0.567 0.678 0.364 0.379 0.516 0.223 0.026 0.011 0.018 0.116

MLBI 0.005 0.01 0.051 0.034 0.0009 0.0003 0 0 0 0

MYOR 0.01 0.052 0.019 0.019 0.095 0.012 0.018 0.142 0.087 0.035

PSDN 0.999 0 0.255 0.791 0.186 0.028 0.086 0.081 0.054 0.058

SKLT 1 0 0.532 0.122 0.2 0.028 0.085 0.091 0.13 0.174

STTP 0.013 0.039 0.019 0.029 0.154 0.005 0.01 0.083 0.093 0.05

ULTJ 0.121 0.096 0.073 0.078 0.0004 0.035 0.021 0.027 0.0007 0.001

GGRM 0.012 0.013 0.039 0.028 0.01 0.002 0.001 0.002 0.005 0.014

HMSP 0.003 0.002 0.0001 0.0002 0.0002 0 0 0 0 0

RMBA 0.083 0.027 0.059 0.146 0.204 0.499 0.181 0.295 0.95 0.999

DVLA 0.001 0.001 0.002 0.001 0.0008 0.003 0.0007 0.0005 0.0004 0.001

INAF 0.264 0.198 0.369 0.725 0.726 0.517 0.373 0.099 0.092 0.746

KAEF 0.009 0.014 0.026 0.033 0.032 0.036 0.006 0.003 0.003 0.007

KLBF 0.023 0.002 0.0003 0.0004 0.0007 0.0005 0 0 0 0.0002

MERK 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

PYFA 0.007 0.012 0.017 0.038 0.033 0.016 0.01 0.018 0.034 0.101

TSPC 0.0002 0.0005 0.0007 0.001 0.001 0.001 0.0006 0.0007 0.0007 0.001

MRAT 0.005 0.005 0.004 0.004 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.026

TCID 0 0 0 0 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0003 0.0008

UNVR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

KDSI 0.443 0.794 0.347 0.331 0.313 0.337 0.219 0.147 0.036 0.224

KICI 0.914 0.824 0.971 0 0.013 0.311 0.014 0.044 0.033 0.004

LMPI 0.999 0 0.038 0.024 0.059 0.035 0.086 0.137 0.308 0.484

Sumber: Hasil Penelitian (2014) (data diolah)

Correlations

Suku Bunga SBI Inflasi Nilai Tukar PDB Suku Bunga SBI Pearson Correlation 1 .879** -.111 -.282**

Sig. (2-tailed) .000 .065 .000

N 280 280 280 280


(5)

Sig. (2-tailed) .000 .683 .044

N 280 280 280 280

Nilai Tukar Pearson Correlation -.111 .025 1 -.446**

Sig. (2-tailed) .065 .683 .000

N 280 280 280 280

PDB Pearson Correlation -.282** -.121* -.446** 1

Sig. (2-tailed) .000 .044 .000

N 280 280 280 280

Pengangguran Pearson Correlation .836** .650** -.242** -.400**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000

N 280 280 280 280

Pi Pearson Correlation .109 .086 -.044 -.093

Sig. (2-tailed) .068 .150 .464 .122

N 280 280 280 280

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

Pengangguran Pi Suku Bunga SBI Pearson Correlation .836** .109

Sig. (2-tailed) .000 .068

N 280 280

Inflasi Pearson Correlation .650** .086 Sig. (2-tailed) .000 .150

N 280 280

Nilai Tukar Pearson Correlation -.242** -.044 Sig. (2-tailed) .000 .464

N 280 280

PDB Pearson Correlation -.400** -.093 Sig. (2-tailed) .000 .122

N 280 280


(6)

Sig. (2-tailed) .004

N 280 280

Pi Pearson Correlation .171** 1

Sig. (2-tailed) .004

N 280 280

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS versi 17.0 (2014)