DUA PULUH

DUA PULUH

MASUKNYA Stella memang benar-benar mengubah permainan Tim Junior. Sebagai center , Stella punya segalanya. Teknik, akurasi menembak, dan stamina yang prima. Apalagi dia baru main di quarter ketiga, jadi tenaganya masih fresh.

Nggak heran, Tim Junior mampu menipiskan ketinggalan. Dari 30-17 pada awal quarter ketiga, diperkecil hingga 39-31. Delapan angka lagi, mereka bisa menyamakan kedudukan. Angka yang didapat Tim Junior bukan cuman berasal dari Stella, tapi juga Vira, Stephanie, bahkan Alexa. Permainan cepat yang diperlihatkan Tim Junior juga membuat lawan kelabakan dan sedikit panik. Nggak heran kalo banyak foul yang dibuat Tim Senior yang merupakan keuntungan bagi Tim Junior.

“Kenapa sih kalian!? Ayo semangat!” seru Lusi memberi semangat pada teman- temannya. “Pemain baru itu... ternyata dia hebat juga...,” tanpa sadar Dini memuji lawannya, setelah temannya melakukan foul terhadap Alexa hingga menghasilkan tembakan bebas bagi Tim Junior.

“Bukan pemain baru itu yang hebat. Kemampuannya nggak jauh beda dengan yang lain...,” tukas Lusi. “Trus, kenapa mereka mendadak jadi hebat gitu? Emang mereka pake doping?”

“Nggak tau kenapa, seolah-olah mereka mendapat kekuatan baru. Lo nggak liat kemampuan yang lain juga jadi meningkat? Seakan-akan tadi mereka belum ngeluarin kemampuan merek a,” kata Lusi.

Ucapan Lusi ada benarnya. Sekarang mereka nggak seperti menghadapi Tim Junior, tapi menghadapi lawan yang punya kelas yang sama. Dua kali tembakan bebas Alexa masuk, menghasilkan angka 39-33. Enam angka lagi selisih angka kedua tim. Sorak-sorai terdengar di kubu Tim Junior. Dini memegang bola. Dribel sebentar, dia mengoper pada Lusi. Alexa coba mengganggu gerakan Lusi, tapi cewek itu lebih sigap. Dengan skill-nya, dia berhasil melewati hadangan Alexa dan terus mendribel hingga melewati garis tengah lapangan, dan Stella mencoba menghadangnya. Duel dua center kembali terjadi, dan nggak seperti sebelumnya. Duel dua center kembali terjadi, dan nggak seperti sebelumnya, kali ini Stella berhasil memenangi duel tersebut.

Steal! Dan turn over! Tanpa banyak gerakan, Stella langsung mengoper bola pada Vira yang datang

dari arah belakang. “Defend!” seru Lusi memberi komando. Suaranya udah terdengar serak dan nggak begitu lantang lagi, salah satu indikasi bahwa stamina Lusi udah terkuras juga, karena dia satu-satunya pemain Tim Senior yang belum pernah digantikan sampai quarter ketiga ini. Makanya dia bisa kalah duel ama Stella.

Dengan dibayang-bayangi Ilana, Vira membawa bola menyisiri sisi kiri lapangan lawan, bertukar posisi dengan Alexa yang mundur ke belakang. Dewi coba membantu temannya hingga sekarang posisi Vira terjepit.

“Tembak, Vir!” seru Stephanie. Vira udah berhenti dan menangkap bola, hingga dia nggak mungkin lagi meneruskan mendribel, atau akan terkena double. Dia harus mengoper bola atau menembak ke ring, dan kedua pilihan itu nggak mudah, sementara dua pemain lawan terus mengganggunya.

Di luar dugaan, Vira mengangkat tangan kirinya dan jarinya membentuk huruf O. Nggak ada yang tau apa artinya, sampai Vira bersiap melakukan posisi menembak. Saat Dewi berusaha memblok tembakan Vira, secara nggak terduga Vira Di luar dugaan, Vira mengangkat tangan kirinya dan jarinya membentuk huruf O. Nggak ada yang tau apa artinya, sampai Vira bersiap melakukan posisi menembak. Saat Dewi berusaha memblok tembakan Vira, secara nggak terduga Vira

Mulanya nggak ada yang tahu kenapa Vira tiba-tiba melempar bola ke tengah lapangan tanpa melihat arah lemparannya, sampai seseorang yang berada di tengah lapangan menangkap bola yang dilemparkan Vira.

Vira melakukan blind pass dan yang menangkap bolanya adalah Stella! Belum sempat kekaguman lawan atas blind pass yang dilakukan Vira, Stella

langsung berlari menuju ring, dan tanpa terkawal dia melakukan lay-up manis. 39-35! Gor Padjadjaran kembali bergemuruh dengan sorak-sorai pendukung Tim

Junior. Walau cuman beberapa orang plus pemain cadangan, sorakan mereka memberikan keriuhan tersendiri. Bahkan Pak Isman pun sampai bertepuk tangan menyambut aksi Vira dan Stella.

“Saya belum pernah melihat yang seperti tadi,” komentar Pak Nurdin. “Saya pernah melihatnya, walau sudah lama. Itu memang salah satu kebisaan

mereka, terutama Vira,” sahut Pak Isman.

“Untung lo masih ingat kode kita dulu...,” kata Vira pada Stella. Stella nggak menanggapi ucapan Vira. Dia cuman mendengus pelan.

Mira berhasil menambah angka untuk Tim Senior melalui jumping shot-nya. Tapi Tim Junior balik membalas melalui tembakan tiga angka Sita yang masuk menggantikan Hanna.

“Time-out, Lus!” Dini minta Lusi sebagai Kapten Tim Senior supaya mengajukan time-out . Tapi Lusi nggak menggubris permintaan Dini. “Tanggung... tinggal tiga menit lagi.” Lusi memberi alasan.

Sebetulnya permintaan Dini itu wajar. Karena walaupun masih unggul 41-38, sejak awal quarter ketiga permainan Tim Senior nggak berkembang, kalo nggak bisa dibilang menurun. Mereka terus mendapat tekanan dari para junior dan keunggulan angka yang cukup jauh berhasil dipangkas. Dalam permainan basket, jika suatu tim mendapat tekanan terus-menerus dari lawan, atau strategi yang dijalankan nggak berhasil, time-out adalah jalan terbaik. Para pemain bisa beristirahat sejenak sambil merencanakan strategi berikutnya, atau sekadar menarik napas, menenangkan mental para pemain yang biasanya jadi down kalo ditekan tim lawan terus-terusan.

Tapi selama quarter ketiga ini, Tim Senior nggak pernah meminta inisiatif time- out . Inisiatif selalu diambil oleh Tim Junior yang udah minta dua kali time-out. Mereka cuman berulang kali mengganti pemainnya, tapi tetap menerapkan strategi bermain yang hampir sama.

Giliran Tim Senior menyerang. Lusi yang mendapat operan bola dari Clara memutuskan untuk mencoba menerobos pertahanan Tim Junior sendirian. Dari garis tengah dia membawa bola mendekati area three point shot Tim Junior. Selain itu dia masih penasaran dengan duel terakhirnya melawan Stella. Duel dua center kembali terjadi. Lusi kali ini nggak mau kecolongan lagi. Dia berusaha mengecoh Stella dengan melakukan gerakan ke kanan. Tapi Stella nggak mau terpancing. Dia malah melepas Lusi, dan berikutnya giliran Vira yang menghadang.

“Oper, Lus!” seru Mira. Tapi entah apa yang ada di pikiran Lusi, dia kembali mencoba melewati Vira.

Dengan skill individunya, Lusi memutar badannya sambil mendribel. Dan aneh, seperti juga Stella, Vira juga melepas Lusi, nggak mau berduel dengannya.

Apa-apaan ini? tanya Lusi dalam hati sambil terus membawa bola. Pertanyaan Lusi terjawab saat Stella kembali menghadangnya. Kali ini Stella

nggak melepasnya seperti tadi, tapi terus menempel Lusi. “Oper...!” Teriakan teman-temannya seakan nggak didengar Lusi. Dia sibuk berusaha

lepas dari tempelan Stella. Sementara waktu terus berjalan. Lusi harus segera menembak bola ke ring atau dia akan terkena shot violation.

Dengan susah payah, Lusi berhasil lepas dari hadangan Stella. Dia kemudian langsung menuju ring dan siap memasukkan bola, saat tiba-tiba dia merasa ada sesuatu yang aneh.

Mana bolanya? Ternyata Lusi udah nggak memegang bola. Benda bulat berwarna oranye itu

sekarang ada dalam genggaman Stella. Bagaimana bisa? Kapan dia merebut bola? Lusi berusaha merebut kembali bola dari Stella, tapi langkahnya tiba-tiba terasa

berat. Sementara itu Stella langsung melemparkan bola ke depan, ke arah Stephanie. Stephanie berduel dengan Dewi di udara untuk mendapatkan bola operan Stella. Nggak ada yang mendapat bola karena secara nggak terduga Stephanie cuman mendorong bola kembali ke tengah lapangan, tempat seseorang udah siap menanti...

Vira? Vira menerima bola muntahan hasil duel Stephanie versus Dewi dan langsung

menggiringnya menuju ring. Dia berhasil melewati Mira yang udah kecapekan, dan menembak langsung, membawa selisih angka kedua tim makin menipis. Tim Senior sekarang cuman unggul satu angka dari Tim Junior.

“Kamu kenapa sih? Beberapa menit terakhir ini kamu selalu maen sendiri!” tanya Mira dengan nada kesal pada Lusi saat quarter ketiga berakhir. Kedudukan saat ini adalah 41-40.

“Siapa yang maen sendiri?” elak Lusi. “Tadi apa buktinya? Kamu bisa oper ke yang lain, tapi kamu maksain untuk

masukin sendiri. Apa kamu nggak sadar mereka udah ngincer kamu?” Ucapan Mira membuat Lusi terperangah. “Ngincer aku? Maksud kamu?” “Heh... ternyata anak-anak junior itu nggak sebodoh yang kita kira. Mereka

cukup cerdik untuk terus ngincer kamu, satu-satunya pemain yang belum pernah cukup cerdik untuk terus ngincer kamu, satu-satunya pemain yang belum pernah

“Aku nggak kecapekan kok! Sumpah! Aku kuat maen sampe empat quarter tanpa diganti...” “Lusi... udah deh, jangan bandel. Sebaiknya kamu diganti dulu. Nanti di pertengahan quarter keempat, kamu bisa masuk lagi. Aku kira kalo saat ini ada pelatih di antara kita, mereka pasti bakal ngelakuin ini. Kamu terlalu capek.”

Ucapan Mira yang didukung pemain lain akhirnya membuat Lusi menyerah. Walau begitu, suasana mendung masih belum hilang dari wajahnya. “Akhirnya Lusi diganti juga tuh...,” kata Alexa. Vira tersenyum lebar. “Berarti strategi kita berhasil,” sahut Vira, “dengan keluarnya Lusi, kekuatan

mereka jadi berkurang, walau mungkin untuk sementara. Nanti kita tetapkan strategi yan gudah kita susun pada menit kelima.”

Quarter keempat pun dimulai.