Keberkahan dan Ancaman

Keberkahan dan Ancaman

Lewat tengah hari kami kembali sampai di pos Selo. Sop panas terasa nikmat sekali siang itu. Perjalanan menanjak saat pergi dan terus menurun saat pulang, cukup menguras tenaga dan membuat otot-otot kaki menjadi kaku. Latihan sebelum pendakian merupakan hal wajib agar mendaki gunung menjadi lebih menyenangkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rencanakan jadwal pendakian dengan matang, sehingga diketahui berapa lama akan di lapangan. Hal ini penting untuk persiapan membawa perbekalan dan perlengkapan. Mulailah mendaki dengan pelan, jangan langsung cepat, agar terjadi penyesuaian suhu tubuh dan suhu di luar, apalagi bila melakukan perjalanan malam. Bawalah makanan dan air minum yang cukup. Pakailah jasa porter bila tidak kuat membawa perbekalan dan perlengkapan berkemah. Pakailah sepatu yang nyaman untuk berjalan antara 12-16 jam. Bawa pakaian ganti, baju hangat tahan air dan tahan angin, sarung tangan, kaus kaki, serta jas hujan.

Saat turun dari puncak Merapi, janganlah berlari, terutama di medan berbatu lepas dan berpasir. Banyak kejadian, mereka yang berlari tak bisa mengerem laju larinya sampai Pasarbubrah, dan ada yang menemui azalnya karena kepalanya membentur batu besar. Jangan lupa membawa obat-obatan, tisu basah, dll. Jangan terlewat membawa catatan dan alat-alat dokumentasi. Matikan musik, nikmati irama alam dengan leluasa. Jangan sekali-kali membuang sampah di gunung. Bawa kembali bungkus makanan dan botol minuman ke bawah untuk dibuang ditempatnya.

Para pemuda yang tergabung dalam komunitas “Wisata Gunung api” di Desa Kinahrejo, merintis wisata menelusuri jejak letusan Merapi, seperti kawasan yang tersapu awan panas dan lahar dengan menggunakan jeep. Wisata ini sesungguhnya bentuk penyebarluasan informasi kegunungapian, khususnya Merapi. Para pemuda itu bila dibekali informasi tentang hal-ihwal Gunung Merapi, mereka akan menjadi penyampai informasi yang baik.

Misalnya dari mana batu-batu sebesar gajah sampai di tempat yang jaraknya sekitar 15 km. Bagaimana batu itu datang dan terhanyutkan. Apa, bagaimana, dan bahaya wedhus gembel, tentang lahar, dan hal lainnya, sehingga menjadi pengetahuan bagi para pengunjung. Informasi disampaikan dalam situasi yang menyenangkan, sambil mengunjungi situs-situs letusan Merapi, melaju di jalan bekas tambang pasir dan batu.

Kesegaran udara, kesuburan tanah, dan kelimpahan air, merupakan keberkahan alam yang terus dinikmati oleh warga di sekeliling Merapi. Namun, ketika gunung ini meletus membangun dirinya, abu, pasir, batu, selalu datang, bahkan sering menimbun peradaban. Dengan jarak letusan yang dekat, warga di sekeliling Merapi selalu berharap kepada Tuhan Yang Maha Melindungi, agar keberkahan alam terus adanya, dan dilindungi dari bahaya letusan gunung api.

Gunung Merapi, bukan hanya diperuntukan bagi para pendaki yang secara fisik masih kuat untuk berjalan selama tujuh jam, namun, gunung ini dipersembahkan juga bagi penikmat dan pengagum bentang alam. Melihat Gunung Merapi dari Punthuk Setumbu, misalnya. Dari puncak bukit, pengunjung dengan sabar menanti detik-detik matahari terbit, menyaksikan perubahan warna langit menjadi jingga yang membias di antara mega-mega. Menjelang matahari menghangatkan semesta, Candi Borobudur dan bukit-bukit di kaki Merapi, masih dalam belitan selimut kabut.

Dari kejauhan terlihat rumah-rumah sudah meniti lereng-lereng terjal Merapi, mereka ingin semakin dekat dengan kesuburan, namun sesungguhnya semakin dekat dengan sumber ancaman. Hidup selaras di gunung api adalah kunci, adil dalam menimbang, kapan mengolah keberkahan alam dan kapan harus menjauh dari ancaman. n

Penulis adalah anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok

Riset Cekungan Bandung .

Para pendaki merayapi lereng Merapi pada malam hari. Foto: Deni Sugandi

Pasarbubrah dibatasi dinding Pusunglondon. Foto: Deni Sugandi.

7° 30' 00" LS

7° 30' 00" LS

PETA GEOTREK SELO - PUNCAK MERAPI

110° 23' 30" BT

110° 30' 00" BT