Deskripsi Teori

2.1.4 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap diantara diputuskannya suatu kebijakan dengan munculnya konsekuensi-konsekuensi diantara orang-orang yang terkena kebijakan tersebut. Implementasi merupakan tahap yang krusial dalam proses Implementasi kebijakan merupakan tahap diantara diputuskannya suatu kebijakan dengan munculnya konsekuensi-konsekuensi diantara orang-orang yang terkena kebijakan tersebut. Implementasi merupakan tahap yang krusial dalam proses

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang penting dalam keseluruhan struktur dan proses kebijakan, karena melalui tahap ini dapat diketahui berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Didalam Implementasi kebijakan menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang hendak dicapai melalui berbagai cara dalam mengimplementasikannya sebagaimana yang diungkapkan Mazmanian dan Sabatier (1983:61) dalam Agustino (2006:139) implementasi kebijakan adalah :

” Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang- undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara

untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”

Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang kompleks dan rumit. Untuk dapat melukiskan kerumitan dalam proses implementasi kebijakan tersebut dapat dilihat dari definisi implementasi kebijakan yang berbeda diungkapkan oleh Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwa implementasi kebijakan, sebagai :

” Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatanya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata

– kata dan slogan- slogan yang kedengaranya mengenakan bagi telinga para – kata dan slogan- slogan yang kedengaranya mengenakan bagi telinga para

Kerangka lain mengatakan pendapat bahwa implementasi adalah tindakan yang dilakukan baik oleh kelompok pemerintah maupun swasta agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai sebagaimana diungkapkan oleh Metter dan Horn (1975) dalam Agustino (2006:139 ):

” Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijakan”. Dari tiga definisi yang telah dikemukanan dari beberapa tokoh mengenai

implementasi kebijakan tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut ( minimal ) tiga hal yaitu:

1) Adanya tujuan atau sasaran kebijakan

2) Adanya aktifitas atau kegiatan pencapain tujuan

3) Adanya hasil kegiatan Dari beberapa rangkaian definisi diatas dapat diartikan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kegiatan melakukan suatu kebijakan terdahulu, yang kemudian pelaksanaan kebijakan itu dilaksanakan untuk mengatasi pembangunan yang dibutuhkan masyarakat yang kemudian pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Hal ini sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart (2000:104) dalam Agustino (2006:139) menyatakan bahwa

”Implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-

tujuan yang ingin diraih.” Studi Implementasi kebijakan publik merupakan suatu kajian mengenai

pelaksanaan dari suatu kebijakan pemerintah. Setelah suatu kebijakan dirumuskan dan disetujui, langkah berikutnya adalah bagaimana agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuannya. Menurut Nugroho (2008:433)Dalam Bukunya Kebijakan Publik bahwa Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Adapun untuk mengimplementasikan kebijakan publik dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kejelasan Makna Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Program Intervensi

Proyek Intervensi

Kegiatan Intervensi

Sumber : Nugroho (2008:433)

Publik/masyarakat

Rangkaian di atas mermperlihatkan bahwa kebijakan Publik dalam bentuk Undang- Undang atau perda adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering di istilahkan sebagai peraturan pelaksana. Sedangkan peraturan publik yang bisa langsung operasional antara lain keppres, inpres, keputusan-keputusan kepala daerah, keputusan kepala dinas dan lainnya. Adapun rangkaian implementasi kebijakan Yaitu dimulai dari program, ke Proyek dan kekegiatan. Tujuan dari kebijakan publik pada prinsipnya melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri.

Dari beberapa definisi Implementasi Kebijakan dapat disimpulkan bahwa implementasi Kebijakan dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan guna mengatasi setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dimana kebijakan tersebut telah digariskan dalam sebuah bentuk peraturan atau keputusan.

2.1.5 Implementasi Kebijakan Model Edward III

Model Implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edward III disebut dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Menurut model yang dikembangkan oleh Edward III terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasikan suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi.

1. Faktor Sumber Daya Faktor suber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan,

karena bagaimanapun jelas konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu karena bagaimanapun jelas konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu

a) Staf : sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf/pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak kompeten di bidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan staf pelaksana kebijakan.

b) Informasi: dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk. Pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap regulasi pemerintah yang telah ditetapkan, implementor hatus mengetahui apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut patuh terhadap hukum.

c) Wewenang: kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam c) Wewenang: kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam

2. Faktor komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi

pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan melibatkan unsur manusia dan sumber daya yang akan selalu berurusan dengan permasalahan ”Bagaimana hubungan yang dilakukan”. Implemantasi yang efektif baru

akan terjdai apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya akan diperoleh melalui komunikasi yang baik, yang juga dari komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a) Transmisi: penyaluran komuikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi menyebabkan terjdainya salah pengertian (miskomunikasi).

b) Kejelasan: komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas, akurat, dan tidak ambigu, sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan (tidak tepat sasaran).

c) Konsistensi: perintah yang diberikan kepada implementor haruslah kosisten dan jelas. Karena apabila perintah sering berubah-ubah akan membingungkan pelaksana kebijakan, sehingga tujuan dari kebijakan tidak akan tercapai.

3. Faktor Disposisi (Sikap) Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan

kebijakan. Dalam implemtasi kebijakan menurut Edward III , jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk mengimplemenatsikan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal-hal pentig yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi menurut Edward

III, antara lain:

a) Pengangkatan birokrat: pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memilki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. Disposisi atau sikap para implementor yang tidak mau melaksanakan kebijakan yang telah ditepkan akan menimbulkan hambatan-hambatan bagi tercapainya tujuan dari pengimplementasian kebijakan.

b) Insentif: Edward III menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mnegatasi kecenderungan sikap para pelaksana kebijakan adalah dengan memanipulasi insentif. Pada umumnya, orang bertindak berdasarkan kepentingan mereka sediri, maka manipulasi insentif oleh pembuat kebijakan dapat mengurangi tindakan para pelaksana kebijakan. Deng menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin dapat memotivasi para pelaksana kebijakan untuk dapat melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau organisasi.

4. Faktor Struktur Organisasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat ketidakefisienan struktur birikrasi yang ada. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kejasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yan g baik.

Menurut Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebi baik, yaitu dengan melakukan standar operating prosedurs (SOP) dan fragmentasi.

a) Standar operating prosedurs (SOP): adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pelaksana kebijakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan setiap hari dengan standart yang telah ditetapkan.

b) dan fragmentasi: adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit.

2.1.6 Pengertian Penduduk

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi Fertilitas (Kelahiran)

Menurut Atmadji (2007:55) Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata Menurut Atmadji (2007:55) Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata

a. Lahir hidup (live birth): menurut UN & WHO, adalah suatu kelahiran seorang bayi tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, di mana si-bayi menunjukan tanda-tanda kehidupan, misalnya: bernafas, ada denyut jantungnya atau denyut tali pusat atau gerankan-gerakag otot.

b. Lahir mati (still birth): kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukan tanda-tanda kehidupan.

c. Abortus: kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang dari

28 minggu.

d. Masa reproduksi (Chidbearing age): masa di mana wanita mampu melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49) (2007: 55-56)

1. Mortalitas (Kematian) Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang kematian penting, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Mati adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

Data kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna perancangan pembangunan. Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa-jasa lainnya untuk kepentingan masyarakat. Data kematian juga diperlukan untuk kepentingan evaluasi terhadap program – program kebijakan penduduk.

2. Migrasi

Migrasi merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor – faktor pendorong dan penarik bagi orang – orang untuk melakukan migrasi, di pihak lain, komunikasi termasuk transportasi semakin lancar.

Menurut Munir (2007:114) migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara atau pun batas administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain.

2.1.7 Keluarga Berencana

2.1.7.1 Pengertian Keluarga Berencana

Keluarga Berencana menurut WHO (1970) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mengetahui kelahiran yang diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontorl waktu pada saaat kelahiran dalam hubungan dengan suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Sedangkan menurut BKKBN (1998) keluarga berncana artinya mengatur jumlah anak sesuai kehendak anda dan mengatur sendiri kapan anda ingin hamil atau salah satu usaha masalah kependudukan sekaligus merupakan bagian terpadu dalam program pembagunan nasional yang bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, budaya penduduk Indonesia agar dapt dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.

Keluarga Berencana (KB) adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga serta dan bangsa pada umumnya, meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehinga pertambahan pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan produksi. Keluarga Berancana merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak (spasing) atau membatasi (limting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan keamanan medis serta kemingkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity).

Dari beberapa definisi diatas mengenai Keluarga Berencana (KB), maka peneliti menarik kesimpulan bahwa Keluarga Berencana adalah perencanaan pasangan suami istri untuk mengatur dan menentukan jumlah anak yang diinginkan yang dilakukan secara berkelanjutan agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Keluarga Berencana juga merupakan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa serta menekan pertumbuhan penduduk agar terciptanya kesejahteraan.

2.1.7.2 Tujuan dan Manfaat Keluarga Berencana

1. Tujuan Keluarga Berencana

Program keluarga berencana adalah program nasional yang bertujuan untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk tersebut. Selain itu terdapat beberapa tujuan lain yang dapat dicapai dengan program keluarga berencana, yaitu:

a. Mengingkatkan kesejahteraan ibu dan anak

b. Meningkatkan harapan hidup

c. Mengurangi angka kematian bayi c. Mengurangi angka kematian bayi

sumber daya manusia Indonesia sehigga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan produksi nasional.

2. Manfaat Keluarga Berencana

Program keluarga berncana ini banyak memberi manfaat terutama bagi ibu yang sedang hamil. Dengan program ini kita dapat mengatur jumlah dan jarak kehamilan sesuai dengan keiinginan, sehingga kesehatan ibu dapat terjamin secara medis atas program keluarga berncana yang ikuti dan sarankan.

Dengan keluarga berncana maka dapat mencegah munculnya bahaya akibat:

a. Kehamilan terlalu dini

b. Kehamilan yang terlambat

c. Kehamilan yang terlalu dekat jaraknya

d. Kehamilan yang terlalu sering Kehamilan seperti ini data menimbulkan bahaya kematian bagi ibu dan bayinya. Namun, dengan program keluarga berncana, hal ini dapat dicegah sehingga kesehatan ibu terjamin. Dengan membatasi jumlah anak, maka juga akan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena dengan jumlah anak berkurang dibandingkan dengan keluarga yang memiliki banyak anak.

2.1.7.3 Sasaran Program dan Ruang Lingkup KB

1. Sasaran Program KB

Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2009-2014 yang meliputi:

1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun.

2. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.

3. Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6 persen.

4. Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.

5. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien.

6. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun.

7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.

8. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera-1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.

9. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan Program KB Nasional.

2. Ruang Lingkup KB

Ruang lingkup KB antara lain: Keluarga berencana; Kesehatan reproduksi remaja; Ketahanan dan pemberdayaan keluarga; Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas; Keserasian kebijakan kependudukan; Pengelolaan SDM aparatur; Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan; Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.

2.1.7.4 Kebijakan dan Program-Program Keluarga Berencana

Menurut Rencana Strategi (Renstra) BPMPKB TA 2009, kebijakan dalam program-program Keluarga Berencana adalah sebagai berikut: Kebijakan Bidang Keluarga Berencana (KB), adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan akses informasi dan kualitas pelayanan KB dan KR.

b. Meningkatkan akses pria terhadap informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan KB dan KR.

c. Meningkatkan pembinaan KIE dan pelayanan kesehatan reproduksi guna penaggulangan masalah kesehatan reproduksi.

d. Meningkatkan pembinaan dan mengintegrasikan informasi dan pelayanan konseling bagi remaja tentang kehidupan seksual yang sehat, HIV/AIDS, NAPZA, dan perencanaan perkawinan melalui kegiatan pembinaan kelompok remaja dan instansi masyarakat lainnya.

e. Meningkatkan ketahanan keluarga dalam kemapunan penguasaaan penumbuhkembangan anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi, anak dan remaja, serta pembinaan lingkungan keluarga secara terpadu melaui kelompok kegiatan bina keluarga dan pendidikan anak usia dini.

f. Meningkatkan pemberdayaan ekonomi keluarga dalam kegiatan usaha ekonomi produktif, termasuk pengetahuan dan keterampilan usaha, serta fasilitas dalam mengakses sumber modalnya.

g. Memaksimalkan upaya-upaya advokasi, promosi dan KIE keluarga berncana dan memberdayakan untuk peneguhan dan kelangsungan program serta pembinaan kemandidrian institusi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan KB.

h. Meningkatka kualitas pengelolaan manajemen pembangunan keluarga berncana, termasuk pengelolaan SDM, data dan informasi.

(RENSTRA KB B PMPKB Kota Serang, 2009 ) Program pelayanan Kontrasepsi, sasaran tercapainya target perolehan peserta KB baru maupun akseptor aktif. Kegiatan:

1. Pelayanan konseling KB

2. Pelayanan pemasangan kontrasepsi

3. Pengadaan alat kontrasepsi

4. Pelayanan KB Medis Oprasi. (RENSTRA KB BPMPKB Kota Serang, 2009)

2.1.7.5 VISI BPMPKB

“Terwujudnya masyarakat yang mandiri, Perempuan dan Anak Berkualitas, Semmua Keluarga Ikut Kel urga Berncana dan Sejahtera”

(RENSTRA KB BPMPKB Kota Serang, 2009:20).

2.1.7.6 MISI BPMPKB

1. Terwujudnya kemapuan dan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan

2. Mewujudkan keadilan dan kesejahteraan gender dan pengarusutamaan HAk anak serta perlindungan bagi perempuan dan anak.

3. Mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (RENSTRA KB BPMPKB Kota Serang, 2009:20-21).

2.1.7.7 Jenis-Jenis Kontarasepsi

A. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata „kontra‟ yang berarti mencegah/menghalangi dan „konsepsi‟ yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.

Tingkat efektivitas dari kontrasepsi tergantung dari usia, frekuensi melakukan hubungan seksual dan yang terutama apakah menggunakan kontrasepsi tersebut secara benar. Banyak metode kontrasepsi yang memberikan tingkat efektivitas hingga 99 % jika digunakan secara tepat. Jenis kontrasepsi yang ada saat ini adalah : kondom (pria atau wanita), pil (baik yang kombinasi atau hanya progestogen saja), implan/susuk, suntik, patch/koyo kontrasepsi, diafragma dan cap, IUD dan IUS, serta vasektomi dan tubektomi.

B. Jenis- Jenis kontrasepsi

Yang dibahas disini adalah jenis kontarsepsi yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu:

1. Kondom Kondom merupakan jenis kontrasepsi penghalang mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan infeksi penyakit kelamin dengan cara mengentikan sperma untuk masuk ke dalam vagina. Kondom pria dapat terbuat dari latex (karet), polyurethane (plastik), sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane. Pasangan yang mempunyai alergi terhadap latex dapat menggunakan kondom yang terbuat dari polyurethane. Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan efektivitas kondom wanita antara 79-95 %.

2. Suntik Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon progestogen yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi oleh wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut mencegah wanita untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan yang menyarankan penggunaan kondom pada minggu pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100 orang yang menggunakan kontrasepsi suntik dapat mengalami kehamilan pada tahun pertama pemakaiannya.

3. Implan Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat 3. Implan Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat

4. IUD & IUS IUD (intra uterine device) merupakan alat kecil berbentuk seperti huruf T yang lentur dan diletakkan di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek kontrasepsi didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di badan IUD. IUD merupakan salah satu kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia. Efektivitas IUD sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak memberikan perlindungan bagi penularan penyakit menular seksual (PMS).

Saat ini sudah ada modifikasi lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine system), bila pada IUD efek kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga dan dapat efektif selama 12 tahun maka pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui pelepasan hormon progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD dan IUS mempunyai benang plastik yang menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut dapat teraba oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat dari luar vagina. Disarankan untuk memeriksa keberadaan benang tersebut setiap habis menstruasi supaya posisi IUD dapat diketahui.

5. Pil Kontrasepsi ( Pil KB ) Pil kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen & progestogen) ataupun hanya berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja 5. Pil Kontrasepsi ( Pil KB ) Pil kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen & progestogen) ataupun hanya berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja