IMPLIKASI KEBIJAKAN

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Perlambatan laju pertumbuhan produktivitas padi sawah di Jawa dapat menimbulkan masalah pangan di masa yang akan datang karena Jawa merupakan penyumbang terbesar produksi padi sawah secara nasional dan sebagian besar peningkatan produksi padi sawah tersebut bersumber dari peningkatan produktivitas usahatani. Untuk memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat sebagian kebutuhan beras memang dapat dipenuhi melalui impor tetapi kebijakan tersebut dapat merugikan stabilitas ketahanan pangan nasional karena pasar internasional beras memiliki variabilitas tinggi. Dalam rangka mengantisipasi perlambatan laju pertumbuhan produktivitas padi sawah di Jawa maka diperlukan beberapa kebijakan yang dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Dalam jangka panjang kebijakan kedepan perlu diarahkan untuk menggeser sentra

produksi padi dari Jawa ke luar Jawa. Kebijakan ini diperlukan mengingat peluang peningkatan produksi padi sawah di Jawa, baik melalui peningkatan luas panen maupun peningkatan produktivitas usahatani, semakin terbatas. Peningkatan luas panen terkendala oleh konversi lahan sawah yang cenderung meningkat dan kegiatan pencetakan sawah yang semakin terbatas. Sedangkan peningkatan produktivitas terkendala oleh mutu usahatani yang relatif tinggi sehingga cukup sulit untuk ditingkatkan lebih jauh.

(2) Dalam rangka efisiensi upaya peningkatan produksi padi diperlukan kebijakan spesifik antara daerah Jawa dan luar Jawa. Dikotomi kebijakan juga diperlukan antara daerah sentra produksi dan daerah penyangga produksi padi. Sesuai dengan peluang yang tersedia upaya peningkatan produksi padi lebih diprioritaskan di daerah penyangga atau diluar Jawa. Sedangkan kebijakan di daerah sentra produksi atau di

Jawa lebih diarahkan untuk mempertahankan tingkat produksi yang sudah dicapai. Di daerah tersebut upaya peningkatan produksi lebih lanjut yang dapat ditempuh melalui intensifikasi pemanfaatan lahan dan penggunaan masukan usahatani perlu dihindari karena dapat mempercepat terjadinya kelelahan lahan.

(3) Selama ini pengendalian harga gabah merupakan salah satu instrumen kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas padi melalui peningkatan mutu usahatani. Di masa kedepan kebijakan tersebut kurang efektif karena mutu usahatani padi sawah yang dilakukan petani semakin sulit ditingkatkan lebih jauh, terutama di daerah sentra produksi. Berdasarkan hal tersebut maka dana subsidi pengendalian harga gabah sebaiknya dialihkan ke pembangunan jaringan irigasi dan pencetakan sawah baru khususnya di luar Jawa. Pembangunan jaringan irigasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi kendala yang dihadapi petani dalam rangka meningkatkan mutu usahatani.

(4) Di daerah penyangga produksi padi dan di luar Jawa peningkatan mutu usahatani dapat ditempuh melalui diseminasi teknologi usahatani yang sudah dikembangkan dewasa ini. Tetapi untuk daerah sentra produksi dan di Jawa diperlukan penyempurnaan teknologi usahatani yang pada intinya ditujukan untuk mengantisipasi gejala kelelahan lahan. Salah satu teknologi yang antisipatif terhadap gejala kelelahan lahan tersebut adalah teknologi pemupukan berimbang yang diantaranya menekankan penggunaan pupuk kandang. Dalam rangka diseminasi teknologi tersebut perlu dirumuskan pedoman pemupukan berimbang yang bersifat spesifik lokasi. Pedoman pemupukan tersebut perlu direvisi secara periodik 5-7 tahun sekali untuk mengantisipasi perubahan keseimbangan unsur hara yang disebabkan oleh kegiatan usahatani yang dilakukan petani. Dalam kaitan ini perdagangan pupuk majemuk juga perlu lebih dikendalikan untuk menghindari kesulitan petani dalam melakukan pemupukan secara berimbang, sesuai dengan pedoman pemupukan yang telah dirumuskan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana M.O, Sulaiman. F, Hurun A. M, Siregar M, Rachman B. 1997. Pengembangan Sistem Perbenihan Nasional. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor.

Anderson J.R and Hazell P.B.R. 1994. Variability in Grain Yields : Implications for Agricultural Research and Policy in Developing Countries. Internation Food Policy Research Institute. Johns Hopkins University Press. Baltimore, London.

Badan Pusat Statistik (BPS). 1999. Survey Sosial Ekonomi Nasional. Konsumsi Kalori dan Protein Rumah Tangga. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2001. Statistik Penggunaan Lahan di Jawa dan Luar Jawa. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Byerlee D. 1993. Modern Varieties, Productivity and Sustainability : Recent Experiences and Emerging Challenges. Proceedings of the XI Conference of the International Association of Agricultural Economists. Harare, 22-29 August.

De Datta S.K, Gomez K.A, Herdt R.W and Barker R. 1987. A Handbook on the Methodology for an Integrated Experiment-Survey on Rice Yield Constraints. The International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines.

De Datta S.K, Gomez K.A and Descalsota J.P. 1988. Changes in yield response to major nutrients and soil fertility under intensive rice cropping. Soil Science 146, 350-358.

Dey M.M and Hossain M. 1995. Yield potentials and modern rice varieties : an assessment of technological constraints to increase rice production. In : Proceedings of the Final Workshop of the Projections and Policy Implications of Medium and Long-term Rice Supply and Demand Project. Beijing, China, 23-26 April 1995.

Djunainah. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi 1943 - 1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Gomez R. 1998. Climate-Related Risk in Agriculture. A note prepared for the IPCC Expert Meeting on Risk Management Methods. Toronto, 29 April – 1 May 1998.

Herdt R.W and Capule C. 1983. Adoption, Spread and Production Impact of Modern Rice Varieties in Asia. The International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines.

Irawan B. 2002. Stabilization of Upland Agriculture Under El Nino-Induced Climatic Risk: Impact Assessment and Mitigation Measures in Indonesia. CGPRT Centre Working Paper No. 62.

Irawan B. dan Hendiarto. 2002. Analisis Kebijakan Investasi Pertanian. Didalam: Sudaryanto T (eds). Analisis Kebijakan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.

Irawan B. 2002. Kebijakan Penanggulangan Krisis Ekonomi dan Konsekuensinya Terhadap Peluang Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, SOCA , Vol.2 No.2. Juli 2002. Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Irawan B, Syafaat N, Sayuti R, Sri Wahyuni, Rahmanto B, Setiyanto A dan Hidayat D. 2002. Perumusan Program Peningkatan Produktivitas Padi. Biro Perencanaan dan Keuangan Deptan, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Pingali P.L, Hossain M and Gerpacio R.V. 1997. Asian Rice Bowls : The Returning Crisis International Rice Research Institute (IRRI). Manila, The Philippines.

Sudaryanto T, Hermanto, Pasandaran, E and Rosegrant M.W. 1992. Food situation and outlook for Indonesia. International Food Policy Research Institute in collaboration with Center for Agro-Socio Economic Research, Bogor. Indonesia.

Sunihardi. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993 - 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Sunihardi dan Hermanto. 2000. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1999 - 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Lampiran 1. Varietas padi sawah yang digunakan petani di Jawa menurut provinsi selama Tahun 1996-2000

Provinsi Varietas

Tahun

Daya produksi (t/ha)

Rasa nasi

pelepasan Minimal Maksimal Jabar Jateng Jatim Adil

5.00 6.00 0 0 1 Batang Anai

1991

kurang

4.50 10.00 0 1 0 Bengawan Solo

4.50 5.00 1 1 0 Cilamaya Muncul

4.00 5.00 0 1 0 Krueng Aceh

4.37 5.63 1 0 1 Way Apoboru

1989

sedang

5.00 8.00 1 1 1 Way Seputih

5.00 7.00 0 1 1 Keterangan : 1 = digunakan, 0 = tidak digunakan

1999

enak