HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Konversi Pakan

Rerata konversi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian adalah seperti disajikan pada tabel 6. Tabel 6. Rerata konversi pakan kelinci lokal jantan selama penelitian

Rerata (Treatments)

Perlakuan

Ulangan (Replications)

1 2 3 4 5 6 (Average) P0

8,49 9,38 Keterangan: x = mati (pada hari ke-38 karena sakit kembung)

Rerata konversi pakan kelinci lokal jantan yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut yaitu 7,98; 7,69; 7,08; dan 9,38. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konversi pakan kelinci berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan TRA sampai taraf 37,5% dari total konsentrat dalam ransum

(15% dari total ransum), tidak mempengaruhi nilai konversi pakan kelinci lokal jantan.

Pengaruh yang tidak nyata ini disebabkan karena penggunaan TRA sampai taraf 37,5% dari total konsentrat dalam ransum (15% dari total ransum), juga tidak mempengaruhi pertambahan berat badan dan konsumsi pakan, karena besar kecilnya nilai konversi pakan dipengaruhi oleh konsumsi pakan (BK) dan pertambahan badan harian ternak (Siregar et al., 1980). Grafik rerata konversi pakan kelinci selama penelitian terlihat pada Gambar 3.

Subtitusi tepung roti afkir

Gambar 4. Grafik rerata konversi pakan kelinci selama penelitian Gambar 4 menunjukkan bahwa rerata konversi pakan pada perlakuan

P1 dan P2 nilainya lebih baik dibanding dengan kontrol, sedangkan pada perlakuan P3 mempunyai nilai konversi yang paling tinggi dibandingkan perlakuan-perlakuan yang lain, berarti dibandingkan dengan perlakuan yang lain perlakuan P3 paling tidak efisien dalam penggunaan pakannya. Menurut Martawidjaya (1998) Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan menghasilkan pertambahan berat badan lebih tinggi dan lebih efisien penggunaan pakannya. Nilai kecernaan pakan yang rendah menyebabkan penggunaan pakan tidak efisien. Hal ini berarti efisiensi penggunaan pakan P1 dan P2 nilainya lebih baik dibanding dengan kontrol, sedangkan pada perlakuan P3 mempunyai nilai konversi yang paling tinggi dibandingkan perlakuan-perlakuan yang lain, berarti dibandingkan dengan perlakuan yang lain perlakuan P3 paling tidak efisien dalam penggunaan pakannya. Menurut Martawidjaya (1998) Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan menghasilkan pertambahan berat badan lebih tinggi dan lebih efisien penggunaan pakannya. Nilai kecernaan pakan yang rendah menyebabkan penggunaan pakan tidak efisien. Hal ini berarti efisiensi penggunaan pakan

D. Feed Cost per Gain

Rerata Feed cost per gain kelinci lokal jantan selama penelitian adalah seperti disajikan pada tabel 7. Tabel 7. Rerata Feed cost per gain kelinci lokal jantan selama penelitian

(Rp/kg) Perlakuan

Rerata (Treatments)

Ulangan (Replications)

1 2 3 4 5 6 (Average) P0

15.790,97 17.442,61 Keterangan: x = mati (pada hari ke-38 karena kembung) Rerata feed cost per gain selama penelitian untuk masing-masing

perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut yaitu yaitu Rp. 20.652,37; Rp. 18.910,93; Rp. 14.805,55; dan Rp. 17.442,61. Grafik rerata feed cost per gain kelinci lokal jantan selama penelitian terlihat pada Gambar 4.

p 17442,61 R (

p t 10000 s o

d e 5000

Subtitusi tepung roti afkir

Gambar 5. Grafik rerata biaya pakan (feed cost per gain) selama penelitian (Rp/kg).

Pada tabel 7 dan gambar 5 menunjukkan bahwa biaya pakan pada perlakuan P2 adalah yang paling efisien karena dengan konsumsi yang cenderung sama dapat menghasilkan pertambahan berat badan yang lebih tinggi dari perlakuan yang lain, sehingga menghasilkan nilai konversi pakan yang rendah. Karena nilai konversi pakan diperoleh apabila pada konsumsi yang sama menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Rasyaf, 1994), sehingga dapat menekan biaya pakan.

Pada perlakuan P2 terlihat paling efisien dibandingkan dengan perlakuan lain. Disebabkan karena dengan konsumsi pakan yang relatif sama menghasilkan pertambahan berat badan yang lebih tinggi sehingga menghasilkan nilai konversi pakan yang rendah dengan harga pakan yang rendah pula. Pada perlakuan P2 memberikan nilai feed cost per gain yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Untuk mengetahui pakan yang paling ekonomis dalam menghasilkan daging, perhitungannya berdasarkan harga pakan atas dasar bahan kering. Besarnya nilai feed cost per gain ini tergantung pada harga pakan dan efisiensi dalam penggunaan pakan untuk diubah menjadi daging.

Menurut Basuki (2002) yang disitasi Fianti (2004) untuk mendapatkan feed cost per gain rendah maka pemilihan bahan pakan untuk menyusun ransum harus semurah mungkin dan tersedia secara kontinyu atau dapat juga menggunakan limbah pertanian yang tidak kompetitif. Feed cost per gain dinilai baik apabila angka yang diperoleh serendah mungkin, yang berarti dari segi ekonomi penggunaan pakan efisien.