Latar belakang masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis S. scabiei. 1-3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan S. scabiei. 1,4,5 Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6 - 27 dari populasi umum. 6,7 Skabies menyerang semua ras dan kelompok umur dan yang tersering adalah kelompok anak usia sekolah dan dewasa muda remaja. 1,6,7 Pada penelitian yang dilakukan Inair I dkk pada tahun 2002 terhadap 785 anak sekolah dasar di Turki, diperoleh 17 anak 2,2 menderita skabies. 8 Penelitian potong lintang yang dilakukan oleh Ogunbiyi AO dkk pada tahun 2005 terhadap 1066 anak sekolah dasar di Ibadan, Nigeria, menunjukkan 50 anak 4,7 menderita skabies. 9 Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia KSDAI tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah 5-14 tahun sebesar 54,6. 6 Data dari pesantren Oemar Diyan tahun 2005, menunjukkan sebanyak 287 38,5 penderita skabies dari 745 santri. Di pesantren Al-Falah tahun 2006, 108 17,3 santri menderita skabies dari 625 santri sedangkan di pesantren Ulumul Qu’ran, 125 19,2 santri menderita skabies dari 650 santri. 10 Di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari – Desember 2008, dari total 4.731 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 139 2,94 Universitas Sumatera Utara diantaranya di diagnosis dengan skabies, dan 57 41 diantaranya berumur 6-18 tahun usia sekolah. Pada periode Januari – Desember 2009, dari total 5369 pasien, 153 2,85 merupakan pasien dengan diagnosis skabies, dan 54 35,3 diantaranya berumur 6-18 tahun usia sekolah. Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal yang hebat. 11-15 Pada awalnya gatal bersifat lokalisata dan ringan yang kemudian seiring bertambahnya penyebaran tungau melalui migrasi atau akibat garukan, rasa gatal menjadi generalisata. 16,17 Gatal biasanya semakin hebat pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur sehingga pada pagi harinya anak tampak lelah dan lesu. 6,7,13-15,18,19 Pada siang hari, rasa gatal biasanya menetap namun dapat ditoleransi. 20 Rasa gatal disebabkan oleh aktivitas tungau yang menimbulkan iritasi dan skibala tungau yang bersifat antigenik. 6,11,13,21,22 Pada anak sekolah hal ini tentunya menganggu konsentrasi belajar anak karena adanya keinginan untuk menggaruk. 23 Rasa lelah dan lesu akibat gangguan tidur juga akan berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan anak seperti proses belajar di sekolah. 24 Semua ini pada akhirnya akan memberikan dampak terhadap prestasi belajar anak. Pada penelitian yang dilakukan Jackson A dkk pada tahun 2007 di Alagoas, Brazil, diperoleh 196 9,8 penderita skabies dari 2005 orang. Seratus empat puluh dua 72,4 dari 196 penderita mengalami gangguan tidur, terutama disebabkan rasa gatal. 25 Tingginya angka kejadian skabies di pesantren mungkin menyebabkan merasa terganggunya santri dalam proses belajar, sehingga dapat mengakibatkan prestasi belajarnya menurun. Berdasarkan data dari tiga pesantren yaitu pesantren Oemar Diyan, Al-Falah, dan Ulumul Qu’ran di kabupaten Aceh Besar pada tahun 2006, dari 520 santri yang menderita skabies, diperoleh 15,5 santri yang nilai raportnya menurun bahkan diantaranya tinggal kelas dan tidak lulus ujian akhir. 10 Universitas Sumatera Utara Dari pemaparan di atas, tampaknya ada pengaruh skabies terhadap prestasi belajar. Namun sampai saat ini belum ada penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi belajar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh skabies terhadap prestasi belajar.

1.2 Rumusan masalah