6. Evaluasi evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden Notoatmodjo, 2003.
b. Perilaku dalam bentuk Sikap
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berprestasi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berprilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimunus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat, dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya.
Menurut Newcomb, yang dikutip Notoatmodjo 1993 salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan reaksi terbuka atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku tindakan atau reaksi tertutup. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
1. Menerima receiving
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.
Universitas Sumatera Utara
2. Menanggapi responding
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3. Mengahargai valuing
Menghargai diartikan subjekatau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan
orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain merespons. 4.
Bertanggung jawab responsible Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan.Pertanyaan secara langsung juga dapat
dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “ tidak setuju “ terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu.
c. Perilaku dalam bentuk Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Untuk mewujudkan sikap ,menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apayang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau
disikapinya dinilai baik. Inilah yang disebut pratik practice kesehatan. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kwalitasnya, yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Praktik terpimpin guided response
Apabila suatu subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme mechanism
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mem[praktikan sesuatu hal secara otomatis, maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
3. Adopsi adoption
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,atau
bulan yang lalu recall. Pengkuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden Notoatmodjo, 2005.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Green bahwa factor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :
1. Faktor-faktor redisposisi disposing factors, adalah faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor-faktor pemungkin enabling factors, adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. 3.
Faktor-faktor penguat reinforcing factors, adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
2.2 Perilaku Makan Remaja
Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman secara instansi manusia dengan lingkungan yang berwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku makan adalah cara seseorang berfikir, berpengetahuan dan
berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam perasaan dan pandangan itu dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika keadaan itu
terus menerus berulang maka tindakan tersebut akan menjadi kebiasaan makan Khumaidi, 1994.
Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada usia ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun
psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makan apa yang
dikonsumsi yang sangat berpengaruh terhadap keadaan gizi seorang remaja.
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja sangat peduli atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan
Universitas Sumatera Utara
fisiologis tubuh yang kadangkala menggangu. Biasanya hal ini lebih sering dialami oleh remaja putri daripada remaja putra. Bagi remaja
putri mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah gemuk apabila mengonsumsi makanan yang
berkalori tinggi Raymond, 2000.
Adapun perilaku makan dalam hal pola makan yang ditunjukkan remaja adalah mengonsumsi makanan fast food cepat saji. Kini makanan fast food telah
menjadi bagian dari perilaku sebagian anak sekolah dan remaja di luar rumah diberbagai kota. Jenis makanan siap santap fast foodyang berasal dari negara barat
seperti KFC, hamburger, pizza dan berbagai jenis makanan berupa kripik junk food sering dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal fast
food dan junk food mempunyai kandungan tinggi kalori, karbohidrat dan lemak, jika
makanan fast food dan junk food dikonsumsi dalam jangka panjang dapat menyebabkan obesitas Mudjianto, 1993.
Berdasarkan hasil penelitian Padmiari 2005 terhadap konsumsi fast food di Denpasar. Ternyata prevalensi obesitas di Denpasar cukup tinggi 13,6.
Prevalensi obesitas lebih tinggi di sekolah swasta 18,2 daripada di sekolah negeri 12,4. Semakin beranekaragaman jenis fast food yang dikonsumsi, semakin tinggi
pula resiko seseorang menderita obesitas. Anak yang memperoleh intake energi dari fast food
sebanyak 75 lebih berpeluang untuk menjadi obesitas daripada anak yang memperoleh intake energi yang dikonsumsi dari fast food, semakin tinggi resiko
obesitas seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pola Makan