Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, JUMLAH PENDUDUK DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN

SKRIPSI Diajukan Oleh : IDA ROULI T MANIK

070501060

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2011


(2)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Penanggung Jawab Skripsi Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tanggal,___________________

Pembimbing

(Drs. Murbanto Sinaga, MA) NIP: 19600418 198703 1 002


(3)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Berita Acara Ujian

Hari : Jumat

Tanggal : 3 Juni 2011

Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan

Ketua Program Studi Pembimbing

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D Drs. Murbanto Sinaga, MA NIP: 19710503 200312 1 003 NIP: 19600418 198703 1 002

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. lic. Rer. Reg Sirojuzilam, SE Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si


(4)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Persetujuan Administrasi Akademik Nama : Ida Rouli T Manik

NIM : 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan

Tanggal,___________________ Ketua

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D NIP: 19710503 200312 1 003

Tanggal,___________________ Dekan

Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP: 19550810 198303 1 004


(5)

ABSTRACT

This research entitled "The Influence of Government Expenditure, Population and Industry Value Added of Economic Growth in South Tapanuli Regency". This research uses data series from 1989 until 2009. The purpose of this research is to know the effect of government expenditure, population and industry value added to economic growth in South Tapanuli Regency.

This research uses a multiple linear regression. Data are used is annual time series from 1989 until 2009 with OLS (Ordinary Least Square) approach method and to process the data used E-Views 5.1.

The result of estimation show that all independent variables can explain the dependent variable as much as 94,62%, while 5,38% can be explained by other variables that are not in the model. Based from the result of estimation, so hypothesis which states that government spending, population, industry value added have positive influence on economic growth in South Tapanuli Regency can be accepted.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Population, Industry Value Added.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Penelitian ini menggunakan data series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah time series tahunan yaitu periode 1989-2009 dengan metode pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dan untuk mengolah data digunakan E-views 5.1.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 94,62%, sedangkan 5,38% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan hasil estimasi ini, maka hipotesa yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat diterima.

Kata kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk, dan Nilai Tambah Industri.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana di program strata 1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada semua pihak terutama kepada :

1. Ayahanda D.M. Manik dan Ibunda tersayang Os. Rajagukguk yang selalu memberikan doa, perhatian, didikan, nasihat dan dukungan yang tak habis-habisnya kepada penulis. Sehingga penulis selalu tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Bapak Wahyo Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua, dan kepada Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si, selaku Sekertaris Depertemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irysad Lubis SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua, dan kepada Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan kritikan selama dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. lic. Rer. Reg Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji I yang telah memberi saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh staff pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Kakak penulis satu-satunya Ira Yanti A Manik, S.Pd dan saudara-saudara penulis ( Isnesia, Maria, Linda, Ernesth, b’Arisandy, Nita, Febri, Arly, Willy, Era, dan teman-teman EP lainnya) sebagai rasa sayang, perhatian, doa dan semangat yang diberikan dalam penyelesain skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.


(9)

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2011 Hormat Saya

( Ida Rouli T Manik ) 070501060


(10)

D A F T A R I S I

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 7

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 8

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik ... 8

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 9

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik ... 11

2.1.2.4 Teori Schumpeter ... 13

2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.2 Pengeluaran Pemerintah ... 19

2.2.1 Pengeluaran Rutin ... 20

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan ... 20

2.2.3 Penentu-Penentu Pengeluaran Pemerintah ... 22

2.2.4 Fungsi Pengeluaran Pemerintah ... 24

2.3 Jumlah Penduduk ... 25


(11)

2.3 2 Pengaruh Pertambahan Penduduk dalam Pembangunan 26

2.4 Nilai Tambah Industri (besar/sedang) ... 27

2.4.1 Konsep Nilai Tambah dalam Konteks Makroekonomi .. 28

2.4.1.1 Konsep Haller dan Stolowy (1995) ... 28

2.4.1.2 Konsep Accounting System Haller dan Stolowy (1995) ... 28

2.4.2 Peranan Nilai Tambah Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 31

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.3 Pengolahan Data ... 31

3.4 Model Analisis Data ... 31

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 33

3.5.1 Koefisien Determinasi (R-square) ... 33

3.5.2 Uji F-statistik ... 33

3.5.3 Uji T-statistik ... 34

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 36

3.6.1 Uji Multikolinearitas ... 36

3.6.2 Uji Autokorelasi ... 36

3.7 Definisi Operasional ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 39

4.1.1 Kondisi Geografis ... 39

4.1.2 Kondisi Demografis ... 39

4.1.3 Kondisi Iklim dan Topografi ... 43

4.2 Gambaran Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan ... 45

4.2.1 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 46

4.2.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 50

4.2.3 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 52

4.2.4 Perkembangan Nilai Tambah Industri ... 54


(12)

4.3.1 Analisis Data ... 55

4.3.2 Interpretasi Model ... 56

4.4 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 58

4.4.1 Koefisien Determinasi (R-square) ... 58

4.4.2 Uji F-statistik ... 58

4.4.3 Uji T-statistik ... 59

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 63

4.5.1 Uji Multikolinearitas ... 63

4.5.2 Uji Autokorelasi ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman 4.1 Kecamatan, Ibukota Kecamatan dan Luas Wilayah Kecamatan

di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008 …………... 40 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis

Kelamin di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008 ………… 41 4.3 PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan ADHB 1989-2009 (Milyar Rp) 47 4.4 PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut lapangan Usaha

Tahun 2009 (Juta Rp) ………... 50 4.5 Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

1989-2009 (Milyar Rp) ... 51 4.6 Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

1989-2009 (Jiwa) ... 52 4.7 Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008 (Milyar Rp) ... 54 4.8 Nilai Tambah Industri Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun

1989-2009 (Milyar Rp) ... 55 4.9 Hasil estimasi ... 56


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Fungsi Pengeluaran Pemerintah …………..………... 25

3.1 Uji F-statistik ………..…... 34

3.2 Uji T-statistik ……….………... 35

3.3 Durbin-Watson ….………..…... 37

4.1 Struktur Ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (%) ………….…………... 49

4.2 Uji F-statistik ………..……...…... 59

4.3 Uji T-statistik Pengeluaran Pemerintah ……….... 60

4.4 Uji T-statistik Jumlah Penduduk ... 61

4.5 Uji T-statistik Nilai Tambah Industri ………... 62


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN JUDUL 1. Data Variabel Tahun 1989-2009 2. Hasil Uji Ordinary Least Square


(16)

ABSTRACT

This research entitled "The Influence of Government Expenditure, Population and Industry Value Added of Economic Growth in South Tapanuli Regency". This research uses data series from 1989 until 2009. The purpose of this research is to know the effect of government expenditure, population and industry value added to economic growth in South Tapanuli Regency.

This research uses a multiple linear regression. Data are used is annual time series from 1989 until 2009 with OLS (Ordinary Least Square) approach method and to process the data used E-Views 5.1.

The result of estimation show that all independent variables can explain the dependent variable as much as 94,62%, while 5,38% can be explained by other variables that are not in the model. Based from the result of estimation, so hypothesis which states that government spending, population, industry value added have positive influence on economic growth in South Tapanuli Regency can be accepted.

Keywords: Economic Growth, Government Expenditure, Population, Industry Value Added.


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”. Penelitian ini menggunakan data series dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2009. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah time series tahunan yaitu periode 1989-2009 dengan metode pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dan untuk mengolah data digunakan E-views 5.1.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 94,62%, sedangkan 5,38% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan hasil estimasi ini, maka hipotesa yang menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dapat diterima.

Kata kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk, dan Nilai Tambah Industri.


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang (Boediono, 1981:2).

Salah satu cara untuk menilai prestasi pertumbuhan ekonomi adalah melalui penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB dapat dihitung menurut harga yang berlaku yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun di mana PDB dihitung dan menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun dasar (base year) perbandingan (Sukirno, 2006:10). PDB untuk tingkat daerah disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 sampai triwulan III mencapai 4,2 persen. Sementara Pertumbuhan Ekonomi untuk Propinsi Sumatera Utara pada triwulan III tahun 2009 meningkat 4,97 persen, bila dibanding dengan triwulan III tahun 2008 (Secara kumulatif, pencapaian kinerja perekonomian Sumut Utara dari triwulan I tahun 2009 hingga triwulan III tahun 2009, dibandingkan dengan kumulatif triwulan sama 2008, naik 4,73 persen. Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan pada periode 2001 s/d 2003 relatif cukup tinggi dibandingkan periode 2003 s/d 2007. Hal ini disebabkan masih tergabungnya wilayah Padang Sidempuan dengan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan pada


(19)

tahun 2008 tumbuh sebesar 4,97 persen. Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007, dimana pada tahun 2007 masih tergabung Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. Pada tahun 2009 perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan tumbuh sebesar 4,05 persen. Pertumbuhan ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2008 dimana pada tahun 2009 terjadi perlambatan hampir semua sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yg sedikit melambat ini juga terjadi di daerah-daerah lain di Sumatera Utara pada umumnya (BPS, Tapsel Dalam Angka:2009).

Masih banyak faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan walaupun sektor ekonominya mengalami pelambatan. Yaitu pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk dan nilai tambah industri. Faktor-faktor ini juga merupakan beberapa elemen penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di suatu negara.

Pengeluaran pemerintah dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah yang boros akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Marganda & Sirojuzilam, 2008:95).

Menurut Sadono Sukirno (2006:430), penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah


(20)

tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Disamping itu perlu diingat pula, bahwa pengusaha adalah sebagian dari penduduk. Maka luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara juga bergantung kepada jumlah pengusaha dalam ekonomi. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu adalah lebih banyak, maka akan lebih banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Tapanuli selatan adalah sebesar 263.812 jiwa. Dan pada tahun 2009 jumlah penduduk Tapanuli Selatan mengalami peningkatan menjadi 265.885 jiwa (BPS, Sumut Dalam Angka:2009)

Apabila sektor industri di suatu daerah mengalami peningkatan, pastinya akan menghasilkan nilai tambah industri yang semakin meningkat pula. Peningkatan nilai tambah industri, akan meningkatkan pendapatan daerah dan kemudian menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh sebab itu, perkembangan industri diarahkan kepada usaha yang berorientasi ekspor sekaligus dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menyerap tenaga kerja yang ada. Dilihat dari segi industri, sumbangan sektor industri Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebesar 0,96 persen terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Adapun sektor industri yang berkembang di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah industri pengalengan buah salak, industri Plywood dan kayu hutan olahan, industri minyak goreng dan pabrik pengolahan kelapa sawit, industri pengolahan pisang, industri kayu karet olahan, pabrik pengolahan kelapa sawit dan pengolahan kayu karet, produksi jagung, pengolahan minyak goreng dan oli kimia.

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PENGELUARAN


(21)

PEMERINTAH, JUMLAH PENDUDUK DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN”.

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematis penulisan skripsi ini serta diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah pengaruh jumlah pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

2) Apakah pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

3) Apakah pengaruh nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada, dimana keberadaanya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan permasalahan diatas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1) Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

2) Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.


(22)

3) Nilai tambah industri memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

2) Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

3) Untuk mengetahui pengaruh nilai tambah industri terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

2) Sebagai sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.

3) Sebagai penambah, pelengkap, sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama.

4) Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pertumbuhan Ekonomi

2.1.1Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan mengenai perkembangan


(24)

ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423)

2.1.2Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270).

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara


(25)

pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :


(26)

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to

scale).

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady

growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah

kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital

Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y =

C + I).

Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n Dimana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi


(27)

kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini


(28)

terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat

saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan

kembali.

2.1.2.4 Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja


(29)

tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary

state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini

berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini


(30)

didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara.

Adapun kelima tahapan tersebut adalah:

1) Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang:

a) Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis dan teratur.

b) Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali. c) Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dipegang oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan


(31)

kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut.

2) Tahap Prasyarat Lepas Landas

Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada.

b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena masyarakat negara-negara itu terdiri dari emigran yang telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat lepas landas.


(32)

3) Tahap Lepas Landas (Take Off)

Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat.

Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu:

a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan). b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan

laju perkembangan yang tinggi.

c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan: 1) Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern. 2) Potensi ekonomi ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung.

4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of

Maturity)

Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi


(33)

modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya.

Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah:

a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan.

b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan.

c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang. 5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi.

Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu:

a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain.

b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang


(34)

lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya.

c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang mewah.

2.2Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai oleh pemerintah dan secara tidak langsung dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Pada umumnya, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Keadaan ini dapat dijelaskan dalam kaidah yang dikenal sebagai Hukum Wagner, yaitu mengenai adanya korelasi positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat pendapatan nasional. Walaupun demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah yang besar belum tentu berakibat baik terhadap aktivitas perekonomian. Untuk itu perlu dilihat efisiensi penggunaan pengeluaran pemerintah tersebut.

Mengukur efisiensi pengeluaran pemerintah dapat dilihat dari proporsi pengeluaran rutin dan pembangunan juga dapat dilihat dari komposisi pengeluarannya. Dengan demikian efisiensi tidak dapat dilihat melalui satu indikator tertentu melainkan dari beberapa indikator secara bersama-sama. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana efisiensi pengeluaran pemerintah antara lain:


(35)

1) Proporsi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap produk domestik bruto.

2) Perbandingan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. 3) Komposisi pengeluaran rutin.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu:

2.2.1 Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin pemerintah yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Termasuk dalam pengeluaran rutin adalah belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga, cicilan utang dan lain-lain.

Pengeluaran rutin pemerintah memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain dapat diupayakan melalui, pinjaman, alokasi pengeluaran rutin dan pengendalian koordinasi pelaksanaan pembelian barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen. Dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Susanti, 2000:69)


(36)

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan, baik fisik, seperti jalan, jembatan, gedung-gedung, dan pembelian kendaraan, maupun pembangunan nonfisik spiritual seperti misalnya penataran, training dan sebagainya, sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi, dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam Repelita. Misalnya dalam Pelita 1 pembangunan dititik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung pertanian, dan Pelita II tetap menitik beratkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku dan seterusnya.

Selain membiayai pengeluaran sektoral melalui departemen/lembaga, pengeluaran pembangunan juga membiayai proyek-proyek khusus daerah yang dikenal sebagai proyek Inpres (Instruksi Presiden), baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun masing-masing daerah. Bantuan pembangunan bagi daerah dimaksudkan juga sebagai perwujudan dari asas pemerataan pembangunan antar wilayah dan sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih mampu melaksanakan pembangunan daerahnya sendiri. Selain daripada itu, pemberian bantuan pembangunan bagi daerah juga dimaksudkan untuk mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat di daerah secara lebih nyata dan bertanggung jawab dalam pembangunan. Besarnya alokasi anggaran untuk bantuan pembangunan daerah dipengaruhi oleh kemampuan keuangan negara


(37)

serta beberapa faktor yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah, seperti banyaknya penduduk dan luas wilayah. Dengan demikian proyek-proyek yang akan dibangun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah sejalan dengan pembangunan di daerah lain.

Agar proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan dana bantuan pembangunan daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah, serta mampu mendukung proyek-proyek pembangunan lainnya dalam perumusan program dan proyek pembangunan bagi daerah, maka dalam proses perencanaannya senantiasa diikutsertakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari tiap daerah yang bersangkutan (Djamin, 1993:73)

2.2.3 Penentu–Penentu Pengeluaran Pemerintah

Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Yang penting diantaranya adalah: jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang, dan pertimbangan politik dan keamanan.

1) Proyeksi Jumlah Pajak yang Diterima

Jumlah pajak yang diramalkan adalah salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah. Dalam menyusun anggaran belanjanya, pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan, makin banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.


(38)

2) Tujuan-Tujuan Ekonomi yang Ingin Dicapai

Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Pemerintah penting sekali peranannya dalam perekonomian. Kegiatannya dapat memanipulasi/mengatur kegiatan ekonomi ke arah yang diinginkan. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, seringkali pemerintah membelanjakan uang yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya, pemerintah perlu membiayai pembanguan infrastruktur, irigasi, jalan-jalan, pelabuhan dan mengembangkan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang, dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka, untuk memperoleh dana yang diperlukan, pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.

3) Pertimbangan Politik dan Keamanan

Pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan diantara berbagai golongan masyarakat dan daerah sering berlaku di berbagai negara di dunia. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan perbelanjaan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila operasi militer perlu dilakukan. Ancaman kestabilan dari negara luar juga dapat menimbulkan kenaikan yang besar


(39)

dalam pemgeluaran ketentaraan dan akan memaksa pemerintah membelanjakan uang yang jauh lebih besar dari pendapatan pajak.

2.2.4 Fungsi Pengeluaran Pemerintah

Dari uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan nasional tidak memegang peranan yang penting dalam menentukan perbelanjaan pemerintah. Dengan perkataan lain, pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya, pendapatan pajak berkurang. Tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan, maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah. Sebaliknya, pada waktu inflasi dan tingkat kemakmuran tinggi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam perbelanjaannya. Harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku.

Berdasarrkan kepada alasan yang baru diterangkan di atas, fungsi perbelanjaan pemerintah adalah seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.1 yaitu ia sejajar dengan sumbu datar dan dengan demikian besarnya tidak tergantung kepada pendapatan nasional. Ini berarti, perbelanjaan otonomi. Perubahan-perubahan perbelanjaan pemerintah digambarkan dalam bentuk perpindahan fungsi pengeluaran pemerintah ke atas atau ke bawah. Sebagai contoh, misalkan dalam suatu periode tertentu pengeluaran pemerintah adalah sebanyak G rupiah. Maka dalam grafik, fungsi pengeluaran pemerintah adalah seperti ditunjukkan oleh fungsi G. pada periode berikut


(40)

misalkan terjadi pengangguran yang sangat buruk dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan perbelanjaan yang lebih banyak, yaitu sebanyak G1. Langkah ini memindahkan fungsi G ke atas. Sebaliknya, apabila perekonomian mengalami masalah inflasi pemerintah berusaha menurunkan

pengeluarannya dan perubahan ini digambarkan oleh perpindahan fungsi perbelanjaan pemerintah dari G menjadi G2 (Sukirno, 2006:169).

Pengeluaran G1

Pemerintah Tambahan Pengeluaran

G Pengurangan Pengeluaran G2 0

Pendapatan Nasional

Gambar 2.1

Fungsi Pengeluaran Pemerintah 2.3Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam membangun perekonomian suatu negara. Di negara berkembang masalah penduduk dan lapangan kerja selalu menjadi pokok perhatian. Persoalan yang timbul dari jumlah penduduk sudah sangat mendesak dan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2.3.1 Masalah penduduk

Di negara berkembang, pertumbuhan penduduk yang sangat besar menambah kerumitan masalah pembangunan. Dapat juga dikatakan bahwa


(41)

masalah penduduk adalah masalah yang paling sukar dihadapi dan diatasi. Sudah sejak lama ahli ekonomi dan para ahli kependudukan menyadari bahwa pengurangan laju pertambahan penduduk di negara berkembang adalah solusi penting yang harus dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Akibat buruk yang mungkin ditimbulkan oleh perkembangan penduduk terhadap pembangunan akan tercipta apabila produktivitas sektor produksi sangat rendah dan dalam masyarakat terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produksi secara signifikan. Yang lebih buruk lagi, masalah pengangguran akan bertambah serius. Disamping itu produktivitas yang sangat rendah akan menyebabkan perkembangan produksi pertanian yang sangat rendah pula.

Hal ini menurunkan tingkat pendapatan perkapita. Dan akhirnya dalam keadaan penduduk telah sangat berlebihan jumlahnya, pertambahan penduduk menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju pembangunan.

2.3.2 Pengaruh Pertambahan Penduduk dalam Pembangunan

Ahli-ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan, hal ini dianggap sebagai faktor pendorong karena:

1) Perkembangan ini memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa.


(42)

2) Pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang ahli, akan tetapi juga tenaga kerja terdidik dan terampil. Hal ini akan memberikan sumbangan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi.

3) Perluasan pasar, luas pasar barang-barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan merupakan pemacu bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya.

2.4 Nilai Tambah Industri (besar/sedang)

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1994) dalam Ajidedim (2008), definisi nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang dibelinya melalui produksi dan usaha-usaha pemasarannya. Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dengan nilai input suatu industri.

Nilai output atau biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan suatu industri secara rutin setiap


(43)

periode tertentu dan jumlah yang tetap. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku utama, bahan penolong, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya pemasaran. Sedangkan yang nilai input suatu industri (penerimaan) merupakan hasil kali antara harga produk barang dengan jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini nilai tambah industri yang dimaksud adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh industri besar dan sedang.

2.4.1 Konsep Nilai Tambah dalam Konteks Makroekonomi 2.4.1.1 Konsep Haller dan Stolowy (1995)

Nilai tambah atau value added adalah pengukuran

performance entitas ekonomi. Value added merupakan konsep utama

pengukuran income suatu negara. Konsep ini secara tradisional berakar pada ilmu ekonomi makro, terutama yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan nasional yang diukur dengan performance produktif dari ekonomi nasional yang biasanya dinamakan Produk Nasional atau Produk Domestik. Hal ini dalam periode tertentu dapat mempresentasikan nilai tambah perekonomian nasional.

2.4.1.2Konsep Accounting System Haller dan Stolowy (1995)

Menurut kelompok ini, konsep nilai tambah industri ini berasal dari konsep theory of the economic circle yang dikembangkan pertama kali di Prancis oleh Quesnay (1670). Dalam konteks akuntansi nasional, indikator perkembangan ekonomi suatu negara dibandingkan dengan negara lain awalnya sering digunakan konsep nilai tambah. Sebenarnya tujuan awalnya adalah untuk menunjukkan secara akurat


(44)

perbandingan internasional berkaitan dengan gambaran mengenai harmonisasi metode perhitungan value added.

2.4.2 Peranan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan industri di daerah merupakan bagian dari segi pembangunan industri secara nasional, dimana keberhasilan dari pembangunan industri didaerah merupakan salah satu kunci pokok suksesnya pelaksanaan pembangunan industri nasional. Sektor industri, dalam hal ini adalah industri besar dan sedang harus dikembangkan karena merupakan sektor yang potensial dalam membantu suksesnya pelaksanaan pembangunan, dimana sektor ini dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, mempunyai peluang pasar yang lebih baik dibanding sektor lainnya.

Sektor industri yang maju tentunya akan menghasilkan nilai tambah industri yang semakin meningkat pula. Peningkatan nilai tambah industri ini pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, perkembangan industri diarahkan kepada usaha yang berorientasi ekspor sekaligus dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menyerap tenaga kerja yang ada.

Adanya sasaran yang hendak dicapai dalam program pembangunan nasional yaitu menempatkan sektor industri sebagai penyedia lapangan kerja merupakan titik tolak dalam mengupayakan manusia Indonesia menjadi kekuatan utama dalam pembangunan. Untuk dapat menampung penyediaan tenaga kerja yang demikian secara produktif maka dibutuhkan pertumbuhan di sektor industri dimana penyerapan tenaga kerja ini akan dapat menguarangi pengangguran dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan. Faktor-faktor itu adalah pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk, dan nilai tambah industri. 3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk urut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka. Dari tahun 1989 – 2009. Data – data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Pengolahan Data

Dalam mengelola data pada penelitian ini, penulis menggunakan program

Eviews 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam penelitian. Selain

itu, juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke dalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama di atas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.4 Model Analisis Data

Dalam menganalisis seberapa jauh besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan


(46)

meregresikan variabel – variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square).

Fungsi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Y = f (X1,X2,X3)………..(1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + μ...(2)

Dimana :

Y = Pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Tapanuli Selatan (Milyar Rupiah). α = Intercept / konstanta.

X1 = Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah). X2 = Jumlah Penduduk ( Ribu Jiwa).

X3 = Nilai Tambah Industri (Milyar Rupiah). β1, β2,β3 = Koefisien Regresi.

μ = Error Term.

Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji pengaruh antar variabel penjelas terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi digunakan metode (Ordinary Least Square/OLS).

LogY = α + β1LogX1 + β2LogX2 + β3LogX3 + μ...(3)

Secara sistematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Pengeluaran Pemerintah (LX1) mengalami kenaikan maka Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan,


(47)

2

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Jumlah Penduduk (LX2) mengalami kenaikan maka Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan, ceteris

paribus.

3

LX LY

∂∂ > 0 , artinya apabila Nilai Tambah Industri (LX3) mengalami kenaikan maka Pertumbuhan Ekonomi (LY) akan mengalami kenaikan,

cateris paribus.

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien determinasi (R-square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen, dimana nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2≤ 1).

3.5.2 Uji F-statistik

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : b1 = b2= b3= 0... (tidak ada pengaruh) Ha : b1 ≠ b2≠ b3≠ 0... (ada pengaruh) Hasil pengujian akan menunjukkan :

Apabila F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, yang artinya setiap variabel independen secara bersama – sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Apabila F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima, yang artinya setidaknya satu dari variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.


(48)

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus: F-hitung = ) /( ) 1 ( 1 / 2 2 k n R k R − − − Dimana :

R2= koefisien determinasi

k = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = jumlah sampel

Ho diterima Ha diterima 0 F-tabel Gambar 3.1 Uji F-statistik 3.5.3 Uji T- statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : bi = 0... (tidak signifikan) Ha : bi ≠ 0... (signifikan)

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya, tidak ada pengaruh


(49)

tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

t-hitung = ) (bi

S bi

Dimana:

bi = koefisien variabel ke-i

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima t-hitung < t-tabel artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap varibel dependen.

Ha diterima t-hitung > t-tabel artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0 Gambar 3.2


(50)

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-F-hitung, serta standard error.

Adanya multikolinearitas ditandai dengan: 1) Standard error tidak terhingga.

2) Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, α = 10%.

3) Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. 4) R2 sangat tinggi.

3.6.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang.

Autokorelasi terjadi bila error term (μ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila : variabel (ei.ej) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: 1) Dengan menggunakan atau memplot grafik.

2) Dengan uji Durbin – Watson (D-W Test).

D-hitung =

(

)

− −

t e

e et t

2 2 1


(51)

Dengan Hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ=0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠0, artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin - Watson untuk berbagai nilai ⍺. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 Durbin-Watson Keterangan:

H0 : tidak ada autokorelasi

0 < Dw < dl : tolak H0 (ada korelasi positif) (4 – dl) < Dw < 4 : tolak H0 (ada korelasi negatif) du < Dw < 4 – du : terima H0 (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ Dw ≤ du : pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)


(52)

3.7 Definisi Operasional

1) Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 yang diukur berdasarkan PDRB harga berlaku (Milyar Rupiah).

2) Pengeluaran pemerintah adalah besarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 di dalam APBD pertahun (Milyar Rupiah).

3) Jumlah penduduk adalah angka yang menunjukkan banyaknya penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 (Ribu Jiwa).

4) Nilai tambah industri adalah selisih nilai produk antara nilai output dengan nilai input suatu industri di Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 1989-2009 (MilyarRupiah).


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu wilayah kabupaten yang terletak di propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli Selatan ibukotanya adalah Sipirok. Kabupaten ini awalnya merupakan kabupaten yang besar dan beribukota di Padang Sidempuan. Daerah-daerah yang telah berpisah dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Mandailing Natal, Kota Padang Sidempuan, Padang Lawas Utara dan Padang Lawas Selatan. Setelah pemekaran, kabupaten ini pindah ke Sipirok.

Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada garis 0°58’35” – 2°07’33” LU dan 98°42’50”–99°34’16” BT. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah 4.367.05 km2.

Daerah ini bebatasan dengan:

Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara.

Sebelah Timur : Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara dan Labuhan Batu.

Sebelah Selatan : Kabupaten Mandailing Natal.

Sebelah Barat : Kabupaten Mandailing Natal dan Samudra Indonesia.

4.1.2 Kondisi Demografis

Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari 12 kecamatan dengan 493 desa dan 10 kelurahan.Berikut 12 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan beserta ibukota dan luas wilayahnya:


(54)

Tabel 4.1

Kecamatan, Ibukota Kecamatan dan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2008 sebesar 263.812 jiwa yang terdiri dari 130.218 jiwa laki-laki dan 133.594 jiwa perempuan serta 60.490 rumah tangga. Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Tapanuli Selatan (4.367.05 km2) maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 57,48 jiwa/km2 dan rata-rata sebanyak 4 jiwa disetiap rumah tangga.

No Kecamatan Ibukota Luas wilayah

1 Batang Angkola Pintu Padang 474,70 2 Sayur Matinggi Pasar Sayurmatinggi 519,60 3 Angkola Timur Pargarutan 286,40 4 Angkola Selatan Simarpinggan 301,31

5 Angkola Barat Sitinjak 413,6

6 Batang Toru Batang Toru 384,20

7 Marancar Pasar Marancar 86,88

8 Sipirok Pasar Sipirok 577,18

9 Arse Jonggol Julu 248,75

10 Saiper Dolok Hole Sipagimbar 474,13

11 Aek Bilah Biru 327,17

12 Muara Batang Toru Hutaraja 273,13


(55)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2008

No Kecamatan Jenis Kelamin Total Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

1 Batang Angkola 14.856 16.156 31.012 91,95

2 Sayur Matinggi 17.734 19.287 37.021 91,95

3 Angkola Timur 12.037 11.696 23.733 102,92

4 Angkola Selatan 14.423 10.534 20.957 98,95

5 Angkola Barat 20.482 20.801 41.283 15,63

6 Batang Toru 13.083 13.037 26.120 100,35

7 Marancar 4.592 4.576 9.168 100,35

8 Sipirok 15.057 15.675 30.732 96,06

9 Arse 3.946 4.123 8.069 95,71

10 Saiper Dolok Hole 6.918 7.102 14.020 97,41

11 Aek Bilah 3.401 3.493 6.894 97,37

12 Muara Batang Toru 4.323 4.308 8.631 100.35

Jumlah 130.218 135.594 263.812 97,47

Sumber : BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Dilihat dari agama yang dianut berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan sebagian besar adalah beragama Islam 91,42 persen, Protestan 7,63 persen, Katolik 0,81 persen, Budha 0,12 persen, Hindu 0,1 persen, lainnya 0,02 persen.

Angkatan kerja (penduduk usia 15 tahun ke atas) di Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 68,33 persen (penduduk yang bekerja + aktif mencari kerja), sedang sisanya sebesar 31,67 persen adalah bukan angkatan kerja (sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya). Menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan persentase penduduk berumur 15 tahun yang merupakan angkatan kerja yang terbesar adalah SD 33,52 persen kemudian SLTP 26,71 persen, SLTA 22,72 persen. Hal yang sama juga terlihat jika dibedakan penduduk laki-laki dan perempuan berumur 15 tahun ke atas yang merupakan angkatan kerja di mana laki-laki pendidikan SD adalah pendidikan yang paling banyak ditamatkan yaitu 33,14 persen kemudian SLTP 27,78


(56)

persen, SLTA 23,18 persen. Demikian juga penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas, pendidikan tertinggi yang ditamatkan SD 33,94 persen, SLTP 25,53 persen, SLTA 22,21 persen.

Berdasarkan lapangan usaha utama dapat dilihat bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan teratas yaitu 79,08 persen, kemudian sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel yaitu 10,39 persen dan sektor jasa kemasyarakatan yaitu 5,01 persen.

Untuk tahun 2009 Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki 295 sekolah pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari 289 Sekolah Dasar negeri dan swasta dan 6 Madrasah Ibtidiyah negeri dan swasta, dengan jumlah guru keseluruhan sebanyak 2.765 guru dan 41.841 murid. Sementara jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama ada 65 sekolah yang terdiri dari 42 SLTP negeri dan swasta dan 26 MTS negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-masing 1.415 guru dan banyaknya murid 18.533. pada tahun yang sama jumlah sekolah lanjutan tingkat atas ada sebanyak 29 sekolah yang terdiri dari 13 SMU negeri dan swasta, 16 MA negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing–masing 589 guru dan 8.043 murid. Sedangkan jumlah sekolah menengah kejuruan ada sebanyak 9 sekolah yang terdiri dari 7 MA negeri dan swasta. Jumlah guru sebanyak 135 dan 2.450 murid.

4.1.3 Kondisi Iklim dan Topografi

Kabupaten Tapanuli Selatan berada diketinggian berkisar antara 0-1.925.3m di atas permukaan laut. Sedangkan mengenai keadaan iklim di kabupaten Tapanuli Selatan adalah curah hujan cenderung tidak teratur


(57)

disepanjang tahunnya. Pada bulan maret terjadi curah hujan tertinggi (650mm) dan juga hari hujan terbanyak (23 hari).

Keadaan Topografis Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari Dataran Rendah, Berbukit, Bergelombang dan Bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat, Gunung Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok.

Berdasarkan Kemiringan Lahan, Kabupaten Tapanuli Selatan secara umum dibagi dalam 4 kawasan yaitu:

1) Kawasan Gunung dan perbukitan sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung (kemiringan diatas 40%) yang harus dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang melintas di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan gunung dan perbukitan terdapat di sebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar Dolok Hole dan Aek Bilah.

2) Kawasan bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15-40%) merupakan kawasan potensial untuk pertanian dan perkebunan rakyat meliputi Kecamatan Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Angkola Barat dan Batang Toru.

3) Kawasan landai sampai bergelombang (kemiringan 2-15%) adalah kawasan pertanian dan perkebunan besar meliputi Kecamatan Saipar Dolok Hole dan Kecamatan Batang Toru.


(58)

4) Kawasan Dataran (kemiringan 0-2%) sebagain besar merupakan lahan sawah, padang rumput yang potensial sebagai kawasan penggembalaan ternak yang meliputi Kecamatan Batang Angkola dan sebagian dataran adalah merupakan kawasan pantai dengan garis pantai sepanjang ± 35 km yangterdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Batang Toru merupakan kawasan potensial bagi pengembangan usaha tambak dan perikanan darat serta potensi pariwisata.

Selain memiliki gunung-gunung, Kabupaten Tapanuli Selatan juga memiliki panorama yang indah seperti Danau Siais di Kecamatan Angkola Barat dan Danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Disamping itu di Kabupaten Tapanuli Selatan terdapat enam satuan wilayah sungai dan anak sungai yang tergolong besar yang cukup prospektif untuk dapat dijadikan sebagai sumber lahan pertanian, perikanan air tawar maupun objek pariwisata yaitu :

1) Sungai Batang Toru, dengan panjang 69,32 km melintasi Kecamatan Batang Toru dan bermuara ke Samudera Hindia dan merupakan ekosistem penting dari Danau Siais serta sangat potensial untuk dikembangkan kegiatan Arung Jeram.

2) Sungai Bilah, dengan panjang 14,56 km melintasi Kecamatan Aek Bilah terus menuju Kecamatan Dolok, Dolok Sigompulon Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhan Batu.


(59)

3) Sungai Batang Angkola, dengan panjang 64,20 km melintasi Kecamatan Angkola Timur, Batang Angkola dan Kecamatan Sayur Matinggi bermuara di Sungai Batang gadis Kabupaten Mandailing Natal.

4.2 Gambaran Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan pada periode 2001 s/d 2003 relatif cukup tinggi dibandingkan periode 2003 s/d 2007. Hal ini disebabkan masih tergabungnya wilayah Kota Padang Sidempuan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 4,97 persen. Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2007, dimana pada tahun 2007 masih tergabung Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara.

Pada tahun 2009, perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan tumbuh sebesar 4,05 persen, pertumbuhan ini bersumber dari output riil yang terjadi pada setiap sektor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2008, dimana pada tahun 2009 terjadi perlambatan hampir semua sektor ekonomi.

Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian (6,04 persen), diikuti oleh sektor pertanian (5,47 persen) dan sektor bangunan (5,39 persen). Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor listrik, gas dan air bersih sebesar (2,26persen) dan sektor industri pengolahan (2,49 persen).


(60)

Untuk menilai kinerja perekonomian suatu daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sering digunakan sebagai indikatornya terutama yang dikaitkan dengan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan daerah atau dapat juga dikatakan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, diketahui PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami peningkatan yang fluktuatif dari tahun ke tahun. Berikut ini adalah tabel PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan harga berlaku selama periode 1989-2009.


(61)

Tabel 4.3

PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan ADHB 1989-2009 (Milyar Rupiah)

TAHUN PDRB

1989

607,50

1990 688,62

1991 807,08

1992 952,77

1993 1.331,68

1994 1.647,99

1995 1.887,67

1996 2.223,28

1997 1.880,27

1998 2.996,25

1999 3.304,16

2000 1.927,82

2001 3.983,45

2002 3.428,91

2003 3.104,88

2004 3.420,34

2005 3.678,65

2006 4.219,35

2007 4.598,18

2008 2.558,43

2009 2.761,51

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Produk Domestik Regional Bruto merupakan proxi dari pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, menunjukkan bahwa perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli Selatan selama periode 1989-2009 ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 4.219,35 Milyar rupiah pada tahun 2006 menjadi 4.598,18 Milyar rupiah pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 2.558,43 Milyar rupiah, hal ini disebabkan karena pada tahun 2007 Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara telah berpisah dengan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun pada tahun 2009 Produk Domestik Regional Bruto


(62)

Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami peningkatan sebesar 2.761,51 Milyar rupiah, dengan tingkat pertumbuhan perekonomian sebesar 4,05 persen.

PDRB dibentuk dari Sembilan sektor/lapangan usaha yang terdiri dari:

1) Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. 2) Sektor pertambangan dan penggalian.

3) Sektor industri pengolahan. 4) Sektor listrik, gas dan air bersih. 5) Sektor bangunan atau konstruksi. 6) Sektor perdagangan, hotel dan restoran. 7) Sektor transportasi dan komunikasi.

8) Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. 9) Sektor jasa.

Struktur ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan sejak tahun 2000 hingga saat ini belum banyak mengalami perubahan. Secara umum ada tiga sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Pada tahun 2009, kontribusi sektor pertanian mencapai 41,92 persen, sektor industri pengolahan mencapai 29,22 persen dan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran mencapai 24,28 persen. Sementara sektor-sektor lainnya memberikan kontribusi kurang dari sepuluh persen terhadap total pembentukan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan.


(63)

Gambar 4.1

Struktur Ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (%)

Sektor pertanian selalu menjadi sektor utama jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan masih bergantung pada sektor pertanian (yang meliputi sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan).Sektor pertanian pada tahun 2009 lalu memberikan kontribusi terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 41,92 persen. Sub sektor tanaman bahan makanan adalah penyumbang terbesar terhadap sektor pertanian yaitu tercatat 27,79 persen diikuti sub sektor tanaman perkebunan sebesar 9,03 persen, sub sektor peternakan dan

hasil-Pertanian 41.92% Pertambangan & Penggalian 0.30% Industri Pengolahan 29.22%

Listrik,Gas & Air Bersih 0.20%

Bangunan 3.30% Perdagangan,Hotel & Restoran 24.28 Pengangkutan & Komunikasi 2.70% Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0.56% Jasa-jasa 7.82%


(64)

hasilnya sebesar 3,32 persen, sub sektor kehutanan sebesar 1,24 persen dan terakhir sub sektor perikanan sebesar 0,54 persen.

Tabel 4.4

PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha PDRB ADHB PDRB ADHK

Pertanian 1.157.557,52 522.614,68

Pertambangan dan Penggalian 8.693,39 2.758,64

Industri Pengolahan 803.938,22 645.447,88

Listrik, Gas dan Air Bersih 2.743,33 1.116,58

Bangunan 91.136,11 74.132,68

Perdagangan, Hotel dan Restoran 391.627,07 268.914,13

Pengangkutan dan Komunikasi 74.671,09 32.981,42

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

15.463,70 8.794,57

Jasa – jasa 216.997,93 141.154,02

Total 2.761.514,37 1.697.914,58

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009 4.2.2 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah daerah juga merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi regional. Pengeluaran pemerintah berbentuk pembelanjaan pemerintah baik dalam bentuk rutin maupun pembangunan. Pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari luar daerah maupun di dalam daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, kondisi daerah dan kebijakan daerah terutama berkaitan dengan program berkelanjutan. Pengeluaran pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan.

Perkembangan pengeluaran pemerintah sejak tahun 1989-2009 adalah sebagai berikut:


(65)

Tabel 4.5

Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 1989-2009 (Milyar Rupiah)

Tahun Pengeluaran Pemerintah

1989 14,5

1990 21,5

1991 29,8

1992 35,4

1993 46,0

1994 71,5

1995 99,0

1996 154,8

1997 132,3

1998 156,5

1999 163,2

2000 126,2

2001 272,2

2002 294,4

2003 333,8

2004 329,8

2005 375,7

2006 538,3

2007 665,0

2008 553,0

2009 530,0

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, pengeluaran pemerintah mengalami perubahan yang berfluktuatif dari tahun ketahunnya, namun pengeluaran pemerintah terus mengalami peningkatan hingga tahun 2007 sebesar 665,0 Milyar rupiah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2006 yang hanya sebesar 538,3 Milyar rupiah dan untuk tahun 2008 pengeluaran pemerintah sebesar 553,0 Milyar rupiah sedangkan pada tahun 2009 sebesar 530,0 Milyar rupiah.

4.2.3 Perkembangan Jumlah Penduduk

Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan diperkirakan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki, dengan angka rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 97,54 atau setiap 10.000


(66)

perempuan terdapat 9.754 laki-laki. Berikut adalah jumlah penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk Tahun Kabupaten Tapanuli Selatan 1989-2009 (Jiwa)

Tahun Jumlah Penduduk

1989 946.577

1990 954.332

1991 969.630

1992 984.144

1993 1.000,012

1994 1.036,500

1995 1.055,200

1996 1.073,600

1997 1.091,500

1998 753.300

1999 732.456

2000 728.799

2001 749.012

2002 761.205

2003 596.188

2004 609.922

2005 626.702

2006 629.212

2007 637.312

2008 263.812

2009 265.885

Sumber: BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2009

Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui bahwa ada peningkatan jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan dari 629.212 jiwa pada tahun 2006 menjadi 637.312 jiwa pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008, jumlah penduduk menurun sebesar 263.812 jiwa setelah itu meningkat lagi menjadi 265.885jiwa pada tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk tahun 2006 sebesar 1,29%, sedangkan pada tahun 2008 sebesar 0,79%. Hal ini disebabkan karena sudah terpisahnya Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Adapun faktor alami yang dapat


(1)

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta : Kencana.

________ Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

Susanti, Ikhsan, dan Widyanti. 1995. Indikator-indikator Makroekonomi. Edisi

Kedua. Jakarta : FE UI.

Todaro, Michael P. 1998. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi

Keenam. Jakarta : Erlangga.


(2)

Lampiran 1

Data Variabel

TAHUN PDRB

(Milyar Rupiah)

Pengeluaran Pemerintah (Milyar Rupiah)

Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa)

Nilai Tambah Industri (Milyar Rupiah)

1989

607,50

14,5

946.577

9.80

1990

688,62

21,5

954.332

14,5

1991

807,08

29,8

969.630

15,6

1992

952,77

35,4

984.144

17,6

1993

1.331,68

46,0

1.000,012

27,6

1994

1.647,99

71,5

1.036,500

28,76

1995

1.887,67

99,0

1.055,200

40,85

1996

2.223,28

154,8

1.073,600

27,99

1997

1.880,27

132,3

1.091,500

97,47

1998

2.996,25

156,5

753.300

142,48

1999

3.304,16

163,2

732.456

297,56

2000

1.927,82

126,2

728.799

149,97

2001

3.983,45

272,2

749.012

233,92

2002

3.428,91

294,4

761.205

401,16

2003

3.104,88

333,8

596.188

404,33

2004

3.420,34

329,8

609.922

1.079,56

2005

3.678,65

375,7

626.702

1.138,88

2006

4.219,35

538,3

629.212

1.812,06

2007

4.598,18

665,0

637.312

2.022,74

2008

2.558,43

553,0

263.812

191,79


(3)

Hasil Uji OlS

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 05/12/11 Time: 23:30 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.779000 0.246231 3.163696 0.0057 LX1 0.073773 0.010715 6.884726 0.0000 LX2 0.063063 0.016514 3.818711 0.0014 LX3 0.007221 0.006273 1.151143 0.2656 R-squared 0.946188 Mean dependent var 2.033247 Adjusted R-squared 0.936692 S.D. dependent var 0.082835 S.E. of regression 0.020842 Akaike info criterion -4.734023 Sum squared resid 0.007385 Schwarz criterion -4.535066 Log likelihood 53.70724 F-statistic 99.63781 Durbin-Watson stat 1.497432 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimation Command:

=====================

LS LY C LX1 LX2 LX3

Estimation Equation:

=====================

LY = C(1) + C(2)*LX1 + C(3)*LX2 + C(4)*LX3

Substituted Coefficients:

=====================

LY = 0.7789995399 + 0.07377285343*LX1 + 0.06306337998*LX2 +

0.00722131881*LX3


(4)

Lampiran 3

Hasil Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 05/12/11 Time: 23:37 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 13.99143 4.296496 3.256474 0.0044 LX2 -0.847098 0.303464 -2.791425 0.0121 LX3 0.499538 0.071954 6.942442 0.0000 R-squared 0.855263 Mean dependent var 4.976939 Adjusted R-squared 0.839182 S.D. dependent var 1.143224 S.E. of regression 0.458457 Akaike info criterion 1.409665 Sum squared resid 3.783298 Schwarz criterion 1.558883 Log likelihood -11.80148 F-statistic 53.18196 Durbin-Watson stat 0.710913 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LX2 Method: Least Squares Date: 05/12/11 Time: 23:48 Sample: 1989 2009

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 14.84447 0.329505 45.05077 0.0000 LX1 -0.356642 0.127763 -2.791425 0.0121 LX3 0.090503 0.086956 1.040793 0.3118 R-squared 0.497927 Mean dependent var 13.50965 Adjusted R-squared 0.442141 S.D. dependent var 0.398278 S.E. of regression 0.297474 Akaike info criterion 0.544581 Sum squared resid 1.592830 Schwarz criterion 0.693799 Log likelihood -2.718102 F-statistic 8.925663 Durbin-Watson stat 0.614419 Prob(F-statistic) 0.002027

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares


(5)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -10.86384 8.890225 -1.221999 0.2375 LX1 1.457519 0.209943 6.942442 0.0000 LX2 0.627208 0.602625 1.040793 0.3118 R-squared 0.804381 Mean dependent var 4.863497 Adjusted R-squared 0.782645 S.D. dependent var 1.679721 S.E. of regression 0.783108 Akaike info criterion 2.480472 Sum squared resid 11.03865 Schwarz criterion 2.629689 Log likelihood -23.04495 F-statistic 37.00774 Durbin-Watson stat 0.853768 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

: Ida Rouli T Manik

NIM

: 070501060

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Nilai Tambah Industri

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan”, guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya.

Medan,

Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

(Ida Rouli T Manik)

NIM. 070501060


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi

2 73 88

Proyeksi Jumlah Penduduk Di Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012

0 30 50

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, JUMLAH PENDUDUK, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Jumlah Penduduk, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Surakarta.

0 0 12

ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, JUMLAH PENDUDUK, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN Analisis Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Jumlah Penduduk, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kota S

0 0 13

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK,TENAGA KERJA,TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGELUARAN Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk,Tenaga Kerja,Tingkat Pendidikan Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Grobogan Tahun 1990-2012.

0 1 15

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, TENAGA KERJA, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk,Tenaga Kerja,Tingkat Pendidikan Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Grobogan Tahun 1990-201

0 2 16

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, INFLASI DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Inflasi Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Tahun 1991-2012.

0 1 12

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, INFLASI DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Inflasi Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Surakarta Tahun 1991-2012.

0 2 14

ANALISIS PENGARUH JUMLAH PENDUDUK,PAJAK DAERAH,RETRIBUSI DAERAH,DAN PENGELUARAN DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Pengeluaran Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Kudus

0 0 14

USULAN PENELITIAN ANALISIS PENGARUH INVESTASI, PENGELUARAN PEMERINTAH dan JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI SURABAYA

0 0 26