Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia

22 Undang­undang Darurat No. 1 tahun 1951 mengatur tentang tindakan­tindakan sementara untuk menyelenggarkan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan sipil. 4. Herziene Inlandsch Reglement HIR dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban advokat dan pemberi bantuan hukum di muka persidangan diatur dalam beberapa pasal HIR, seperti: Pasal 83 h ayat 6, Pasal 120 Rsv, Pasal 250 ayat 5 HIR, Pasal 254 ayat 1 HIR, Pasal 123 HIR, Undang­undang No.19 tahun 1946 tentang ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman yang pada intinya seseorang yang terkena masalah hukum berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang ahli hukum. 3 Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum atau advokat dilakukan oleh Mauro Cippelleti, yang dikutip oleh Adnan Buyung Nasution yang mengatakan bahwa: “Program bantuan hukum kepada si miskim telah dimulai sejak zaman Romawi. Juga ternyata bahwa pada tiap zaman, arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada si miskin erat hubungannya dengan nilai­nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku ”. Pada tahun 1892 di kota Amsterdam dibentuk suatu biro bantuan hukum dari organisasi Toynbee, yang bernama Ons Huis. Biro­biro tersebut juga 3 Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, h. 16­22 23 dibentuk di kota Leiden dan Den Hag. Biro tersebut menberikan konsultasi hukum dengan biaya yang sangat rendah. Pada tahun 1905 kota Keulen Jerman didirikan biro kunsultasi hukum yang pertama dengan nama Rechtsaus Kunfsteble Fur Minderbemittleden dengan mendapat subsidi dari kotapraja. Di Amerika Serikat juga dibentuk organisasi bantuan hukum swasta pada tahun 1876, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan­kepentingan imigran Jerman, yang bernama Deutsche Rechtsschutz Verein. Pemberian advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat dikatakan relatif baru di negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai legal institution lembaga hukum semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional, dan baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum barat di Indonesia. Menurut Ali Yusuf Amir bahwa bantuan hukum merupakan pelayanan hukum yang bersifat cuma­cuma. Semua warga negara memiliki aksesbilitas yang sama dalam memperoleh pelayanan hukum, baik didalam maupun di luar Pengadilan. Kemudian Bambang Sunggono dan Aries Harianto menjelaskan bahwa bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma­cuma kepada masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tampak menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia, apalagi sejak Pelita 24 ke III pemerintah mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum. Secara formal bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka firman raja tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundang­undangan di negara Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia waktu itu bernama Hindia Belanda, antara lain tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan pengadilan Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia yang disingkat dengan nama R.O.Stb. 1847 Nomor 23 Jo Stb. 1848 Nomor 57 dengan segala perubahan dan tambahannya. 4

B. Pengertian Bantuan Hukum

Bantuan hukum diyakini dapat memberikan kesamaan dan jaminan terhadap seluruh masyarakat dalam menikmati perlindungan dihadapan hukum dan dari sesuatu perbuatan yang tidak adil. Bantuan hukum merupakan penyempurnaan dari jaminan sosial, dan menjadi sistem yang melengkapi perlindungan terhadap hak asasi manusia. Di dalam UUD 1945, permasalahan bantuan hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara. Namun adanya prinsip­prinsip 4 Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta :Sinar Grafika, 2010, h. 12­14. 25 persamaan di hadapan hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat, merupakan petunjuk bahwa negara wajib memperhatikan masalah bantuan hukum bagi warganya. Bantuan hukum pada dasarnya terdapat dua model sistem bantuan hukum, yang dinamakannya sebagai model yuridis­individual dan model kesejahteraan, artinya di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan­ kepentingan individual, dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan. Bantuan hukum model yuridis­individual adalah permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui pengacara, dan pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa­jasa yang diberikannya dari negara. Pada model bantuan hukum ini prosesnya tergantung pada calon­calon klien maupun keahlian yang ada pada para pengacara. Model kesejahteraan memandang bantuan hukum sebagai bagian dari haluan sosial, misalnya, untuk mentralisasikan ketidakpastian atau kemiskinan. Didalam rangka kesejahteraan, maka pada model ini dituntut campur tangan yang intensif dari negara atau pemerintah. Kewajiban­kewajiban negara atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan­kebutuhan dasar warga masyarakat, 26 menimbulkan hak­hak tertentu, di mana bantuan hukum merupakan salah satu cara untuk memenuhi hak­hak tersebut. 5 Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan. 6 Santoso Poedjosoebroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid diartikan sebagai “Bantuan hukum baik yang berbentuk pemberian nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga tidak dapat membayar biaya honorarium kepada seorang pembela atau pengacara”. 7 Jaksa Agung Republik Indonesia ternyata juga mempunyai pendapat yang lebih sempit lagi ruang lingkupnya “Yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat 5 Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tujuan Sosio Yuridis, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, h. 11­12. 6 Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1989, h. 119. 7 Santoso Poedjosobroto, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, Jakarta: Departemen Penerangan RI,1976, h. 61. 27 hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka Pengadilan”. 8 Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memberikan batasan pengertian yang agak luas terhadap bantuan hukum “Pemberian bantuan hukum sebagai pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan­jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya tampil di depan pengadilan, tetapi juga untuk jurusan­jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional dan lain­lainnya yang memungkinkan memberikan bantuan hukum di luar pengadilan misalnya memberikan bantuan hukum kepada seseorang yang tersangkut dalam soal­soal perumahan di kantor urusan perumahan KUP; bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan kewarganegaraan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman; bantuan hukum kepada seseorang yang menyangkut dalam urusan internasional di Departemen Luar Negeri; bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya”. 9 Sesuai dengan ketentuan Undang­undang nomor 48 Tahun 2009, pasal 56 dan 57, Undang­undang Nomor 49 tahun 2009 pasal 68 B dan 69 C, Undang­ undang Nomor 50 Tahun 2009 pasal 60 B dan 60 C, Undang­undang Nomor 51 8 Jaksa Agung, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, Jakarta: Departemen Penerangan RI,1976, h. 72. 9 Kepala Kepolisian, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1976, h.88.