Peranan Bantuan Hukum Pasca Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum Di Pengadilan Agama Jakarta Timur )

(1)

PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di

Pengadilan Agama Jakarta Timur )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh: FARIZI NIM : 208044100022

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di   Pengadilan Agama Jakarta Timur )  

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum  

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)  

Farizi  

NIM:208044100022  

Disetujui Oleh:

セセ@

 

Nahrowi. S.H.,M.H.   Pembimbing  

NIP: 197302151999031002  

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA   PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA  

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM   UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  

SYARIFHDAYATULLAH   JAKARTA   1435 Hf2014 M  


(3)

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 13 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Hukum Keluarga.

Jakarta, 13 Mei 2014 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

コMMセ

 

セNmN

Mu§limm. M.A.

NIP. 196808121999031014

P AN/TIA UJIAN

I. Ketua : Dr. J. M. l\'1uslimin, M.A.

ヲNオセ@

NIP. 196808121999031014

2. Sekretaris : Mufidah, S.Hl

3. Pembimbing : Nahrowi, S.H.,M.H.

NIP. 197302151999031002

4. Penguji I   : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.

NIP. 195510151979031002

5.  Penguji II : Drs. Abu Tamrin, S.H.,M.Hum.


(4)

PASCA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur )

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak­hak serta menentukan kewajiban­kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur. Dalam menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi pembangunan hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat yang kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan hukum, akan tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan mereka.

Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.


(5)

didasari oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang ingin mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang tidak mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur).

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan Agama sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan kejadian yang terjadi dilapangan. Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip­prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan­satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, yang berkaitan dengan judul..

Setelah data diolah dan dianalisa sesuai dengan metode yang telah ditetapkan, diperoleh kesimpulan bahwa Bantuan Hukum di lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur sangat membantu para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi dalam proses hukum di Pengadilan, dan masalah yang dihadapi para pencari keadilan jadi cepat selesai, di samping itu Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur telah bekerja secara efisien dan


(6)

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.   Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar starata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatuIlah Jakarta;

2.   Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta; dan

3.   Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Mei 2014

r\f


(8)

ii

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah subhana wa ta’ala, yang telah memberikan nikmat sehat, pengetahuan dan kemudahan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Bantuan Hukum Pasca Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 ( Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur )”. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya yang selalu berpegang teguh dan setia hingga akhir zaman.

Keseluruhan proses penyusunan karya ilmiah ini telah melibatkan bantuan berbagai pihak, melalui pengantar ini dengan segala kerendahan hati penulis hanturkan terima kasih sebesar­besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM. Guru besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan motivasi dan nasihat­nasihat berharga kepada mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Drs. H.A. Basiq Djalil, MA. Ketua Program Studi Hukum Keluarga, yang telah banyak memberikan pelajaran berharga dalam perkuliahan.


(9)

iii menyelesaikan skripsi menjadi lebih baik.

5. Mufidah S.HI. yang telah banyak membantu dalam memudahkan pelayanan terhadap mahasiswa dalam birokrasi dan administrasi kampus

6. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama masa pekuliahan.

7. Drs. Amril Mawardi, SH.MH. Pembina di Pengadilan Agama Jakarta Timur, yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh informasi yang diperlukan.

8. Abdullah S.HI dan Makini Staf Posbakum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, yang telah bersedia membantu penulis, baik dari wawancara maupun dalam memberikan informasi yang diperlukan.

9. Kedua orang tua tercinta H. Waqi dan Hj. Iis Latifah, Ana Nurhamna, dan Hj. Ayanah Ayu, Kakak Nurul, Syaiful Rahman, Nasuha, Zaini, adik Suwwaipi, Saqiatul Muawwanah, dan istriku tercinta Nurhayati, yang selalu memotivasi dan menemani dengan tulus dalam penyusunan skripsi, serta sanat saudara yang telah banyak memberikan motivasi, doa, kasih sayang, dukungan moril dan materil, kesabaran, cinta, perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga sepanjang masa, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik, segala hormat penulis sembahkan semoga Allah subhana wa ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang­Nya kepada mereka.


(10)

iv

hingga selesai, serta Nizar, Hendrik dan Rizki Akbar yang telah berbagi ilmu dan saling memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi, semoga kesuksesan dan keberhasilan selalu menyertai kita.

Akhirnya, tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kecuali hanya doa dan kasih sayang. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya, amiin.

Jakarta, 13 Mei 2014

Penulis

Farizi


(11)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Review Study Terdahulu ... 12

E. Metodologi Penelitian ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM MENURUT SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 DAN UNDANG­UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia ... 19

B. Pengertian Bantuan Hukum ... 24

C.Tujuan dan Manfaat Bantuan Hukum ... 29

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A.Sejarah Pengadilan ... 31

B.Struktur Organisasi Pengadilan ... 33


(12)

vi

A. Pengertian Efektifitas ... 39 B. Peranan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 40

C. Faktor­faktor yang Menghambat dan Mendukung terlaksananya Bantuan Hukum ... 48 D. Analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan

Agama Jakarta Timur ... 49 E. Analisa Bantuan Hukum Menurut Islam Berkaitan dengan

Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur... 55 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 68 2. Surat Permohonan Data dan Wawancara ... 69 3. Data Hasil Wawancara dengan Kordinator Pengadilan Agama Jakarta

Timur... 70 4. Data Hasil Wawancara dengan Staf Posbakum Pengadilan Agama

Jakarta Timur ... 74 5. Data Hasil Wawancara dengan Pengguna Jasa Posbakum ... 78


(13)

vii

Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 89 8. Surat Keterangan Penelitian dan Wawancara ... 91


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dapatlah diketahui bahwa lahirnya hukum Indonesia bersamaan dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan proklamasi itulah, lahir secara resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat yang meliputi wilayah kekuasaanya dari Sabang sampai Merauke.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, merupakan awal kelahiran bangsa Indonesia dan negara Republik Indonesia. Negara yang berdiri diatas Undang­Undang Dasar 1945 di mana Pancasila menjadi dasar falsafah. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang­Undang Dasar 1945.1 Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia. Yang memegang teguh cita­cita moral rakyat yang luhur, hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya sebagai berikut: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.2

1

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), Cet ke­3, h. 7­8.

2


(15)

Hukum merupakan salah satu sarana dalam kehidupan yang diperlakukan untuk penghidupan di dalam masyarakat, demi ketertiban masyarakat, kebaikan dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak­hak serta menentukan kewajiban­kewajiban anggota masyarakat, agar tercipta suatu kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil, dan makmur.3

Kebutuhan akan keadilan merupakan salah satu hak asasi yang harus dijaga dan dilindungi, sebagaimana yang termaktub dalam pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia yang menyatakan “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Begitupun di dalam pasal 28D UUD “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Semua sama dihadapan hukum dan berhak memperoleh perlindungan hukum tanpa membedakan warga negara yang satu dengan yang lainnya, termasuk fakir miskin, di dalam pasal 34 UUD 1945 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, di dalam pasal tersebut negara berkewajiban melindungi fakir miskin sebagai sebagian dari warga negaranya, akan tetapi pada realitanya masih banyak warga yang di bawah garis kemiskinan tidak memperoleh jaminan dan mengerti akan hukum dan hampir

3


(16)

semuanya buta hukum sehingga mereka tidak tahu dalam menyelesaikan perkara­ perkara perdata yang mereka alami.

Dalam menghadapi situasi ini, maka perlu adanya perombakan strategi pembangunan hukum, karena hukum juga harus bersentuhan dengan kebutuhan rakyat yang kurang mampu, dalam arti bukan membebaskan mereka dari aturan hukum, akan tetapi justru memperkuat rakyat yang akan menentukan masa depan mereka. Ini perlu kembali diefektifkan agar masalah­masalah yang muncul belakangan ini mendapat penyelesaian, sebab apabila semua itu tidak ditindak lanjuti dalam bentuk yang nyata, maka konsep­konsep tersebut hanya akan menjadi huruf mati yang tidak mempunyai efektifitas.4

Seperti yang dikatakan seorang tokoh bantuan hukum di Indonsia Adnan Buyung Nasution, berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid adalah memberikan layanan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya.5

Dalam Pasal 1 Undang­undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan kehakiman negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Dijelaskan pula dalam Undang­undang tentang Ketentuan­ketentuan Pokok Kekuasaan

4

Soerjono Sukanto, Pendekatan Sosiolgi Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 10.

5


(17)

Kehakiman, bahwa lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu diantara lingkungan “Peradilan Khusus

Penyebutan Peradilan Khusus tidaklah dimaksudkan untuk mengistimewakan warga negara yang diadili atau mencari keadilan melalui peradilan­peradilan itu, penamaan itu hanyalah sekedar menunjukkan perbedaan ketiga lingkungan peradilan (Agama, Militer dan Tata Usaha Negara) dengan Peradilan Umum yang mempunyai wewenang yang lebih luas dan umum baik mengenai perdata maupun pidana. Karena luasnya wewenang itu, Peradilan Umum dapat mengadakan kekhususan pula dalam tubuhnya. Dengan berpuncak dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung keempat lingkungan peradilan itu melakukan kekuasaan kehakiman dalam negara RI. Dengan demikian, pengadilan­pengadilan (Agama dan Tinggi Agama) dalam lingkungan Peradilan Agama adalah bagian dari peradilan negara dalam sistem peradilan nasional.6

Peradilan Agama adalah peradilan Islam di Indonesia, sebab dari jenis­ jenis perkara yang ia boleh mengadilinya, seluruhnya adalah jenis perkara menurut agama Islam. Dirangkaikannya kata­kata “Peradilan Islam” dengan kata­kata “di Indonesia” adalah karena jenis perkara yang ia boleh mengadilinya tersebut tidaklah mencakup segala macam perkara menurut Peradilan Islam

6

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, ( Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2010 ), Cet ke­ 2, h. 23­24.


(18)

secara universal. Tegasnya, Peradilan Agama adalah Peradilan Islam limitatif, yang telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.7

Dalam dunia peradilan termasuk lingkungan Peradilan Agama di Indonesia, sumber hukum yang dipakai atau dirujuk dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara secara garis besar terbagi dua, Pertama, Sumber Hukum Materil; Kedua, Sumber Hukum Formil yang sering disebut Hukum Acara.8

Peradilan Agama sebagai salah satu peradilan dalam tata peradilan di Indonesia yang melaksanaan kekuasaan kehakiman dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, maka kekuasaan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama semakin bertambah. Oleh karena itu, maka tugas­tugas badan Peradilan Agama menjadi meningkat. Dengan sendirinya hal itu mendorong usaha peningkatan jumlah dan kualitas aparatur pengadilan, khususnya hakim, untuk menyelesaikan tugas­tugas peradilan tersebut.

Selanjutnya, dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 1989 posisi Peradilan Agama di Indonesia semakin kuat, dan dasar penyelenggaraannya mengacu kepada peraturan perundang­undangan yang unifikatif. Selain itu, dengan perumusan KHI yang meliputi bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan,

7

Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), Cet ke­ 14, h. 6.

8

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,


(19)

maka masalah yang dihadapi oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama di Indonesia, yaitu keanekaragaman rujukan dan ketentuan hukum, dapat diatasi.9

Pada tahun 2006, UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah disahkan oleh DPR RI, dan pada tahun 2009 terjadi perubahan kedua atas UU Nomor 7 tahun 1989 dengan disahkannya UU No. 50 Tahun 2009. Proses perubahan berjalan lancar tanpa kontroversi. Tanpa ada perdebatan alot baik ditingkatan politisi, akademisi maupun masyarakat umum. Seolah semua mengamini dan meneguhkan akan pentingnya revisi UU tersebut bagi Pengadilan Agama (PA) pasca satu atap dengan Mahkamah Agung (MA).

Dengan disahkannya UU nomor 3 tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009, maka secara yuridis formal kelembagaan Peradilan Agama semakin kokoh dan mempuyai kedudukan yang sama dan sejajar dengan tiga lingkungan peradilan lainnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer. Diberlakukannya UU Nomor 3 tahun 2006 tersebut menandai lahirnya paradigma baru peradilan agama. Paradigma baru itu menyangkut yurisdiksinya, sebagaimana ditegaskan bahwa: “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang­undang ini”.

9

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2004), Cet ke­4, h. 124­125.


(20)

Kata “perkara tertentu” merupakan perubahan terhadap kata “perkara perdata tertentu” sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 Tahun 1989. Penghapusan kata ini dharapkan agar tidak hanya perkara perdata saja yang menjadi kewenangan pengadilan agama.10

Kompetensi relatif setiap Pengadilan Agama dasar hukumnya adalah berpedoman pada ketentuan Undang­undang Hukum Acara Perdata. Landasan untuk menentukan kewenangan relatif Peradilan Agama merujuk kepada ketentuan pasal 118 HIR atau pasal 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 dan pasal 73 Undang­ undang N0. 7 Tahun 1989. Penentuan kompetensi relatif ini bertitik tolak dari aturan yang menetapkan ke Pengadilan Agama mana gugatan diajukan agar gugatan memenuhi syarat formal. Pasal 118 ayat (1) HIR, menganut asas bahwa yang berwenang adalah pengadilan ditempat kediaman tergugat. Asas ini dalam bahasa latin disebut “actor sequitur forum rei”. namun ada beberapa pengecualian, yaitu tercantum dalam pasal 118 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), yaitu:

­Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah seorang dari tergugat;

­Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal penggugat;

10

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kecana, 2008), h. 343.


(21)

­Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada peradilan di wilayah hukum dimana barang tersebut terletak; dan ­Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan

dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta tersebut.

Kompetensi Absolut, saat ini dengan dikeluarkannya Undang­undang No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, salah satu yang diatur adalah tentang perubahan atau perluasan kewenangan lembaga Peradilan Agama pada pasal 49 yang sekarang juga meliputi perkara­perkara dibidang ekonomi syariah. Secara lengkap bidang­ bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama meliputi: (a) perkawinan; (b) waris; (c) wasiat; (d) hibah; (e) wakaf; (f) zakat; (g) infak; (h) sedekah; dan (i) ekonomi syariah.11

dalam Pasal 60B UU No. 50/2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu.

Dengan memperhatikan keadaan/nasib warga negara yang tidak mengetahui hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu untuk membayar biaya advokat. Mahkamah Agung melakukan terobosan baru

11

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:,Kencana, 2006), h. 104­106.


(22)

memberikan bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan yang dipandang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010.12

Serta di dalam Pasal 60 (c) UU No.50 Tahun 2009 juga mengatur bahwa di setiap pengadilan di bentuk Pos Bantuan Hukum untuk pencari keadilan tidak mampu secara ekonomi dalam berperkara ke pengadilan, meliputi layanan perkara prodeo, peyelenggaraan sidang keliling, dan penyedian pos bantuan hukum dipengadilan, meliputi perkara di Peradilan Agama, Peradilan Umum serta di Peradilan Tata Usaha Negara, tata cara dan mekanisme pemberian bantuan hukum tersebut diatur dalam lampiran SEMA, dan khusus di lingkungan Peradilan Agama diatur dalam lampiran B SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama.

Dengan adanya Bantuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menurut penulis ini merupakan kajian yang menarik untuk diangkat dan dibahas mengigat program ini sangat baik untuk bisa membantu para pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomi, serta untuk membayar advokat atau sekedar konsultasi tentang permasalahan hukum di Peradilan Agama.

Penulis terdorong ingin mengkaji lebih dalam untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Bantuan Hukum di Peradilan Agama yang didasari oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman

12


(23)

Bantuan Hukum Lampiran B sebagai bantuan bagi warga negara yang ingin mencari keadilan dan mengetahui hukum lebih khusus warga negara yang tidak mampu di Pengadilan Agama (khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur). Oleh karena itu penulis mengangkat suatu tema yang akan di tulis sebagai bahan skripsi, yaitu dengan judul “Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10 Tahun 2010 (Analisa Efektifitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama

Jakarta Timur)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terhadap skripsi ini lebih terarah, maka dalam hal ini penulis memberikan batasan masalah yang akan dikaji, yaitu tentang Efektifitas Implementasi Bantuan Hukum di Peradilan Agama, sesuai SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Khususya mengenai Bantuan Hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur dari tahun 2011 hingga tahun 2012.

2. Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan keadaan warga negara yang tidak mengetahui hukum apalagi untuk para pencari keadilan yang tidak mampu pada umumnya mereka tidak tahu bagaimana menghadapi dan menyelesaikan perkara­perkara yang mereka hadapi di pengadilan dan tidak mampu untuk membayar biaya pengacara untuk mendampingi ataupun hanya sekedar konsultasi.


(24)

Dengan melihat realita yang ada, maka rumusan masalah dalam skripsi ini ialah bagaimana pelaksanaan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, apakah efektif atau tidak efektif dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat dalam mencari keadilan sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, dari tahun 2011 hingga tahun 2012.

Dalam hal ini penulis merumuskan dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Peranan Bantuan Hukum Pasca SEMA No. 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Timur?

2. Faktor­faktor apa saja yang menghambat dan yang mendukung terlaksananya bantuan hukum?

3. Bagaimana efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur?

4. Bagaimana bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui peranan bantuan hukum pasca SEMA No. 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Timur.


(25)

b. Untuk mengetahui faktor­faktor yang menghambat dan mendukung terlaksananya bantuan hukum di Lingkungan Pengadilan Agama Jakarta Timur.

c. Untuk mengetahui efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

d. Untuk mengetahui bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta timur.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, diharapkan dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dibidang hukum dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan baru yaitu mengenai bantuan hukum yang terdapat di Pengadilan Agama.

b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat akan adanya Bantuan Hukum bagi mereka yang tidak mampu di Lingkungan Peradilan Agama.

D. Review Studi Terdahulu

No Judul Skripsi Pengarang Pokok

Pembahasan


(26)

1 Tinjauan Yuridis Pos Bantuan Hukum di Lingkungan

Pengadilan Agama(Analisis SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum)

Jainul Amidin

Mekanisme pembentukan, pelaksanaan Pos Bantuan Hukum di linkungan Peradilan

Agama yang ditinjau dari hukum yang berlaku di Negara

Indonesia

Analisa Efektifitas dan faktor yang menghambat dan mendukung

pelaksanaan

Bantuan Hukum meliputi Bantuan Hukum Prodeo, Bantuan Hukum Sidang Keliling, dan Pos Bantuan

Hukum di

Pengadilan Agama Jakarta Timur pasca SEMA No. 10 Tahun 2010

tentang bahasan yang sedang penulis bahas didalam skripsi studi terdahulu, penulis hanya mendapatkan tinjauan kajian terdahulu dari penulis Jainul Amidin. Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yaitu tentang “Tinjauan Yuridis Pos Bantuan Hukum di


(27)

Lingkungan Peradilan Agama (Analisis SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum)”.

Penulis tersebut memfokuskan tentang Pembentukan, pelaksanaan Pos Bantuan Hukum di lingkungan Peradilan Agama di tinjau dari hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Sedangkan penulis memfokuskan tentang analisa efektifitas dan faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaan Bantuan Hukum meliputi Bantuan Hukum Prodeo, Bantuan Hukum Sidang Keliling, dan Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur Pasca Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa perbedaan yang paling mendasar ialah dari bahasan dan objeknya.

E.Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk menghasilkan data yang valid adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan masalah

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis terhadap bantuan hukum di Pengadilan Agama sehingga memperoleh kejelasannya. Penelitian yuridis sosiologis adalah


(28)

suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena dan kejadian yang terjadi dilapangan.13

Untuk memperoleh data yang berkaitan penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan memusatkan perhatian pada prinsip­prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan­satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, yang berkaitan dengan judul.14

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan berupa gambaran yang sesuai dengan realitanya, yang bersifat deskriptif analisis yaitu penelitian lapangan yang menggambarkan data dan informasi di lapangan berdasarkan fakta yang ada yang diperoleh secara mendalam.

3. Sumber Data a. Data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diperoleh dari objek yang diteliti, yaitu data yang diperoleh dari Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur melalui hasil wawancara langsung terhadap pihak­pihak yang terkait yang terutama pemberi jasa bantuan hukum yang berkaitan dengan penelitian bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

b. Data Sekunder

13

Soejono Sukanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo. 2001), h. 26.

14


(29)

Data sekunder data­data yang diperoleh dari dokumen­dokumen resmi yang berhubungan dengan masalah yang diajukan, buku­buku ilmiah, undang­undang serta peraturan­peraturan lainnya, buku­buku literatur, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul yang diajukan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa:

a. Studi Pustaka (Library Research)

Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data­data yang berhubungan dengan penulisan skripsi yaitu dari buku­buku, literatur­literatur, artikel­artikel di internet yaitu pembahasan yang bekaitan dengan pokok masalah yang diajukan, kemudian melalui jurnal, maupun year book yaitu mengenai fakta­fakta dan statistik yang diterbitkan setiap tahun.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data­data mengenai pelaksanaan bantuan hukum. melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dengan pihak­pihak yang berkaitan, yaitu yang mengurusi bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

c. Pengolahan data

Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan melalui penelitian dilapangan, kemudian dilakukan analisis perkembangan dalam pembahasan


(30)

masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan diberikan saran­saran untuk perbaikan.

5. Metode Analisa Data

Metode analisis yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik atau evaluasi yang menilai apakah pelaksanaan bantuan hukum oleh bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur periode tahun 2011 hingga tahun 2012 efektif atau tidak efektif dan sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

F. Sistematika Penulisan

Di dalam melakukan penyusunan skripsi agar mempermudah pembaca dalam hal ini penulis menyusun skripsi terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab bahasan, agar lebih terarah dan sistematis. Isi dari proposal ini secara singkat adalah sebagai berikut:

Bab I, berisi mengenai pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II, membahas mengenai bantuan hukum menurut SEMA No. 10 Tahun 2010 dan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, sejarah bantuan hukum di Indonesia, pengertian bantuan hukum, tujuan dibentuknya bantuan hukum.


(31)

Bab III, membahas tentang profil Pengadilan Agama Jakarta Timur yang terdiri dari, sejarah singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur, struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Timur, wilayah hukum dan wewenang Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Bab IV, berisi tentang pengertian efektifitas, peranan bantuan hukum pasca Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Timur, faktor­faktor yang menghambat dan mendukung terlaksananya bantuan hukum, analisa efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, analisa bantuan hukum menurut Islam berkaitan dengan bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Bab V, sebagai penutup berisi kesimpulan dan saran­saran, penulis juga melampirkan daftar pustaka dan lain­lain.


(32)

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANTUAN HUKUM

A. Sejarah Bantuan Hukum di Indonesia

Sebelum membahas tentang apa itu bantuan hukum, untuk memudahkan dalam pembahasan lebih dalam maka lebih dahulu kita pelajari tentang sejarah bantuan hukum di Indonesia.

a. Bantuan hukum pra­kemerdekaan.

Bantuan hukum pada zaman penjajahan Belanda tidak memberlakukan hukum yang baru, akan tetapi Belanda menerapkan kebijaksanaan politik baru. Sejak permulaan, pihak kompeni (VOC) berketetapan menghormati hukum lokal. Hal yang tidak mereka hormati adalah hubungan­hubungan ekonomi dan politik yang selamanya merupakan sumber pokok hukum lokal.

Hubungan yang serupa juga terdapat di bidang peradilan dengan perbedaan penting bahwa tapal batas etnis diterobos ke satu arah, ke pihak Belanda yang jenjang peradilannya terdiri atas Residentiegerecht untuk tingkat pertama, Raad van justitie untuk tingkat banding, dan Mahkamah Agung (Hooggerechtshof). Negara Eropa mempunyai dua kitab undang­undang hukum acara, satu untuk perkara perdata (Burgelijk Rechtsvordering) dan untuk perkara pidana (Strafvordering). Dan tahun 1950­an kedua kitab undang­undang ini memuat ketentuan­ketentuan, termasuk jaminan hak­hak pribadi yang termaktub


(33)

dalam kitab undang­undangdi Belanda. Untuk orang Indonesia cukup disediakan dalam kitab undang­undang baik untuk perkara perdata dan pidana, yaitu: Herziene Inlandsch Reglement (H.I.R).

Dalam masa pendudukan Jepang, terhadap golongan Eropa dan Tionghoa diberlakukan Burgerlijk Werboek (B.W.) dan Wetboek van Koophandel (W.v.K), sedang untuk golongan Indonesia asli berlaku hukum adat. Selanjutnya bagi golongan­golongan lainnya berlaku hukum yang diperlakukan bagi mereka menurut peraturan dahulu.

Organisasi peradilan pada masa pemerintah pendudukan Jepang tidak menunjukkan adanya suatu kesatuan. Ada 5 (lima) lingkungan peradilan yang dikenal pada waktu itu, yaitu Gunritukaigi (Mahkamah Militer), Gunsei Hooin (Pengadilan Pemerintah Balatentara), Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri), Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi), Saikoo Hooin (Pengadilan Agung) dan Peradilan Swapraja dan Peradilan Adat.1

Di Indonesia bantuan hukum sudah ada sejak tahun 1500 M, bersamaan dengan datangnya bangsa Portugis, Spanyol Inggris dan Belanda ke Indonesia. Pada awal perkembangannya bantuan hukum ini merupakan manifestasi dari sikap kedermawanan (charity) yang umumnya dilakukan oleh patron kepada klien. Kemudian bantuan hukum berkembang sejalan dengan perkembangan profesi hukum menjadi kedermawanan profesi, yang selanjutnya profesi bantuan

1

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2000), h. 7.


(34)

hukum menjadi professional responsibility (tanggungjawab profesi). Dalam perkembangan selanjutnya menjadi tanggung jawab sosial yang diselesaikan tidak hanya masalah hukum yang litigasi, tetapi juga non litigasi.2

b. Bantuan hukum pasca kemerdekaan

Sejak Indonesia merdeka, pemerintahan RI telah mengeluarkan berbagai macam peraturan perundang­undangan yang berkaitan dengan bantuan hukum di muka persidangan. Peraturan perundang­undangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Undang­Undang No. 1 tahun 1946

Pada tahun 1946, pemerintah RI mengeluarkan UU No 1 tahun 1946 tentang peratura Hukum Pidana. Dalam undang­undang tersebut diatur di dalamnya tentang kedudukan advokat dan orang­orang yang memberikan bantuan hukum. 2. Undang­Undang No. 1 tahun 1950 tentang Mahkamah Agung

Undang­Undang ini mulai berlaku pada tanggal 9 mei 1950, mengatur tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung yang mempunyai kedudukan tertinggi untuk mengawasi jalannya peradilan. Dan dalam Pasal 42 terdapat istilah yang menerangkan “pemberi bantuan hukum ” dengan kata “Pembela”.

3. Undang­Undang Darurat No. 1 tahun 1951

2

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta : Kencana, 2006), h. 67.


(35)

Undang­undang Darurat No. 1 tahun 1951 mengatur tentang tindakan­tindakan sementara untuk menyelenggarkan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan sipil.

4. Herziene Inlandsch Reglement (HIR)

dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban advokat dan pemberi bantuan hukum di muka persidangan diatur dalam beberapa pasal HIR, seperti: Pasal 83 h ayat 6, Pasal 120 Rsv, Pasal 250 ayat 5 HIR, Pasal 254 ayat 1 HIR, Pasal 123 HIR, Undang­undang No.19 tahun 1946 tentang ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman yang pada intinya seseorang yang terkena masalah hukum berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang ahli hukum.3

Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum atau advokat dilakukan oleh Mauro Cippelleti, yang dikutip oleh Adnan Buyung Nasution yang mengatakan bahwa:

“Program bantuan hukum kepada si miskim telah dimulai sejak zaman Romawi. Juga ternyata bahwa pada tiap zaman, arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada si miskin erat hubungannya dengan nilai­nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku ”.

Pada tahun 1892 di kota Amsterdam dibentuk suatu biro bantuan hukum dari organisasi Toynbee, yang bernama Ons Huis. Biro­biro tersebut juga

3


(36)

dibentuk di kota Leiden dan Den Hag. Biro tersebut menberikan konsultasi hukum dengan biaya yang sangat rendah.

Pada tahun 1905 kota Keulen Jerman didirikan biro kunsultasi hukum yang pertama dengan nama Rechtsaus Kunfsteble FurMinderbemittleden dengan mendapat subsidi dari kotapraja. Di Amerika Serikat juga dibentuk organisasi bantuan hukum swasta pada tahun 1876, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan­kepentingan imigran Jerman, yang bernama Deutsche Rechtsschutz Verein.

Pemberian advokat khususnya bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum tampaknya merupakan hal yang dapat dikatakan relatif baru di negara berkembang, demikian juga di Indonesia. Bantuan hukum sebagai legal institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional, dan baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum barat di Indonesia. Menurut Ali Yusuf Amir bahwa bantuan hukum merupakan pelayanan hukum yang bersifat cuma­cuma. Semua warga negara memiliki aksesbilitas yang sama dalam memperoleh pelayanan hukum, baik didalam maupun di luar Pengadilan.

Kemudian Bambang Sunggono dan Aries Harianto menjelaskan bahwa bantuan hukum sebagai kegiatan pelayanan hukum secara cuma­cuma kepada masyarakat miskin dan buta hukum dalam dekade terakhir ini tampak menunjukkan perkembangan yang amat pesat di Indonesia, apalagi sejak Pelita


(37)

ke III pemerintah mencanangkan program bantuan hukum sebagai jalur untuk meratakan jalan menuju pemerataan keadilan di bidang hukum.

Secara formal bantuan hukum di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Hal ini bermula pada tahun 1848 ketika di Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, maka firman raja tanggal 16 Mei 1848 Nomor 1 perundang­undangan di negara Belanda tersebut juga diberlakukan untuk Indonesia (waktu itu bernama Hindia Belanda), antara lain tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan pengadilan (Reglement op de RechterlijkeOrganisatie en het beleid der justitie in Indonesia) yang disingkat dengan nama R.O.Stb. 1847 Nomor 23 Jo Stb. 1848 Nomor 57 dengan segala perubahan dan tambahannya.4

B. Pengertian Bantuan Hukum

Bantuan hukum diyakini dapat memberikan kesamaan dan jaminan terhadap seluruh masyarakat dalam menikmati perlindungan dihadapan hukum dan dari sesuatu perbuatan yang tidak adil. Bantuan hukum merupakan penyempurnaan dari jaminan sosial, dan menjadi sistem yang melengkapi perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Di dalam UUD 1945, permasalahan bantuan hukum tidak secara tegas dinyatakan sebagai tanggung jawab negara. Namun adanya prinsip­prinsip

4


(38)

persamaan di hadapan hukum dan perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat, merupakan petunjuk bahwa negara wajib memperhatikan masalah bantuan hukum bagi warganya.

Bantuan hukum pada dasarnya terdapat dua model (sistem) bantuan hukum, yang dinamakannya sebagai model yuridis­individual dan model kesejahteraan, artinya di satu pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak yang diberikan kepada warga masyarakat untuk melindungi kepentingan­ kepentingan individual, dan di lain pihak sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan.

Bantuan hukum model yuridis­individual adalah permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang memerlukan bantuan hukum menemui pengacara, dan pengacara akan memperoleh imbalan atas jasa­jasa yang diberikannya dari negara. Pada model bantuan hukum ini prosesnya tergantung pada calon­calon klien maupun keahlian yang ada pada para pengacara.

Model kesejahteraan memandang bantuan hukum sebagai bagian dari haluan sosial, misalnya, untuk mentralisasikan ketidakpastian atau kemiskinan. Didalam rangka kesejahteraan, maka pada model ini dituntut campur tangan yang intensif dari negara atau pemerintah. Kewajiban­kewajiban negara atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan­kebutuhan dasar warga masyarakat,


(39)

menimbulkan hak­hak tertentu, di mana bantuan hukum merupakan salah satu cara untuk memenuhi hak­hak tersebut.5

Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan hukum dengan bertindak baik sebagai pembela dari seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan dan atau memberi nasehat hukum di luar pengadilan.6

Santoso Poedjosoebroto berpendapat bahwa bantuan hukum atau legal aid diartikan sebagai “Bantuan hukum (baik yang berbentuk pemberian nasihat hukum, maupun yang berupa menjadi kuasa dari pada seseorang yang berperkara) yang diberikan kepada orang yang tidak mampu ekonominya, sehingga tidak dapat membayar biaya (honorarium) kepada seorang pembela atau pengacara”.7

Jaksa Agung Republik Indonesia ternyata juga mempunyai pendapat yang lebih sempit lagi ruang lingkupnya “Yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah pembelaan yang diperoleh seseorang terdakwa dari seorang penasihat

5

Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tujuan Sosio Yuridis, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), h. 11­12.

6

Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1989), h. 119.

7 Santoso Poedjosobroto, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan

Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:


(40)

hukum, sewaktu perkaranya diperiksa dalam pemeriksaan pendahuluan atau dalam proses pemeriksaan perkaranya di muka Pengadilan”.8

Kepala Kepolisian Republik Indonesia, memberikan batasan pengertian yang agak luas terhadap bantuan hukum “Pemberian bantuan hukum sebagai pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan­jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya tampil di depan pengadilan, tetapi juga untuk jurusan­jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional dan lain­lainnya yang memungkinkan memberikan bantuan hukum di luar pengadilan misalnya memberikan bantuan hukum kepada seseorang yang tersangkut dalam soal­soal perumahan di kantor urusan perumahan (KUP); bantuan hukum kepada seseorang dalam urusan kewarganegaraan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman; bantuan hukum kepada seseorang yang menyangkut dalam urusan internasional di Departemen Luar Negeri; bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya”.9

Sesuai dengan ketentuan Undang­undang nomor 48 Tahun 2009, pasal 56 dan 57, Undang­undang Nomor 49 tahun 2009 pasal 68 B dan 69 C, Undang­ undang Nomor 50 Tahun 2009 pasal 60 B dan 60 C, Undang­undang Nomor 51

8 Jaksa Agung, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan

Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:

Departemen Penerangan RI,1976), h. 72.

9

Kepala Kepolisian, RI, Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Hukum Negeri dan

Pelaksana Tugas Peradilan, dalam Pemberian Bantuan Hukum oleh Fakultas Negeri, (Jakarta:


(41)

Tahun 2009 pasal 144 C dan 144 D yang mengatur tentang hak setiap orang yang tersangkut perkara untuk memperoleh bantuan hukum dan negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Dengan dasar itu Mahkamah Agung melakukan terobosan baru memberikan bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan yang dipandang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010.

Bantuan hukum adalah pemberian jasa hukum yang difasilitasi oleh negara melalui Peradilan, dengan pembebasan biaya perkara, baik dalam perkara perdata gugatan dan permohonan, perkara pidana maupun perkara jinayat dan biaya sidang ditempat sidang tetap (zitting plaatz).

Bantuan Hukum menurut Undang­undang Nomor 16 Tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma­cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Pemohon Bantuan Hukum adalah pencari keadilan yang terdiri dari orang perseorangan atau sekelompok orang yang secara ekonomis tidak mampu atau memiliki kriteria miskin sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik atau penetapan upah minimum regional atau program jaring pengaman sosial lainnya, atau memenuhi syarat sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Sema No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, yang memerlukan bantuan untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum di Pengadilan.


(42)

Jadi dapatlah dikatakan disini bahwa bantuan hukum adalah memberikan pelayanan hukum kepada rakyat miskin atau orang­orang yang tidak mampu yang buta hukum, tidak dapat membayar biaya pembela atau pengacara tanpa memandang agama, asal, suku maupun keyakinan politik masing­masing, sehingga meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, terutama hak­haknya sebagai subyek hukum.

C. Tujuan Bantuan Hukum

Bantuan hukum di Indonesia mempunyai tujuan dan ruang lingkup yang lebih luas dan lebih jelas arahnya. Arti dan tujuan program bantuan hukum tersebut tercantum di dalam anggaran Dasar Lembaga Bantuan Hukum, yang artinya adalah sebagai berikut, “Disamping memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, Lembaga Bantuan Hukum berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas­luasnya dengan tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak­hak sebagai subyek hukum. Lembaga Bantuan Hukum juga berambisi turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang”.10

Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa ruang lingkup bantuan hukum di Indonesia mencakup pemberian pelayanan hukum, mengadakan pendidikan (hukum), serta mengadakan pembaharuan dan perbaikan pelaksanaan hukum.

10


(43)

Di dalam SEMA No 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan hukum. Bantuan hukum bertujuan untuk:

(1) Membantu masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu secara ekonomis dalam menjalankan proses hukum di pengadilan;

(2) Meningkatkan akses terhadap keadilan;

(3) Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum melalui penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hukum terhadap hak dan kewajibannya; dan

(4) Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari keadilan. Tujuan Bantuan Hukum Menuurut UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Penyelenggaraan Bantuan Hukum bertujuan untuk:

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggung jawabkan.


(44)

31

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Sejarah Pengadilan

Kelahiran Pengadilan Agama Jakarta Timur Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap peradilan agama, pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap­tiap distrik dibentuk satu majelis distrik yang terdiri dari:

a. Komandan Distrik sebagai Ketua

b. Para penghulu masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota

Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad 1820 Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa itu mengeluarkan penjelasan Pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut:

“Apabila terjadi sengketa antara orang­orang Jawa satu sama lain mengenai soal­soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa­sengketa sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta” memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan­pengadilan biasa”. Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari


(45)

hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).

Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuaian undang­ undang Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada pemerintahnya, dalam nota itu dikatakan bahwa:

“Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera, maka harus diikhtiarkan sedapat­dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”.

Di daerah khusus Ibukota Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan kantor­kantor cabang Pengadilan Agama dari 2 kantor cabang menjadi 4 kantor cabang, antara lain :

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur b. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan c. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat d. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat


(46)

B.Struktur Organisasi Pengadilan

STRUKTUR ORGANISASI

PENGADILAN AGAMA KELAS – IA JAKARTA TIMUR

KETUA

Drs. H. Zulkarnain, SH., M.H.

WAKIL KETUA

­

PANITERA SEKRETARIS

Dra. Hj. Aminah

WAKIL PANITERA

H. Hanafi Baihaqi, Lc., SH

Plt. WAKIL SEKRETARIS

Muhammad Zuhri

HAKIM

11. Drs. H. Nemin Aminudin, SH., MH 12. Hj. Shafwah, SH., MH 13. H. Abdillah, SH., MH 14. Drs. H. Muhiddin, SH., MH 15. Drs. Sultoni, MH. 16. Elvi Nailana, SH., MH. 17. Dra. Orba Susilawati, MHI 18. Drs. Amril Mawardi, SH 19. Drs. Yayan Admaja, SH (MARI)

HAKIM

1. Dra. Hj. Saniyah, KH. 2. Dra. Nur’aini Saladdin, SH 3. Dra. Hj. Ai Zainab, SH 4. Dra. Haulillah, MH 5. Hj. Yustimar B., SH 6. Drs. H.M. Syamri Adnan, SH., MH.I 7. Dra. Hj. Farchanah Muqoddas, M.Hum. 8. H. Muhammad Kailani, SH., MH. 9. Dra. Nurroh Sunah, SH

10. Drs. H. Abd. Ghoni, SH., MH. (MARI)

PAN MUD PERMOHONAN H. Bambang SP, SH, SP.I, MH PAN MUD GUGATAN

Ali Mustofa, SH. PAN MUD HUKUM

Pahrurozi, SH

1. Siti Mahbuhah, S.Ag. 2. Sri Komalasari 3. Monika Septi Indriyani, A.Md 1. Kemas M. Irfan, SE

1. R. Desy Psp, A.Md. 2. Dani N, SH

KEPALA SUB. BAG. UMUM Muhammad Zuhri

KEPALA SUB. BAG. KEUANGAN Dewi Utari, SE

Plt. KA. SUB. BAG. KEPEGAWAIAN

Hismi Mubarok

1. Sutini, S.Ag. 2. Muhammad Arsyi 3. Rd. Yadi Sumiadi W. 4. A. Syahrus Sikti, SHI 5. Handika Imron, S.Kom

1. Sanjaya Langgeng S.

2. Achmad Mubarok, SHI 1. Winahya V. A.Md.

PANITERA PENGGANTI

1. Drs. Ade Faqih 2. Dra. Siti Nurhayati 3. Siti Makbullah, SH 4. Titiek Indriaty, SH 5. Aday, S.Ag. 6. Fathony, SH 7. Zulhemi, B.A. 8. Hj. Spa Ichtiyatun, SH., MH 9. Hj. Andar Aryani, SH., MH 10. Drs. H. Ujang Sodik 11. Mastanah, SH 12. Sri Mulyati, S.Ag. 13. Yulisma, SH 14. Winarti, SH 15. Rahmah Sufiyah, SH., MH 16. Muhammad Sayhon, SH 17. Syarif Maulana, SH 18. Rohimah, SH., MH 19. Hj. Alfiah Yuliastuti, SH 20. Dwiarti Yuliani, SH

JURUSITA

1. Moh. Sidik 2. Abd. Rochim 3. Ade Husniati

JURUSITA

1. Sumiyati 2. Veny Rahmawati 3. Sirajuddin Haris 4. M. Dirwansyah Ridlah 5. Yuspa

6. Agus Alwi 7. Imam Sunardi 8. Marhamah 9. Prio Rinanto


(47)

C. Wilayah Hukum dan Wewenang Pengadilan

Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 65 kelurahan. Adapun batas­batas wilayahnya adalah:

1. Sebelah utara dengan: Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat 2. Sebelah barat dengan: Kodya Jakarta Selatan

3. Sebelah selatan dengan: Kabupaten Bogor /Kodya Depok 4. Sebelah timur dengan: Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi

Luas wilayah: 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa (besumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur adalah wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 153.484 jiwa:

­ Kelurahan Kebon Manggis ­ Kelurahan Palmeriam ­ Kelurahan Pisangan Baru ­ Kelurahan Kayu Manis ­ Kelurahan Utan Kayu Utara ­ Kelurahan Utan Kayu Selatan


(48)

2) Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 250.186 jiwa:

­ Kelurahan Bali Mester ­ Kelurahan Bidaracina

­ Kelurahan Cipinang Besar Selatan ­ Kelurahan Cipinang Besar

­ Kelurahan Cipinang Cempedak ­ Kelurahan Cipinang Muara ­ Kelurahan Rawa Bunga

­ Kelurahan Kampung Melayu Kecil

3) Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 240.074 jiwa:

­ Kelurahan Baru ­ Kelurahan Cijantung ­ Kelurahan Gedong ­ Kelurahan Kalisari ­ Kelurahan Pekayon

4) Kecamatan kramat jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 175.883 jiwa:

­ Kelurahan Balekambang ­ Kelurahan Batu Ampar ­ Kelurahan Cawang


(49)

­ Kelurahan Cililitan ­ Kelurahan Dukuh

­ Kelurahan Kampung Tengah ­ Kelurahan Kramat Jati

5) Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 250.878 jiwa:

­ Kelurahan Cipinang ­ Kelurahan Jati

­ Kelurahan Jatinegara Kaum ­ Kelurahan Kayu Putih ­ Kelurahan Pisangan Timur ­ Kelurahan Pulogadung ­ Kelurahan Rawamangun

6) Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 251.184 jiwa:

­ Kelurahan Cakung Barat ­ Kelurahan Cakung Timur ­ Kelurahan Jatinegara ­ Kelurahan Penggilingan ­ Kelurahan Pulogebang ­ Kelurahan Rawa Terate ­ Kelurahan Ujung Menteng


(50)

7) Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 160.679 jiwa:

­ Kelurahan Cibubur ­ Kelurahan Ciracas

­ Kelurahan Kelapa Dua Wetan ­ Kelurahan Rambutan

­ Kelurahan Susukan

8) Kelurahan Cipayung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya sebanyak 171.883 jiwa:

­ Kelurahan Ceger ­ Kelurahan Cilangkap ­ Kelurahan Cipayung ­ Kelurahan Lubang Buaya ­ Kelurahan Munjul

­ Kelurahan Pondok Rangon ­ Kelurahan Setu

9) Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk sebanyak 193.085 jiwa:

­ Kelurahan Cipinang Melayu ­ Kelurahan Halim

­ Kelurahan Kebon Pala ­ Kelurahan Pinang Ranti


(51)

­ Kelurahan Makasar

10) Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya 203.280 jiwa:

­ Kelurahan Duren Sawit ­ Kelurahan Malaka Jaya ­ Kelurahan Pondok Kopi ­ Kelurahan Pondok Bambu ­ Kelurahan Klender1

1


(52)

39

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

A. Pengertian Efektifitas

Secara Etimologi kata efektivitas berasal dari kata efektif dalam bahasa Inggris effective, dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily artinya adalah berhasil dan ditaati.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif artinya “dapat membawa hasil, berhasil guna” tentang usaha atau tindakan. Dapat berarti “sudah berlaku” tentang undang­undang atau peraturan.2

Pengertian seperti tersebut sejalan dengan rumusan yang dikemukakan oleh The Liang Gie, yaitu ”Efectiveness–Efektivitas: Suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendakinya, maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendakinya”.3

Ulum mengemukakan bahwa pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna).

1

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), Cet Ke­23, h. 207.

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet Ke­2, h. 284.

3


(53)

Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wesely).4

Rumusan dan pandangan tentang ”efektivitas” yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa untuk mengetahui sesuatu mencapai efektivitas atau tidak, harus dikaitkan antara rencana, kehendak, aturan, tujuan atau sasaran dengan hasil yang telah dicapai setelah melakukan kegiatan untuk mencapai maksud, sasaran atau apa yang telah direncanakan sebelumnya.

Dengan kata lain bahwa suatu hasil dikatakan mencapai efektivitas jika hasil tersebut benar­benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, termasuk ketentuan yang berlaku. Disamping itu, uraian yang dikemukakan di atas, menunjukkan pula bahwa indikator atau ukuran efektivitas adalah kesesuaian antara rencana dengan hasil yang dicapai, atau antara ketentuan perundang­undangan yang berlaku dengan kenyataan pelaksanaannya, atau dengan kata lain bahwa efektif adalah kesamaan antara rencana dan hasil yang dicapai.

B. Peranan Bantuan Hukum Pasca Sema Nomor 10 Tahun 2010 di Pengadilan Agama Jakarta Timur

4


(54)

Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Pos bantuan hukum merupakan salah satu jasa bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang tidak mampu secara keseluruhan ekonomi/tidak mampu membayar advokat tetapi mampu membayar biaya perkara.

Pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur baru terealisasi pada tahun 2011 dan terealisasi diseluruh Indonesia pada tanggal 1 Maret 2011, akan tetapi dalam pelaksanaanya pos bantuan hukum itu sendiri di Pengadilan Agama Jakarta Timur baru diresmikan pada tanggal 29 Maret, dikarenakan banyak proses yang harus dilewati agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan aturan­aturan yang telah ditentukan.

Pasca lahirnya Undang­undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, praktik Posbakum tidak lagi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Menurut pasal 6 Undang­Undang No. 16 tahun 2011, pemberian bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum.

Undang­undang No. 16 Tahun 2011, berlaku pada tahun 2013. Dan pada tahun 2013 bantuan hukum dikelola oleh Kementrian Hukum dan HAM. Akan tetapi, dalam praktiknya belum terealisasikan, sehingga terjadi kekosongan dalam memberikan bantuan hukum di Posbakum. Prosedur pemberian bantuan hukum menurut UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, pasal 4 ayat (3) meliputi: menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau


(55)

melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum. Menurut pasal 8 ayat (1), UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum praktik bantuan hukum dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang sudah di tunjuk oleh menteri dan memenuhi syarat­syarat yang telah diatur dalam ayat berikutnya ayat (2), yaitu:

a. Berbadan hukum.

b. Terakreditasi berdasarkan Undang­undang. c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap. d. Memiliki pengurus.

e. Memiliki program bantuan hukum.

Adanya perpindahan penyelenggara bantuan hukum dari Mahkamah Agung ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, menyebabkan pada tahun 2013 pelaksanaan Posbakum belum berjalan. Sedangkan dalam aturan SEMA No 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, menuturkan persyaratan yang sangat rinci agar tidak terjadi penyalahgunaan. Sehingga di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada bulan april tahun 2013, Mahkamah Agung melalui Badan Peradilan Agama kembali menyelenggarakan bantuan hukum dengan menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan yang tidak mampu.5

5

Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(56)

Jasa bantuan hukum yang di berikan oleh pemberi bantuan hukum di pos bantuan hukum sebagaimana di atur dalam pasal 17 ayat 1 SEMA No. 10 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, fasilitas pelayanan bantuan hukum yang diberikan adalah berupa:

1. Informasi

2. Konsultasi hukum 3. Advis

4. Pembuatan surat gugatan/permohonan

Jenis­jenis perkara yang dapat ditangani oleh pos bantuan hukum adalah: ­ Perkara perceraian

­ Penetapan ahli waris ­ Hadhanah

­ Istbat nikah ­ Poligami ­ Perwalian

Pemberi jasa bantuan hukum di pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah:

1. Advokat;

2. Sarjana hukum; dan 3. Sarjana syari’ah

Pemberi jasa bantuan hukum berasal dari organisasi bantuan hukum. Pemberi jasa yang akan bertugas di pos bantuan hukum ditunjuk oleh ketua


(57)

Pengadilan Agama, ada tiga lembaga bantuan hukum yang berkiprah di Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memberikan bantuan hukum, yaitu, lembaga bantuan hukum Nahdatul Ulama, Mandiri, dan Syari’ah, yang tedaftar di kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lembaga bantuan hukum ini berkiprah untuk membantu masyarakat dalam memberikan bantuan hukum kepada para pencari keadilan yang tidak mampu di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Yang berhak menerima jasa dari pos bantuan hukum adalah orang yang tidak mampu dari segi ekonomi untuk membayar jasa advokat dan masyarakat yang buta hukum tetapi mampu dalam hal ekonomi, juga dapat menggunakan layanan jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur.6

Syarat­syarat permintaan layanan jasa pos bantuan hukum. bagi yang tidak mampu secara keseluruhan, dengan cara mengisi formulir permohonan jasa pos bantuan hukum dengan melampirkan:

a. Surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah.

b. Surat tunjangan sosial lainnya seperti: ­ Kartu keluarga miskin (KKM), atau

­ Kartu jaminan kesehatan masyarakat (JAMKESMAS), ­ Kartu program keluarga harapan (PKH), dan

6

Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(58)

­ Kartu bantuan langsung tunai (BLT)

Bagi yang tidak mampu membayar jasa advokat tetapi mampu dalam membayar biaya perkara yaitu dengan cara membuat surat pernyataan tidak mampu untuk membayar jasa advokat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pemohon bantuan hukum serta diketahui oleh Ketua Pengadilan Agama.

Mekanisme pemberian jasa pos bantuan hukum, para pihak yang akan mengajukan permohonan jasa pos bantuan hukum:

1. Datang ke tempat resepsionis setelah itu pemohon diarahkan ke tempat meja informasi,

2. Tempat meja informasi akan memberikan informasi selengkap­lengkapnya kepada pemohon jasa bantuan hukum tentang pos bantuan hukum.

3. Pemohon jasa bantuan hukum mengajukan permohonan kepada pos bantuan hukum dengan mengisi formulir yang telah di sediakan.

4. Permohonan di lampiri:

a. Foto copy surat keterangan tidak mampu (SKTM) dengan memperlihatkan aslinya; atau

b. Surat keterangan tunjangan sosial lainnya dengan memperlihatkan aslinya,

c. Surat tidak mampu membayar advokat.

5. Pemohon yang sudah mengisi formulir dan melampirkan SKTM, setelah itu di daftarkan ke pos bantuan hukum. satu hari berikutnya dapat


(59)

langsung diberikan jasa layanan bantuan hukum berupa pemberian informasi, advis, konsultasi dan pembuatan gugatan/permohonan.7

Secara singkat mekanisme pemberian bantuan dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:

7

Wawancara Pribadi dengan Makini. Staf Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(60)

P IH A K

P e n g g u g a t/P e m o h o n

R E S E P S IO N IS

M e m in ta in fo rm a s i y a n g d ib u tu h k a n te n ta n g ja s a p o s b a n tu a n h u k u m u n tu k m e n d a p a tk a n ja s a

b a n tu a n h u k u m y a n g d ip e rlu k a n

P IH A K

T e rg u g a t/T e rm o h o n

J E N IS J A S A H U K U M

1 . K o n s u lta s i

2 . P e m b u a ta n S u ra t G u g a ta n /P e rm o h o n a n 3 . P e m b u a ta n J a w a b a n

4 . P e m b u a ta n R e p lik 5 . P e m b u a ta n D u p lik 6 . P e m b u a ta n K e s im p u la n

P O S B A K U M

D e n g a n M e n y a ta k a n :

1 . S u ra t K e te ra n g a n T id a k M a m p u (S K T M ) y a n g d ik e lu a rk a n o le h K e p a la D e s a /L u ra h a ta u S u ra t K e te ra n g a n T u n ja n g a n S o s ia l la in n y a .

2 . S u ra t P e rn y a ta a n T id a k M a m p u M e m b a y a r J a s a A d u k a tif y a n g d ib u a t d a n d ita n g a n i o le h p e m o h o n b a n tu a n h u k u m d a n d ik e ta h u i o le h K e tu a P e n g a d ila n A g a m a


(61)

Pengawasan jasa pos bantuan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Agama jakarta Timur, yaitu:

(1) Panitrera Pengadilan Agama membuat buku registrasi khusus untuk mengontrol pelaksanaan pemberian bantuan hukum;

(2) Perlunya perhatian/pengawasan apabila ada pembuatan draft yang keliru atau tidak lengkap;

(3) Pemberi bantuan hukum wajib memberikan laporan tertulis kepada Ketua Pengadilan Agama tentang telah diberikannya bantuan hukum dengan melampirkan bukti­bukti sebagai berikut:

a. Formulir permohonan dan foto kopi Surat Keterangan Tidak Mampu atau Surat Keterangan Tunjanngan Sosial lainnya, jika ada; dan

b. Pernyataan telah diberikannya bantuan hukum yang ditandatangani oleh pihak pemberi dan penerima bantuan hukum.8

C. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung Terlaksananya Bantuan Hukum.

Dalam melaksanakan tugas layanan Pos Bantuan Hukum banyak menemui berbagai masalah dan hambatan. Masalah yang dialami POSBAKUM Pengadilan Agama Jakarta Timur meliputi fasilitas yang kurang memadai. Karena ruangan POSBAKUM yang satu dengan ruangan posbakum yang lainya

8

Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(62)

berdekatan, sehingga menyebabkan ketidaknyamanan dalam menyampaikan masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum.9

Problem selanjutnya adalah para pihak penerima bantuan hukum yang datang beragam dan masalahnya sudah sangat rumit sehingga mempersulit pemberi bantuan hukum.

Kurangnya petugas dalam Posbakum Pengadilan Agama Jakarta Timur, juga menghambat sistem kerja dalam melayani masyarakat pencari keadilan. Karena begitu banyaknya masyarakat yang datang meminta layanan Posbakum.

Kemudian peralatan yang ada kurang lengkap dalam melancarkan kegiatan jasa pos bantuan hukum, seperti halnya alat fotocopy, dll.

Faktor yang mendukung adalah: 1. Adanya anggaran yang memadai

2. Dari pihak pengadilan terus mendukung jasa pos bantuan hukum

3. Keterbukaan dari penerima bantuan hukum dalam memberikan informasi.10

D. Analisa Efektifitas Jasa Pos Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Dewasa ini bantuan hukum bagi masyarakat miskin dirasa cukup mendesak. Untuk itulah Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 10 Tahun

9

Wawancara Pribadi dengan Syarifah. Penerima Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 27 Januari 2014

10

Wawancara Pribadi dengan Abdulloh. Kordinator Jasa Pos Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(63)

2010 tanggal 30 Agustus tentang pedoman pemberian bantuan hukum, yang terdiri dari dua lampiran; lampiran A untuk lingkungan Peradilan Umum ( PN dan PTUN ), dan lampiran B untuk lingkungan Peradilan Agama.

Salah satu jenis bantuan hukum yang diberikan oleh negara adalah dibentuknya pos bantuan hukum di Peradilan Indonesia. Pos bantuan hukum sudah dikenal oleh sebagian masyarakat kita, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya masyarakat dalam menggunakan jasa di pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Sebelumnya masyarakat yang tidak mampu dan awam hukum dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan sering kali dihadapkan pada aturan dan bahasa hukum yang kadang terkesan kaku dan prosedural. Baik dalam permohonan atau gugatan yang diajukan akan ditolak pengadilan padahal bisa jadi hanya tidak memenuhi prosedural hukum.

Dalam konteks inilah pemberian bantuan hukum kepada masyarakat miskin, khususnya dalam pembuatan surat gugatan/permohonan, perkara prodeo dan sidang kelilling diperlukan sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang­ undang dan rujukan dalam menjamin optimalisasi akses masyarakat termarginalkan terhadap pengadilan.

Pada tahun 2011, Pengadilan Agama Jakarta Timur memperoleh pagu anggaran DIPA dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama sebesar Rp 175.000.000,­ (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) yang terdiri dari perkara prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp 15.000.000,­ (lima belas


(64)

juta rupiah) dan kegiatan penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 160.000.000,­ (seratus enam puluh juta rupiah). Dan pada tahun 2012, Pengadilan Agama Jakarta Timur mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar RP 185.600.000,­ (seratus delapan puluh lima juta enam ratus ribu rupiah) yang terdiri dari kegiatan perkara prodeo mendapatkan pagu anggaran DIPA sebesar Rp 41.600.000,­ (empat puluh satu juta enam ratus ribu rupiah) dan kegiatan penyediaan bantuan hukum sebesar Rp 144.000.000,­ (seratus empat puluh empat juta rupiah).11 Anggaran bantuan hukum tersebut setiap tahunnya mengalami peningkatan, karena masyarakat pencari keadilan yang kurang mampu merasa sangat terbantu dengan adanya pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur sehingga Dipa menaikkan anggaran bantuan hukum.12

Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mendapatkan jasa layanan secara gratis di POSBAKUM Pengadilan Agama Jakarta Timur. Untuk konsultasi dan advis mereka tanpa membawa persyaratan apapun tetap dilayani, namun untuk pembuatan surat gugatan dan atau surat permohonan diharuskan mengisi formulir yang telah disediakan, lihat lampiran.

Lebih lanjut Bapak Amril Mawardi dan Abdulloh, mengemukakan pengguna jasa POSBAKUM, baik dari kalangan tidak mampu atau mereka yang merasa mampu sama­sama bisa menggunakan jasa pos bantuan hukum.

11

Data Laporan Anggaran Bantuan Hukum Tahun 2011 dan 2012, Dewi Utari, Keuangan Subag Umum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 januari 2014.

12

Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi. Hakim Madya Pratama Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(65)

Walaupun sudah ada ketentuan bahwa POSBAKUM ini hanya diperuntukan bagi orang­orang yang tidak mampu membayar jasa advokat, akan tetapi masyarakat pencari keadilan yang mampu secara ekonomi tidak dapat berperkara secara prodeo.13

Kriteria kemiskinan yang hanya dilihat dari segi ketidakmampuan seseorang untuk mambayar honorarium advokat harus dikaitkan pula dalam kerangka yang lebih luas yaitu faktor­faktor pola ketergantungan ekonomi maupun politis. Karena faktor­faktor yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia ini sangat kompleks sekali. Masyarakat yang mampu dalam hal ekonomi juga menggunakan layanan POSBAKUM ini.

Menurut Pasal 27 ayat (1) Undang­Undang Dasar Republik Indonesia 1945, menyebutkan: “ Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa terkecuali.”

Berikut data penerima jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tahun 2011.

13

Wawancara Pribadi dengan Amril Mawardi dan Abdullah. Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(66)

No ITEM JENIS JASA

HUKUM Mar

et A pri l Mei Jun i Juli A gust us Septe m ber O ktob er N opem be r D es em b er Juml ah

1 Jumlah pemohon berdasarkan jenis jasa hukum

a. Informasi 9 87 124 131 90 63 78 97 99 72 850 b. Konsultasi 10 65 110 120 70 32 54 38 28 17 544

c. Advis 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 3

Pembuatan :

a. Permohonan 3 17 19 9 10 3 13 10 18 22 124

b. Gugatan 10 19 21 23 19 10 25 39 33 45 244

2 Jumlah penerima jasa bantuan

hukum

23 122 141 152 145 85 93 153 146 142 1202

Data penerima jasa pos bantuan hukum pada tahun 2012.

No ITEM JENIS JASA

HUKUM Janu ari Februar i Mar et A pri l Mei Jun i Juli A gust us Septe m ber O ktob er N opem be r D es em b er Juml ah

1 Jumlah pemohon berdasarkan jenis jasa hukum

a. Informasi 67 122 88 98 152 145 95 72 78 156 142 131 1346 b. Konsultasi 56 81 76 53 72 70 52 43 48 80 86 62 849

c. Advis 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Pembuatan :

a. Permohonan 20 18 19 15 19 23 17 11 16 19 27 21 225 b. Gugatan 37 36 42 44 43 37 41 28 38 46 39 34 465

2 Jumlah penerima jasa bantuan

hukum

178 211 162 156 208 173 151 115 215 201 176 153 2099

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa penerima/pemohon jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur meningkat, pada tahun 2011 berjumlah 1202 penerima jasa pos bantuan hukum dan pada tahun 2012


(67)

berjumlah 2099, jumlahnya meningkat 897 pemohon jasa pos bantuan hukum dari tahun 2011 hingga Desember tahun 2012.14

Karena secara psikologis masyarakat sangat terbantu dengan adanya jasa pos bantuan hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta pelayanannya sangat baik dan masalah yang dihadapi pemohon bantuan hukum jadi cepat selesai.15

Dengan ini pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur telah banyak memberikan kontribusi dan jasa bantuan hukum kepada masyarakat pencari keadilan terutama masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi, sebagaimana tujuan bantuan hukum yang diatur dalam pasal 2 SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

Petugas pos bantuan hukum dalam memberikan bantuan hukum informasi, konsultasi dan advis telah menjalani prosedur sesuai dengan aturan SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Dengan memberikan bantuan jasa informasi dan konsultasi hanya pada persiapan untuk mengajukan perkara atau surat gugatan/surat permohonan dan bantuan

14

Data Laporan Pos Bantuan Hukum Tahun 2011 dan 2012, Dika, Informasi Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 januari 2014.

15

Wawancara Pribadi dengan Ernawati. Penerima Bantuan Hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 27 Januari 2014


(68)

hukum advis diberikan ketika perkara sidang berjalan yaitu, untuk pembuatan jawaban, replik, duplik, dan pembuatan kesimpulan.16

Pos bantuan hukum Pengadilan Agama Jakarta Timur telah bekerja secara efisien dan sangat efektif dalam membantu para pencari keadilan, terutama sangat membatu masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dalam mendapatkan jasa bantuan hukum, sesuai dengan aturan dan tujuan bantuan hukum yang tecantum dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

Pelaksanaan bantuan hukum kepada masyarakat tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan masyarakat akan bantuan hukum dalam setiap proses hukum, lebih jauh dari hal itu, yaitu bagaimana menjadikan masyarakat mengerti hukum dan dapat mengkritisi produk hukum yang ada.

E. Analisa Bantuan Hukum Menurut Islam Berkaitan dengan Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur

Bantuan hukum adalah sebuah perbuatan yang mulia karena memberikan manfaat bagi pihak­pihak yang mempunyai permasalahan hukum. Bantuan hukum meskipun mempunyai tujuan yang baik, harus tetap disesuaikan dengan hukum Islam. hukum Islam dibangun di atas sendi­sendi pokok yaitu:

1. Hukum Islam mewujudkan dan menegakkan keadilan yang merata bagi seluruh umat manusia (tahqiq al­„adalat);

16

Wawancara Pribadi dengan Makini. Staf Posbakum Pengadilan Agama Jakarta Timur. Jakarta, 23 Januari 2014.


(1)

HASIL WAWANCARA PENERIMA JASA POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

Nama : Umar Lutfhi

Tanggal wawancara : 27 Januari 2013

Tempat wawancara : Pengadilan Agama Jakarta Timur

Tanya: Dalam hal perkara apa yang sedang bapak/ibu selesaikan?

Jawab: Perkara perceraian.

Tanya: Jasa bantuan hukum apa yang bapak/ibu minta kepada pos bantuan hukum?

Jawab: Membuat surat gugatan.

Tanya: Bagaimana pelayanan di pos bantuan hukum?

Jawab: Pelayanannya sangat baik.

Tanya: Apakah ada hambatan yang bapak/ibu alami untuk mendapatkan bantuan

hukum?


(2)

Tanya: Bagaimana pendapat bapak/ibu dengan adanya pos bantuan hukum?

Jawab: Sangat positif, dan sangat membantu sekali.

Tanya: Apa saran dan kritik bapak/ibu untuk kemajuan pos bantuan hukum?

Jawab: Ditambah petugasnya agar tidak mengantri terlalu lama, dan kedepanya


(3)

INSTRUMEN BANTUAN HUKUM (POSBAKUM) PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

Nomor identitas Nama

Umur Pekerjaan Tp.mpat tinggal

Kedudukan Pemohon

Jenis Jasa Hukum : ­ KONSUl TASI (

...

)

­ PEMBUATAN GUGATAN (

...

) ­ PEMBUATAN PERMOHONAN (

...

) Nama Pemberi Ja,sa

(POSBAKUM)

Jakarta, ... 2014 Petugas Informasi,


(4)

Ciracas – Jakarta Timur 13730

Telp. 021-87717548 Fax. 021-87717549

LAPORAN PELAKSANAAN POSBAKUM TAHUN 2011

WILAYAH PTA JAKARTA PADA PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

No Bulan

POSBAKUM Jumlah orang yang

dilayani

1 Maret 23

2 April 122

3 Mei 141

4 Juni 152

5 Juli 145

6 Agustus 85

7 September 93

8 Oktober 153

9 November 146

10 Desember 142


(5)

PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

Jalan PKP Raya No.24 Kelapa Dua Wetan

Ciracas – Jakarta Timur 13730

Telp. 021-87717548 Fax. 021-87717549

LAPORAN PELAKSANAAN POSBAKUM TAHUN 2012

WILAYAH PTA JAKARTA PADA PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR

No Bulan

POSBAKUM Jumlah orang yang

dilayani

1 Januari 178

2 Februari 211

3 Maret 162

4 April 156

5 Mei 208

6 Juni 173

7 Juli 151

8 Agustus 115

9 September 215

10 Oktober 201

11 November 176

12 Desember 153


(6)

87717548

JAKARTA TIMUR l3730

www.pajakartatimur.net email: pa.jakartatimur@gmail

SURAT KETERANGAN

NOMOR: wYMaSョセセGDN@ .. /HK.05/1/2014

Panitera Pengadilan Agama Jakarta Timur membaca surat Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor : Un.01/F.4/KM.00.02/140/2014, tanggal 15 Januari 2014, dengan memberikan keterangan sebagai berikut :

Nama

­­­­­­­­­­­­ ­­­­­­­­1

niセ@

_ _ _

_____I

1. Farizi _ 208044100022

Telah melakukan penelitian pada Kantor Pengadilan Agama Jakarta Timur pada tanggal 27 Januari 2014, yang berkaitan dengan Penulisan Skripsi dengan Judul "Peranan Bantuan Hukum Pasca Sema No.10 Tahun 2010 (Analisis Efektivitas Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Jakarta Timur", kepada yang bersangkutan telah diberikan data dan keterangan yang diperlukan.

Demikian agar maklum.

Jakarta, 28 Januari 2014 An. Ketua,