38
4. Jiwa ukhuwwah diniyyah : kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, segala suka dan duka dirasakan bersama dalam
jalinan persaudaraan sebagai sesama Muslim. Ukhuwwah ini bukan saja selama mereka dalam pondok, tetapi juga mempengaruhi kearah persatuan
umat dalam masyarakat sepulang para santri itu dari pondok. 5. Jiwa bebas : bebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan
masa depan, bebas dalam memilih jalan hidup, dan bahkan bebas dari berbagai pengaruh negatif dari luar. Kebebasan ini tidak boleh
disalahgunakan menjadi terlalu bebas liberal sehingga kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Karena itu, kebebasan ini harus dikembalikan ke aslinya,
yaitu bebas di dalam garis-garis disiplin yang positif, dengan penuh tanggung jawab; baik di dalam kehidupan pondok pesantren itu sendiri, maupun dalam
kehidupan masyarakat. Kebebasan ini harus selalu didasarkan kepada ajaran- ajaran agama yang benar berlandaskan kepada Kitab dan Sunnah.
2.4 Kerangka Berfikir
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun
perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa anak-anak, masalah anak-anak diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru,
sehingga kebanyakan remaja tidak berpenglaman dalam mengatasai masalah.
39
Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehinggaa mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru Hurlock,
1980. Ketika remaja menuntut kemandirian, orang dewasa yang bijaksana
melepaskan kendali dibidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk akal tetapi tetap harus membimbing remaja untuk mengambil
keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Secara berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan untuk
mengambil keputusan-keputusan matang secara mandiri Santrock, 2002. Dalam proses perkembangannya, remaja mengalami suatu perkembangan
yang semakin jelas diarahkan keluar dirinya, keluar lingkungan keluarga, ke orang lain dalam lingkungan sekitarnya, dan tempat yang akan ditempatinya di dalam
masyarakat. Ia harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua dan membentuk cara hidup pribadi Gunarsa dan Gunarsa, 2008. Gerakan melepaskan diri dari
orang tua ini, menurut Pikunas dalam Syamsu 2005 merupakan upaya remaja untuk mendapat pengakuan, ingin bersikap mandiri, yang sebenarnya merupakan
proses untuk mencapai otonomi diri. Remaja juga makhluk sosial yang hidupnya juga berdampingan dengan
orang lain yang ada di lingkungannya. Maka lingkungan masyarakat, keluarga, sekolah atau tempat di mana ia tinggal dapat membentuk perilaku dan kebiasaan-
kebiasaan seseorang termasuk kemandiriannya. Salah satunya remaja yang tinggal di pondok pesantren yang biasa disebut santri, karena memang lingkungannya
menuntut mereka untuk lebih mandiri. Karena mereka harus mengatur dirinya
40
sendiri dan harus menyesuaikan tingkah lakunya dalam berhubungan dengan orang lain tanpa di dampingi oleh orang tua atau keluarga.
Kemandirian didukung dan dilaksanakan dengan rasa percaya diri yang kuat, karena tanpa itu semua tindakan dan keputusan akan dilaksanakan dengan
keragu-raguan Gilmore 1974. Dan bagi orang yang memiliki kemandirian, terdapat kepercayaan diri untuk menghadapi masalah-masalah tanpa bantuan
orang lain. Ia akan berusaha keras untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam hidupnya Rogers dalam Koswara, 1989.
Orang yang memiliki kemandirian memiliki ciri-ciri yang khas, seperti memiliki kebebasan untuk berpendapat, penuh percaya diri, tanggung jawab,
memiliki pertimbangan dalam menghadapi masalah atau keputusan, merasa aman dikala berbeda dengan orang lain, memiliki inisiatif dan kreatif, dan berusaha atas
dasar kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kepercayan diri merupakan modal dasar bagi terbentuknya sikap mandiri, karena didalam individu yang
memiliki kepercayaan diri dipastikan memiliki keyakinan untuk menggunakan potensi yang dimilikinya dalam mencapai keberhasilan dan dalam mengatasi
persoalan-persoalan hidupnya tanpa bantuan dan bergantung pada orang lain. Dengan demikian diharapkan remaja mampu dan mencapai kedewasaan
dengan kemandirian disertai kepercayaan diri, tanggung jawab, dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan, mampu mengembangkan hati nurani, moralitas,
dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan, mampu menerima
41
dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya, mampu menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam kebudayaan
tempatnya berada serta mampu memecahkan masalah dan persoalan hidupnya tanpa bantuan, pengaruh, dan pengawasan dari orang lain.
Tabel 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Santri
Hubungan antara Kepercayaan diri dengan Kemandirian Santri
Kepercayaan diri
1.
Merasa adekuat terhadap tindakan
2.
Merasa diterima kelompoknya
3.
Ketenangan sikap
Kemandirian 1. Memiliki kebebasan
2. Bertanggung jawab 3. Memiliki pertimbangan
4. Merasa aman ketika berbeda
dengan yang lain 5. Kreativitas
2.5 Rumusan Hipotesis