Analisis Yuridis Atas Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

(1)

ANALISIS YURIDIS ATAS KEGAGALAN PENGEMBANG

DALAM MEMENUHI KLAUSULA JUAL BELI APARTEMEN

(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN

NOMOR 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

TESIS

Oleh

DINA ADITYA RITONGA

087011031/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS ATAS KEGAGALAN PENGEMBANG

DALAM MEMENUHI KLAUSULA JUAL BELI APARTEMEN

(STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN

NOMOR 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA ADITYA RITONGA

087011031/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL : ANALISIS YURIDIS ATAS KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM MEMENUHI KLAUSULA JUAL BELI APARTEMEN (Studi Kasus Putusan

Pengadilan Negeri Medan Nomor

69/Pdt.G/2008/PN.Mdn)

NAMA : DINA ADITYA RITONGA

NIM : 087011031

PROGRAM STUDI : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum Ketua

(Syahril Sofyan, SH, MKn) (Prof. Dr. H. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. H. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

Anggota : 1. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

ABSTRAK

Kebutuhan perumahan yang terus meningkat khususnya di kota-kota besar disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah sedangkan persediaan tanah sangat terbatas, harga tanah yang cukup tinggi dan lokasi tanah yang tidak memungkinkan untuk membangun perumahan dalam jumlah besar. Pemanfaatan tanah yang diperlukan adalah membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai atau disebut dengan rumah susun/apartemen. Hal ini mendorong pemerintah untuk membuat undang tentang Rumah Susun yaitu Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985.

Pasal 10 (1) Undang-undang Rumah Susun menyatakan bahwa rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau pemindahan hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Salah satu cara pemindahan hak tersebut adalah dengan jual beli yang merupakan salah satu dari bentuk perjanjian.

Perjanjian jual beli apartemen antara Tuan JJ dan PT ABS yang dibuat dihadapan Notaris SW berdasarkan Pengikatan diri untuk melakukan jual beli Nomor 1521/III/Leg/2005, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa PT ABS berjanji akan menyelesaikan dan menyerahkan apartemen tersebut dalam tempo 20 bulan, tetapi pada waktu yang telah ditentukan PT ABS tidak dapat menyerahkan bangunan apartemen tersebut kepada Tuan JJ, dikarenakan PT ABS tidak mempunyai izin untuk membangun sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai saja sementara apartemen yang dibeli Tuan JJ berada di lantai 18.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriftif analisis yaitu menggambarkan dan menganalisis masalah-masalah yang akan dikemukakan dengan cara pendekatan yuridis nomatif, kemudian data di analisis dengan metode kualitatif.

Bentuk kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen di atas adalah pihak pengembang (PT. ABS) tidak dapat menyerahkan apartemen dan menyelesaikan pembangunan apartemen sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat, karena PT. ABS tidak mempunyai izin untuk membangun sampai dengan 20 lantai. Tidak dipenuhinya objek yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian atau objek yang dijanjikan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan menyebabkan pihak pengembang dinyatakan wanprestasi dan dapat dituntut ke pengadilan karena telah merugikan pihak pembeli, Dasar pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan dan Hakim Pengadilan Tinggi Medan atas kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen adalah karena PT. ABS tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan apartemen yang dijualnya kepada Tuan JJ, hal ini yang menyebabkan PT. ABS dinyatakan ingkar janji/wanprestasi.


(6)

ABSTRACT

The increasing need for housing, especially in big cities, has been resulted from the increasing number of population while the availability of land is very limited, the price of land is high, and it is impossible to build a great number of houses on the land available. The land use needed now is to build apartment buildings. This need encouraged the government to issue and pass Law No. 16/1985 on Apartment Building.

Article 10 (1) of Law No. 16/1985 on Apartment Building says that the ownership of apartment unit can be transferred through inheritance or right transfer in accordance with the existing law. One of the methods of right transfer is through trading which is one of the forms of agreement.

The trading agreement of an apartment unit between Mr. JJ and PT. ABS made before SW, a notary, based on the contract of trading No. 1521/III/Leg/2005, in Article 4 it is said that PT. ABS promises to finish and hand the apartment unit in the period of 20 months, but at the time agreed, PT. ABS could not hand the apartment unit because PT. ABS have license/permit to build a 14-storey building only not a

20-storey building, while the apartment unit bought by Mr. JJ is on the 18th floor.

This analytical descriptive study was aimed to describe and analyze the problems to be solved through normative juridical approach and qualitative mtehod.

The result of this study showed that the developer (PT. ABS) failed to meet the clause in the apartment trading agreement fort not being able to hand the apartment unit to Mr. JJ as promised in the agreement because PT. ABS did not have the licence to build a 20-storey apartment building. Since PT. ABS could not keep its promise as stated in the agreement (wanprestasi), it can be sued for inflicting loss to its buyer. The basic consideration taken by the judges of Medan Court of the First Instance and Medan Appellate Court to declare that PT. ABS did not keep its promise (wanprestasi) was that PT. ABS failed to perform its responsibility to hand the apartment unit it sold to Mr. JJ on time as stated in the clause of the apartment trading of the agreement made.

Key words : Trading Agreement, Apartment, Wanprestasi


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “ANALISIS YURIDIS ATAS KEGAGALAN PENGEMBANG

DALAM MEMENUHI KLAUSULA JUAL BELI APARTEMEN (Studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn)

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, Bapak Prof. Dr. H Muhammad Yamin SH., MS., CN, Bapak Notaris Syahril Sofyan SH, MKn selaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Dan juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini sehingga tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(8)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSC (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., CN., M.Hum. beserta seluruh staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang penulis sayangi :

1. Ayahanda Ir. H Jalaluddin Ritonga dan Ibunda Hj T. Nailun Natalisa Harumy yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, juga buat adik-adikku M. Harry Mursidan Ritonga, Rizki Rinaldi Rahmad Ritonga dan Tareq Kemal Ritonga serta seluruh keluarga besarku, sehingga penulis dapat


(9)

menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Yang tercinta Suamiku Teddy Taufik SH, MKn terima kasih buat kesabaran, perhatian, dukungan, bantuan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (MKn). 3. Terima Kasih yang mendalam kepada Teman-teman seperjuangan khususnya

Group A.

4. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan Tesis ini. Mudah-mudahan Tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Amin Ya Rabal ‘Alamin.

Medan, Desember 2010 Penulis


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : DINA ADITYA RITONGA

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 08 Oktober 1984

Orang Tua

Ayah : Ir. H. Jalaluddin Ritonga

Ibu : Hj. T. Nailun Natalisa Harumy

Saudara Kandung : M. Harry Mursidan Ritonga Rizki Rinaldi Rahmad Ritonga Tareq Kemal Ritonga

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Kawin

Alamat : Villa Kelapa Gading Mas No. 9 D

II. PENDIDIKAN

TAHUN NAMA SEKOLAH JURUSAN

1996 SD 112138 Rantau Prapat -

1999 SMP Negeri 3 Rantau Prapat -

2002 SMU Negeri 2 Medan Ilmu Pengetahuan Alam

2007 Universitas Islam Sumatera Utara

S1 Hukum Perdata 2010 Pasca Sarjana FH-USU Medan S2 Magister Kenotariatan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 16

1. Kerangka Teori... 16

2. Konsepsi... 24

G. Metode Penelitian... 26

1. Jenis Penelitian... 26

2. Metode Pendekatan ... 27

3. Sumber Data... 28

4. Alat Pengumpul Data ... 28

5. Analisis Data ... 29

BAB II BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN... 30

A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen ... 30

a. Pengertian Perjanjian ... 30

b. Syarat-syarat sahnya perjanjian ... 37


(12)

B. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli

Rumah Susun/Apartemen... 46

C. Bentuk-Bentuk Kegagalan Pengembang Dalam Jual Beli Apartemen ... 51

BAB III KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN/RUMAH SUSUN.. 58

A. Kontrak Perjanjian Jual Beli Apartemen Antara PT. ABS dengan Tuan JJ... 58

B. Hubungan Dan Kedudukan Hukum Antara Pembeli Dan Pengembang ... 63

C. Kerugian Pembeli Akibat Wanprestasi Pengembang Atas Perjanjian Jual Beli ... 68

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM MEMENUHI KLAUSULA JUAL BELI APARTEMEN... 78

A. Duduk Perkara Dalam Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn ... 78

B. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Medan... 86

C. Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi Medan... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105


(13)

ABSTRAK

Kebutuhan perumahan yang terus meningkat khususnya di kota-kota besar disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah sedangkan persediaan tanah sangat terbatas, harga tanah yang cukup tinggi dan lokasi tanah yang tidak memungkinkan untuk membangun perumahan dalam jumlah besar. Pemanfaatan tanah yang diperlukan adalah membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai atau disebut dengan rumah susun/apartemen. Hal ini mendorong pemerintah untuk membuat undang tentang Rumah Susun yaitu Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985.

Pasal 10 (1) Undang-undang Rumah Susun menyatakan bahwa rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau pemindahan hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Salah satu cara pemindahan hak tersebut adalah dengan jual beli yang merupakan salah satu dari bentuk perjanjian.

Perjanjian jual beli apartemen antara Tuan JJ dan PT ABS yang dibuat dihadapan Notaris SW berdasarkan Pengikatan diri untuk melakukan jual beli Nomor 1521/III/Leg/2005, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa PT ABS berjanji akan menyelesaikan dan menyerahkan apartemen tersebut dalam tempo 20 bulan, tetapi pada waktu yang telah ditentukan PT ABS tidak dapat menyerahkan bangunan apartemen tersebut kepada Tuan JJ, dikarenakan PT ABS tidak mempunyai izin untuk membangun sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai saja sementara apartemen yang dibeli Tuan JJ berada di lantai 18.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriftif analisis yaitu menggambarkan dan menganalisis masalah-masalah yang akan dikemukakan dengan cara pendekatan yuridis nomatif, kemudian data di analisis dengan metode kualitatif.

Bentuk kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen di atas adalah pihak pengembang (PT. ABS) tidak dapat menyerahkan apartemen dan menyelesaikan pembangunan apartemen sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat, karena PT. ABS tidak mempunyai izin untuk membangun sampai dengan 20 lantai. Tidak dipenuhinya objek yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian atau objek yang dijanjikan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan menyebabkan pihak pengembang dinyatakan wanprestasi dan dapat dituntut ke pengadilan karena telah merugikan pihak pembeli, Dasar pertimbangan yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan dan Hakim Pengadilan Tinggi Medan atas kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen adalah karena PT. ABS tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan apartemen yang dijualnya kepada Tuan JJ, hal ini yang menyebabkan PT. ABS dinyatakan ingkar janji/wanprestasi.


(14)

ABSTRACT

The increasing need for housing, especially in big cities, has been resulted from the increasing number of population while the availability of land is very limited, the price of land is high, and it is impossible to build a great number of houses on the land available. The land use needed now is to build apartment buildings. This need encouraged the government to issue and pass Law No. 16/1985 on Apartment Building.

Article 10 (1) of Law No. 16/1985 on Apartment Building says that the ownership of apartment unit can be transferred through inheritance or right transfer in accordance with the existing law. One of the methods of right transfer is through trading which is one of the forms of agreement.

The trading agreement of an apartment unit between Mr. JJ and PT. ABS made before SW, a notary, based on the contract of trading No. 1521/III/Leg/2005, in Article 4 it is said that PT. ABS promises to finish and hand the apartment unit in the period of 20 months, but at the time agreed, PT. ABS could not hand the apartment unit because PT. ABS have license/permit to build a 14-storey building only not a

20-storey building, while the apartment unit bought by Mr. JJ is on the 18th floor.

This analytical descriptive study was aimed to describe and analyze the problems to be solved through normative juridical approach and qualitative mtehod.

The result of this study showed that the developer (PT. ABS) failed to meet the clause in the apartment trading agreement fort not being able to hand the apartment unit to Mr. JJ as promised in the agreement because PT. ABS did not have the licence to build a 20-storey apartment building. Since PT. ABS could not keep its promise as stated in the agreement (wanprestasi), it can be sued for inflicting loss to its buyer. The basic consideration taken by the judges of Medan Court of the First Instance and Medan Appellate Court to declare that PT. ABS did not keep its promise (wanprestasi) was that PT. ABS failed to perform its responsibility to hand the apartment unit it sold to Mr. JJ on time as stated in the clause of the apartment trading of the agreement made.

Key words : Trading Agreement, Apartment, Wanprestasi


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan akan perumahan setiap tahun semakin meningkat di kota-kota besar yang menjadi pusat permukiman dan kegiatan niaga di Indonesia, karena perumahan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan seseorang, tidak hanya dalam fungsinya sebagai tempat tinggal, melainkan juga sebagai sarana pembinaan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

Masalah yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam pembangunan perumahan, khususnya di daerah perkotaan adalah disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sedangkan persediaan tanah sangat terbatas, harga tanah yang cukup tinggi dan lokasi tanah yang tidak memungkinkan dimana dibutuhkan membangun perumahan dalam jumlah besar dengan memanfaatkan tanah yang relatif kecil. Dengan kata lain efisiensi pemanfaatan tanah yang diperlukan yaitu membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai mutlak diperlukan dan merupakan usaha yang paling baik.

Perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai diartikan sebagai perumahan yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang masing-masing dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai yang dikenal dengan rumah susun yang dibangun untuk mengantisipasi


(16)

kebutuhan akan perumahan, terutama bagi golongan masyarakat menengah kebawah dan mereka yang berpenghasilan rendah.1

Namun pada saat ini disamping sebagai akibat dari semakin padatnya penduduk dan pesatnya perdagangan dimana tanah-tanah dipusat-pusat kota sudah semakin terbatas, bagi golongan ekonomi yang lebih tinggi yang memerlukan fasilitas yang lebih baik, komunikasi yang cepat dan lancar, pembangunan rumah susun semakin diminati. Pembangunan rumah susun untuk golongan ekonomi lemah berbeda dengan untuk golongan ekonomi tinggi yang disebut flat, apartemen dan condominium dengan sifat mewah dan mempunyai fasilitas yang lengkap dan sifat-sifat khusus.2

Adapun konsep pembangunan rumah susun ini lahir untuk menjawab keterbatasan tanah yang tersedia, dengan mempertimbangkan efesiensi dan efektivitas penggunaan tanah, mengingat kurang memungkinkan untuk membangun perumahan secara mendatar/horizontal.

Hal tersebut di atas mendorong pemerintah untuk membuat Undang-Undang dan Peraturan tentang Rumah Susun yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 jo Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988.

Alasan, tujuan dan atau dasar pembentukan Undang-Undang Rumah Susun (UURS) adalah :

1

Chadidjah Dalimunthe, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah,

Yayasan Pencerahan MANDAILING, Medan, Tahun 2008, hal 176.

2


(17)

1. Demi terwujudnya kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

2. Demi terlaksananya tujuan/cita-cita luhur tersebut diperlukan perumahan yang layak dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat, terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. 3. Dibangunnya perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, disebabkan

dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan, perlu lebih ditingkatkannya kualitas lingkungan perumahan dimaksud, terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat, padahal luas tanah yang tersedia terbatas.

4. Didalam sistem rumah (perumahan) susun tersebut perlu diperhatikannya faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat.3

Rumah Susun di Indonesia, dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu sebagai berikut :

1. Rumah Susun Sederhana (Rusun), yang pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN).

2. Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas/Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah.

3. Rumah Susun Mewah (Apartemen/condominium),selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau

expatriate oleh Pengembang Swasta. 4

Semua pembangunan Rumah Susun/Apartemen/Condominium tersebut di atas, termasuk flat, town house, baik untuk hunian maupun non hunian atau campuran keduanya, semuanya mengacu kepada Undang-Undang Rumah Susun sebagai dasar

3 Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, Tahun 1990, hal 1450.

4

M. Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di dalam


(18)

hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan dalam bahasa hukum semuanya disebut Rumah Susun.5

Tujuan pembangunan rumah susun adalah :

1. Untuk pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat

2. Untuk mewujudkan pemukiman yang serasi, selaras dan seimbang 3. Untuk meremajakan daerah-daerah kumuh

4. Untuk mengoptimalkan sumber daya tanah perkotaan

5. Untuk mendorong pemukiman yang berkepadatan penduduk. 6

Semakin maraknya pembangunan rumah susun/apartemen saat ini, berarti semakin banyak unit hunian yang harus ditawarkan pengembang kepada konsumen, mau tidak mau ini ”memaksa” bagian pemasaran pengembang atau agen properti menawarkan unit-unit hunian tersebut yang akan dan telah dibangunnya. Sebagai konsekuensi pasar bebas yang semakin kompetitif, berbagai strategi pemasaran dikembangkan, semua itu dilakukan agar semua unit dari rumah susun/apartemen yang dibangun cepat laku terjual, dengan harapan tentu saja nilai investasi yang ditanamkan segera kembali dan diharapkan bisa segera meraup profit.

Akhir-akhir ini, banyak penawaran yang dilakukan pemasar atau agen properti hunian rumah susun/apartemen yang menawarkan penjualan unit hunian dengan pola atau strategi penjualan ”pre project selling”, yakni penjualan yang dilakukan sebelum proyek pembangunan properti dimulai, mereka biasanya menawarkan unit-unit hunian rumah susun/apartemen lewat berbagai ajang pameran properti, baik secara

5

Ibid.

6

Arie S. Hutagalung, Kondominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Tahun 2007, hal 20.


(19)

sendiri maupun bersama, kepada konsumen, sementara bangunan fisik yang ditawarkan pengembang biasanya masih dalam bentuk gambaran maket gedung maupun brosur.7 Hal ini dilakukan berdasarkan atas pertimbangan ekonomi yaitu bagi pengembang untuk memperlancar perolehan dana murah dan kepastian pasar sedangkan bagi konsumen atau pembeli agar harga jual rumah lebih rendah karena calon pembeli membayar sebagaian dimuka.

Di saat calon pembeli tertarik dengan penawaran seperti itu dan menyetujui penawaran dari pihak pengembang, biasanya bersepakat melakukan proses transaksi awal dalam bentuk pembayaran booking fee dan atau uang muka. Pembayaran ini mengindikasi niat pembeli untuk mendapatkan unit apartemen/rumah susun yang ditawarkan, meski benda yang ditawarkan secara fisik masih dalam bentuk lahan tanah, dan belum berwujud bangunan unit apartemen/rumah susun sebagaimana yang ditawarkan. Hal ini ditempuh pengembang dan konsumen menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu sehingga menyebabkan adanya perjanjian perikatan jual beli pendahuluan.

Dalam Pasal 10 (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun menyatakan bahwa :

Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 (3) dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Salah satu cara pemindahan hak tersebut adalah dengan jual beli yang merupakan salah satu dari bentuk perjanjian/persetujuan.8

7

Erwin Kallo, Panduan Hukum untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium,

Apartemen dan Rusunami) Minerva Athene Pressindo, Jakarta, Tahun 2009, hal 24.

8


(20)

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa :

”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Subekti memberikan rumusan perjanjian adalah sebagai berikut : ”Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” 9

Perjanjian Perikatan jual beli merupakan perjanjian kesepakatan para pihak mengenai rencana para pihak yang akan melakukan jual beli dan mengatur tentang hak dan kewajiban sehingga bisa memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Jual beli merupakan perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah saat tercapainya kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur pokok yaitu barang dan harga, sekalipun jual beli itu mengenai barang yang tidak bergerak.

Sifat lain dari jual beli menurut sistem Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah bahwa perjanjian jual beli bersifat obligator, artinya bahwa jual beli itu belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu memberikan kepada si pembeli hak untuk menuntut diserahkannya hak milik atas barang yang dijual.

Hubungan hukum seseorang dengan orang lain akan menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Begitu pula dalam hal perjanjian jual beli

9


(21)

apartemen/rumah susun antara pembeli (konsumen) dan pengembang ada hubungan hukum yang akan menimbulkan hak dan kewajiban, baik bagi konsumen maupun bagi pengembang. Hak dan kewajiban kedua belah pihak dituangkan dalam suatu akta, baik akta dibawah tangan maupun akta otentik. Untuk lebih memperoleh kepastian hukum, maka ada baiknya dibuat dengan akta otentik yang dibuat oleh Notaris.

Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka pihak-pihak dalam perjanjian jual beli apartemen/rumah susun harus mengacu pada Pasal tersebut. Salah satu unsurnya adalah kata sepakat. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (Overeen Stemende Will Verklaring) antara pihak-pihak.

Adanya kemauan atas kesesuaian kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian, jadi dalam hal ini tidak boleh hanya karena kemauan salah satu pihak saja ataupun terjadinya kesepakatan itu oleh karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak.

Kata sepakat itu sifatnya bebas. Dalam arti harus benar-benar atas kemauan para pihak yang mengadakan perjanjian tidak ada unsur :

a. Paksaan, terjadi, jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman.

b. Kekhilafan dapat terjadi, mengenai orang atau mengenai barang yang menjadi tujuan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

c. Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar, disertai dengan kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberikan perizinan. 10

10


(22)

Perjanjian perikatan jual beli yang dibuat oleh pengembang dengan konsumen harus memenuhi ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata11 tersebut, sehingga perjanjian itu dapat berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak, hubungan hukum yang timbul diantara mereka adalah hubungan Perdata, yaitu hubungan yang dikuasai oleh hukum perjanjian dimana mereka tunduk pada perjanjian yang mereka buat.

Di dalam Perjanjian Perikatan Jual beli biasanya mengatur beberapa hal berikut :

1. Komparisi Perjanjian, yaitu para pihak yang akan menandatangani perjanjian jual beli. Dalam hal ini pihak pembeli/konsumen perlu mengetahui apakah badan hukum perusahaan pengembangan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal ini penting sehubungan dengan pertanggungjawabannya bila perusahaan pengembang bubar dan pailit.

2. Premisi, yaitu penjelasan awal mengenai perjanjian yang harus menegaskan bahwa pengembang telah memiliki atau menguasai lahan lokasi proyek secara sah dan tidak dalam keadaan dijaminkan. Selain itu pengembang juga telah mendapat izin-izin yang diperlukan oleh proyek tersebut sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Perjanjian Perikatan Jual Beli.

3. Isi Perjanjian Perikatan Jual Beli yaitu :

a. Harga Jual dan biaya-biaya lain yang ditanggung konsumen.

b. Tanggal serah terima fisik yang tidak boleh melebihi 18 bulan sejak pembayaran pertama.

c. Denda keterlambatan bila pengembang terlambat melakukan serah terima fisik kepada konsumen, demikian pula denda keterlambatan jika konsumen terlambat melakukan pembayaran.

d. Spesifikasi bangunan dan lokasi.

e. Hak pengembang untuk membatalkan perjanjian bila konsumen lalai untuk melakukan pembayaran.

f. Hak konsumen untuk membatalkan perjanjian, bila pengembang lalai akan kewajiban dengan pembayaran kembali seluruh uang yang telah disetor konsumen berikut dengan denda-dendanya sebagaimana pengembang membatalkan perjanjian bila konsumen lalai melakukan kewajibannya.

11

Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.


(23)

g. Penandatanganan akta jual beli haruslah ada kepastian tanggalnya dan denda bila terjadi keterlambatan serah terima fisik yang didenda.

h. Masa pemeliharaan 100 (seratus) hari sejak tanggal serah terima unit rumah susun.

i. Force majeure, dalam kondisi bagaiman dapat dikatakan terjadinya force

majeure dan apa konsekuensinya, secara hukum tidak ada pihak yang dapat dituntut akibat adanya Force majeure, termasuk pengembang tidak wajib mengembalikan uang, dan pembelian dari pembeli. 12

Pada dasarnya, isi klausula dalam perjanjian perikatan jual beli wajib merujuk pada ketentuan yang termaktub dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun, Oleh karena ada perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman yang mempromosikan rumah susun/apartemen dengan penawaran perdana melalui berbagai pameran, padahal beberapa izin yang diperlukan seperti, izin prinsip, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan belum diperoleh serta tanahnya pun belum ada dan untuk mengamankan kepentingan para perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman serta para calon pembeli rumah susun/apartemen dari kemungkinan terjadinya ingkar janji dari para pihak yang terkait, diperlukan adanya pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun.

Dengan dikeluarkanya Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tersebut, maka dimungkinkan pemasaran/penjualan satuan-satuan rumah susun sebelum rumah susun yang bersangkutan selesai pembangunannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan perikatan jual beli yang dilakukan antara penyelenggara pembangunan rumah susun dengan calon pembeli.

12


(24)

Hubungan jual beli antara pengembang dan konsumen adalah merupakan hubungan hukum, yaitu terjadi kesepakatan antara pengembang sebagai penjual dengan konsumen sebagai pembeli apartemen berlandaskan hukum. Hubungan hukum antara pengembang dan konsumen disebut dengan perjanjian jual beli adalah merupakan suatu perjanjian yang telah disetujui oleh para pihak.

Dalam hubungan hukum yang dituangkan dalam perjanjian itu adakalanya timbul masalah yang dilakukan oleh pengembang terhadap konsumen, misalnya pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan apartemen tersebut sesuai dengan yang telah diperjanjikan,seperti yang terjadi pada pembangunan apartemen TRR di Medan. Dalam Perjanjian perikatan jual beli antara PT. ABS sebagai pengembang dari apartemen TRR dengan Tuan JJ sebagai pembeli/konsumen yang dibuat dihadapan Notaris SW Sarjana Hukum berdasarkan Legalisasi dengan judul Perikatan diri Untuk Melakukan Jual Beli Nomor : 1521/III/Leg/2005, disebutkan dalam perjanjian tersebut yaitu pada Pasal 4 (empat) menyebutkan :

”Bahwa Pihak pertama berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyelesaikan dan menyerahkan rumah susun tersebut yang dibangun menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 diatas dalam tempo 20 bulan terhitung sejak tanggal penandatanganan surat ini dan bersamaan dengan menandatangani akta jual beli atas rumah susun tersebut secara resmi dihadapan Pejabat yang berwenang.

Apabila pihak pertama lalai, maka untuk tiap-tiap hari lalai, pihak pertama dikenakan denda uang sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) yang harus dibayar dengan seketika dan sekaligus kepada dan di kantor serta dengan kwitansi dari pihak kedua atau wakilnya yang sah.

Tanpa mengurangi aturan denda yang dimaksud di atas, apabila dalam tempo 1 bulan terhitung sejak tanggal yang dimaksud dalam ayat pertama di atas, pihak pertama belum juga memenuhi kewajibannya, maka pihak kedua berhak dan kepadanya oleh pihak pertama diberi kuasa untuk meneruskan atau menyuruh orang lain untuk menyelesaikan rumah susun tersebut dengan biaya dan ongkos


(25)

pihak pertama yang besarnya akan ditentukan sendiri oleh pihak kedua, pembayaran mana akan diperhitungkan dengan sisa uang harga penjualan/pembelian dari rumah susun tersebut, yang akan dibayar pihak kedua kepada pihak pertama sebagaiman yang dimaksud dalam Pasal 2 sub b dan sub c diatas, ketentuan apabila ada sisa uang, maka sisa uang tersebut harus dibayar oleh pihak kedua kepada pihak pertama dan apabila kurang, maka kekurangan tersebut wajib ditambah dan dibayar oleh pihak pertama kepada pihak kedua”

Pihak Pengembang berjanji akan menyelesaikan dan menyerahkan rumah susun/apartemen tersebut dalam waktu 20 bulan terhitung sejak penandatanganan perjanjian jual beli tersebut, namun pada waktu yang telah ditentukan pengembang tidak dapat menyerahkan rumah susun/apartemen tersebut oleh karena bangunan rumah susun/apartemen tersebut tidak mempunyai izin ketinggian dari Menteri Perhubungan untuk sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai sesuai dengan izin mendirikan bangunan, padahal rumah susun/apartemen yang di jual oleh pihak pengembang kepada pembeli/konsumen berdasarkan rencana pembangunan berada di lantai 18.

Didalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi atau cidera janji.13 Oleh karena itu apabila atas perjanjian yang telah disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang

13

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini. Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, Tahun 2001, hal 18.


(26)

menderita kerugian.14 Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut ialah dapat di minta ganti rugi atas ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya.

Berbagai macam persoalan yang merugikan pihak konsumen diakibatkan oleh kondisi dan situasi yang dibuat oleh pihak pengembang yang membuat kedudukan konsumen sering kali berada dalam pihak yang tidak menguntungkan.

Masih banyaknya pengembang yang lebih bersikap dan berorientasi profit dan pada akhirnya menjebak banyak konsumen mendapat kerugian. Di saat itulah konflik di antara kedua belah pihak mencuat ke permukaan, sehingga permasalahan yang semestinya diselesaikan bersama pun masuk ke ranah publik bahkan sampai ke pengadilan, seperti yang terjadi pada kasus di atas, di sinilah pengembang akhirnya harus mempertaruhkan kredibilitasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka penulis melakukan penelitian sesuai dengan latar belakang tersebut di atas, untuk kegagalan pengembang dalam jual beli apartemen, dengan judul penelitian ini adalah Analisis Yuridis Atas Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn). B. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan paparan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

14

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Tahun 2004, hal 115.


(27)

1. Bagaimana bentuk-bentuk kegagalan pengembang dalam perjanjian jual beli apartemen dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn?

2. Bagaimana kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian jual beli apartemen/rumah susun dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn?

3. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim terhadap kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen dalam kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kegagalan pengembang dalam perjanjian jual beli apartemen.

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian jual beli apartemen.

3. Untuk mengetahui dasar hukum Hakim terhadap kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen.

D. Manfaat Penelitian

Dari pembahasan masalah dalam kegiatan penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktek.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbangan saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal


(28)

maupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas yang berhubungan dengan kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen.

Secara praktek, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang terkait dalam persoalan jual beli apartemen terutama :

1. Memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat mendatang apabila mereka ingin membeli apartemen dan akan membuat perjanjian perikatan jual beli apartemen.

2. Untuk mengetahui prinsip hukum yang mengikat para konsumer dalam jual beli apartemen dalam kenyataannya.

3. Memberi gambaran bagaimana penegak hukum menyikapi permasalahan yang ada, khususnya Pengadilan.

E. Keaslian Penelitian.

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya pada Perpustakaan Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Penelitian tentang rumah susun/apartemen pernah dilakukan yaitu oleh :

1. Lidya Merlin Sigalingging, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2005, dengan judul ”Perjanjian Jual Beli Rumah Susun Dengan Penyerahan Penggunaan Bersama Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit dengan permasalahan yaitu :


(29)

b. Tindakan-tindakan apakah yang dapat dilakukan pihak bank apabila debitur wanprestasi.

c. Apakah perjanjian pendahuluan jual beli rumah susun merupakan perjanjian baku.

2. Muchairani, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010, dengan judul ” Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda” dengan permasalahan yaitu :

a. Bagaimanakah status kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun dalam kerangka hukum benda?

b. Apakah kepemilikan hak atas tanah pada satuan rumah susun sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang dianut oleh UUPA?

c. Bagaimana prosedur hukum perjanjian jual beli atas satuan rumah susun? 3. Irma Yulia, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010 dengan judul ” Tinjauan Hukum Terhadap Bangunan Hotel Sebagai Objek Kepemilikan Bersama” dengan permasalahan yaitu :

a. Bagaimanakah pelaksanaan sertifikat Cambridge Condominium & Shopping Mall berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang rumah susun?


(30)

b. Bagaimanakah penerapan sistem kepemilikan bersama dalam mewujudkan kepastian hukum atas Hak Milik Satuan Rumah Susun pada Cambridge Condominium & Shopping Mall?

c. Bagaimana pelaksanaan perjanjian perikatan jual beli dan sewa menyewa pada Cambridge Condominium & Shopping Mall ditinjau dari ketentuan Hukum Perdata Indonesia?

Jika dihadapkan permasalahan yang diteliti sebelumnya sebagaimana disebutkan diatas dengan penelitian ini adalah berbeda dan judul tentang Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/Pdt.G/2008/PN.Mdn) belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.15 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.16

15

Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, Tahun 2007, hal 6.

16

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis, Edisi 1, Andi, Yogyakarta, Tahun 2006, hal 6.


(31)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.17

Kerangka teori dalam Penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.18 Teori Hukum itu sendiri adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan keputusan-keputusan hukum, yang untuk suatu bagian penting sistem tersebut memperoleh bentuk dalam hukum positif.19

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan menjelaskan gejala yang diamati. Teori yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan. Dimana teori keadilan tersebut untuk melindungi konsumen dalam perkara jual beli apartemen dimana pihak pengembang telah gagal memenuhi klausula dalam perjanjian jual beli apartemen.

Teori keadilan dipelopori oleh Plato, yang mengkaitkan keadilan dengan prinsip-prinsip etika dari sikap tindak manusia. Menurut Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan untuk semua yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara

17

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1994, hal 80.

18

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1991, hal 254.

19

Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1999, hal 4.


(32)

moral, bukan hanya diukur dari tindakan dan motif manusia. Setelah itu, baru datang filosof Aristoteles, yang mengajarkan tentang prinsip-prinsip keadilan yang sangat berpengaruh, bahkan sampai saat ini, dengan jalan menganalisisnya secara telaten, sistematis, hati-hati dan tenang. Aristoteles mengartikan keadilan dalam arti sempit, hampir seperti pengertian keadilan dalam artinya yang modren. Dalam hal ini, keadilan dapat diartikan sebagai kesamaan perlakuan (equality) dan juga ”sesuai hukum” (lawfulness).20

Peraturan-peraturan yang mengatur tentang rumah susun harus sejalan dengan tujuan pembangunan hukum yaitu dapat melindungi pihak yang dirugikan dalam jual beli apartemen. Dalam penelitian ini pihak yang dirugikan adalah konsumen sebagai pembeli apartemen. Dalam hal ini tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan, yaitu memberikan tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya. Keadilan tidak boleh dipandang sebagai penyamarataan, karena keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama. Hukum yang tidak adil dan tidak diterima akal sehat yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang.

Keadilan hanya bisa di pahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak di wujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu.

20


(33)

Oleh karena itu, apabila salah satu pihak dalam perjanjian merasa dirugikan oleh salah satu pihak lainnya, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian, keadilan serta ketertiban hukum.

Asas keadilan harus mendapatkan perlindungan karena perjanjian tersebut sifatnya mengikat kepada pihak yang mengadakan perikatan sebagaimana asas hukum ”Pacta Sun Servanda” artinya perjanjian adalah Undang-Undang yang mengikat bagi yang membuatnya. Hanya saja, oleh karena hukum itu menghendaki kepastian maka perlu ada keseragaman tentang ukuran dari perjanjian, Undang-Undang lalu mengatur dan menentukan syarat-syarat bagi perjanjian dengan mana dapat diadakan suatu perjanjian.

Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia.21

Kepastian hukum merupakan perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.22

21

Sudarno, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 1995, hal 49

22

Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, Tahun 1988,


(34)

Hubungan hukum dalam perjanjian setidak-tidaknya melibatkan dua pihak yang terikat oleh hubungan tersebut. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang lahir dari hubungan hukum itu berupa prestasi yang dapat berbentuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Munculnya hak dan kewajiban dari para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 KUHPerdata.23

Dari Pasal tersebut suatu perjanjian yang mengikat para pihak yang mempunyai kebiasaan untuk mengadakan segala jenis perjanjian asal tidak bertentangan dengan Pasal 1337 KUHPerdata.24

Beberapa asas umum dalam perjanjian adalah : a. Terjadinya di antara dua orang atau lebih.

b. Objeknya adalah prestasi yang terdiri dari : memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

c. Prestasi tersebut adalah tertentu atau dapat ditentukan. d. Prestasi tersebut harus yang halal dan dapat dilaksanakan. e. Prestasi bisa terjadi sekali perbuatan atau terus menerus. f. Perikatan umumnya bekerja timbal balik.

g. Untuk memenuhi perikatan harta orang harus bertanggung jawab dengan seluruh kekayaannya. 25

Perjanjian yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan atau mengikat pihak-pihak sebagai Undang-undang. Kadang-kadang di dalam pembuatan perjanjian,

23

Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa : ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena Undang-undang”

24

Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”

25

Hasnil Basri Siregar, Pengantar Hukum Indonesia, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, Tahun 1994, hal 77.


(35)

Undang-undang mengharuskan pihak-pihak terkait untuk membuat perjanjian tersebut dengan akta otentik.

Di dalam Hukum Perjanjian terdapat beberapa asas-asas26, sebagai pendukung dari teori yang telah dipaparkan di atas yaitu :

1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak)

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Di dalam Hukum Perjanjian Nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan ini tetap perlu dipertahankan, yaitu ”pengembangan kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kepribadian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.

2. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata yang menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (wil), yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubunganya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

3. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memenuhi

26

Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan


(36)

prestasinya di belakang hari, tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.

Dengan kepercayaan ini, kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai Undang-Undang. 4. Asas Kekuatan Mengikat

Di dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusaia ciptaan tuhan.

6. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika di perlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melaui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.


(37)

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai Undang-Undang bagi para pihak.

8. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra-prestasi dari pihak debitur. Hal ini juga terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatanya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan dari hati nuraninya. 9. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

10.Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo 1347 KUHPerdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.


(38)

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata maka persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan dan Undang-Undang.

Pasal 1347 KUHPerdata mengatakan pula hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

Perjanjian perikatan jual beli yang dibuat oleh pihak pengembang dan konsumen merupakan dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum (hubungan kontraktual), dalam hal ini pengembang mengikatkan diri untuk menjual apartemen kepada konsumen. Konsumen yang telah membeli apartemen tersebut berkewajiban membayar harga jualnya dalam bentuk angsuran uang muka dan sisanya dibayar kemudian hari dengan cara mencicil sesuai dengan klausula perjanjian yang dibuat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peran konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstrak dan kenyataannya. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.27

27

Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 1998, hal 28.


(39)

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarahan, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.28

Pentingnya defenisi operasional bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus dibuat beberapa defenisi konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu :

a. Rumah adalah Tempat untuk tinggal. Rumah juga mempunyai arti bangunan yang dijadikan manusia sebagai tempat tinggal selama periode waktu tertentu. b. Apartemen adalah Tempat tinggal yang terdiri atas ruang duduk, kamar tidur,

kamar mandi, dapur dan sebagainya, yang berada pada satu lantai bangunan bertingkat yang besar dan mewah dilengkapi dengan berbagai fasilitas.29 c. Hak Apartemen adalah Suatu bagian dalam milik atas bangunan serta apa

yang menjadi/merupakan bagiannya dan tanah dimana bangunan itu didirikan.30

d. Condominium adalah sebagai suatu pemilikan bangunan yang terdiri atas

bagian-bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang dapat digunakan dan dihuni secara terpisah, serta dimiliki secara individual berikut

28

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 133.

29

M. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Orang Asing di Indonesia, PT. Mandar Maju, Bandung, Tahun 2010, hal 42.

30

Komar Andasasmita, Hukum Apartemen, Rumah Susun, Cetakan Kedua, Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Daerah Jawa Barat, Bandung, Tahun 1986, hal 21.


(40)

bagian-bagian lain dari bangunan itu dan tanah di atas mana bangunan itu berdiri yang karena fungsinya digunakan bersama, dimiliki secara bersama-sama oleh pemilik bagian yang dimiliki secara individual.

e. Satuan Rumah Susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.31

f. Pengembang adalah Suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang mempunyai kemampuan hukum sebagai subyek hukum, seperti halnya manusia bertindak sebagai pihak dalam jual beli.

g. Konsumen/pembeli adalah Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.

h. Klausula adalah Pasal yang menjadi isi dalam suatu perjanjian.

i. Perjanjian jual beli adalah Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerakan suatu benda dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Untuk

31


(41)

tercapainya penelitian ini, sangat ditentukan dengan metode yang dipergunakan dalam memberikan gambaran dan jawaban atas masalah yang dibahas.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar lingkungan permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparisi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.32

2. Metode Pendekatan

Demi tercapainya penelitian yang memberikan identifikasi masalah, sangat ditentukan dengan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Metode penelitian normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari segi normatifnya.33

Pendekatan normatif yang digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori. Penelitian normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,

32

Ronny Hamitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, Tahun 1990, hal 14.

33

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, Tahun 2008, hal 57.


(42)

sumber-sumber hukum, Peraturan Perundang-Undangan yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer.

A. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari :

a. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah.

b. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan internet juga menjadi tambahan bagi penulis tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan ditentukan.

4. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan


(43)

hasilnya maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kulitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,34 yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas. Metode ini akan menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan berupa deskriptif mengenai subjek yang diteliti.35

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti agar dapat memberikan gambaran yang sesuai kebutuhan serta dievaluasi, kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, kemudian ditarik suatu kesimpulan. Sehingga hasil analisis tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.

34

Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, Universitas Indonesia Press, Tahun 1992, hal 15-20

35


(44)

BAB II

BENTUK-BENTUK KEGAGALAN PENGEMBANG DALAM PERJANJIAN JUAL BELI APARTEMEN

A. Ketentuan Umum dalam Perjanjian Jual Beli Apartemen a. Pengertian Perjanjian

Dalam mencapai kebutuhan hidupnya manusia memerlukan kerjasama. Mereka saling mengikatkan diri untuk memenuhi sesuatu prestasi, sehingga timbullah hukum perikatan yaitu suatu perhubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain mempunyai kewajiban untuk melakukan atau memberikan sesuatu.36 Suatu masyarakat yang semakin maju, membawa akibat yang lebih kompleks dalam bidang perekonomian bahwa pertukaran barang-barang dan jasa tidak dilakukan secara barter tetapi sudah menggunakan alat pembayaran berupa uang. Peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah membuat orang dapat memperoleh semua kebutuhannya.

Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling umum dilakukan di antara para anggota masyarakat. Pengertian secara ekonomi dari perjanjian jual beli tersebut adalah memindahkan atau menyerahkan hak miliknya atas suatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya dengan harga yang telah disetujui.

Meskipun tidak disebutkan dalam salah satu Pasal Undang-Undang, tapi kiranya cukup jelas bahwa harga itu harus berupa sejumlah uang, karena bila tidak

36

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 1988, hal 247.


(45)

demikian maka tidak ada perjanjian jual beli. Apabila pembayaran (prestasi dari pihak pembeli) berupa barang lain, maka tidak ada jual beli melainkan yang ada adalah tukar menukar.37

Subjek perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi kreditur dan pihak lain sebagai debitur.

Objek perjanjian berupa prestasi itu sendiri sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata. Macam-macam prestasi yang diperjanjikan itu adalah :38

1. Memberikan sesuatu, seperti membayar harga, menyerahkan barang dan sebagainya.

2. Berbuat sesuatu misalnya memperbaiki barang yang rusak, membongkar bangunan, kesemuanya karena Putusan Pengadilan dan sebagainya.

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan, untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu, kesemuanya karena ditetapkan oleh Putusan Pengadilan.

Jadi secara umum hal-hal yang perlu dicantumkan dalam suatu perjanjian harus memuat subjek dan objek perjanjian itu sendiri dan untuk sahnya suatu perjanjian harus memuat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian seperti tersebut di atas. Apabila tujuannya itu terlaksana antara kedua belah pihak maka telah terjadi hubungan hukum berupa perjanjian, dimana pihak yang satu berjanji melakukan sesuatu hal dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Dapat dikatakan secara langsung maupun tidak langsung terdapat pengaturan hak dan kewajiban yang

37

Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, PT. Mustika Wikasa, Yogyakarta, Tahun 1994, hal 3.

38


(46)

menjadi beban pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian yang dibuat, berarti hak dan kewajiban yang bersumber dari perjanjian.

Perjanjian yang dibuat tersebut akan menimbulkan hak bagi satu pihak dan kewajiban bagi pihak lainnya, dan hak serta kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh para pihak yang membuat perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut merupakan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya yang harus dipenuhi oleh subjek hukum, yaitu pihak yang wajib berprestasi (pembeli/konsumen) berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi (pengembang) berhak akan suatu prestasi. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih pihak (orang), bahkan dalam perkembangannya pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. Prestasi ini merupakan tujuan dari perjanjian. Para pihak harus aktif untuk mewujudkan prestasi tersebut, karena apabila salah satu pihak tidak aktif maka akan sulitlah prestasi tersebut terwujud.

Perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro adalah Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.39

Perjanjian menurut J. Satrio secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit yaitu dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki (atau dianggap dikehendaki)

39

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, Tahun 1981, hal 11.


(47)

oleh para pihak, termasuk di dalamnya perkawinan, perjanjian kawin dan lain-lain sedangkan dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja seperti yang dimaksud dalam Buku III BW.40

Sedangkan Perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata menentukan bahwa jual beli adalah suatu persetujan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.41

Dari pengertian Pasal 1457 tersebut, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu :42

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli 2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga yang dijanjikan kepada penjual.

Menurut Munir Fuady, kewajiban untuk menyerahkan barang dan kewajiban untuk membayar harga itu harus ada pada setiap jual beli, sebab apabila salah satu diantaranya ditiadakan, kita akan berhadapan dengan perjanjian hibah yang dalam hal ini mempunyai ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan ketentuan-ketentuan

40

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1995, hal 28.

41

Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Jual Beli, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2003, hal 7.

42


(48)

terhadap jual beli, dan didalam jual beli harga yang harus dibayar oleh pembeli haruslah dengan sejumlah uang, karena apabila diberi dalam bentuk lainnya, maka akan menjadi tukar menukar.43

Dari apa yang diuraikan pada Pasal 1457 tersebut, dapatlah dianalisis bahwa jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil. Menurut Subekti, sifat konsensuil dari suatu jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan :

” Jual Beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.”

Subekti juga menyatakan bahwa arti dari asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian yang timbul telah dilahirkan sejak tercapainya kesepakatan dari para pihak.44 Dengan perkataan lain bahwa perjanjian yang dilakukan sudah sah dengan hanya adanya kata sepakat yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian dapat timbul dengan adanya persesuaian kehendak antara para pihak yang terlibat yaitu apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak lain, misalnya dalam hal jual beli apartemen dimana pihak yang satu ingin melepaskan haknya atas apartemen yang dimilikinya dengan pemberian sejumlah uang tertentu sebagai

43

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1996, hal 182.

44


(49)

penggantian atas pelepasan haknya tersebut, sedangkan pihak yang lain menginginkan apartemen tersebut dan bersedia untuk membayar sejumlah harga yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Jadi harus ada persesuaian kehendak antar penjual dan pembeli sesuai dengan yang disepakati dan para pihak yang terlibat harus mempunyai suatu kemauan yang bebas, artinya atas kemauan secara sukarela para pihak dan tidak ada paksaan untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, kemauan tersebut harus dinyatakan secara tegas.

Berkaitan dengan itu dapat di analisis bahwa perjanjian yang dibuat dapat dengan hanya menggunakan perkataan atau lisan saja sepanjang apa yang dikatakannya dapat dipercaya bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, tetapi ada suatu pengecualian dimana Undang-Undang memberikan syarat bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus dilakukan suatu tindakan yang lebih dari hanya sekedar kesepakatan lisan yaitu dibuat secara tertulis yang pada akhirnya perjanjian tersebut dapat dianggap sah sehingga mengikat serta melahirkan perikatan di antara para pihak yang membuatnya dengan menggunakan suatu akta Notaris yang bertujuan sebagai alat bukti lengkap dari apa yang diperjanjikan.

Ada 3 (tiga) hal pokok yang menjadi alasan mengapa perjanjian formil harus dibuat secara tertulis dan kadangkala harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yaitu :45

1. Penyerahan Hak Milik dari kebendaan yang dialihkan, yang menurut ketentuan Pasal 613, dan Pasal 616 KUHPerdata harus dilakukan dalam

45

Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2008, hal 61.


(50)

bentuk akta otentik atau akta dibawah tangan. Khusus mengenai Hak atas Tanah ketentuannya dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.

2. Sifat dan isi perjanjian itu sendiri, yang materi muatannya perlu dan harus diketahui oleh umum. Pada umunya jenis perjanjian ini dapat ditemukan dalam perjanjian yang bertujuan untuk mendirikan suatu badan hukum, yang selanjutnya akan menjadi suatu persona standi in judicio sendiri, terlepas dari keberadaan para pihak yang berjanji untuk mendirikannya sebagai subyek hukum yang mandiri ataupun yang menciptakan suatu hubungan hukum yang berbeda di antara para pihak.

3. Penjaminan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang menerbitkan hubungan hukum kebendaan baru, yang memiliki sifat kebendaan.

Suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat hanya berlaku apabila tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang membuat perjanjian. Apa yang dimaksud adalah mengandung pengertian suatu asas kebebasan bagi para pihak yang membuat perjanjian mengenai isi dari perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan norma-norma yang ada. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan untuk membuat suatu perjanjian yang berupa dan berisi apa saja dan perjanjian tersebut akan mengikat bagi pihak yang membuatnya sebagaimana suatu Undang-Undang yang mengikat masyarakat. Hal tersebut dikenal dengan asas kebebasan berkontrak yang menganut asas terbuka.

Bersifat terbuka dengan pengertian bahwa setiap orang bebas untuk membuat perjanjian atau bersepakat tentang segala hal, dalam bentuk apapun juga, dengan siapa saja, mengenai suatu benda tertentu, selama dan sepanjang :

1. Perjanjian atau kesepakatan tersebut berada dalam lapangan bidang hukum dimana mereka dimungkinkan untuk berjanji atau bersepakat.


(51)

2. Tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum, yang berlaku dalam masyarakat dimana kesepakatan atau perjanjian tersebut dibuat dan/atau dilaksanakan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui Peraturan Perundang-Undangan maupun Putusan Pengadilan.46

b. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

46

Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca sarjana, Depok, Tahun 2003, hal 27.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kegagalan pengembang dalam jual beli apartemen adalah Pihak pengembang (PT.ABS) terlambat menyerahkan dan tidak dapat menyelesaikan pembangunan apartemen sesuai dengan yang diperjanjikan karena pihak pengembang (PT. ABS) tidak mempunyai kelengkapan izin ketinggian dari Menteri Perhubungan untuk membangun apartemen sampai dengan 20 lantai, hanya 14 lantai saja, apartemen yang dibeli Tuan JJ berada dilantai 18.

2. Kedudukan hukum para pihak di dalam perjanjian jual beli apartemen masih kurang seimbang, kedudukan pihak pengembang selalu lebih dominan daripada pihak pembeli, karena masih banyak klausula-klausula tentang kewajiban pengembang yang harus dicantumkan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11/KPTS/1994, yang menjadi Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.

3. Dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Medan dan Hakim Pengadilan Tinggi Medan terhadap kegagalan pengembang dalam memenuhi klausula jual beli apartemen adalah karena PT. ABS tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk menyerahkan apartemen yang dijualnya kepada Tuan JJ sesuai dengan tanggal serah terima yang telah dijanjikan dalam perjanjian jual beli yang dibuat oleh Tuan JJ dan PT ABS, dalam hal ini PT. ABS dinyatakan wanprestasi/ingkar janji.


(2)

117

B. Saran

1. Perlu adanya transparansi yang tegas antara pengembang dan pembeli dalam perjanjian jual beli sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

2. Perlu pengaturan yang tegas tentang hak dan kewajiban yang dilaksanakan para pihak dalam perjanjian jual beli yang telah disepakati sehingga tidak terjadi lagi ketidakseimbangan dalam perjanjian jual beli.

3. Perlu adanya kejelasan atau pengetahuan yang proporsional dari hakim dalam memberikan putusan sesuai dengan Perundang-Undangan yang mengaturnya contohnya, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Alif, M. Rizal, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda, CV. Nuansa Aulia, Bandung, Tahun 2009.

Andasasmita, Komar, Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung, Tahun 1990.

___________________, Hukum Apartemen, Rumah Susun Cetakan Kedua, Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Daerah Jawa Barat, Bandung, Tahun 1986. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT. Rineka

Cipta, Jakarta, Tahun 2006.

Badrulzaman, Mariam Darus, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, Tahun 1996.

____________________, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, Tahun 1994. Badrulzaman, Mariam Darus, Sjahdeini , Sutan Remy, Soepraptomo, Heru , Djamil,

Faturrahman, Soenandar ,Taryana, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, Tahun 2001.

Barata, Samaji Surya, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 1998.

Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 2009.

Dalimunthe, Chadidjah, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah, Yayasan Pencerahan MANDAILING, Medan, Tahun 2008.

Djatmiko, R, Pengetahuan Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Angkasa, Bandung, Tahun 1996.

Fuadi, Munir, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1996.


(4)

119

Harahap, M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung, Tahun 1986. Hermit Herman, Komentar Atas Undang-Undang Rumah Susun, Mandar Maju,

Bandung, Tahun 2009

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, Tahun 2010.

Hutagalung, Arie Sukanti, Kondominium dan Permasalahannya, Fakultas Hukum UI, Jakarta, Tahun 2007.

Ibrahim, Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, Tahun 2008.

Kallo, Erwin, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun

(Kondominium, Apartemen dan Rusunami), Minerva Athena Pressindo,

Jakarta, Tahun 2009.

Kansil, C. S. T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, Tahun 1988.

Khairandy Ridwan, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, Depok, Tahun 2003.

Komariah, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, Tahun 2004.

Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Tahun 2001.

Kuswahyono, Imam, Hukum Rumah Susun Suatu Bekal Pengantar Pemahaman, Bayumedia Publishing, Malang, Tahun 2004.

Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Tahun 1994. Lubis M. Yamin dan Abd Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Orang Asing di

Indonesia, Mandar maju, Bandung, Tahun 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenai Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, Tahun 1988.

______________, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, Tahun 1980.


(5)

Muljadi Kartini, Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2008.

Notodisoerjo, Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Rajawali Press, Jakarta, Tahun 1982.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, Tahun 1981.

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1991.

Satrio, J, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, Tahun 1999.

____________, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Tahun 1995.

Sembiring, M.U, Tehnik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, Tahun 1997

Sidharta Arief, Refleksi tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Tahun 1999.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Tahun 2007.

Soemitro, Ronny Hantijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, Tahun 1990.

Soerjopratikno, Hartono, Aneka Perjanjian Jual Beli, PT. Mustika Wikasa, Yogyakarta, Tahun 1994.

Subekti, R, Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, Tahun 1991.

______________, Aneka Perjanjian, Cetakan Keenam, Alumni, Bandung, Tahun 1984.

______________, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, Tahun 2003. Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, Tahun 1996.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Tahun 2004.


(6)

121

Sumardjono, Maria S.W, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas Media Nusantara, Jakarta, Tahun 2007

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2001.

Tobing, GHS Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, Tahun 1983. Widjaja Gunawan dan Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan

Tanggung Menanggung, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2002.

Wiratha Made, Pedoman Penulisan Usulan Skripsi dan Tesis, Edisi I, Andi, Yogyakarta, Tahun 2006.

_____________________, Jual Beli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Tahun 2003.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988.


Dokumen yang terkait

Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba

5 159 154

Analisis Hukum Terhadap Permohonan Pailit Atas Developer Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Apartemen ( Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 331 K/PDT. SUS/2012 Tanggal 12 Juni 2012)

3 233 164

Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Pemberhentian Dengan Hormat Pada Anggota POLRI (Studi Kasus Atas Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor 52/G.TUN/2005/PTUN-Medan)

0 76 143

Analisis Yuridis Pemberian Kuasa Blanko Pada Akta Perikatan Jual Beli (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 51/PDT.G/2009/PN.Mdn)

1 86 130

Analisis Yuridis Atas Perjanjian Jual Beli Rumah Melalui Pengembang Pada PT. Indo Mega Sentosa Di Kota Batam

3 68 121

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Bersyarat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 5.089/Pid.B/2006/PN.Medan)

2 139 75

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Analisis Yuridis Atas Kegagalan Pengembang Dalam Memenuhi Klausula Jual Beli Apartemen (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 69/PDT.G/2008/PN.MDN)

0 67 123

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Analisa Kasus Atas Jual Beli Tanah Warisan (Studi Kasus Putusan MA Nomor 680 K/PDT/2009) Antara Aston Purba Dkk Melawan Patar Simamora Dan Gomar Purba

0 0 15