Bladder Training Pada Ibu-ibu Pasca Seksio Sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010.

(1)

BLADDER TRAINING PADA IBU-IBU PASCA SEKSIO

SESAREA DI RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2010

DARMA AFNI HASIBUAN

095102026

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK

FAKULTAS KEPERAWATAN


(2)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, 21 JUNI 2010 Darma Afni HSB

Bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

viii + 36 hal + 5 tabel + 1 skema + 8 lampiran

ABSTRAK

Saat ini, persalinan dengan bedah sesarea bukan hal yang baru lagi bagi para ibu maupun pasangan suami istri. Sejak awal, tindakan operasi sesarea atau C-section merupakan pilihan yang harus dijalani karena kadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janinnya. Bladder training merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010. Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil dalam penelitan ini adalah ibu pasca seksio sesarea sebanyak 32 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling, penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April. Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kuisioner yang berisi data tentang data demografi. Kusioner diisi sendiri oleh peneliti dengan cara diisi langsung oleh peneliti, Hasil penelitian distribusi frekuensi responden berdasarkan bladder training didapatkan hasil seluruh responden melakukan bladder training pasca seksio sesarea. Berdasarkan berumur 21-30 tahun merupakan responden terbanyak yaitu 16 orang (50.0 %), pekerjaan terbanyak yaitu 32 orang (100 %), paritas terbanyak Primigravida yaitu 26 orang (100 %), dan anestesi terbanyak spinal yaitu 32 orang (100 %) rata-rata volume buang air kecil setelah bladder training adalah 300 ml dengan jumlah 10 orang (31.3%), rata-rata frekuensi buang air besar setelah bladder training adalah 1 x/hari dengan jumlah 27 orang (84.4 %). rata-rata jumlah lokia setelah bladder training pada 2x ganti doek/hari dengan jumlah 30 orang (93.8 %). Dapat disimpulkan seluruh responden mau melakukan bladder training dan sangat bermanfaat bagi ibu-ibu pasca seksio sesarea.

Kata Kunci : Seksio sesarea, Bladder training Daftar pustaka : 21 (1998-2008)


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Bladder Training Pada Ibu-ibu Pasca Seksio Sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010”.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, banyak memperoleh bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Murniati Manik, M.Sc, SpKK selaku Ketua Pelaksana Program Studi D-IV Bidan Pendidik

3. dr. Sarma L. Raja, SpOG, selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah ini, yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat pada penulis.

4. Hj. Idau Ginting, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. dr. Christoffel L. Tobing SpOG (K). selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Kedua Orangtua dan Adik ku yang selalu memberikan dukungan, baik materi maupun spiritual, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Seluruh staf dan dosen Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara baik secara langsung maupun tidak langsung telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani pendidikan.


(4)

8. Seluruh teman-teman D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Dengan segala keterbatasan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah nantinya.

Akhir kata semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis.

Medan, 21 Juni 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .... ... ………...…………..….i

DAFTAR ISI ... ... ... iii

DAFTAR TABEL ... ... ... vi

DAFTAR SKEMA ... ... ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... ……….1

A. Latar Belakang... ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... ... 4

C. Tujuan Penelitian ... ... 5

1. Tujuan Umum ... ... 5

2. Tujuan Khusus ... ... 5

D. Manfaat Peneitian ... ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ... 7

A. Bladder Training ... ... 7

1. Defenisi ... ... 7

2. Tujuan Bladder Training ... ... 7

3. Proses berkemih ... ... 7

4. Komposisi urine ... ... 7

5. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine ... 8

6. Prosedur Bladder Training ... ... 10


(6)

8. Kerugian bila tidak melakukan Bladder Training... 12

B. Seksio Sesarea ... ... 13

1. Definisi ... ... 13

2. Keuntungan Seksio Sesarea ... ... 13

3. Kerugian Seksio Sesarea ... ... 13

4. Indikasi Seksio Sesarea ... ... 14

5. Kontra Indikasi Seksio Sesarea ... ... 16

C. Anestesi ... ... ... 17

1. Anestesi General ... ... 17

2. Anastesi Spinal ... ... 18

3. Anestesi Epidural ... ... 18

BAB III KERANGKA KONSEP ... ... 20

A. Kerangka Konsep ... ... 20

B. Definisi Operasional ... ... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... ... 23

A. Desain Penelitian ... ... 23

B. Populasi dan Sampel ... ... 23

C. Tempat Penelitian ... ... 23

D. Waktu Penelitian... ... 24

E. Pertimbangan Etik Penelitian ... ... 24

F. Instrumen Penelitian ... ... 24

G. Prosedur Pengumpulan Data ... ... 25


(7)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 28

A. Hasil ... ... ... 28

B. Pembahasan ... ... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 33

A. Kesimpulan... ... 34

B. Saran ... ... ... 42 DAFTAR PUSAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dilakukan bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 ... ….. ... ... 28 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan karakteristik ibu tentang

bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010….. ... ... ... 29 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah BAK ibu tentang

bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 ... ….. ... 30 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan BAB ibu tentang bladder

training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 ……….30 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah lokea ibu tentang

bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 ………...……….30


(9)

DAFTAR SKEMA


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar persetujuan menjadi responden

Lampiran 2 Prosedur pelaksanaan bladder training pada pasien pasca seksio sesarea

Lampiran 3 Lembar observasi penyembuhan pasien pasca seksio sesarea setelah bladder training

Lampiran 4 Protap penelitian Bladder training terhadap penyembuhan pasien pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

Lampiran 5 Surat izin penelitian

Lampiran 6 Balasan surat izin penelitian Lampiran 7 Lembar konsultasi


(11)

PROGRAM DIV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah, 21 JUNI 2010 Darma Afni HSB

Bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

viii + 36 hal + 5 tabel + 1 skema + 8 lampiran

ABSTRAK

Saat ini, persalinan dengan bedah sesarea bukan hal yang baru lagi bagi para ibu maupun pasangan suami istri. Sejak awal, tindakan operasi sesarea atau C-section merupakan pilihan yang harus dijalani karena kadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janinnya. Bladder training merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010. Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil dalam penelitan ini adalah ibu pasca seksio sesarea sebanyak 32 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling, penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April. Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kuisioner yang berisi data tentang data demografi. Kusioner diisi sendiri oleh peneliti dengan cara diisi langsung oleh peneliti, Hasil penelitian distribusi frekuensi responden berdasarkan bladder training didapatkan hasil seluruh responden melakukan bladder training pasca seksio sesarea. Berdasarkan berumur 21-30 tahun merupakan responden terbanyak yaitu 16 orang (50.0 %), pekerjaan terbanyak yaitu 32 orang (100 %), paritas terbanyak Primigravida yaitu 26 orang (100 %), dan anestesi terbanyak spinal yaitu 32 orang (100 %) rata-rata volume buang air kecil setelah bladder training adalah 300 ml dengan jumlah 10 orang (31.3%), rata-rata frekuensi buang air besar setelah bladder training adalah 1 x/hari dengan jumlah 27 orang (84.4 %). rata-rata jumlah lokia setelah bladder training pada 2x ganti doek/hari dengan jumlah 30 orang (93.8 %). Dapat disimpulkan seluruh responden mau melakukan bladder training dan sangat bermanfaat bagi ibu-ibu pasca seksio sesarea.

Kata Kunci : Seksio sesarea, Bladder training Daftar pustaka : 21 (1998-2008)


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan/persalinan selama kehidupannya, dibanyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6.336. lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya yang relatif rendah (Sarwono, 2002 : 3).

Angka kejadian seksio sesaria di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8 % (http://www.idi.seksio.com.20%.sesaria

Saat ini, persalinan dengan bedah sesarea bukan hal yang baru lagi bagi para ibu maupun pasangan suami istri. Sejak awal, tindakan operasi sesarea atau C-section merupakan pilihan yang harus dijalani karena kadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janinnya (Dewi, 1997).

).

Ibu yang mengalami seksio sesarea dengan adanya luka di perut sehingga harus dirawat dengan baik untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi. Ibu juga akan


(13)

membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu ikut terpengaruh (Bobak,L.J, 2004)

Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang menganjurkan pasien yang baru melahirkan dengan operasi agar segera menggerakkan tubuhnya. Dokter kandungan menganjurkan pasien yang mengalami operasi sesarea untuk tidak berdiam diri di tempat tidur tetapi harus menggerakkan badan. (Kasdu, 2003).

Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004).

Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992). Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik maupun mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu priode kateterisasi (Resnick, 1993).

Klien yang sedang dalam pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor atau menderita penyakit kritis atau suatu ketidakmampuan, sering harus dipasang kateter menetap untuk membantu proses pengeluaran urinenya sehingga jumlah urine


(14)

yang keluar dapat diukur. Terpasangnya keteter membuat klien beresiko terkena infeksi (Potter, 2005).

Mengatasi masalah perkemihan salah satunya dapat dilakukan bladder training. Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih kembali kandung kemih kepola berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran urine. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urine dan retensio urine. Pada hal sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi, sehingga dapat mencegah intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang justru meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kamih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urine. Program latihan dalam bladder training meliputi penyuluhan, upaya berkemih terjadwal dan memberi umpan balik positif. Tujuan dari bladder training melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih secara spontan (Bobak, 2004).

Bladder training merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah seksio sesarea. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari latihan bladder training periode dini pasca bedah. Bladder training sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan


(15)

peristaltik maupun berkemih. (Carpenito, 2000, ¶ diperoleh tanggal 25 September 2009).

Bladder training segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan bladder training dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi bladder training secara teratur dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2002, ¶ 3,http://www.postseksio.com diperoleh tanggal 25 September 2009)

Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca seksio sesarea, disarankan untuk melakukan bladder training. Tetapi, pada ibu yang mengalami seksio sesarea rasanya sulit untuk melaksanakan bladder training karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan pasien mengenai bladder training. Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan tentang bladder training pasca operasi seksio sesarea sehingga pelaksanaan bladder training lebih maksimal dilakukan. Sebenarnya ibu yang mengalami seksio sesarea mengerti dalam pelaksanaan bladder training, namun ibu tidak mengerti apa manfaat dilakukan bladder training (Surininah, 2004, ¶ 1,http://www.ayahbunda-online.co.id diperoleh tanggal 1 Oktober 2009)

Dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 26 Oktober 2009 peneliti mendapatkan informasi dari sepuluh orang ibu yang bersalin dengan seksio sesarea mengatakan bahwa belum pernah dilakukan bladder training pasca seksio sesarea. Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea.


(16)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden

b. Untuk mengetahui Bladder training terhadap jumlah BAK yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

c. Untuk mengetahui Bladder training terhadap BAB yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

d. Untuk mengetahui Bladder training terhadap lokea pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.


(17)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kebidanan

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi bidan tentang penatalaksanaan bladder training dan manfaat bladder training terhadap penyembuhan pasien pasca seksio sesarea.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu intervensi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.

3. Bagi Pendidikan Kebidanan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan dalam institusi kebidanan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik tentang manfaat bladder training pada pasien pasca seksio sesarea.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Bladder Training

1. Defenisi

Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992).

2. Tujuan bladder training

Mengembalikan pola kebiasaan berkemih.

3. Proses Berkemih

Berkemih (mictio, mycturition, voiding, atau urination) adalah proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak). Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan kepusat pengontrol berkemih yang terdapat dikorteks serebral, kemudian otak memberikan implus/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris didaerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrosor dan relaksasi otot sfingter internal.


(19)

4. Komposisi urine 1. Air (96 %) 2. Larutan (4%)

a. Larutan organik (urea, ammonia, keratin, dan uric acid)

b. Larutan anorganik (natrium (sodium), klorida, kalium, (potosium), sulfat, magnesium, dan fosfor

Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak

5. Faktor yang mempengaruhi Eliminasi Urine

1. Diet dan asupan

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine

2. Respon keinginan awal untuk berkemih

Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine

3. Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet

4. Stres Psikologis

Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi


(20)

5. Tingkat aktivitas

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingte. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.

6. Tingkat perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola berkemih, Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak yang lebih memiliki kecendrungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk mengontrol buang air kecil meningkat.

7. Kondisi penyakit

Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus, dapat memengaruhi produksi urine.

8. Sosiokultural

Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil ditempat tertentu. 9. Kebiasaan seseorang

Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih ditoilet dapat mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam keadaan sakit.


(21)

10.Tonus otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine

11.Pembedahan

Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerolus yang dapat menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.

12.Pengobatan

Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah urine. misalnya, pemberian diuretic dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine

13.Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostic yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intravenouspyelogram (IVP), dengan membatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine. Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluran urine.


(22)

6. Prosedur bladder training Hal yang perlu disiapkan :

a. Tentukan pola waktu biasanya klien berkemih mandiri sendiri. Bila tidak dapat dibuat pola berkemih, rencanakan w aktu ketoilet, misalnya 1-2 jam sekali

b. Usahakan agar intake cairan 2-3 liter/hari c. Posisi berkemih yang normal/nyaman Prosedur :

a. Sesuai dengan pola waktu berkemih yang telah ditentukan, usahakan agar klien mempertahakannya saat klien merasa ingin berkemih baik urgen atau tidak. Kontraksi dan relaksasi secara teratur akan meningkatkan tonus otot bladder dan meningkatkan control volunter.

b. Berikan cairan sekitar 30 menit sebelum waktu BAK sesuai pola tersebut sebanyak ± 600-800 cc. Intake cairan ini untuk membantu proses produksi urine adekuat, sehingga merangsang refleks miksi.

c. Lakukan program latihan untuk meningkatkan tonus otot abdomen dan pelvis melalui latihan kegel´s. Caranya :

1. Posisi klien duduk atau berdiri dengan kaki diregangkan

2. Kontraksikan rektum, uretra, dan vagina (pada wanita) kearah atas dalam. Lalu tahan selama 5 detik. Kontraksi seharusnya dirasakan pada panggul 3. Ulangi latihan tersebut 5-6 hari pada tahap awal dengan interval waktu.

Setelah otot semakin kuat tingkatkan jumlah latihan sampai akhirnya dapat melakukan sampai 200 kali tiap hari


(23)

d. Cobakan klien untuk memulai dan menghentikan aliran urine (asmadi, 2008) 7. Manfaat bladder training

Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung, meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik, pengurangan penyakit (Potter, 2006).

8. Kerugian bila tidak melakukan bladder training

Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari gejala infeksi adalah peningkatan suhu tubuh; perdarahan yang abnormal, dengan bladder training dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka; involusi uterus yang tidak baik, tidak dilakukan bladder training secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007).


(24)

B. Seksio Sesaria 1. Definisi

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea adalah suatu

histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim; seksio adalah pembedahan

untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Llewelyn, D, 2001).

2. Keuntungan seksio sesarea

Operasi sesarea lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana didiagnosis panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio seasria adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, D.A, 2007)

3. Kerugian seksio sesarea

Operasi sesarea merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur anastesi pada operasi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas sehinga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan seksio


(25)

sesarea biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, D.A, 2007). 4. Indikasi seksio sesarea

a. Indikasi medis

Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway

(keadaan jalan lahir), dan passanger (janin yang dilahirkan).

Mula-mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan

terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrom (denyut jantung janin kacau dan melemah).

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani seksio sesarea, yaitu :

1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan ukuran panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan dapat


(26)

memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal atau tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya.

2. Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi bayi-bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi lilitan tali pusat pada leher bayi.

3. Pada kasus plasenta terletak di bawah ( plasenta previa ). Biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa letak plasma dibagian bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu.

4. Pada kasus kalainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan belum tua (letak liang kasep). Dalam situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin dilakukan lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih dahulu.

5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim (incoordinate uterine-action).

6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat


(27)

bayangan ganda. Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni selain gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang – kejang tak sadarkan diri. 7. Jika yang pernah di seksio sesarea sebelumnya maka pada persalinan berikut

umumnya juga harus di seksio karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik seksio adalah dilakukan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan teknik seksio dulu yang sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang. Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di seksio dapat dilakukan dengan catatan : persalianan harus dilakukan di rumah sakit ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari persalinan (harapan partus), persalinan kala II, yakni setelah mules-mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi dan tidak boleh berlangsung lama (Llewellyn, D, 2001).

b. Indikasi sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan seksio sesarea yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesarea karena indikasi sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal.

Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan

tindakan seksio sesarea atau disebut dengan seksio sesarea elektif (Kasdu, 2003).


(28)

5. Kontra indikasi seksio sesarea

Mengenai kontra indikasi, perlu diketahui bahwa seksio sesaria dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa. Seksio sesaria tidak boleh dilakukan pada kasus – kasus seperti di bawah ini :

Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter menilai apabila denyut jantung anak sudah tidak ada, ibu sudah tidak merasakan adanya gerakan anak dan pencitraan ultrasonografi ( USG ), atau Doppler, dan tidak ada lagi tanda – tanda kehidupan dari anak tersebut.

1. Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup diluar rahim ibu.

2. Jika anak dikandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala anak besar (hydrocepalus), atau anak tanpa kepala (anencepalus).

3. Terjadi infeksi dalam kehamilan (Oxorn, 2001). B. Anestesi

Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagher, C.M, 2004).

a. Anestesi general

Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teknis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah


(29)

selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general.

b. Anestesi spinal

Dalam operasi sesarea elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.

c. Anestesi epidural

Mengurangi rasa sakit selama stadium I dan II dari proses persalinan atau selama seksio sesarea.

1) Kontra Indikasi a) Ditolak oleh pasien

b) Adanya infeksi pada tempat penyuntikan. c) Perdarahan uterus.

d) Pengobatan anticoagulant. e) Kegemukan

f) Hypovolemi, shock atau anemi berat.


(30)

2) Keuntungan epidural lumbar, di atas rute caudal

a) Dosis obat anastesi dikurangi sampai 50%, sehingga resiko keracunan dan kelebihan dosis dapat diturunkan.

b) Oleh karena anomaly, dengan pendekatan caudal, kegagalan blok dapat dikurangi 20%.

c) Jarang terjadinya tertembusnya rectum ibu ke dalam fetus bila dicoba blok caudal.

d) Resiko infeksi pada ibu sedikit lumbar epidural disbanding dengna caudal blok.

c. Komplikasi – komplikasi yang mungkin terjadi

Komplikasi yang umum terjadi saat anestesi spinal adalah turunnya tekanan darah. Beberapa wanita merasakan sakit kepala yang parah setelah operasi sesarea dengan anestesi spinal, sementara ada pula yang merasakan sakit pada daerah punggung.

Anestesi general mungkin membuat pasien merasa pusing ; kerongkongan terasa kering dan sakit. Selain itu, pasien mungkin juga akan mengalami rasa mual yang hebat dan muntah. Jika obat bius yang diberikan mengandung morfin, mungkin akan merasa gatal di sekujur tubuh. Efek – efek samping itu dapat hilang dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah persalinan (Gallagher, C.M, 2004).


(31)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008).

Adapun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

Skema. 1. Skema kerangka konsep

- Karakteristik responden Bladder training

- Penyembuhan pasca seksio sesarea - BAK

- BAB - Lokea


(32)

C. Definisi Operasional No

Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1 Bladder training Melatih kembali

kandung kemih dalam 24 jam pasca seksio setelah kateter dilepas dengan cara memberi minum dan menahan rektum, uretra dan vagina

Lembar observasi

Observasi 1= Dilakukan 0= Tidak Dilakukan

Nominal

2 Penyembuhan ibu-ibu pasca seksio sesarea

Penyembuhan ibu-ibu pasca seksio sesarea setelah dilakukan bladder training di RSUD.Pirngadi Medan Lembar observasi Observasi Wawancara 1= volume BAK....ml/ hari 2= frekuensi BAB....x/hari 3= jumlah lokia ....doek/ hari

Rasio

3 Umur Umur yang dihitung sejak lahir hingga penelitian

Kuesioner Wawancara 1 = 21-25 tahun 2 = 26-30 tahun 3 = 31-35 tahun

Interval

4 Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan didalam kehidupan rumah tangganya

Kuesioner Wawancara 1 = IRT 2 = PNS 3 = Wiraswasta

Nominal

5 Paritas Jumlah persalinan yang dilahirkan ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan baik lahir mati

Kuesioner Wawancara 1 = Primipara 2 = Scundigravida 3 = Multipara


(33)

maupun lahir hidup

6 Anestesi Obat penghilang rasa sakit yang diberikan pada ibu di RSUD. Dr. Pirngadi Medan yang akan

menjalani operasi seksio sesarea

Kuesioner Wawancara 1 = Anestesi General 2 = Anestesi Spinal 3 = Anestesi

Epidural


(34)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini diukur satu kali saja dalam kurun waktu yang bersamaan (Hidayat, 2003)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu yang melahirkan dengan seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan sebanyak 32 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi. Sampel penelitian ini adalah ibu-ibu pasca seksio sesarea sebanyak 32 orang dengan menggunakan teknik sampling aksidental yaitu sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD. Dr. Pirngadi Medan di Ruang Kebidanan (lantai V dan Ruang V). Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan banyaknya


(35)

belum diterapkannya program intervensi bladder training bagi pasien pasca seksio sesarea.

D. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2010 di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur peleksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak atau mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik secara fisik maupun psikologis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen dan menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan dan peneliti akan memusnahkan instrumen penelitian setelah proses analisa data selesai. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.


(36)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner berisi data demografi yaitu umur, pekerjaan, paritas, anestesi responden. Kuesioner diisi sendiri oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara langsung kepada responden mengenai data demografi. Pengisian lembar observasi dilakukan langsung oleh peneliti dengan melihat dan melakukan wawancara kepada responden terhadap jumlah BAK, BAB, melihat perubahan lokia, yang dilakukan bladder training.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan kepada Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti memberikan surat izin penelitian kepada Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapat persetujuan dari Direktur, peneliti melaksanakan penelitian di ruangan Kebidanan RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Dalam melaksanakan pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan prosedur, manfaat penelitian dan memperoleh persetujuan dari responden. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (Informed consent). Kemudian peneliti memberikan pengarahan tentang pelaksanaan prosedur bladder training. Namun dalam penelitian ini tidak semua responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti berkenan menjadi responden sehingga tidak berkenan untuk menandatangani informed consent yang


(37)

diberikan oleh peneliti, disamping itu ada yang beranggapan bahwa penelitian ini merugikan mereka atau mencederai mereka. Bladder training dilakukan setelah 24 jam pasca seksio sesarea. Dimana dilakukan bladder training selama 15 menit setiap hari selama 4 hari untuk melihat dan melakukan wawancara langsung selama 10 menit terhadap volume BAK, frekuensi BAB, jumlah lokia dari banyaknya doek yang diganti, dilakukan bladder training. Setelah selesai selanjutnya seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

H. Analisa data

Data yang dikumpulkan dianalisa secara deskriptif. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu:

1. Editing

Editing adalah upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Pada penelitian ini melakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapan data responden.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan dari suatu kode dari suatu variable 3. Data Entry


(38)

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan dalam master tabel atau database komputer. Kemudian membuat tabel distribusi frekuensi.

4. Melakukan teknik analisis

Penganalisasian khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Karena penelitian ini deskriptif maka dianalisa menggunakan statistik deskriptif. Statistika deskriptif adalah statistika yang membahas cara-cara meringkas, menyajikan, dan mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar lebih mudah dimengerti dan lebih mempunyai makna. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat pengetahuan dan sikap responden (Hidayat, 2007).


(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 dengan jumlah responden 32 orang. Setelah data dikumpulkan kemudian diolah secara komputerisasi didapatkan sebagai berikut :

1. Bladder training

Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992).

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dilakukan atau tidak Bladder Training pada Ibu-Ibu Pasca Seksio Sesarea

di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

Dari tabel diatas dapat dilihat seluruh responden melakukan bladder training pasca seksio sesarea di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

No Bladder training F %

1 Dilakukan 32 100

2 Tidak dilakukan 0 0


(40)

2. Karakteristik responden

Pada penelitian ini karakteristik responden mencakup umur, pekerjaan, paritas dan anestesi. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut

Tabel 5.2

Distribusi responden berdasarkan karakteristik ibu tentang bladder training di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 (n = 32)

No Karakteristik F %

A. 1. 2. 3. Umur 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun 2 16 14 6.3 50.0 43.8

Total 32 100.0

B. 1. 2. 3. Pekerjaan IRT PNS Wiraswasta 32 - - 100 - -

Total 32 100.0

C. 1. 2. 3. Paritas Primigravida Scundigravida Multigravida 26 4 2 81.3 12.5 6.3

Total 32 100.0

D. 1. 2. 3. Anestesi General Spinal Epidural - 32 - - 100 -

Total 32 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui berumur 21-30 tahun merupakan responden

terbanyak yaitu 16 orang (50.0 %), pekerjaan IRT terbanyak yaitu 32 orang (100 %), paritas

terbanyak Primigravida yaitu 26 orang (100 %), dan anestesi terbanyak digunakan spinal


(41)

Table . 5.2

Distribusi volume buang air kecil ibu-ibu pasca seksio sesarea setelah dilakukan bladder training di RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=32)

No Volume BAK F %

1 200 1 3.1

2 250 3 9.4

3 300 10 31.3

4 350 8 25,0

5 400 8 25,0

6 450 2 6.3

Total 32 100

Berdasarkan table 5.2 rata-rata volume buang air kecil setelah bladder training adalah 300 ml dengan jumlah 10 orang (31.3 %).

Table . 5.3

Distribusi Volume Buang Air Besar Ibu-ibu pasca seksio sesarea setelah dilakukan bladder training di RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=32)

No Volume BAB F %

1 1 27 84.4

2 2 5 15.6

Total 32 100

Berdasarkan table 5.3 rata-rata frekuensi buang air besar setelah bladder training adalah 1 x/hari dengan jumlah 27 orang (84.4 %)

Table . 5.4

Distribusi jumlah lokea ibu-ibu pasca seksio sesarea setelah dilakukan bladder training di RSUD. Dr. Pirngadi Medan (n=32)

No Lokea F %

1 1 1 3,1

2 2 30 93.8

3 3 1 3.1

Total 32 100

Berdasarkan table 5.4 rata-rata jumlah lokia setelah bladder training pada 2x ganti doek/hari dengan jumlah 30 orang (93.8 %).


(42)

B. Pembahasan

Berdasarkan tabel diatas diketahui berumur 21-30 tahun merupakan responden

terbanyak yaitu 16 orang (50.0 %), pekerjaan terbanyak yaitu 32 orang (100 %), paritas

terbanyak Primigravida yaitu 26 orang (100 %), dan anestesi terbanyak spinal yaitu 32 orang

(100 %).

Berdasarkan table 5.2 rata-rata volume buang air kecil setelah bladder training adalah

300 ml dengan jumlah 10 orang (31.3 %).

Berdasarkan table 5.3 rata-rata frekuensi buang air besar setelah bladder training

adalah 1 x/hari dengan jumlah 27 orang (84.4 %).

Berdasarkan table 5.4 rata-rata jumlah lokia setelah bladder training pada 2x ganti

doek/hari dengan jumlah 30 orang (93.8 %).

Penelitian ini menyatakan bahwa bladder training dapat membantu proses penyembuhan ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah operasi seksio sesarea, mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, peristaltik maupun berkemih (Llwelyen, 2003 dalam Gregor, 2007).

Hasil penelitian tentang bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena adanya hiperplasi dan jaringan otot membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dari waktu masa kehamilan. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu akan sering buang air kecil.


(43)

Buang air besar harus terjadi pada hari kedua sampai ketiga post partum. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata ibu buang air besar pada hari kedua pasca operasi.

Pada hari keempat lokia pada ibu pasca seksio sesarea normalnya 2 x ganti doek/ hari. Lokia yang keluar biasanya lebih banyak daripada darah yang keluar saat menstruasi. Pada hasil penelitian umumnya ibu mengganti doeknya 2 – 3 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore setelah personal hygiene.

Penyembuhan luka operasi dan involusi uterus yang baik karena melakukan latihan paska melahirkan dengan mengeluarkan sisa darah dan terhindar dari infeksi atau gejala infeksi seperti peningkatan suhu tubuh, perdarahan yang abnormal, dengan bladder training kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka; involusi uterus yang tidak baik, tidak dilakukan bladder training akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007).

Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambing, meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus


(44)

otot, meningkatkan mobilisasi sendiri, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi, mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik, pengurangan penyakit (Potter, Perry, 2006).


(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 dari 32 responden maka dari pengolahan data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dilihat dari Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, dari rentang umur responden 26-30 tahun separuh atau 16 orang (50.0%) responden yang di seksio di RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan hanya (25,9%) 15 orang responden dari dengan rentang umur 20 – 25 tahun yang di seksio di RS. dr.Pirngadi medan tahun 2010 dan Distribusi frekuensi responden berdasarkan paritas pada ibu diperoleh hasil paritas yang primigravida lebih dari separuh (81.3 %) 23 orang responden yang di seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010 dan multigravida hanya (6.3 %) 2 orang yang di seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010.Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan banyak IRT yaitu 32 orang (100 %).

2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan dilakukan bladder training pada ibu pasca seksio sesarea didapatkan hasil bahwa seluruh responden mao melakukan bladder training pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010


(46)

3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan rata-rata volume buang air kecil setelah bladder training adalah 300 ml dengan jumlah 10 orang (31.3 %) pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan rata-rata frekuensi buang air besar setelah bladder training adalah 1 x/hari dengan jumlah 27 orang (84.4 %) pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan rata-rata jumlah lokia setelah bladder training pada 2x ganti doek/hari dengan jumlah 30 orang (93.8 %) pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010

B. Saran

1. Bagi Praktik Kebidanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bladder training memberikan manfaat bagi ibu-ibu pasca seksio sesarea di Ruang Kebidanan RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Oleh karena itu, penting untuk diinformasikan dan diterapkan bahwa bladder training adalah salah satu intervensi non – farmakologik untuk ibu-ibu pasca seksio sesarea.

2. Bagi Pendidikan DIV Kebidanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bladder training dalam mempercepat proses penyembuhan pasien pasca seksio sesarea, maka penting mengintegrasikan materi ini dalam pendidikan DIV kebidanan terutama dalam materi pembelajaran asuhan kebidanan pada ibu nifas mengenai konsep dan cara mempercepat penyembuhan pasca bersalin dengan teknik bladder training.


(47)

3. Bagi Penelitian Kebidanan

Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan serta mengembangkan penelitian tentang bladder training di klinik ataupun di rumah sakit sebagai intervensi yang mampu memberikan dampak positif bagi pasien pasca bersalin


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Ancheta, R., Simpkin, P. (2005). Persalinan. Jakarta : EGC

Bobak, L.J. ( 2004a ). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta : EGC.

Carpenito. (2000). Perawatan pasca Seksio Caesaria dibuka pada situs

Fauzi, D.A. ( 2007 ). Operasi Caesar pengantar dari A sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota.

Kasdu, D ( 2003 ). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspaswara Llewellyn, D. ( 2002 ). Dasar – Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6 Jakarta :

Hipokrates.

Gallagher, C.M. ( 2004 ). Pemulihan Pascaoperasi Caesar. Jakarta : Erlangga. Nursalam. ( 2008 ). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Oxorn, H. ( 2003 ), Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor

Labor and Birth, Jakarta : Yayasan Essentia Medica.

Potter., Perry, ( 2006 ). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4, Volume 2, Jakarta : EGC.

Pritchard. ( 1999 ). Obstetri Williams, Edisi ketujuh belas, Surabaya : Airlangga University Press.

Roper. (2002). Mobilisasi pasca Seksio Caesaria, dibuka pada situs,

Sastroasmoro, P.,Sarwono. ( 2002 ). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi Kedua. Jakarta : CV Sagung Seto.

Saryono. ( 2008 ). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.


(49)

Surininah. ( 2006 ). Memilih Melahirkan secara Alamiah atau Seksio, dibuka pada situs : Http://

www.ayahbunda-. ( 2006 )www.ayahbunda-. Pasca Caesar 6 Minggu bisa pulih, dibuka pada situs :


(50)

KUESIONER

A. Kuesioner Demografi :

Umur : 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pegawai Negeri Sipil Karyawan

Paritas : Primigravida Scundigravida Multigravida

Anestesi : General Spinal

B. Kuesioner frekuensi:


(51)

LEMBAR OBSERVASI

Penyembuhan Pasien Pasca Seksio Sesarea setelah Bladder training

No.Responden Volume BAK Frekuensi BAB Jumlah Lokia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32


(52)

PROTAP PENELITIAN TENTANG BLADDER TRAINING PADA IBU-IBU PASCA SEKSIO SESAREA DI RSU.Dr. PIRNGADI MEDAN

1. Peneliti memberikan surat izin penelitian kepada direktur RSU.Dr.Pirngadi Medan setelah mendapatkan izin dari Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakulatas Keperawatan Sumatera Utara.

2. Setelah mendapatkan izin dari Direktur, peneliti melaksanakan penelitian di ruangan Kebidanan RSU.Dr.Pirngadi Medan.

3. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan prosedur, manfaat penelitian dan memperoleh persetujuan dari responden.

4. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

5. Peneliti memberikan pengarahan tentang pelaksanaan prosedur bladder training pada responden.

6. Peneliti memberikan intervensi tentang bladder training pada responden dan dilakukan selama 15 menit dalam sehari selama tujuh hari.

7. Peneliti melakukan observasi selama 10 menit pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada hari ketujuh.

8. Setelah selesai dilakukan observasi peneliti menganalisa data yang sudah terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel.


(1)

3. Bagi Penelitian Kebidanan

Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menambahkan serta mengembangkan penelitian tentang bladder training di klinik ataupun di rumah sakit sebagai intervensi yang mampu memberikan dampak positif bagi pasien pasca bersalin


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ancheta, R., Simpkin, P. (2005). Persalinan. Jakarta : EGC

Bobak, L.J. ( 2004a ). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta : EGC.

Carpenito. (2000). Perawatan pasca Seksio Caesaria dibuka pada situs

Fauzi, D.A. ( 2007 ). Operasi Caesar pengantar dari A sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota.

Kasdu, D ( 2003 ). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspaswara Llewellyn, D. ( 2002 ). Dasar – Dasar Obstetri dan Ginekologi, Edisi 6 Jakarta :

Hipokrates.

Gallagher, C.M. ( 2004 ). Pemulihan Pascaoperasi Caesar. Jakarta : Erlangga. Nursalam. ( 2008 ). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Oxorn, H. ( 2003 ), Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of Labor

Labor and Birth, Jakarta : Yayasan Essentia Medica.

Potter., Perry, ( 2006 ). Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4, Volume 2, Jakarta : EGC.

Pritchard. ( 1999 ). Obstetri Williams, Edisi ketujuh belas, Surabaya : Airlangga University Press.

Roper. (2002). Mobilisasi pasca Seksio Caesaria, dibuka pada situs,

Sastroasmoro, P.,Sarwono. ( 2002 ). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi Kedua. Jakarta : CV Sagung Seto.


(3)

Surininah. ( 2006 ). Memilih Melahirkan secara Alamiah atau Seksio, dibuka pada situs : Http://

www.ayahbunda-. ( 2006 )www.ayahbunda-. Pasca Caesar 6 Minggu bisa pulih, dibuka pada situs :


(4)

KUESIONER

A. Kuesioner Demografi :

Umur : 21-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pegawai Negeri Sipil Karyawan

Paritas : Primigravida

Scundigravida Multigravida

Anestesi : General Spinal

B. Kuesioner frekuensi:


(5)

LEMBAR OBSERVASI

Penyembuhan Pasien Pasca Seksio Sesarea setelah Bladder training

No.Responden Volume BAK Frekuensi BAB Jumlah Lokia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32


(6)

PROTAP PENELITIAN TENTANG BLADDER TRAINING PADA IBU-IBU PASCA SEKSIO SESAREA DI RSU.Dr. PIRNGADI MEDAN

1. Peneliti memberikan surat izin penelitian kepada direktur RSU.Dr.Pirngadi Medan setelah mendapatkan izin dari Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakulatas Keperawatan Sumatera Utara.

2. Setelah mendapatkan izin dari Direktur, peneliti melaksanakan penelitian di ruangan Kebidanan RSU.Dr.Pirngadi Medan.

3. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan prosedur, manfaat penelitian dan memperoleh persetujuan dari responden.

4. Responden yang bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

5. Peneliti memberikan pengarahan tentang pelaksanaan prosedur bladder training pada responden.

6. Peneliti memberikan intervensi tentang bladder training pada responden dan dilakukan selama 15 menit dalam sehari selama tujuh hari.

7. Peneliti melakukan observasi selama 10 menit pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada hari ketujuh.

8. Setelah selesai dilakukan observasi peneliti menganalisa data yang sudah terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel.