52 pasien mengatakan lebih tenang, dan dari data objektif pasien rileks, dan dari
pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22. Pada hari ketiga dilakukan evaluasi tentang tingkat kecemasan pasien,
HRS-A skor menunjukan 22, pada pukul 13.00 WIB diberikan terapi murottal selama 15 menit dan terjadi penurunan pada kecemasan dengan ditandai dengan
pasien mengatakan tenang dan tidak takut untuk dilakukan operasi, dari data objektif pasien rileks dan tidak gelisah, dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-
A skor menjadi 18.
4.2 Hasil Aplikasi MetodeImplementasi
Implementasi yang penulis lakukan telah sesuai dengan intervensi yang disusun. Hasil observasi Tanggal 06 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum
pemberian terapi murottal didapatkan skore 26 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan
hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP
HAM Medan. Hasil observasi Tanggal 07 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum
pemberian terapi murottal didapatkan skore 24 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan
hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 22 yang artinya tingkat kecemasan sedang HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP
HAM Medan. Hasil observasi Tanggal 08 Agustus 2015 yang dilakukan sebelum
pemberian terapi murottal didapatkan skore 22 yang artinya tingkat kecemasan
Universitas Sumatera Utara
53 sedang HRS-A pada Tn.Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM Medan. Sedangkan
hasil obsesvasi sesudah pemberian terapi murottal di dapatkan skore 18 yang artinya tingkat kecemasan 18 HRS-A pada Tn. Y di ruang Rindu B3 RSUP HAM
Medan.
4.3 AnalisisPembahasan
Evaluasi pada Tn. Y pada tanggal 06, 07 dan 08 Agustus 2015 dengan diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman pada status
kesehatan dengan evaluasi setelah pemberian terapi murottal hari pertama yaitu pasien mengatakan takut menghadapi operasi, hasil observasi pasien tanpak
tegang dan gelisah, klien mengalami kecemasan tingkat sedang dengan HRS-A skor 26, nadi 80 kalimenit dan respirasi 24 kalimenit, T : 36,8
C, TD : 11080 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terap murottal hari kedua pasien mengatakan
lebih tenang dan dan dari data objektif pasien rileks, dan dari pengukuran tingkat kecemasan HRS-A skor menjadi 22, nadi 80 kalimenit dan respirasi 22
kalimenit, T : 36,5 C, TD : 11080 mmHg. Evaluasi setelah pemberian terapi
murottal hari ke tiga pasien mengatakan tidak takut untuk operasi, hasil observasi pasien tanpak tenang dan tidak gelisah, HRS-A skor 18, nadi 80 kalimenit dan
respirasi 20 kalimenit, T : 36,5 C, TD : 11070 mmHg. Dapat disimpulkan
masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan ancaman status kesehatan teratasi.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.Y dengan fraktur femur yaitu Cemas berhubungan dengan fraktur ditandai dengan klien
mengatakan takut dan khawatir untuk menghadapi operasi, klien tampak gelisah,
Universitas Sumatera Utara
54 klien tampak tegang, TD : 11070 mmHg, T : 36,5
C, Nadi 80 kalimenit, RR : 20 kalimenit, kecemasan : skor 18 kecemasan tingkat ringan HARS.
Kebutuhan dasar manusia menurut hirarki Maslow merupakan sebuah teori yang dapat digunakan perawat untuk memenuhi hubungan antara kebutuhan
dasar manusia pada saat memberikan perawatan. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman memiliki penting dalam hierarki Maslow, kebutuhan keselamatan dan rasa
aman disini maksudnya adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri Mubarak dan Chayatin, 2008.
Universitas Sumatera Utara
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN