Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

PE

PADA

RU

EMENUH

A PASIEN

UMAH SA

UN

HAN KEB

N IMMOB

DI R

AKIT UM

Sya

FAKUL

NIVERSIT

BUTUHA

BILISASI

RUANG R

MUM PUS

MEDA

SKRIP

Oleh awalina Fit 061101

TAS KEP

TAS SUM

201

AN PERSO

I POST O

RINDU B

SAT HAJ

AN

PSI

h thri Siregar 1091

PERAWA

MATERA

0

ONAL HY

OPERASI

B3

JI ADAM

r

ATAN

A UTARA

YGIENE

I FRAKT

M MALIK

A

TUR

K


(2)

Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien

Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar

NIM : 061101091

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Tanggal Lulus:

Pembimbing Penguji I

(Fatwa Imelda, S.Kep. NS) (Mula Tarigan, S.Kp. MKes) NIP. 19800401 201001 2 024 NIP. 19741002 200112 1 001

Penguji II

              (Farida Linda Sari, S.Kep. M.Kep)

NIP. 19780320 200501 2 003

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, Juni 2010 Pembantu Dekan I,

Erniyati, S.Kp. MNS


(3)

Prakata

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya serta segala nikmat yang tidak terhingga yang diberikanNya. Shalawat dan salam tercurahkan untuk Rasulullah SAW, keluarga, dan para sahabat Rasulullah SAW. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp. MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Fatwa Imelda, SKep. NS sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes sebagai dosen penguji I dan Ibu Jenny M. Purba, S.Kp. MNS sebagai dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dudut Tanjung, S.Kp. M.Kep yang telah bersedia memvalidasi instrument penelitian penulis dan sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam proses perkuliahan.


(4)

6. Rika Endah Nurhidayah, S. Kep. M. Pd yang telah bersedia memvalidasi instrument penelitian penulis.

7. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

8. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian.

9. Kepala Keperawatan di Ruang Rindu B3 yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melakukan penelitian.

10. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung.

11. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara khususnya teman-teman seperjuangan stambuk 2006 (roslaini, juliani, astika, firda, anggi, elis, husna, minta ito, ani , fitri, desi, Juliana, ana, lucia, dan semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu) yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teristimewa kepada kedua orang tua ku tercinta yang selalu membimbing, menghibur, mendoakan, memberikan motivasi, dan semangat kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

13. Ucapkan terima kasih juga penulis tujukan kepada kakak-kakak ku (kak nita, kak seri, kak kiki, kak cinta, dan kak henti) dan adik-adik ku (adik rosni dan adik anggi) yang telah menghibur, dan memberikan semangat.

14. Especially for Fery Darmansyah motivator setiaku yang paling ganteng dan baik hati, yang selalu menemani, memahami, membimbing, mencintai, mendoakan,


(5)

mengingatkan dan memberi semangat kepada penulis dengan segala kemampuannya dan yang paling penting selalu perhatian dan mencintai diriku sepenuh hati.

15. Kepada seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis.

16. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan berkat dan karuniaNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Semoga bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal sholeh dan mendapat ridho dari Allah SWT.

Medan, Juni 2010


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Lembar Pengesahan ... ii

Prakata... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Skema ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Diagram ... xi

Abstrak ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Personal Hygiene ... 7

1.1. Defenisi Personal Hygiene ... 7

1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene ... 7

1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya ... 10

1.4. Jenis Personal Hygiene Berdasarkan Waktu Pelaksanaannya 15

1.5. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene ... 16


(7)

2. Immobilisasi ... 17

2.1. Definisi Immobilisasi ... 17

2.2. Jenis Immobilisasi ... 17

2.3. Efek dari Immobilissasi ... 18

3. Fraktur ... 21

3.1. Defenisi Fraktur ... 21

3.2. Etiologi Fraktur ... 21

3.3. Klasifikasi Fraktur ... 21

3.4. Manifestasi Fraktur ... 23

3.5. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur ... 23

3.6. Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 23

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 25

2. Defenisi Operasional ... 26

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi, sampel penelitian, dan tehnik sampling ... 28

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4. Pertimbangan Etik ... 29

5. Instrumen Penelitian ... 30

5.1. Kuesioner Penelitian ... 30

5.2. Uji Validitas ... 31

5.3. Uji Reliabilitas ... 32

6. Pengumpulan Data ... 33

7. Analisa Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 36


(8)

1.1 Karakteristik Responden ... 36

1.2 Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 38

1.3 Pelaksanaan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 43

2. Pembahasan ... 55

2.1 Karakteristik Responden ... 55

2.2 Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 57

2.3 Pelaksanaan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur ... 64

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 69

2. Saran ... 70

2.1. Untuk Praktek Keperawatan dan Rumah Sakit ... 70

2.2. Untuk Pendidikan Keperawatan ... 71

2.3. Untuk Penelitian Selanjutnya ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN:

1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 4. Kuesioner Data Demografi

5. Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur

6. Kuesioner Pelaksanaan Personal Hygiene yang Dilakukan oleh Pasien, Perawat, Keluarga, dan yang Tidak Dilakukan


(9)

(10)

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema1. Kerangka Konseptual ... 25  

                             


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 26 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi

Responden di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010 ... 37  

                       


(12)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 5.1. Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene ... … 38 Diagram 5.2. Distribusi Persentase Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene … 43 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-2 rawatan)….. 49 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-3 rawatan)….. 50 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-4 rawatan)….. 51 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-5 rawatan)….. 52 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-6 rawatan)….. 53 Diagram 5.3. Persentase Pelaksanaan Personal Hygiene (hari ke-7 rawatan)….. 54

                 


(13)

Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien

Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar

NIM : 061101091

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2006

Abstrak

Personal hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan, kesehatan

untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Ukuran kebersihan seseorang dalam pemenuhan personal

hygiene berbeda pada setiap orang sakit karena terjadi gangguan pemenuhan

kebutuhan, begitu pula pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh pasien, perawat, keluarga.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, menggunakan desain deskriptif, dilakukan pada 06 januari sampai dengan 06 maret 2010. Sampel penelitian sebanyak 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur, dengan tehnik purposive sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan personal

hygiene sudah terpenuhi untuk perawatan kaki dan kuku yaitu 42 pasien (100%)

belum terpenuhi. Hari kedua sampai hari keempat masa rawatan sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh perawat, hari kelima sampai hari ketujuh sebagian besar dilakukan oleh keluarga dan beberapa tindakan personal

hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri, hari keenam dan hari ketujuh

sebagian besar pelaksanaan personal hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri yaitu higiene mulut dan perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu masing-masing sebanyak 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%).

Pasien yang mampu melakukan personal hygiene mandiri harus diizinkan untuk melakukannya sendiri. Hal ini penting dilakukan oleh perawat atau keluarga dalam hal meningkatkan kemandirian pasien terutama kebutuhan personal hygiene dan mempercepat proses penyembuhan. Dukungan serta bantuan perawat dan keluarga masih sangat diperlukan oleh pasien walaupun sebagian besar dari mereka sudah dapat melakukannya secara mandiri.


(14)

Judul : Pemenuhan Kebutuhan Personal Hygiene pada Pasien

Immobilisasi Post Operasi Fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Syawalina Fithri Siregar

NIM : 061101091

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2006

Abstrak

Personal hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan, kesehatan

untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Ukuran kebersihan seseorang dalam pemenuhan personal

hygiene berbeda pada setiap orang sakit karena terjadi gangguan pemenuhan

kebutuhan, begitu pula pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh pasien, perawat, keluarga.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif, menggunakan desain deskriptif, dilakukan pada 06 januari sampai dengan 06 maret 2010. Sampel penelitian sebanyak 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur, dengan tehnik purposive sampling. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan personal

hygiene sudah terpenuhi untuk perawatan kaki dan kuku yaitu 42 pasien (100%)

belum terpenuhi. Hari kedua sampai hari keempat masa rawatan sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh perawat, hari kelima sampai hari ketujuh sebagian besar dilakukan oleh keluarga dan beberapa tindakan personal

hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri, hari keenam dan hari ketujuh

sebagian besar pelaksanaan personal hygiene sudah dapat dilakukan pasien secara mandiri yaitu higiene mulut dan perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu masing-masing sebanyak 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%).

Pasien yang mampu melakukan personal hygiene mandiri harus diizinkan untuk melakukannya sendiri. Hal ini penting dilakukan oleh perawat atau keluarga dalam hal meningkatkan kemandirian pasien terutama kebutuhan personal hygiene dan mempercepat proses penyembuhan. Dukungan serta bantuan perawat dan keluarga masih sangat diperlukan oleh pasien walaupun sebagian besar dari mereka sudah dapat melakukannya secara mandiri.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya, yang dapat menyebabkan cedera pada anggota gerak atau yang di sebut fraktur, fraktur atau patah tulang ini merupakan salah satu kedaruratan medik yang harus segera ditangani secara cepat, tepat, dan sesuai dengan prosedur penatalaksanaan patah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini dilaksanakan secara keliru oleh masyarakat atau orang awam di tempat kejadian kecelakaan. Menyinggung angka kematian di Indonesia, kecelakaan lalu lintas adalah merupakan salah satu penyebabnya, selain menyebabkan kematian masalah yang timbul dari kecelakaan lalu lintas adalah trauma berupa fraktur atau patah tulang yang dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan dan immobilisasi. Fraktur adalah “Diskontinuitas jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh kekerasan yang timbul secara mendadak” (Syaiful, 2009).

Pasien post operasi fraktur cenderung untuk mengalami immobilisasi karena pada hari pertama post operasi fraktur tidak dianjurkan untuk duduk dan pasien masih mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan aktivitas termasuk pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene.Dampak dari immobilisasi post operasi fraktur antara lain menurunnya kemandirian dan otonomi dalam melakukan aktivitas hidup sehari – hari (Activity Daily Living / ADL), intoleransi aktivitas akibat penurunan mobilisasi dan hambatan mobilitas fisik akibat


(16)

penurunan rentang gerak, tirah baring, dan penurunan kekuatan otot (Asmadi, 2008). Dampak langsung immobilisasi post operasi fraktur yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan personal hygiene karena terbatasnya kemampuan untuk memenuhinya.

Personal hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk (portal of entry) mikroorganisme dan mencegah seseorang terkena penyakit. Dengan membantu memelihara personal hygiene perorangan bermanfaat untuk mencegah penyakit – penyakit tertentu akibat dari penekanan tubuh yang terlalu lama. Selain itu dengan memelihara personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur membantu mencegah terjadinya luka pada jaringan menjadi nekrosis yang disebut dekubitus, mencegah terjadinya beberapa penyakit nosokomial serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilisasi seseorang (Haryati, 2007). Sejalan dengan pendapat Sudarto (1996) dalam Pratiwi (2008) bahwa

personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai

penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, penyakit saluran cerna, dan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit.

Penelitian Purwaningsih (2000) dalam Setiyawan (2008) pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang mengalami tirah baring menyatakan bahwa dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat di RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar sebanyak 15,8% mengalami luka dekubitus. Sementara penelitian hampir sama pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang mengalami tirah baring di Rumah Sakit Moewardi Surakarta, dimana kejadian luka dekubitus sebanyak 38,2% (Setiyajati, 2000 dalam Setiyawan, 2008). Pasien immobilisasi post operasi fraktur cenderung mengalami tirah baring sehingga dapat mengalami keterbatasan dalam


(17)

melaksanakan kebutuhan personal hygiene maka beresiko untuk mengalami dekubitus dan infeksi nosokomial.

Menurut Soejadi (1996) dalam Pratiwi (2008) pasien immobilisasi post operasi fraktur tidak mampu bergerak bebas sehingga memerlukan bantuan perawat dan keluarga dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. Pasien immobilisasi post operasi fraktur cenderung mengalami tirah baring sehingga pemenuhan kebutuhan personal higiene pasien sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah berbagai dampak yang timbul akibat keadaan immobilisasi pasien. Sejalan dengan pendapat Potter (2005) jika pasien tidak mampu melakukan personal

hygiene maka tugas perawat memberikan bantuan dan mengajarkan keluarga dalam

melaksanakan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pasien.

Personal hygiene sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan

sehingga personal hygiene merupakan hal penting dan harus diperhatikan karena

personal hygiene akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang (Tarwoto,

2004). Personal hygiene merupakan upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi mandi, kebersihan kulit, gigi, mulut, mata, hidung, telinga, rambut, kaki, kuku, dan genitalia (Effendy, 1997 dalam Pertiwi, 2008). Pada keadaan sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan memerlukan bantuan orang lain untuk melakukannya. Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan personal hygiene. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu dimana individu akan semakin lemah dan jatuh sakit (Mubarak, 2008). Hasil penelitian Pertiwi (2008) di rumah sakit Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh gambaran bahwa 40% dari 47 pasien mengatakan tidak pernah dibantu baik


(18)

untuk mandi, menggosok gigi, dan membersihkan mulut, 42% mengatakan tidak pernah membersihkan atau memotong kuku, serta 42% tidak pernah dibantu untuk membersihkan atau merapikan rambut.

Berdasarkan data pada rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan khususnya Ruang Rindu B3 terhitung mulai bulan Januari hingga September 2009 jumlah pasien fraktur yang dirawat di Ruang Rindu B3 386 orang. Dari jumlah tersebut pasien immobilisasi post operasi fraktur 208 orang, jumlah pasien rata-rata perbulan selama satu tahun adalah 23 orang. (catatan Kepala Perawat Ruangan Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Oktober 2009). Dimana pasien post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 cenderung mengalami tirah baring dan tidak mampu untuk aktivitas sehari-hari sehingga pemenuhan kebutuhan personal higiene pasien sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah berbagai dampak yang timbul akibat keadaan immobilisasi pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. PERTANYAAN PENELITIAN

Bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?


(19)

3. TUJUAN PENELITIAN

3.1. Tujuan umum

Mengetahui pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2. Tujuan khusus

a. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan

personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan

oleh pasien.

b. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan

personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan

oleh perawat.

c. Mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan

personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan


(20)

4. MANFAAT PENELITIAN

4.1. Pendidikan keperawatan

Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan tentang bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur.

4.2. Pelayanan keperawatan

Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mengoptimalkan pemberian asuhan keperawatan yang efektif dan efisien selama memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur.

4.3. Penelitian keperawatan

Hasil penelitian dapat menjadi data dasar dan masukan maupun informasi tambahan untuk penelitian selanjutnya mengenai pentingnya pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur.

4.4. Pasien dan keluarga pasien

Sebagai tambahan pengetahuan dan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penting pelaksanaan pemenuhan kebutuhan


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. PERSONAL HYGIENE

1.1. Defenisi personal hygiene

Personal hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006).

Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu mempertahankan

kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Menurut Mubarak (2008) personal hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan menambah tingkat kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2005).

1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene

Menurut Potter dan Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal

hygiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:

Citra tubuh (Body Image) penampilan umum pasien dapat menggambarkan


(22)

subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Personal hygiene yang baik akan mempengaruhi terhadap peningkatan citra tubuh individu (Stuart & Sudeen, 1999 dalam setiadi, 2005). Citra tubuh dapat berubah, karena operasi, pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan

hygiene dimana citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Body

image seseorang berpengaruhi dalam pemenuhan personal hygiene karena adanya

perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

Praktik sosial kelompok-kelompok sosial wadah seorang pasien berhubungan

dapat mempengaruhi bagaimana pasien dalam pelaksanaan praktik personal hygiene. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial yang dipraktekkan oleh kelompok sosial pasien.

Status sosial ekonomi menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2008),

pendapatan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menyediakan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang hidup dan kelangsungan hidup keluarga. Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkatan praktik personal hygiene. Untuk melakukan personal hygiene yang baik dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (mis. sabun, sikat gigi, sampo, dll).

Pengetahuan pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting, karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik hygiene.


(23)

Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup, pasien juga harus termotivasi untuk memelihara personal higiene. Individu dengan pengetahuan tentang pentingnya personal higene akan selalu menjaga kebersihan dirinya untuk mencegah dari kondisi atau keadaan sakit (Notoatmodjo, 1998 dalam pratiwi, 2008).

Kebudayaan kebudayaan dan nilai pribadi mempengaruhi kemampuan

perawatan personal higiene. Seseorang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda, mengikuti praktek perawatan personal higiene yang berbeda. Keyakinan yang didasari kultur sering menentukan defenisi tentang kesehatan dan perawatan diri. Dalam merawat pasien dengan praktik higiene yang berbeda, perawat menghindari menjadi pembuat keputusan atau mencoba untuk menentukan standar kebersihannya (Potter & Perry, 2005).

Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang setiap pasien memiliki keinginan

individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan personal

higiene. Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan

traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung, neurologis, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawatan personal higiene total.


(24)

1.3. Macam-Macam Personal Hygiene dan Manfaatnya

Pemeliharaan personal hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan

memiliki personal hygiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, gigi dan mulut, rambut, mata, hidung, dan telinga, kaki dan kuku, genitalia, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya.

Menurut Potter dan Perry (2005) macam-macam personal hygiene dan tujuannya adalah:

Perawatan kulit kulit merupakan organ aktif yang berfungsi sebagai

pelindung dari berbagai kuman atau trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperature, dan sensasi, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam mempertahankan fungsinya. Kulit memiliki 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutan. Ketika pasien tidak mampu atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat memberikan bantuan atau mengajarkan keluarga bagaimana melaksanakan personal

higiene. Seorang pasien yang tidak mampu bergerak bebas karena penyakit akan

beresiko terjadinya kerusakan kulit. Bagian badan yang tergantung dan terpapar tekanan dari dasar permukaan tubuh (misalnya matrasi gips tubuh atau lapisan linen yang berkerut), akan mengurangi sirkulasi pada bagian tubuh yang terkena sehingga dapat menyebabkan dekubitus.

Pelembab pada permukaan kulit merupakan media pertumbuhan bakteri dan menyebabkan iritasi lokal, menghaluskan sel epidermis, dan dapat menyebabkan maserasi kulit. Keringat, urine, material fekal berair, dan drainase luka dapat mengakumulasikan pada permukaan kulit dan akan menyebabkan kerusakan kulit dan


(25)

infeksi. Pasien yang menggunakan beberapa jenis alat eksternal pada kulit seperti gips, baju pengikat, pembalut, balutan, dan jaket ortopedik dapat menimbulkan tekanan atau friksi terhadap permukaan kulit sehinggga menyebabkan kerusakan kulit. Tujuan perawatan kulit adalah pasien akan memiliki kulit yang utuh, bebas bau badan, pasien dapat mempertahankan rentang gerak, merasa nyaman dan sejahtera, serta dapat berpartisifasi dan memahami metode perawatan kulit.

Mandi memandikan pasien merupakan perawatan higienis total. Mandi dapat

dikategorikan sebagai pembersihan atau terapeutik. Mandi ditempat tidur yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan memerlukan

personal higiene total. Keluasan mandi pasien dan metode yang digunakan untuk

mandi berdasarkan pada kemampuan fisik pasien dan kebutuhan tingkat hygiene yang dibutuhkan. Pasien yang bergantung dalam pemenuhan kebutuhan personal

higiene, terbaring ditempat tidur dan tidak mampu mencapai semua anggota badan

dapat memperoleh mandi sebagian di tempat tidur. Tujuan memandikan pasien di tempat tidur adalah untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien.

Mandi dapat menghilangkan mikroorganisme dari kulit serta sekresi tubuh, menghilangkan bau tidak enak, memperbaiki sirkulasi darah ke kulit, dan membuat pasien merasa lebih rileks dan segar. Pasien dapat dimandikan setiap hari di rumah sakit. Namun, bila kulit pasien kering, mandi mungkin dibatasi sekali atau dua kali seminggu sehingga tidak akan menambah kulit menjadi kering. Perawat atau anggota keluarga mungkin perlu membantu pasien berjalan ke kamar mandi atau kembali dari kamar mandi. Perawat atau anggota keluarga harus ada untuk membantu pasien


(26)

mengguyur atau mengeringkan bila perlu atau mengganti pakaian bersih setelah mandi. Kadang pasien dapat mandi sendiri di tempat tidur atau mereka memerlukan bantuan dari perawat atau anggota keluarga untuk memandikan bagian punggung atau kakinya. Kadang pasien tidak dapat mandi sendiri dan perawat atau anggota keluarga memandikan pasien di tempat tidur.

Hygiene mulut pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan

mulut, sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkan bau tidak enak. Masalah ini dapat meningkat akibat penyakit atau medikasi yang digunakan pasien. Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan bergantung terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.

Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan

bibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman.

Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan. Hygiene mulut yang baik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan. Tujuan perawatan hygiene mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuh yang terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan melalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah penyakit mulut dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami praktik hygiene mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar.


(27)

Perawatan mata, hidung, dan telinga perhatian khusus diberikan untuk

membersihkan mata, hidung, dan telinga selama pasien mandi. Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus – menerus dibersihkan oleh air mata, kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing kedalam mata. Normalnya, telinga tidak terlalu memerlukan pembersihan. Namun, pasien dengan serumen yang terlalu banyak telinganya perlu dibersihlkan baik mandiri pasien atau dilakukan oeh perawat dan keluarga. Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran. Bila benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, maka akan mengganggu konduksi suara.

Hidung berfungsi sebagai indera penciuman, memantau temperature dan kelembapan udara yang dihirup, serta mencegah masuknya partikel asing ke dalam sistem pernapasan. Pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan bantuan perawat atau anggota keluarga untuk melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga. Tujuan perawatan mata, hidung, dan telinga adalah pasien akan memiliki organ sensorik yang berfungsi normal, mata, hidung, dan telinga pasien akan bebas dari infeksi, dan pasien akan mampu melakukan perawatan mata, hidung, dan telinga sehari – hari.

Perawatan rambut penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali

tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah seseorang untuk memelihara perawatan rambut sehari-sehari. Menyikat, menyisir dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis perawatan rambut, distribusi pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum, perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan, infeksi dan penyakit


(28)

tertentu atau obat obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi.

Penyakit atau ketidakmampuan menjadikan pasien tidak dapat memelihara perawatan rambut sehari – hari. Pasien immobilisasi rambutnya cenderung terlihat kusut. Menyikat, menyisir, dan bersampo merupakan dasar higyene rambut untuk semua pasien. Pasien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk memelihara perawatan rambut sehari – hari. Sedangkan pada pasien yang memiliki keterbatasan mobilisasi memerlukan bantuan perawat atau keluarga pasien dalam melakukan higyene rambut. Tujuan perawatan rambut adalah pasien akan memiliki rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, pasien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri, dan pasien dapat berpartisifasi dalam melakukan praktik perawatan rambut.

Perawatan kaki dan kuku kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian

khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Tetapi seringkali orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan. Menjaga kebersihan kuku penting dalam mempertahankan

personal hygiene karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.

Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Tujuan perawatan kaki dan kuku adalah pasien akan memiliki kulit utuh dan permukaan kulit yang lembut, pasien merasa nyaman dan bersih, pasien akan memahami dan melakukan metode perawatan kaki dan kuku dengan benar.


(29)

Perawatan genitalia perawatan genitalia merupakan bagian dari mandi

lengkap. Pasien yang paling butuh perawatan genitalia yang teliti adalah pasien yang beresiko terbesar memperoleh infeksi. Pasien yang mampu melakukan perawatan diri dapat diizinkan untuk melakukannya sendiri. Perawat mungkin menjadi malu untuk memberikan perawatan genitalia, terutama pada pasien yang berlainan jenis kelamin. Dapat membantu jika memiliki perawat yang sama jenis kelamin dengan pasien dalam ruangan pada saat memberikan perawatan genitalia. Tujuan perawatan genitalia adalah untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan genitalia, meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan personal higiene.

1.4. Jenis personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya

Menurut Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannya dibagi menjadi empat yaitu:

Perawatan dini hari merupakan personal hygiene yang dilakukan pada waktu

bangun tidur, untuk melakukan tindakan untuk tes yang terjadwal seperti dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan seperti menawarkan bedpan atau urinal jika pasien tidak mampu ambulasi , mempersiapkan pasien dalam melakukan sarapan atau makan pagi dengan melakukan tindakan

personal hygiene, seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan mulut, .

Perawatan pagi hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah

melakukan sarapan atau makan pagi seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan mulut,


(30)

kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. Hal ini sering disebut sebagai perawatan pagi yang lengkap.

Perawatan siang hari merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah

melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang dimana pasien yang dirawat di rumah sakit seringkali menjalani banyak tes diagnostik yang melelahkan atau prosedur di pagi hari. Berbagai tindakan personal

hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan

mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.

Perawatan menjelang tidur merupakan personal hygiene yang dilakukan

pada saat menjelang tidur agar pasien relaks sehingga dapat tidur atau istirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.

1.5. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene

Menurut Tarwoto (2004) dampak yang sering timbul pada masalah personal

hygiene adalah Dampak fisik banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya personal higiene dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. Dampak psikososial masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene pada pasien immobilisasi adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.


(31)

2. IMMOBILISASI

2.1. Defenisi immobilisasi

Immobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan atau aktivitas (Alimul, 2006). Konsep immobilisasi merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktifitas dari normalnya. Pada keadaan immobilisasi, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada setiap aspek kehidupan (Potter dan Perry, 2005). Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat secara bebas karena kondisi yang mengganggu atau aktivitas. Pada pasien immobilisasi yang mengalami tirah baring yang lama, maka makin besar kemungkinan untuk mengalami komplikasi karena kurang pergerakan. Penyebab immobilisasi antara lain: trauma, fraktur pada ekstremitas, kecacatan dan sebagainya (Asmadi, 2008).

2.2. Jenis Immobilisasi

Menurut Alimul (2006) secara umum ada beberapa keadaan immobilitas yang dialami pasien yaitu Immobilitas fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan, dan pasien post operasi fraktur, immobilitas intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit misalnya pasien yang ,mengalami tumor otak


(32)

atau kanker otak, immobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai, dan immobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh pasien yang mengalami kecacatan pada anggota tubuhnya karena kecelakaan, dan pasien yang mengalami gangguan jiwa.

2.3. Efek dari Immobilisasi

Menurut Asmadi (2008) ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobilisasi fisik antara lain:

Sistem integument immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan

integritas kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehinggga terjadi iskemik pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk. Immobilitas merupakan faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan (dekubitus) (Yunita, 2007). Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu Rumah Sakit di Pontianak juga menunjukkan bahwa immobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan (dekubitus).


(33)

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh immobilisasi. Ada tiga

perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri), peningkatan beban kerja jantung (jika beban kerja jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Jika immobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja), dan pembentukan thrombus (akumulasi trombosit, fibrin, faktor - faktor pembekuan darah, dan elemen sel – sel darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang – kadang menutup lumen pembuluh darah).

Sistem respirasi immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem

pernapasan. Akibat immobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehinggga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.

Sistem perkemihan immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi

urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.


(34)

Sistem muskuloskletal pengaruh immobilisasi pada sistem muskuloskletal

meliputi gangguan mobilisasi permanen. Immobilisasi mempengaruhi otot pasien, menyebabkan penurunan massa otot (atropi otot) sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Pengaruh lain dari immobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

Sistem neurosensoris dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata

pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat.

Perubahan perilaku immobilisasi menyebabkan respon emosional,

intelektual, sensori dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Perubahan emosional yang peling umum adalah perubahan perilaku sebagai akibat immobilisasi, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.


(35)

3. FRAKTUR

3.1. Defenisi fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995 dalam Suharto, 2007). Fraktur adalah terputusnya kontiniutas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret & Bryant, 1990 dalam Suharto 2007).

3.2. Etiologi

Etiologi dari fraktur antara lain kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring, kekerasan tidak langsung kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan, dan kekerasan akibat tarikan otot patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, atau penarikan.

3.3. Klasifikasi fraktur

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) maka fraktur diklasifikasikan menjadi dua yaitu fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih


(36)

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi, dan fraktur terbuka (open /

compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena

adanya perlukaan kulit. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang, dan fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur tranversal yaitu fraktur yang arah melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung, fraktur

oblik yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi (langsung), fraktur spiral yaitu fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi, fraktur

kompresi yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang kearah permukaan lain, dan fraktur avulse yaitu fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. Sedangkan berdasarkan jumlah garis patah maka fraktur diklasifikasikan menjadi fraktur

komunitif yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan, fraktur segmental yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan, dan fraktur multiple yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.


(37)

3.4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, deformitas (kelainan bentuk), krepitasi (suara berderik), bengkak, peningkatan temperature lokal, pergerakan abnormal, echymosis (perdarahan sub kutan yang lebar - lebar), dan kehilangan fungsi.

3.5. Prinsip penatalaksanaan fraktur

Cara konservatif dilakukan pada anak – anak dan remaja dimana masih

memungkinkan terjadinyan pertumbuhan tulang panjang. Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips dan traksi, dan cara operatif / pembedahan pada saat ini metode pelaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomic menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen – fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat – alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.

3.6. Pasien immobilisasi post operasi fraktur

Hari pertama post operasi fraktur (anastesi spinal) tidak dianjurkan duduk, pasien masih mengalami nyeri, karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan menjadi berkurang termasuk dalam kemampuan pasien untuk pelaksanaan pemenuhan personal higiene, sehingga kebutuhan pasien perlu banyak


(38)

dibantu oleh perawat atau keluarga, sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan aktivitas. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. partisifasi dalam aktivitas hidup sehari – hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang lebih lama (Brunner & Suddarth, 2002).


(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan tentang pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur. Pasien yang mengalami immobilisasi post operasi fraktur seringkali mengalami keterbatasan dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari termasuk dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal higiene (Potter & Perry, 2005).

Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, maka hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

Post Operasi Fraktur

Immobilisasi

Personal Higiene

1. Perawatan kulit 2. Mandi

3. Higiene mulut 4. Perawatan mata,

hidung, dan telinga 5. Perawatan rambut 6. Perawatan kaki dan

kuku

7. Perawatan genitalia

Pemenuhan

personal higiene

1. Terpenuhi 2. Tidak terpenuhi

Pelaksanaan

personal higiene

1. Dilakukan oleh pasien

2. Dilakukan oleh perawat

3. Dilakukan oleh keluarga pasien


(40)

2. DEFENISI OPERASIONAL

No Variable Defenisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala 1. Pemenuh

an

Personal hygiene

Suatu upaya perawatan pasien dalam memelihara dan mempertahankan kebersihan tubuhnya dengan tujuan member rasa nyaman, mencegah terjadinya dekubitus, infeksi nosokomial,

serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilisasi pasien dan untuk mempertahankan

kesehatannya seperti perawatan kulit (masase

punggung, pemberian lotion/kream sehabis mandi),

mandi, higiene mulut (kumur-kumur, sikat gigi, pemberian pelembab bibir), perawatan rambut (keramas, penyisiran rambut, pemangkasan rambut,

pencukuran rambut), perawatan mata dengan menggunakan air atau waslap bersih, perawatan hidung dengan menggunakan tissue yang lembut, perawatan telinga dengan menggunakan waslap atau cotton buds, perawatan

genitalia (BAB/BAK), perawatan kaki dan kuku (menggunting kuku dan pemberian lotion pada kaki), dan mengganti pakaian minimal dua kali sehari.

Dengan menggunak an angket/kue sioner dengan jumlah 14 pernyataan 0 – 7 = tidak

terpenuhi 8 – 14 = terpenuhi -terpenuhi -tidak terpenuhi Skala interval


(41)

No Variable Defenisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala 2. Pelaksan aan personal hygiene pada pasien immobili sasi post operasi fraktur

Ketidakmampuan pasien post operasi fraktur untuk bergerak bebas yang disebabkan oleh kondisi post operasi fraktur dimana gerakan terganggu dan dibatasi secara terapeutik dimana satu hari post operasi fraktur pasien tidak dianjurkan duduk, pasien masih mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas termasuk dalam pelaksanaan personal

hygiene Dengan menggunak an angket/kue sioner dengan 10 jumlah pertanyaan yang dimulai pada hari kedua sampai hari ketujuh post operasi fraktur dan akan dikategorik an yaitu dengan dilakukan oleh pasien, dilakukan oleh perawat, dilakukan oleh keluarga, tidak dilakukan. -dilakukan oleh pasien -dilakukan oleh perawat -dilakukan oleh keluarga -tidak dilakukan Skala nominal


(42)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. DESAIN PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2. POPULASI, SAMPEL PENELITIAN, dan TEHNIK SAMPLING

2.1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di Ruang Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan rata-rata jumlah pasien selama sebulan adalah sebanyak 208 orang.

2.2. Sampel penelitian

Menurut Arikunto (2006) jika jumlah populasi lebih besar dari 100 maka, sampel yang diambil adalah sebesar 10-15% atau 20-25%. Maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20% dari populasi yaitu 20% dari 208 pasien immobilisasi post operasi fraktur yaitu 42 orang.

2.3. Tehnik sampling

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampel yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat,


(43)

atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi. Dalam penelitian ini pasien yang dijadikan sampel adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang berjumlah 42 orang. Adapun kriteria inklusi responden adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat dua hari setelah post operasi fraktur, baik yang menggunakan pen, sekrup, pelat, dan paku yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan, pasien immobilisasi post operasi fraktur ekstremitas bawah, bersedia menjadi responden, pasien immobilisasi post operasi fraktur yang sadar, dapat mendengar, membaca dan menulis dengan baik. Sedangkan kriteria eksklusi responden adalah pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat satu hari post operasi fraktur dan pasien yang dirawat lebih dari dua hari setelah post operasi fraktur pasien immobilisasi post operasi fraktur selain ekstremitas bawah, pasien immobilisasi yang tidak sadar.

3. LOKASI dan WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 Januari sampai dengan 06 Maret 2010 di Ruangan Rindu B3 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan karena Rumah Sakit tersebut merupakan Rumah Sakit Pendidikan, lokasi Rumah Sakit yang mudah dijangkau dan memiliki jumlah pasien fraktur yang relatif banyak sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diharapkan.

4. PERTIMBANGAN ETIK

Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kepada bagian Pendidikan Fakultas Keperawatan untuk mendapatkan


(44)

penelitian. Setelah memperoleh persetujuan, peneliti meminta izin kepada Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. Kemudian peneliti melakukan penelitian dengan pertimbangan etik, yaitu: peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan penelitian kepada responden, ini bertujuan agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka lebih dulu menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden pada lembar pengumpulan data yang akan diajukan kepada responden, lembar tersebut hanya diberi kode nomor tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursallam, 2003).

5. INSTRUMENT PENELITIAN dan PENGUKURAN VALIDITAS – RELIABILITAS

5.1. Instrument penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket / kuesioner. Adapun sebaran kuesioner terbagi dalam tiga bagian, yaitu: kuesioner data

demografi bagian pertama adalah data demografi responden yang terdiri dari usia,

jenis kelamin, status, penghasilan dan tingkat pendidikan, kuesioner pemenuhan

kebutuhan personal hygiene bagian kedua adalah kuesioner pemenuhan kebutuhan

personal hygiene yang berjumlah 14 pernyataan. Masing – masing pernyataan

menggunakan skala Dikotomi. Skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban terpenuhi atau tidak terpenuhi. Adapun interpretasi penilaian, untuk jawaban terpenuhi = 1 dan tidak terpenuhi = 0, dan


(45)

bagian ketiga adalah kuesioner pelaksanaan personal hygiene pada pasien immobilisasi berjumlah 10 pertanyaan dimana dilakukan selama 6 hari yang dimulai dari hari kedua immobilisasi post operasi fraktur karena pada hari pertama immobilisasi post operasi fraktur pasien tidak dianjurkan duduk dan pasien masih mengalami nyeri sehingga perlu dipertimbangkan toleransi pasien melakukan aktivitas termasuk pelaksanaan personal hygiene. Hasil dari pelaksanaan personal

hygiene akan dikategorikan menjadi empat kategori yaitu dilakukan oleh pasien,

dilakukan oleh perawat, dilakukan oleh keluarga, dan tidak dilakukan.

5.2. Pengukuran validitas

Kuesioner penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu penting dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur, sebab alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Danim, 2003). Uji validitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrument dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji. Penilaian tentang validitas isi ini bersifat subjektif dan keputusan apakah instrument sudah mewakili atau tidak, didasarkan pada pendapat ahli (Bronckopp, 1999). Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan kuesioner yang telah disusun kepada ahlinya, yaitu salah satu tim dari Keperawatan Dasar (Kebutuhan Dasar Manusia) Fakultas Keperawatan USU Medan, Ibu Rika Endah Nurhidayah, SKep. MPd dan salah satu tim dari Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan USU Medan, Bapak Dudut Tanjung, M.Kep, Sp.KMB. Setelah


(46)

kuesioner dikoreksi (divalidasi) oleh ahlinya, peneliti memperbaiki kuesioner sesuai dengan saran ahli.

5.3. Pengukuran reliabilitas

Menurut Bronckopp (1999) reliabilitas suatu instrument menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrument. Instrument yang berbentuk kuesioner yaitu kuesioner pemenuhan kebutuhan personal hygiene, reliabilitas instrument yang dilakukan dengan menggunakan rumus K-R.21 (Arikunto, 2006) .Uji reliabilitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah adalah K-R.21. Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang responden yang memenuhi kriteria sampel yang diambil secara acak. Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan komputerisasi. Bila angka reliabilitas instrument yang diperoleh lebih dari 0,532 maka alat ukur dikatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh nilai K-R.21 sebesar 0,6353 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument tersebut reliable sedangkan uji reliabilitas yang dilakukan pada kuesioner pelaksanaan personal hygiene adalah cronbach’s alpha. Bila angka reliabilitas instrument lebih dari 0,70 maka alat ukur dikatakan reliabel (Arikunto, 2006). Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh nilai cronbach’s alpha sebesar 0,846 maka instrument dinyatakan reliabel.


(47)

6. RENCANA PENGUMPULAN DATA

Pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Institusi Pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirim ketempat penelitian yaitu RSUP Haji Adam Malik Medan. Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan proses pengisian kuesioner. Kemudian calon responden tersebut diminta untuk menandatangani surat persetujuan (inform consent) kemudian peneliti membagikan kuesioner kepada responden. Responden menjawab kuesioner dalam waktu lebih kurang 30 menit atau sampai selesai semua pertanyaan terjawab dan jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti, responden diizinkan untuk bertanya kembali kepada peneliti. Khusus untuk kuesioner bagian ketiga yaitu pelaksanaan personal

hygiene, kuesioner diisi setiap hari dimana peneliti akan membagikan kuesioner

kepada responden setiap sore hari karena peneliti menganggap pada saat sore hari sebagian besar pelaksanaan personal hygiene telah dilakukan seluruhnya, dan dilakukan selama 6 hari, dimulai dari hari kedua post operasi fraktur sampai hari ketujuh rawatan. Kemudian peneliti mengumpulkan kuesioner, setelah semua data yang dibutuhkan sudah dikumpulkan, maka peneliti akan mengumpulkan seluruh data untuk dianalisa.


(48)

7. ANALISA DATA

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Danim (2003) menjelaskan langkah – langkah analisa data yang akan dilakukan yaitu Editing atau mengedit data, dimaksudkan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian yang dalam hal ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemenuhan kebutuhan personal hygiene pasien immobilisasi post operasi fraktur di Ruang Rindu B3 RSUP Haji Adam Malik Medan. Coding atau mengkode data, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk kuesioner bagian kedua yaitu pemenuhan personal higiene diberikan kode pada semua jawaban responden, terpenuhi = 1, tidak terpenuhi = 0, dan juga memberikan kode terhadap item – item yang tidak diberi skor, yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner pelaksanaan personal higiene. Melakukan tabulasi dari jawaban responden dengan pemberian skor terhadap item – item yang perlu diberikan skor.

Kuesioner bagian pertama yaitu data demografi akan disajikan dalam bentuk

table distribusi frekuensi dan persentase. Untuk usia dan penghasilan akan disajikan juga dalam nilai maksimum, minimum, dan mean. Kuesioner bagian kedua yaitu pemenuhan personal higiene perhitungan datanya dihitung dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007),

Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah). Untuk pertanyaan pemenuhan personal hygiene (no 1 sampai 14), jawaban terpenuhi = 1, tidak terpenuhi = 0. Nilai tertinggi yang mungkin diperoleh pada pertanyaan untuk pemenuhan personal hygiene adalah 14 dan nilai terendah yang


(49)

mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 7 dengan 2 kategori banyak kelas. Dengan demikian data tentang pemenuhan personal hygiene ini dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut:

0 – 7 = tidak terpenuhi 8 – 14 = terpenuhi

Kuesioner bagian ketiga yaitu pelaksanaan personal hygiene akan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk tiap – tiap kategori yaitu dilakukan oleh pasien, dilakukan oleh perawat, dan dilakukan oleh keluarga. Data akan dianalisa secara deskriptif (Arikunto, 2006).


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan hasil penelitian mengenai karakteristik responden, variabel pemenuhan kebutuhan personal hygiene, dan variabel pelaksanaan personal

hygiene pada pasien yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan

dari tanggal 06 Januari – 06 Maret 2010 terhadap 42 pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Data hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

1.1. Karakteristik Responden

Deskriptif karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan penghasilan dapat dilihat pada tabel 5.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien berusia antara 14-23 tahun yaitu 14 orang (33,3%) dan 24-33 tahun yaitu 14 orang (33,3%), dan sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu 30 orang (71,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan , sebagian besar pendidikan terakhir pasien adalah SMU yaitu 21 orang (50%), status perkawinan pasien sebagian besar adalah tidak menikah yaitu 20 orang (47,6%) dan sebagian besar pasien berpenghasilan dibawah Rp. 500.000,00 yaitu 19 orang (45,2%). Distribusi karakteristik demografi pasien dapat dilihat pada tabel 5.1.


(51)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden di Ruang Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 (N=42)

Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%) Umur 14-23 24-33 34-43 44-53 54-63 64-73

Mean = 30,14 SD= 15,924 

14 14 5 4 1 4 33,3 33,3 11,9 9,5 2,4 9,5 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 12 71,4 28,6 Tingkat Pendidikan SD SMP SMU Perguruan Tinggi DLL 5 13 21 1 2 11,9 31,0 50,0 2,4 4,8 Status Perkawinan Menikah Tidak menikah Duda/janda 19 20 3 45,2 47,6 7,1 Penghasilan

Dibawah Rp. 500.000,00

Rp. 500.000,00 - Rp. 750.000,00 Rp. 500.000,00 - Rp. 1.000.000,00 Diatas Rp. 1.000.000,00

19 14 3 6 45,2 33,3 7,1 14,3


(52)

p 1.2. Pemen Seb immobilisa Adam Mali terpenuhi a pada pasien Diagram 5 Pos Tah 1.2.1. Peme Has personal hy kulit pasien bedak seha nuhan Kebu

bagian besa asi post ope

ik Medan a adalah 2 pas n immobilis

5.1 Pemenu st Operasi F hun 2010 (N

enuhan keb

sil penelitia

ygiene yaitu

n yang terl abis mandi p

Perse

utuhan Per ar pemenu erasi fraktur adalah terpe sien (4,8%). sasi post ope

uhan Kebut Fraktur di N=42) butuhan pe an menunju u perawatan lihat kering pada bagian

entase

 

p

per

rsonal Hygi

uhan kebu r di ruang r enuhi yaitu . Persentase erasi fraktur tuhan Perso Ruang Rin ersonal hyg ukkan bahw n kulit terpe g biasanya

n tubuh yan

pemenu

rsonal

 

h

iene pada P

utuhan pers rindu B3 Ru 40 pasien ( e pemenuha

r dapat dilih

onal Hygien

ndu B3 RSU

giene yaitu

wa sebagian enuhi yaitu dilakukan d ng terlihat k

uhan

 

ke

hygiene

Pasien Post sonal hygi umah Sakit (95,2%) sed an kebutuha

hat pada dia

ne pada Pa

UP H. Ada

perawatan

n besar pem 35 pasien (8 dengan pem kering atau d

butuha

t Operasi F

giene pada

t Umum Pu dangkan ya an personal agram 5.1.

asien Immo am Malik M

n kulit

menuhan ke 83,3%) . Pe mberian loti dengan mem

an

 

Terpenuhi

Tidak terpe

Fraktur pasien usat Haji ang tidak hygiene obilisasi Medan ebutuhan erawatan ion atau masase / nuhi


(53)

menggosok punggung pasien. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat atau keluarga pasien pada saat mandi. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kulit pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.

1.2.2. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu mandi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu mandi adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Kondisi pasien yang lemah sehabis operasi maka pasien biasanya dimandikan ditempat tidur baik mandi total dimana seluruh badan dilap dengan waslap basah ataupun mandi parsial (sebagian) dimana memandikan hanya bagian badan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bau jika tidak mandi misalnya tangan, muka, daerah perineal dan axila. Sebagian besar pasien jarang yang memakai pakaian lengkap tetapi pakaian atasnya hanya memakai baju dan pakaian bawahnya memakai kain sarung atau pakaian atas dan pakaian bawah memakai kain sarung untuk menutupi tubuhnya sebagai ganti pakaian. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu mandi pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.

1.2.3. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu higiene mulut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan

personal hygiene yaitu higiene mulut adalah terpenuhi yaitu 30 pasien (71,4%).

Sebagian besar pasien dapat menggosok giginya sendiri, hal ini karena kondisi pasien pada umumnya berada dalam kondisi ketergantungan partial dimana menggosok gigi


(54)

dilakukan pasien dengan posisi berbaring atau jika pasien mampu untuk duduk maka dilakukan dengan posisi duduk. Pembilasan mulut biasanya dilakukan pasien dengan kumur-kumur atau minum air putih sedangkan pemberian pelembab bibir jarang dilakukan oleh pasien karena kalau pasien merasa bibirnya kering biasanya cukup dengan kumur-kumur atau minum air putih dan tindakan ini dilakukan pada pasien hanya jika diperlukan. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu higiene mulut pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.

1.2.4. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan mata, hidung, dan telinga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan mata, hidung, dan telinga adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Membersihkan mata dengan menggunakan air atau waslap, membersihkan hidung dengan menggunakan tissue yang lembut, membersihkan telinga dengan menggunakan cotton buds atau waslap sekaligus dilakukan pada saat pasien mandi dan sebagian besar pasien dapat melakukannya secara mandiri. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan mata, hidung, dan telinga pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.


(55)

1.2.5. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan rambut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemenuhan kebutuhan

personal hygiene yaitu perawatan rambut adalah terpenuhi yaitu 22 pasien (52,4%).

Jika pasien bisa duduk maka mencuci rambut atau keramas dilakukan dengan posisi pasien duduk atau dengan posisi berbaring dan pasien sedikit digeser kesamping tempat tidur. Sebagian besar pasien dapat melakukan penyisiran rambut secara mandiri. Perawat atau keluarga pasien akan membantu pasien jika pasien tidak dapat menyisir sendiri rambutnya sedangkan untuk pemangkasan dan pencukuran rambut sangat jarang dilakukan, hal ini terkait dengan persiapan sebelum operasi dimana dilakukan pemangkasan dan pencukuran sebelum operasi. Rambut pasien post operasi terlihat pendek dan rapi, hal ini terkait dengan persiapan sebelum melakukan operasi dimana dilakukan pemangkasan dan pencukuran rambut sebelum operasi dilakukan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan rambut yang panjang dan tidak dipangkas atau dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka sehingga seminggu pasca operasi tidak diperlukan lagi pemangkasan dan pencukuran rambut. Distribusi frekuensi dan persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan rambut pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.


(56)

1.2.6. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kaki dan kuku

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kaki dan kuku adalah tidak terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Sebagian besar pasien jarang atau tidak pernah sama sekali dilakukan pemotongan kuku. Kuku pasien post operasi terlihat pendek dan rapi, hal ini terkait dengan persiapan sebelum melakukan operasi dimana dilakukan pengguntingan kuku pasien sebelum operasi yang bertujuan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena kuku yang panjang dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka sehingga seminggu pasca operasi tidak diperlukan lagi pengguntingan kuku. Distribusi persentase pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan kaki dan kuku pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dirawat di ruang rindu B3 dapat dilihat pada diagram 5.2.

1.2.7. Pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan genitalia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan personal hygiene yaitu perawatan genitalia adalah terpenuhi yaitu 42 pasien (100%). Perawatan genitalia disini adalah BAB dan BAK. Sebagian besar perawatan genitalia pasien dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini terkait dengan privasi pasien dimana pasien merasa malu jika perawat yang melakukan perawatan genitalia pasien berlainan jenis kelamin dengan pasien. Distribusi frekuensi dan persentase pemenuhan kebutuhan

personal hygiene yaitu perawatan genitalia pada pasien immobilisasi post operasi


(57)

Diagram Keteranga 1: Perawat 2: Mandi 3: Higiene 4: Perawat 5: Perawat 6: Perawat 7: Perawat 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 5.2. Distri pada P B3 RS an

tan kulit mulut tan mata, h tan rambut tan kaki da tan genitali

1 2

ibusi Perse Pasien Imm SUP H. Ada

hidung, dan t an kuku ia 3 entase Pem mobilisasi am Malik M

n telinga 4

menuhan K Post Opera Medan Tah

5

Kebutuhan asi Fraktur hun 2010 (N

6

Personal H

r di Ruang N=42)

7

Hygiene

g Rindu terpenuhi


(58)

1.3. Pelaksanaan Personal Hygiene pada Pasien Immobilisasi Post Operasi Fraktur

1.3.1. Pelaksanaan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh perawat

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan personal hygiene pada pasien post operasi fraktur (diagram 5.3.) didapatkan bahwa, pada hari kedua sampai hari keempat masa rawatan, sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh perawat. Hari kedua rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat adalah 27 pasien (64,26%) dimana pelaksanaan personal

hygiene dilakukan diatas tempat tidur pasien karena kondisi pasien masih lemah

sehingga memerlukan bantuan perawat dalam memenuhi kebutuhan fisiknya termasuk dalam hal perawatan diri atau personal hygiene. Persentase tertinggi pelaksanaan

personal hygiene pasien yang dibantu oleh perawat adalah mandi yaitu 30 pasien

(71,4%), higiene mulut yaitu 30 pasien (71,4%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 30 pasien (71,4%), perawatan genitalia yaitu 32 pasien (76,2%) sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh perawat adalah perawatan kulit yaitu 20 pasien (47,6%), perawatan rambut yaitu 17 pasien (40,5%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari ketiga rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat adalah 23 pasien (54,74%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh perawat adalah mandi yaitu 24 pasien (57,1%), higiene mulut yaitu 24 pasien (57,1%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 24 pasien (57,1%), perawatan genitalia yaitu 28 pasien (66,7%)


(1)

sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh perawat adalah perawatan kulit yaitu 18 pasien (42,9%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari keempat rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat adalah 22 pasien (52,36%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh perawat adalah mandi yaitu 22 pasien (52,4%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 22 pasien (52,4%), sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh perawat adalah perawatan kulit yaitu 14 pasien (33,3%), perawatan genitalia yaitu 15 pasien (35,7%), higiene mulut dan perawatan rambut sebagian besar sudah dilakukan oleh keluarga, sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Sedangkan hari kelima, keenam, dan ketujuh, perawat sudah tidak lagi membantu personal hygiene pasien karena sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien sudah dilakukan oleh keluarga. Sebelum melakukan personal hygiene pada pasien misalnya mandi biasanya perawat menanyakan kepada pasien apakah pasien menggunakan sabun atau tidak dan biasanya perawat memandikan pasien dengan menggunakan waslap dan air didalam baskom. Data dapat dilihat pada diagram 5.3.


(2)

1.3.2. Pelaksanaan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan personal hygiene pada pasien post operasi fraktur (diagram 5.3.) didapatkan bahwa, pada hari kelima sampai hari ketujuh masa rawatan, sebagian besar pelaksanaan personal hygiene pasien dilakukan oleh keluarga. Hari kedua rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh keluarga adalah 15 pasien (35,74%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh keluarga adalah perawatan kulit yaitu 12 pasien (28,6%), mandi yaitu 12 pasien (28,6%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 12 pasien (28,6%), perawatan rambut yaitu 15 pasien (35,7%) sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh keluarga adalah higiene mulut yaitu 6 pasien (14,3%) perawatan genitalia yaitu 10 pasien (23,8%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari ketiga rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh keluarga adalah 19 pasien (43,1%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh keluarga adalah perawatan kulit yaitu 14 pasien (33,3%), mandi yaitu 18 pasien (42,9%), higiene mulut yaitu 18 pasien (42,9%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 18 pasien (42,9%), perawatan genitalia yaitu 14 pasien (33,3%) sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh keluarga adalah perawatan rambut yaitu 12 pasien (28,6%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari keempat rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh keluarga adalah 20 pasien (47,64%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh


(3)

keluarga adalah mandi yaitu 20 pasien (47,6%), higiene mulut yaitu 27 pasien (64,3%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 20 pasien (47,6%), perawatan genitalia yaitu 27 pasien (64,3%) sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh keluarga adalah perawatan kulit yaitu 18 pasien (42,9%), perawatan rambut yaitu 12 pasien (28,5%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari kelima rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh keluarga adalah 25 pasien (59,5%). Persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh keluarga adalah perawatan kulit yaitu 32 pasien (76,2%), mandi yaitu 42 pasien (100%), perawatan genitalia yaitu 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 25 pasien (59,5%) sedangkan persentase terendah pelaksanaan personal hygiene yang dibantu oleh keluarga adalah higiene mulut yaitu 15 pasien (35,7%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 10 pasien (23,8%) sedangkan perawatan kaki dan kuku sama sekali tidak dilakukan baik oleh perawat, keluarga dan pasien. Hari keenam dan ketujuh rata-rata persentase pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh keluarga adalah 15 pasien (35,7%). Sedangkan Hari keenam dan hari ketujuh pelaksanaan personal hygiene pasien yang dibantu oleh keluarga adalah mandi, perawatan genitaliayaitu masing-masing 42 pasien (100%), perawatan kulit dan perawatan rambut yaitu masing-masing 32 pasien (76,2%). Ketika pasien tidak mampu melakukan perawatan hygiene pribadi secara mandiri maka perawat mengajarkan keluarga tentang perawatan hygiene pasien sehingga keluarga akan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan dan menjadi partisipan dalam perawatan hygiene klien sehingga memberikan kenyamanan bagi pasien. Hal ini terkait dengan kenyamanan klien dimana klien menjadi malu pada saat perawat


(4)

memberikan perawatan hygiene klien, terutama pada pasien yang berlainan jenis kelamin dengan perawat. Data dapat dilihat pada diagram 5.3.

1.3.3. Pelaksanaan personal hygiene pada pasien immobilisasi post operasi fraktur yang dilakukan oleh pasien.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan personal hygiene pada pasien post operasi fraktur (diagram 5.3.) didapatkan bahwa, pada hari kedua sampai dengan hari keempat masa rawatan, seluruh pelaksanaan personal hygiene pasien dibantu oleh perawat atau keluarga pasien sedangkan pada hari kelima sampai dengan hari ketujuh masa rawatan, beberapa tindakan personal hygiene sudah dapat dilakukan mandiri oleh pasien. Pada hari kelima persentase tertinggi pelaksanaan personal hygiene yang dapat dilakukan mandiri oleh pasien adalah hygiene mulut yaitu 27 pasien (64,3%), perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu 32 pasien (76,2%). Hari keenam dan hari ketujuh pelaksanaan personal hygiene yang dapat dilakukan mandiri oleh pasien adalah higiene mulut dan perawatan mata, hidung, dan telinga yaitu masing-masing sebanyak 42 pasien (100%), perawatan rambut yaitu 10 pasien (23,8%). Untuk pasien yang dapat melakukan personal hygiene secara mandiri, maka perawat dan keluarga pasien hanya perlu menyiapkan peralatan dan membantu seperlunya pelaksanaan personal hygiene pasien. Data dapat dilihat pada diagram5.3.


(5)

Diagram Keteranga 1: Perawat 2: Mandi 3: Higiene 4: Perawat 5: Perawat 6: Perawat 7: Perawat 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 5.3. Distri pada P B3 RS rawata an

tan kulit mulut tan mata, h tan rambut tan kaki da tan genitali

1 2

busi Perse Pasien Imm SUP H. Ad

an hidung, dan t an kuku ia 3 entase Pela mobilisasi dam Malik n telinga 4

aksanaan K Post Opera k Medan T

5 6

Kebutuhan asi Fraktur ahun 2010

6 7

Personal H

r di Ruang 0 (N=42) ha p k p Hygiene g Rindu ari ke-2 pasien keluarga perawat


(6)

  Diagram Keteranga 1: Perawat 2: Mandi 3: Higiene 4: Perawat 5: Perawat 6: Perawat 7: Perawat     0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 5.3. Distri pada P B3 RS rawata an

tan kulit mulut tan mata, h tan rambut tan kaki da tan genitali

1 2

busi Perse Pasien Imm SUP H. Ad

an hidung, dan t an kuku ia 3 entase Pela mobilisasi dam Malik n telinga 4

aksanaan K Post Opera k Medan T

5 6

Kebutuhan asi Fraktur ahun 2010

6 7

Personal H

r di Ruang 0 (N=42) ha p k p Hygiene g Rindu ari ke-3 pasien keluarga perawat