bekerja menghambat
alfa-glukosidase sehingga
memperlambat dan
menghambat penyerapan karbohidrat DEPKES RI, 2007.   Thiazolidindion
Thiazolidindion  merupakan  obat  baru  yang  efek  farmakologinya  berupa penurunan  kadar  glukosa  darah  dan  insulin  dengan  cara  meningkatkan
kepekaan  insulin  dari  otot,  jaringan  lemak,  dan  hati.  Zat  ini  tidak  mendorong pankreas  untuk  meningkatkan  pelepasan  insulin  seperti  pada  sulfonilurea
Tjay, 2007.
  Meglitinida
Kelompok  obat  terbaru  ini  bekerja  menurunkan  suatu  mekanisme  khusus, yaitu  mencetuskan  pelepasan  insulin  dari  pankreas  segera  sesudah  makan.
Meglitinida  harus  diminum  cepat  sebelum  makan,  dan  karena  reabsorpsinya cepat  maka  mencapai  kadar  puncak  dalam  satu  jam.  Insulin  yang  dilepaskan
menurunkan  glukosa  darah  secukupnya.  Ekskresinya  juga  cepat,  dalam  1  jam sudah dikeluarkan tubuh Tjay, 2007.
2.2 Sindroma Koroner Akut
2.2.1 Defenisi Sindroma Koroner Akut
SKA  adalah  suatu  terminologi  yang  digunakan  untuk  menggambarkan klasifikasi keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil APTS, infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi  segmen  ST  Non-ST  elevation  myocardial  infarction  NSTEMI,  dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST ST elevation  myocardial  infarction  STEMI.  APTS  dan  NSTEMI  mempunyai
patogenesis  dan  presentasi  klinik  yang  sama,  hanya  berbeda  dalam  derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard peningkatan troponin I, troponin
T,  atau  CK-MB  maka  diagnosis  adalah  NSTEMI;  sedangkan  bila  pertanda biokimia  ini tidak  meninggi,  maka  diagnosis  adalah  APTS  DEPKES  RI,  2007.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat hanya mengalami oklusi tidak total  patency,  sehingga  dibutuhkan  stabilisasi  plak  untuk  mencegah  progresi,
trombosis  dan  vasokonstriksi.  Penentuan  troponin  IT  ciri  paling  sensitif  dan
spesifik  untuk  nekrose  miosit  dan  penentuan  patogenesis  serta  alur pengobatannya. Penyebab utamanya adalah stenosis koroner akibat trombus non-
oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, danatau ruptur.  Ketiga  jenis  kejadian  koroner  itu  sesungguhnya  merupakan  suatu  proses
berjenjang:  dari  fenomena  yang  ringan  sampai  yang  terberat.  Dan  jenjang  itu terutama  dipengaruhi  oleh  kolateralisasi,  tingkat  oklusinya,  akut  tidaknya  dan
lamanya iskemia miokard berlangsungDEPKES RI, 2007.
2.2.2 Patogenesis Sindroma Koroner Akut
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari  proses  aterotrombosis  selain  stroke  iskemik  serta  penyakit  arteri  perifer.
Aterotrombosis  merupakan  suatu  penyakit  kronik  dengan  proses  yang  sangat kompleks dan multifaktor serta saling terkait.
Aterotrombosis  terdiri  dari  aterosklerosis  dan  trombosis.  Sindrom  koroner akut  biasanya  disebabkan  karena  oklusi  mendadak  dari  arteri  koroner  bila  ada
ruptur  plaque,  yang  akan  mengaktivasi  sistem  pembekuan.  Interaksi  antara ateroma  dengan  bekuan  akan  mengisi  lumen  arteri,  sehingga  menutup  lumen
pembuluh darah koroner yang sudah mengalami aterosklerosis. Hipoksemia pada daerah  distal  dari  sumbatan  menyebabkan  iskemia  dan  selanjutnya  nekrosis
miokard.  Kematian  sel  miokardium  akibat  iskemia  disebut  infark  miokard, dimana  terjadi  kerusakan,  kematian  otot  jantung,  dan  terbentuk  jaringan  parut
tanpa  adanya  pertumbuhan  kembali  otot  jantung  Setianto,  2001.  Secara morfologik  infark  miokard  dapat  terjadi  pada  transmural  atau  subendokardial.
Transmural  mengenai  seluruh  dinding  miokard  yang  mendapat  distribusi  suatu arteri  koroner  yang  mengalami  oklusi,  sedangkan  infark  miokard  pada
subendokardial  nekrosis  hanya  terjadi  pada  bagian  dalam  dinding  ventrikel  dan umumnya  bercak-bercak  dan  tidak  merata  seperti  pada  transmural.  Lebih  90
penderita  infark  miokard  akut  transmural  berkaitan  dengan  trombosis  koroner Santoso, 1991.
Aterosklerosis  merupakan  proses  pembentukan  plak  plak  aterosklerotik akibat  akumulasi  beberapa  bahan  seperti  lipid-filled  macrophages  foam  cells,
massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen.  Perkembangan  terkini  menjelaskan  aterosklerosis  adalah  suatu  proses
inflamasiinfeksi,  dimana  awalnya  ditandai  dengan  adanya  kelainan  dini  pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups
dan  lesi  lebih  lanjut,  dan  proses  pecahnya  plak  aterosklerotik  yang  tidak  stabil DEPKES RI, 2007. Pada saat ini, proses terjadinya plak aterosklerosis dipahami
bukan  merupakan  proses  sederhana  karena  penumpukan  kolesterol,  tetapi  telah diketahui  bahwa  disfungsi  endotel  dan  proses  inflamasi  juga  berperan  penting.
Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor- faktor  tertentu.  Pada  tingkat  seluler,  plak  terbentuk  karena  adanya  sinyal-sinyal
yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah Kleinschmidt, 2006.
Trombosis  merupakan  proses  pembentukan  atau  adanya  trombus  yang terdapat  di  dalam  pembuluh  darah  atau  kavitas  jantung.  Ada  dua  macam
trombosis,  yaitu  trombosis  arterial  trombus  putih  yang  ditemukan  pada  arteri, dimana  pada  trombus  tersebut  ditemukan  lebih  banyak  platelet,  dan  trombosis
vena  trombus  merah  yang  ditemukan  pada  pembuluh  darah  vena  dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit platelet DEPKES RI,
2006. Dari sumber lain juga di katakan, terdapat dua macam trombus yang dapat terbentuk,  yaitu  trombus  putih  yang  merupakan  bekuan  kaya  trombosit,  trombus
ini  hanya  menyebabkan  oklusi  sebagian.  Dan  trombus  merah  yang  merupakan bekuan  yang  kaya  fibrin,  terbentuk  karena  aktivasi  kaskade  koagulasi  dan
penurunan perfusi pada arteri, bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menybabkan terjadinya oklusi total Kumar dan Cannon, 2009.
Komponen-komponen  yang  berperan  dalam  proses  trombosis  adalah dinding pembuluh darah, aliran darah  dan darah sendiri  yang mencakup platelet,
sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah Ismantri, 2009. Faktor  resiko  untuk  trombosis  arteri  adalah  keadaan-keadaan  yang
menyebabkan kerusakan endotel atau yang disertai kelainan trombosit. Bila terjadi kerusakan  endotel,  maka  jaringan  subendotel  akan  terpapar,  hal  ini  akan
menyebabkan  sistem  pembekuan  darah  diaktifkan  dan  trombosit  melekat  pada
jaringan  subendotel  terutama  serat  kolagen,  membran  basalis  dan  mikrofibril. Trombosit ini akan melepaskan adenosine diphosphate ADP dari granula padat
dan  menghasilkan  tromboksan  A2  TxA2.  Kedua  macam  zat  ini  akan merangsang  trombosit  lain  yang  masih  beredar  untuk  berubah  bentuk  dan
kemudian  saling  melekat  yang  disebut  agregasi.  Trombosit  yang  beragregasi  ini akan  melepaskan  lagi  ADP  dan  TxA2  yang  akan  merangsang  agregasi  lebih
lanjut.  Kerusakan  endotel  juga  akan  mengaktifkan  sistem  pembekuan  darah  baik melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik yang akan menghasilkan trombin.
Trombin  ini  akan  berperan  dalam  merubah  fibrinogen  menjadi  fibrin  yang akan  menstabilkan  massa  trombosit  sehingga  terbentuk  trombus.  Bila  kerusakan
endotel  terjadi  sekali  dan  dalam  waktu  singkat,  maka  lapisan  endotel  normal terbentuk kembali, proliferasi sel otot polos berkurang dan tunika intima menjadi
tipis  kembali.  Sebaliknya  bila  kerusakan  endotel  terjadi  berulang-ulang  atau berlangsung  lama,  maka  proliferasi  sel  otot  polos  dan  penumpukan  jaringan  ikat
serta  lipid  berlangsung  terus  sehingga  dinding  arteri  akan  menebal  dan terbentuklah  bercak  aterosklerosis.  Bila  bercak  ini  robek  maka  jaringan  yang
bersifat  trombogenik  akan  terpapar  dan  terjadi  pembentukan  trombus  Gambar 2.1..
.
Gambar 2.1. Trombus pada pembuluh darah NEMJ, 2008
Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis
yang rentan mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Tebalnya plak dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi
koroner, namun tebalnya plak tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, resiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis
bukan ditentukan oleh besarnya plak derajat penyempitan tetapi oleh kerentanan
plak Muchid et al, 2006.
2.2.3 Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut