Kemerdekaan Haiti Politik dan Pemerintahan Amerika Latin

16 tersebut para criollo menjadi frustasi dan tidak sabar lagi. Sentimen kemerdekaan pun berkembang. 2. Awal Pemberontakan Selama akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an, pemberontakan muncul di berbagai wilayah Amerika Latin. Pada tahun 1781, pemimpin Indian Tupac Amaru II memimpin suatu pemberontakan melawan pemerintah kolonial Spanyol di Peru. Milisi Indian yang sangat kekurangan persenjataan itu segera terkalahkan oleh tentara Spanyol. Pada tahun 1780-an, sekitar hampir 20.000-an orang Mestizo dan Indian berbaris di Bogota sekarang ibukota Colombia untuk memprotes pajak eksesif yang dipaksakan oleh penguasa Spanyol. Spanyol segera mengganyang pembangkangan itu dan mengeksekusi para pemimpinnya. Kemudian pada tahun 1806, Francisco Miranda, seorang pemimpin creole putera aristokrat Venezuela, melakukan percobaan pemberontakan melawan Spanyol. Karena gagal. Miranda kemudian kembali ke Venezuela pada tahun 1810. Saat itu dia mendapat banyak dukungan dari rakyat di kota Caracas sekarang ibukota Venezuela. Bersama dengan pemimpin-pemimpin pemberontak yang lain dia menjatuhkan penguasa Spanyol dan mendirikan Republik Venezuela yang pertama. Namun demikian, adanya kecemburuan di antara para pemimpin revolusi menyebabkan Spanyol mampu kembali meraih kekuasaan di koloni tersebut. Mereka menangkap Miranda dan mengirimnya ke Spanyol di mana ia meninggal tahun 1816. Meskipun revolusi yang dipimpin Miranda gagal, koloni-koloni Spanyol yang lain segera terbangkitkan untuk berjuang meraih kemerdekaan.

3. Kemerdekaan Haiti

Sementara tujuan orang-orang Spanyol yang bermukim di Amerika adalah melakukan penentangan terhadap para pemimpin kolonial, suatu pemberontakan yang sukses berlangsung di French West Indies. Prancis memerintah Haiti, yakni separuh bagian barat pulau Hispaniola. Pada tahun 1700-an, beberapa keluarga Prancis menguasai perkebunan tebu yang sangat luas yang digarap oleh sekitar satu setengah juta budak Afrika. Perlakuan yang sangat buruk menjadi santapan sehari-hari para budak tersebut. Ketika revolusi Prancis pecah pada tahun 1789, rakyat Haiti segera menyerap ide- ide liberte, egalite, fraternite yang diproklamirkan kaum revolusioner Prancis di Paris tersebut. Ketika harapan mereka untuk merdeka dikecewakan, ribuan budak melakukan pemberontakan pada tahun 1791. Mereka membantai majikan-majikannya dan menghancurkan banyak perkebunan. Selama 13 tahun berikutnya kehidupan masyarakat Haiti diwarnai perjuangan dengan kekerasan sebagaimana dilakukan para pemulanya itu terhadap orang-orang Prancis, demi meraih kemerdekaannya. Figur utama dalam pemberontakan itu adalah Toussaint L’Ouverture. Pada tahun 1801, Toussaint mengusir orang-orang Prancis dari Haiti dan menaklukkan orang-orang Spanyol yang berkuasa di belahan timur pulau tersebut. Dia menyatakan bahwa seluruh pulau Hispaniola bebas dari kekuasaan asing. Di Prancis, Napoleon merasa geram dengan lepasnya Haiti, sebab Haiti selama itu memberikan keuntungan besar bagi Prancis. Untuk mengembalikan kekuasaan Prancis atas Haiti, Napoleon mengirimkan abang-iparnya, Jenderal Charles Leclerc beserta 20.000 tentara pendukungnya. Tentara Prancis sebanyak itu ternyata kalah dan ditawan oleh orang-orang Haiti. Sebab lain kekalahan mereka adalah adanya musuh yang tak kelihatan yaitu wabah demam kuning yang menewaskan ratusan tentara Prancis setiap pekannya. Leclerc akhirnya melakukan tipuan terhadap Toussaint dengan pura-pura menyepakati perjanjian 17 damai dan memintanya hadir dalam jamuan makan malam di mana pemimpin Haiti itu kemudian ditangkap dan dijebloskannya ke penjara. Akhirnya Toussaint dikirim ke Prancis di mana dia mati di penjara pada tahun 1803. Namun kemudian dua orang pemimpin Haiti yang lain, Jean Jacques Dessalines dan Henri Christophe mengambil alih kepemimpinan Toussaint dan berhasil memerdekakan Haiti pada tanggal 1 Januari 1804. Haiti adalah negara merdeka pertama di Amerika Latin. Di mana-mana di Amerika Latin masyarakat memandang peristiwa di Haiti dengan perasaan campur-aduk. Para creole tuan tanah khawatir terhadap kemungkinan budak-budaknya akan memberontak, tetapi mereka juga melihat bahwa sebuah kekuasaan Eropa yang kuat pun ternyata bisa ditumbangkan oleh pemberontakan lokal.

4. Penyebaran semangat revolusioner