Tinjauan Umum Tentang Perpajakan .1 Pengertian Pajak Kendala-Kendala Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Tinjauan Umum Tentang Perpajakan 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Soemitro Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum dalamMardiasmo,2011:1 Dari definisi tersebut, dapat pula disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur- unsur : 1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan barang. 2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditujuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaranyang bermanfaat bagi masyarakat luas.

3.1.2 Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak yaitu dalamMardiasmo:2011:2 : 1. Fungsi Budgeter Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3.2 Definisi Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak bumi dan bangunan PBB perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas buni dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten kota. Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan jenis pajak kabupatenkota yang baru diterapkan berdasarkan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan dewasa ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jendral pajak, Kementerian Keuangan, dimana hasilnya sebagian besar diserahkan kepada daerah. Walaupun telah ditetapkan menjadi salah satu jenis pajak kabupatenkota, tetapi sepanjang pada suatu kabupatenkota belum ada peraturan daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan, pemungut Pajak Bumi dan Bangunan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat sampai dengan tahun 2013. Hal ini didasarkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 180 ayat 5 yang menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan yang terkait dengan peraturan pelaksanaan mengenai perdesaan dan perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 desember 2013, sepanjang belum ada peraturan daerah tentang pajak bumi dan bangunan yang terkait dengan perdesaan dan perkotaan. Ketentuan pasal 180 ayat 5 tersebut membuat pemungutan PBB perdesaan dan perkotaan pada setiap kabupatenkota diindonesia mungkin saja tidak serempak, tergantung kesiapan pemerintah kabupatenkota untuk menetapkan peraturan daerah yang berkaitan. Hanya saja diharapkan paling lambat 1 januari 2014, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan telah menjadi pajak daerah pada semua kabupatenkota. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupatenkota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupatenkota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupatenkota. Karena itu untuk dapat dipungut pada suatu kabupatenkota maka pemerintah kabupatenkota harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di daerah kabupatenkota yang bersangkutan dalam Siahaan, 2012 : 554.

3.2.1. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diindonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemunggutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada suatu Kabupaten Kota adalah sebagaimana dibawah ini : 1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan daerah kabupaten kota yang mengatur tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 3. Keputusan bupati walikota yang mengatur tentang Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pada kabupatenkota dimaksud. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pemerintah kabupatenkota bersama dengan dewan perwakilan rakyat daerah DPRD Kabupatenkota diharapkan dapat segera membahas dan menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai dasar hukum pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Dengan demikian, paling lambat tahun 2014, Pemerintah pusat tidak lagi memungut Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam Siahaan, 2012 : 555.

3.2.2 Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan di tanah yang diberi hak guna usaha perkebunan, tanah yang diberi hak pengusahaan hutan, dan tanah yang menjadi wilayah usaha pertambangan. Dalam pengenaan Pajak bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan termasuk dalam pengertian bangunan yang menjadi objek pajak adalah : j. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut. k. Jalan tol l. Kolam renang m. Pagar mewah n. Tempat olahraga o. Galangan kapal, dermaga p. Taman mewah q. Tempat penampungan kilang minyak, air dan gas, pipa minyak r. Dermaga dan menara. Sebagaimana dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, pada undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 1 ditetapkan bahwa yang menjadi objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Penggunaan kata dan atau berarti ada tiga kemungkinan objek pajak, yaitu bumi saja, bangunan saja, serta bumi dan bangunan. Objek pajak yang berupa bumi saja dapat dengan mudah ditemui, misalnya tanah kosong, sawah, ladang, kebun,dan objek sejenis lainnya. Objek pajak yang berupa bumi dan bangunan juga dapat dengan mudah ditemui misalnya rumah yang berdiri diatas sebidang tanah yang dimiliki oleh seseorang, bangunan gedung beserta tanah tempat bangunan berdiri, dan objek sejenis lainnya. Mungkin yang sedikit sulit untuk dipahami adalah adanya objek pajak yang hanya berupa bangunantanpa bumi. Apabila melihat ketentuan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 1, pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan atas objek pajak yang berupa bangunan saja memang dimungkinkan, walaupun dalam praktik hal ini jarang ditemui. Satu hal yang harus dipahami bahwa yang dimaksuddengan objek pajak bangunan saja tidak berarti bangunan dimaksud tidak melekat dibangun di atas tanah atau perairan. Bangunan tersebut pada dasarnya melekat secara tetap di atas tanah,tetapi pemilikan dan atau penguasaan atas bangunan dimaksud berbeda dengan pemilikan dan atau penguasaan atas tanahnya. Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut ini. Misalnya sebidang tanah dimiliki oleh Tuan A di mana di atas tanah tersebut telah berdiri sebuah bangunan yang dimiliki Tuan B. Pendirian bangunan tersebut didasarkan pada perjanjian dan izin yang diberikan oleh Tuan A kepada Tuan B, di mana seluruh tanah tetap dimiliki dan diikuasai oleh Tuan A termasuk kewajiban pembayaran pajak juga ada pada Tuan A. Tuan B diizinkan untuk mendirikan bangunan dan memanfaatkannya dengan ketentuan pajak atas bangunan dimaksud harus di tanggung oleh Tuan B. Dalam kasus ini dimungkinkan pengenaan PBB dilakukan secara terpisah, dimana atas keseluruhan tanah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan yang akan ditanggung oleh Tuan A dan atas bangunan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan yang akan ditanggung oleh Tuan B. Apabila hal ini dilakukan maka akan ada dua objek pajak yang terpisah yaitu objek pajak berupa tanah saja dan bangunan saja. Apa yang dikemukakan di atas dimungkinkan sesuai dengan asas pemilikan tanah dan benda-benda yang melekat di atasnyatermasuk bangunan yang berlaku dalam hukum pertanahan hukum agraria di Indonesia saat ini. Asas yang berlaku saat ini sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal sebagai UUPA adalah asas pemisahan horizontal horizontal scheiding, yaitu suatu asas yang memandang bahwa pemilikan tanah terpisah dengan pemilikan yang melekat pada tanah yang dimaksud.Dengan demikian pemilik sebidang tanah tidak secara otomatis menjadi pemilik bangunan yang diberikan diatas tanah tersebut. Hal ini membuat walaupun secara utuh suatu bangunan melekat secara fisik pada sebidang tanah, tetapi hukum pemilikan atau penguasaanya mungkin terpisah pada badan hukum yang berbeda. Penerapan atas pemisahan horizontal ini telah diakomodasikan dalam undang-undang Nomor 2008 tahun 2009, sehingga untuk lebih memberikan kepastian hukum dan pengenaan pajak atas suatu objek pajak digunakan kata bumi dan atau bangunan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pengenaan pajak atas bumi dan bangunan yang pemilikan dan pemanfaatannya bahwa hukum ditentukan terpisahdalam Siahaan, 2012:555.

3.2.3 Subjek dan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Subjek pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Sementara itu, wajib pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, bangunan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Hal ini berarti pada penggenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, subjek pajak dan wajib pajak berada pada diri orang yang sama. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat wakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dengan Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara bertanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannyadalam Siahaan, 2012:559.

3.2.4 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah nilai jual objek pajak NJOP. Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, Nilai Jual Objek Pajak Pengganti. Penetapan Nilai Jual Objek Pajak dapat dilakukan dengan tiga cara, sebagaimana dibawah ini. a. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu pendekatanmetode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. b. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatanmetode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. c. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatanmetode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Besaran Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak adalah tiga tahun sekali. Hanya saja, untuk daerah tertentu yang perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak yang cukup besar, penetapan Nilai Jual Objek Pajak dapat ditetapkan setahun sekali. Penetapan besarnya Nilai Jual Objek Pajak dilakukan oleh bupatiwalikotadalam Siahaan, 2012 : 560.

3.2.5 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan menurut Peraturan Daerah Kota Medan No.6 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kota Medan No.3 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, pasal 1 ayat 1 : NJOP TARIF NJOP Sampai Dengan Rp.499.999.999 0,115 NJOP Rp.500.000.000 s.d Rp.999.999.999 0,125 NJOP Rp.1.000.000.000 s.d Rp.1.999.999.999 0,215 NJOP Rp.2.000.000.000 s.d Rp.3.999.999.999 0,225 NJOP diatas Rp. 4 Milyar 0,275

3.2.6. Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar penggenaan pajak setelah dikurangi nilai objek pajak tidak kena pajak NJOPTKP. Nilai jual untuk bangunan yang umum diterapkan tarif pajak dikurangi terlebih dahulu dengan nilai objek pajak tidak kena pajak NJOPTKP sebesar Rp15.000.000 . Secara umum perhitungan perdesaan dan perkotaan adalah sesuai dengan rumus berikut : Pajak terutang = Tarif pajak x Dasar Pengenaan Pajak =Tarif Pajak x NJOP-NJOPTKP =Tarif Pajak x NJOP Bumi +NJOP Bangunan-NJOPTKP Perhitungan jumlah pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dapat dilihat pada contoh berikut ini. Seorang wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa : a. Tanah seluas 800 m2 ditentukan dengan asumsi nilai bumi per m2= Rp.300.000m2 b. Bangunan seluas 400m2 ditentukan dengan asumsi nilai bangunan per m2 :Rp.350.000m2 c. Taman seluas 200m2 ditentukan dengan asumsi nilai taman per m2 :Rp.50.000m2 d. Pagar sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 ditentukan dengan asumsi nilai pagar per m2 Rp.175.000M2. Pada daerah dimana objek pajak beradadiketahui tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang diterapkan dalam peraturan daerah dimaksud adalah 0,115. Berdasarkan data tersebut diatas, dapat dilakukan perhitungan jumlah pokok pajak yang terutang, sebagaimana dibawah ini. a. Njop Bumi = 800 x Rp. 300.000 = Rp. 240.000.000 b. Njop Bangunan: 1. Rumah dan garasi 400 x Rp.350.000 =Rp.140.000.000 2. Taman 200 x Rp.50.000 =Rp.10.000.000 3. Pagar 120 x 1,5 x Rp.175.000 =Rp.31.500.000 + NJOP Bangunan = Rp.181.500.000+ Total NJOP Bumi dan Bangunan = Rp. 421.500.000 NJOPTKP = Rp. 15.000.000 – c. NJKP =Rp.406.500.000 d. Tarif pajak efektif yang ditetapkan dalam perda 0,115 x Rp.406.500.000 = Rp.467.475 Maka PBB yang terutang : 0,115 x Rp.406.500.000 =Rp. 467.475

3.2.7. Pendataan Objek Pajak

Untuk memperoleh data wajib pajak, dilakukan pendataan subjek pajak. Pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP. Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data subjek dan objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Surat Pemberitahuan Objek Pajak harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatanganidan disampaikan kepada kepala daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja setelah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Objek Pajak oleh subjek pajakdalam Siahaan, 2012 : 564.

3.2.8 Cara Pemungutan, Penetapan, dan Ketetapan Pajak

1. Cara Pemungutan Pajak Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan tidak dapat diborongkan. Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat- surat kepada wajib pajak, atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak terutang, pengawasan penyetoran pajak dan penagihan pajak. Hal ini menjadi suatu penilaian BupatiWalikota daerah sampai dimana pemerintah daerah tersebut mampu meningkatkan partisipasi masyarakatnya dalam memenuhi kewajibanya dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Setiap tahun petugas Dinas Pendapatan Kota Medan turun ke lapangan untuk mengecek objek pajak dan mendata objek pajak tersebut. Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan yang menangani Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dimana sektor Perdesaan, seperti: sawah, ladang, empang, Tradisional, dan lain-lain. Dan sektor perkotaan adalah objek pajak bumi dan bangunan dalam suatu wilayah yang memiliki fasilitas perkotaan, real estate komplek pertokoan, industri, perdagangan dan jasa. 2. Penetapan Pajak Pada dasarnya sistem pemungutan pajak yang diterapkan dalam Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah penetapan oleh kepala daerah official assessment. Hal ini dapat dipahami karena tentunya akan sangat sulit apabila menerapkan sistem assessment, dimana wajib pajak diminta untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang, mengingat tidak mudah untuk menentukan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi dasar pengenaan pajak. Penetapan pajak oleh kepala daerah diwujudkan dalam bentuk penerbitan surat pemberitahuan pajak terutang atau surat ketetapan pajak daerah sebagai sarana untuk menagih besarnya pajak terutang. Berdasarkan data objek dan subjek pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP yang disampaikan oleh subjek pajak, kepala daerah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak. Selain menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT, dalam keadaan tertentu bupatiwalikota dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD terhadap wajib pajak bumi dan bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan. Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD adalah ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok wajib pajak terutang. Bupati walikota dapat mengeluarkan SKPD dalam hal sebagai berikut : a. Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP tidak disampaikan dan setelah wajib pajak ditegur secara tertulis oleh kepala daerah sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang terhitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. c. Bentuk, isi, tata cara penerbitan dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dan ditetapkan oleh Bupatiwalikota. 3. Surat Tagihan Pajak Daerah STPD Bupati walikota dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan wajib pajak dikenakan sanksi tarif berupa bunga dan atau denda. Sanksi administratif bunga dikenakan kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak terutang. Dengan demikian, pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan SPPT atau Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar dua persen sebulan dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah STPD. Surat Tetapan Pajak Daerah harus dilunasi dalam jangka waktu maksimal satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Bentuk, isi, tatacara penerbitan dan penyampaian Surat Tagihan Pajak Daerah STPD ditetapkan oleh Bupati Walikota dalam Siahaan, 2012 : 565.

3.2.9 Pendaftaran, Pembayaran, dan Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pendaftaran Pajak Bumi dan Bangunan Orang atau badan yang menjadi subjek pajak bumi dan bangunan harus mendaftarkan objek pajaknya ke dinas pendapatan kota medan yang mana tertera didalam perda nomor 3 tahun 2011 pasal 9 ayat satu bahwa tata cara pendaftran adalah dengan cara mengisi formulir pendaftaran data baru dan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak SPOP secara jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani dan dikembalikan ke kantor Dinas Pendapatan Kota Medan. Hal yang harus didaftarkan oleh wajib pajak adalah : a. Data-Data Diri Orang Pribadi atau Badan yang menjadi subjek pajak. b. Semua bumi tanah yang dimiliki dengan suatu hak dan atau dimanfaatkan. c. Semua bangunan yang dimiliki dan dikuasai atau dimanfaatkan. yang mana berisi tentang data-data wajib pajak. Adapun data-data atau syarat yang harus dilampiri adalah : • Surat permohonan • Surat kuasa wajib pajak bagi yang dikuasakan • Fotocopy sertifikatsurat tanah • Fotocopy KTP • Fotocopy IMB • Fotocopy SPPT sebelah objek NOP sebelah • Fotocopy rekening listrik, rekening PDAM • SPOP yang telah diisi dan ditandatangani • Surat keterangan dari kelurahan • Surat keterangan bebas sengketa dari pengadilan kelurahan. Pendaftaran tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah yaitu wajib pajak nya yang sendiri yang mendaftarkan dirinya sebagai subjek pajak bumi dan bangunan ke dinas pendapatan kota medan. Sedangkan secara tidak langsung adalah pihak dinas pendapatan daerah yang mendaftarkan subjek pajak tersebut ke dinas pendapatan kota medan. 2. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan daerah, misalnya paling lama enam bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT oleh wajib pajak atau paling lama satu bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD oleh wajib pajak. Apabila kepada wajib pajak diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayarbertambah, pajak dimaksud harus dilunasi paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dilakukan ke kas daerah, bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh bupatiwalikota sesuai waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT atau Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk maka hasil penerimaan pajak harus disetor kekas daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh bupatiwalikota. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pada hari libur maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah SSPD. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus lunas. Kepada wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak memberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam buku penerimaan. Hal ini harus dilakukan oleh petugas tempat pembayaran pajak untuk tertib administrasi dan pengawasan penerimaan pajak. Dengan demikian, pembayaran pajak akan mudah terpantau oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah atau Petugas Lain yang ditunjuk. Bentuk, isi, ukuran buku penerimaan dan tanda bukti pembayaran pajak ditetapkan dengan keputusan bupatiwalikota. 3.Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan Apabila pajak yang terutang tidak dilunasi setelah jatuh tempo pembayaran maka bupatiwalikota atau pejabat yang ditunjuk akan melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang SPPT atau Surat Ketetapan Pajak Daerah SKPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Penagihan pajak dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat Teguran atau Surat Peringatan dikeluarkan tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak, dan dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh bupatiwalikota. Dalam jangka waktu tujuh hari sejak Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis diterimanya, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. Apabila jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis akan ditagih dengan Surat Paksa. Tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan Penyitaan, Pelelangan, Pencegahan dan Penyanderaan apabila wajib pajak tetap tidak mau melunasi utang pajaknya sebagaimana mestiya. Apabila terhadap wajib pajak dilakukan penyitaan dan pelelangan barang milik wajib pajak yang disita maka kepada pemerintahan kabupatenkota diberi hak mendahulu untuk tagihan pajak atau barang-barang milik wajib pajak atau penanggung pajakdalam Siahaan, 2012 : 567. BAB IV ANALISIS DAN DATA 4.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2012-2014. Sebelum pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan maka untuk masa tahun anggaran mendatang lebih dahulu ditargetkan hasil pajak bumi dan bangunan dari masing-masing objek pajak. Target inilah yang diusahakan tercapai atau terealisasi. Realisasinya mungkin dapat dibawah target dan mungkin diatas target. Tetapi pihak Dinas Pendapatan Kota Medan berusaha agar target tercapai sesuai yang diharapkan oleh pihak Dinas Pendpatan Kota Medan. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan di Dinas Pendapatan Kota Medan untuk sektor Perdesaan dan Perkotaan selama 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2012 – 2014, realisasi penerimaannya berada dibawah target yang telah ditetapkan. Data selengkapnya yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan seperti pada Tabel di bawah ini. TABEL I TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2012-2014 NO TAHUN ANGGARAN JUMLAH WP POKOK KETETAPAN TARGET REALISASI 1 2012 436.178 430.028.247.968 353.346.171.770 275.138.356.001 77,87 2 2013 451.033 230.693.149.951 383.000.000.000 234.325.866.564 61,18 3 2014 465.967 388.693.548.659 365.000.000.000 289.000.081.973 79,18 Sumber : Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan, Perbandingan Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2012, 2013, 2014. Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang tercatat di Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan, periode 2012 yaitu sebesar 77,87, periode 2013 sebesar 61,18 dan periode 2014 sebesar 79,18. Berdasarkan data pada tabel diatas dapat kita lihat bahwa jika kita bandingkan data tabel yang di tahun pertama dan kedua terlihat bahwa terjadi penurunan persentase sehingga realisasinya pun menurun, tetapi jika kita lihat ditahun berikutnya persentasenya menjadi meningkat sehingga yang terrealisasi pun semakin meningkat. Walaupun setiap tahun nya persentase tidak stabil tetapi upaya – upaya untuk tetap mempertahankan atau semakin meningkatkan Penerimaan pajak Bumi dan Bangunan harus ditingkatkan agar penerimaan pajak bumi dan bangunan setiap tahunnya dapat meningkat sehingga terealisasi, dilihat dari data diatas bahwa terdapat wajib pajak yang kurang akan kesadaran dalam membayar pajak bumi dan bangunan tetapi tidak dari wajib pajak nya saja yang dapat kita lihat kesimpulan dari tabel diatas tetapi seberapa besar peran serta pihak dinas pendapatan kota medan itu sendiri dalam meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan sehingga disetiap tahunnya akan meningkat dan terealisasi dengan baik. Apabila tidak dilakukan usaha atau upaya- upaya yang dapat meningkatkan penerimaan serta faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tidak terdapat wajib pajak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak bumi dan bangunan maka membuat kemungkinan untuk tahun-tahun berikutnya target pajak bumi dan bangunan semakin menurun dari realisasi tahun sebelumnya, dan tidak disayangkan bahwa disetiap tahunnya akan semakin menurun. 4.2 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Masih Banyak Wajib Pajak Tidak Membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Adapun faktor yang menyebabkan masih banyak wajib pajak tidak membayar pajak bumi dan bangunan. Menurut Staff Pegawai Bidang Bagi Hasil Pendapatan BHP, Interview, 16 Juni 2015 adalah: 1. kesadaran masyarakat sebagai pembayar wajib pajak bumi dan bangunan masih rendah. 2. Banyak tumpang tindih terhadap objek pajak, satu lahan tanah dimiliki dua sampai tiga orang serta kesalahan nama wajib pajak. 3. Masyarakat pemilik lahan atau bangunan tidak berdomisili ditempat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. 4. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain seperti kurang pahamnya masyarakat terhadap arti dari pada dalam pembiayaan pembangunan, kurangnya bukti nyata dari pajak yang dibayarkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kurang giatnya aparat dalam melakukan penagihan dan sikap apatis dari masyarakat itu sendiri dalam membayar pajak, selain dari itu kadangkala wajib pajak sulit dijangkau karena tidak lagi berdomisili diluar kota medan. 5. Terdapat wajib pajak bertempat tinggal di luar wilayah kerja kantor Dinas Pendapatan kota medan tetapi wajib pajak tersebut mempunyai tanah dan atau bangunan diwilayah kerja dinas pendapatan daerah kota medan. Dalam menghadapi hal seperti ini petugas pemungut pajak tetap berusaha untuk menghubungi wajib pajak tersebut dengan mengirimkan surat penagihan ke alamat wajib pajak yang berada diluar wilayah kerjanya dinas pendapatan kota medan. Tetapi kebanyakan wajib pajak tersebut tidak menghiraukan atau menanggapi surat tagihan yang dikirimkan oleh petugas pemunggut pajak tersebut, sehingga usaha yang dilakukan petugas pemunggut tersebut sia-sia. 6. Keengganan masyarakat untuk melakukan pendaftaran objek pajaknya karena tidak ingin membayar pajaknya.

4.3 Kendala-Kendala Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.

1. Terdapat objek yang tidak tahu siapa pemiliknya. Seperti tanah kosong. Sehingga pihak dispenda sulit untuk menagih pajak terutangnya Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 2. Objek pajak berada di kawasan kerja dinas pendapatan daerah tetapi subjek pajaknya berada diluar wilayah kerja sehingga sulit untuk mencari dan menagih pajak bumi dan bangunan yang terutang Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 3. Objek pajak tersebut dikarenakan warisan sehingga tidak tahu siapa yang berhak membayar pajak bumi dan bangunannya dan kepada siapa pajak terutang itu diminta atau ditagih terutang Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 4. Terjadinya pailit atau kebangkrutan sehingga tidak dapat menagih pajak yang terutangInterview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 5. Terdapat sengketa lahan yang belum dapat diketahui kepada siapa pajak tersebut di tunjukkan Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 4.4 Upaya- Upaya Yang ditempuh Oleh Pihak Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk tetap terus meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan di Dinas Pendapatan Kota Medan, Sejauh ini pihak fiskus telah banyak melakukan usaha atau upaya-upaya yang dianggap dapat semakin meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Staff Pegawai bidang bagi hasil pendapatan BHP, upaya peningkatan yang telah dilaksanakan untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara lain : 1. Sosialisasi baik langsung dan tidak langsung Sosialisasi langsung yaitu petugas dinas pendapatan daerah langsung turun ke lapangan dengan mengadakan pertemuan langsung kepada masyarakat yang ada diwilayah kerjanya. Sosialisasi tidak langsung yaitu petugas dinas pendapatan daerah berkerja sama dengan perangkat desa Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan,16 Juni 2015. 2. Kegiatan pendataan Objek Pajak melalui : a. Proses pemeliharaan basis data, yaitu data yang sudah ada didata ulang mengacu pada kondisi real dilapangan. b. Kegiatan pembentukan Basis data SISMIOP, yaitu Objek Pajak yang sama sekali belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum terdata dengan basis data grafis peta Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan, 16 Juni 2015. 3. Penagihan aktif yang dilakukan oleh Petugas Dinas Pendapatan Kota Medan yaitu dengan cara petugas Dinas Pendapatan Daerah khususnya pemunggut Pajak Bumi dan Bangunan yang berperan aktif untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan dari wajib pajak dengan mendatangi rumah wajib pajaknya. Cara ini dianggap dapat memberikan tambahan atau peningkatan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan,16 Juni 2015 . 4. Penghimbauan kepada masyarakat agar membayar pajak bumi dan bangunan dengan tepat waktu dan tidak jatuh tempo seperti yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Yaitu batas jatuh tempo adalah 30 agustus Interview : Staff Pegawai BHP Dinas Pendapatan Kota Medan,16 Juni 2015. 5. Keramahan pegawai dinas pendapatan kota medan khususnya dibagian pelayanan yang melayani wajib pajak dalam mendaftarkan pajak bumi dan bangunan maupun dalam hal melakukan pengurangan terhadap pajak bumi dan bangunan yang dilakukan oleh wajib pajak. Meraka melayani wajib pajak dengan baik dan santun sehingga wajib pajak merasa senang. Sehingga hal tersebut juga bisa dapat meningkatkan penerimaan pajak bumi dan bangunan Observasi, 15 Juni 2015. 6. Fasilitas yang terdapat di ruang tunggu dipelayanan pun terlihat sangat nyaman sehingga para wajib pajak merasa nyaman saat menunggu antrean. Terdapat televisi, full ac serta decorasi yang cantik sehingga membuat wajib pajak nyaman. Dan ini jelas membuat peningkatan penerimaan pajak bumi dan bangunan akan semakin meningkat dengan hal-hal kecil seperti ini Observasi, 15 Juni 2015 . Inilah upaya-upaya yang dilakukan pihak fiskus kantor Dinas Pendapatan Kota Medan untuk meningkatkan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan diwilayah kerjanya dan harapan setelah melaksanakan upaya-upaya tersebut target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat terealisasi dan semakin meningkat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dan pembahasan bab-bab yang terdahulu, maka sebagai akhir dari tulisan ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan saran yaitu :

5.1 Kesimpulan