2.2.2.3. Alat-alat untuk mengukur perkembangan
Terdapat beberapa alat yang direkomendasikan untuk menilai perkembangan anak, diantaranya; Parent’s Evaluations of Developmental Status
PEDS, Ages and Stages Questionnaire-3 ASQ-3 dan di Indonesia ada dua alat untuk menilai perkembangan anak. Alat yang sering dipakai yaitu Denver
Developmental Screening Test-II DDST-II dan Bayley Scales of Infant Development-III BISD-III.Kedua alat itu memerlukan keahlian khusus untuk
menggunakannya.Biasanya dipakai oleh para dokter anak, psikolog
perkembangan anak.Sebelum anak diskrining dengan kedua alat tersebut, para orangtua, petugas kesehatan di tingkat pelayanan primer dapat memakai suatu alat
yang lebih mudah dan murah untuk pra skrining.Alat itu adalah suatu kuesioner yang disebut Kuesioner Pra Skrining Perkembangan KPSP Departemen
Kesehatan RI, 2009. KPSP merupakan daftar pertanyaan singkat yang ditunjukkan kepada
orangtua sebagai alat untuk melakukan pra skrining perkembangan anak. Kuesioner ini diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver Developmental
Screening Test-II DDST-II oleh tim Depkes RI yang terdiri dari beberapa dokter spesialis anak, psikiater anak, neurolog, THT, mata dan lain-lain pada tahun 1986
Departemen Kesehatan RI, 2005 Departemen Kesehatan RI menyarankan penggunaan KPSP dalam pengukuran perkembangan balita usia 3 sampai dengan
72 bulan. Penilaian KPSP dihitung berdasarkan jumlah jawaban “ya” dari pertanyaan yang diajukan kepada orangtua anak. Terdapat tiga kategori dari hasil
penilaian tersebut yaitu Sesuai S, Meragukan M, dan Penyimpangan P Departemen Kesehatan RI, 2009
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Air Susu Ibu ASI adalah sumber makanan dan nutrisi yang ideal bagi bayi untuk tetap sehat dan bertumbuh, tidak ada produk yang dapat
menggantikannya.ASI mengandung ratusan antibodi dan enzim sehingga dapat menstimulasi imunitas, sehingga bayi yang mendapat ASI jarang menderita sakit.
Jika setiap bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir, diperkirakan 1,5 juta nyawa dapat diselamatkan setiap tahun UNICEF, 2013.
Oleh karena pentingnya pemberian ASI secara eksklusif, WHO membuat Planning Guideyang merekomendasikan pemberian ASI selama 6 bulan pertama
untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal. Kemudian, setelah 6 bulan, bayi dapat diberi ASI dan makanan pendamping ASI
sampai berumur 2 tahun atau lebih WHO, 2011.Di Indonesia terdapat Peraturan Pemerintah PP nomor 332012 yang mengatur tentang pemberian ASI eksklusif
yang mewajibkan ibu untuk memberikan bayinya ASI saja sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan Departemen Kesehatan RI, 2012.
Berdasarkan data statistik WHO tahun 2014, prevalensi pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama secara global adalah 37 dengan prevalensi
tertinggi sebanyak 89 di Korea dan prevalensi terendah di Djibouti Afrika 1. Sedangkan prevalensi di Indonesia adalah 42, prevalensi ini lebih tinggi
daripada prevalensi secara global akan tetapi lebih rendah daripada prevalensi daerah Asia Tenggara, yakni 47 WHO, 2014.
Menurut Rustini Floranita, pakar kesehatan ibu di kantor WHO Indonesia, rendahnya prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia adalah oleh karena
rendahnya pengetahuan dan faktor sosial budaya, ekonomi, dan alasan pribadi sehingga banyak ibu memilih untuk memberi susu formula Shetty, 2014. Sebuah
meta-analisis yang dibuat oleh Agen Penelitian dan Kualitas Kesehatan Universitas Karolina Utara menyatakan, risiko tidak memberikan ASI eksklusif
untuk bayi adalah terganggunya pertumbuhan dan perkembangan saraf,
Universitas Sumatera Utara