2. Limited-contact sport
Dalam limited-contact sport misalnya softball dan voli, kontak dengan atlet lain atau dengan benda mati tidak terlalu sering atau tidak disengaja. Namun,
beberapa limited-contact sport misalnya skateboard bisa memiliki risiko cedera yang sama dengan collision atau contact sport.
3. Noncontact sport
Dalam noncontact sport misalnya angkat besi, kontak dengan atlet lain sangat jarang tetapi cedera serius dapat terjadi.
Pembagian yang dilakukan menunjukkan kemungkinan perbandingan bahwa partisipasi dalam olahraga yang berbeda akan menghasilkan risiko cedera yang
berbeda.
25
2.3 Kondisi Rongga Mulut pada Atlet
Gigi dapat dikatakan sehat bila berfungsi normal, baik sebagai alat pengunyah maupun alat pencernaan. Gigi yang sehat harus didukung oleh jaringan periodontal
yang sehat. Penyakit mulut seperti karies dan penyakit periodontal dapat berakibat fatal terhadap kesehatan tubuh secara umum.
26
Pada atlet, penyakit mulut yang sering dijumpai adalah karies, erosi gigi, dan penyakit periodontal. Trauma dental pada
olahraga yang berisiko juga sering ditemukan.
6
2.3.1 Karies
Karies gigi merupakan demineralisasi pada jaringan keras gigi akibat asam yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri. Karies
merupakan penyakit multifaktorial yang terdiri dari faktor host, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu. Faktor host adalah
morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia, dan kristalografis. Faktor agen atau mikroorganisme yang paling berperan yaitu bakteri Streptokokus mutans yang diakui
sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat atau diet yang berperan adalah karbohidrat. Sedangkan waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
26
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: 1.
Keturunan dan ras Dari suatu penelitian terhadap 46 pasang orang tua dengan persentase karies
yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan persentase karies sedang, dan 40 pasang dengan persentase karies tinggi.
Selain itu, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan persentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Pada ras tertentu dengan
rahang yang sempit, gigi geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Hal ini akan mempersukar pembersihan gigi dan akan mempertinggi karies pada ras tersebut.
27
2. Usia
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling
tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.
26
3. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral hygiene wanita lebih
baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F filling yang lebih banyak dalam indeks DMFT.
26
4. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan
pendidikan.
26
5. Penggunaan fluor
Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat
meningkatkan remineralisasi.
26
6. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas
Universitas Sumatera Utara
parameter ini mencapai 60. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.
26
7. Oral higiene
Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur.
26
8. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia,
yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada
gigi susunya.
26
9. Saliva
Secara kimiawi, dengan adanya unsur Ca dan ion fosfat dalam saliva akan membantu penggantian mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan
asam.
27
Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai
anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan
berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.
26
Banyak atlet mengalami dehidrasi yang lama selama latihan dan kompetisi.
28
Dehidrasi yang ditimbulkan oleh aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat memicu laju aliran saliva yang rendah sehingga dapat menimbulkan kesulitan bagi saliva
untuk membersihkan konsentrasi karbohidrat yang tinggi pada gigi. Hal tesebut akan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk terjadinya karies.
29
10. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal. Apabila makanan dan minuman berkarbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka
Universitas Sumatera Utara
enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
26
Pada atlet, banyaknya waktu yang dihabiskan untuk latihan akan banyak menghabiskan energi dan cadangan karbohidrat yang disimpan dalam tubuh. Ahli gizi
keolahragaan merekomendasikan para atlet untuk menjaga cadangan karbohidrat atau glikogen dalam tubuh dengan mengonsumsi jumlah karbohidrat yang adekuat.
Karbohidrat penting selama latihan berkepanjangan atau berkelanjutan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dan menggantikan glikogen otot. Konsumsi
karbohidrat disarankan pada waktu sebelum dan setelah latihan. Konsumsi karbohidrat yang adekuat setelah latihan memungkinkan beberapa kegiatan dilakukan
dalam satu hari dan memperbaharui cadangan karbohidrat setiap hari. Karbohidrat yang dikonsumsi biasanya gula, baik untuk kemudahan konsumsi dan rasa yang
disukai.
11
Masalah kesehatan rongga mulut pada atlet mahasiswa di Nigeria dilaporkan sebesar 28,3 dan karies gigi merupakan masalah utama pada responden yaitu
sebesar 53,1.
4
Penelitian yang dilakukan oleh Gay-Escoda, dkk. terhadap 30 pemain sepak bola profesional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-
rata DMFT bernilai 5,7 ± 4,1.
8
Penelitian Rosa, dkk. terhadap 400 pemain sepak bola termasuk 353 pemain amatir dan 47 pemain profesional menunjukkan pemain amatir
memiliki karies sebesar 71 dan pada pemain profesional sebesar 68.
3
Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang seperti indeks Klein, indeks WHO dan indeks
Significant Caries SIC.
26
2.3.2 Erosi
Erosi gigi yaitu suatu proses hilangnya jaringan permukaan gigi yang tidak berhubungan dengan faktor mekanis dan terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan
bakteri.
26,30,31
Penelitian Mathew, dkk. terhadap 304 atlet anggota tim olahraga di Ohio State University menunjukkan prevalensi erosi gigi sebesar 36,5.
13
Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Sirimaharaj, dkk. pada anggota tim olahraga University of Melbourne, Australia, dilaporkan bahwa prevalensi erosi gigi adalah 25,4.
4
Erosi gigi pada atlet terutama disebabkan oleh salah satu minuman asam yang sering dikonsumsi para atlet yaitu sport drink. Sport drink atau dikenal juga dengan
minuman isotonik adalah minuman dengan tambahan perasa dan gula, mineral, dan elektrolit untuk membantu melengkapi kebutuhan tubuh selama latihan.
32
Sport drink juga mengandung konsentrasi asam yang tinggi.
29
Keasaman sport drink berkisar antara 2,4 sampai 4,5, sedangkan pH kritis bagi enamel dimana hidroksiapatit dan
fluorapatit larut adalah 5,5.
33
Laju aliran saliva yang rendah akibat dehidrasi yang dialami para atlet mengakibatkan diperlukannya waktu yang lebih lama untuk
membersihkan asam dari makanan maupun minuman tersebut.
29
Telah diketahui bahwa hal ini dapat meningkatkan risiko dari erosi gigi disebabkan penurunan laju
aliran saliva yang berakibat pada pembilasan yang dilakukan tidak cukup sehingga pH tetap berada dalam keadaan asam untuk periode yang lebih lama dan buffering
pada permukaan gigi tidak memadai.
28
Penurunan produksi saliva akan mengurangi kapasitas saliva untuk menetralisir asam dari makanan maupun minuman.
34
Kapasitas buffering ini umumnya lebih penting daripada pH awal minuman tersebut dalam
potensi menyebabkan erosi.
29
Saliva sangat penting untuk memelihara kesehatan rongga mulut dan penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan
ketidakseimbangan rongga mulut.
34
Saliva berfungsi untuk menyediakan proteksi terhadap erosi asam dengan berbagai cara, yaitu:
30
1. Memberikan pengaruh terhadap acquired pellicle.
2. Pembersihan oleh saliva dapat menghilangkan asam melalui penelanan.
3. Saliva menunjukkan kapasitas bufer yang menyebabkan netralisasi asam.
4. Saliva menyediakan kandungan mineral untuk gigi, di antaranya kalsium,
fosfat, dan fluoride yang dibutuhkan untuk remineralisasi. Keparahan erosi tergantung pada beberapa faktor seperti:
34,35
1. Gaya hidup dan diet.
2. Tipe asam dan lama durasi terpapar asam.
3. Struktur dan komposisi mineral gigi.
Universitas Sumatera Utara
4. Komposisi serta laju aliran saliva.
Ada beberapa indeks yang digunakan untuk mengidentifikasi tahap erosi gigi dengan menggunakan gambaran klinis dan visual, di antaranya adalah indeks menurut
Eccles, indeks menurut Smith dan Knight, dan indeks menurut Lussi.
36
2.3.3 Trauma Dental
Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan
terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan
suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau jaringan periodontal karena sebab
mekanis.
37
Klasifikasi trauma dental berdasarkan Application of international
classification of diseases to dentistry and stomatology oleh WHO, yaitu: trauma pada jaringan keras gigi dan pulpa, trauma pada jaringan periodontal, trauma pada tulang
pendukung, dan trauma pada mukosa mulut atau gingiva.
18
Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa:
18,37
1. Retak mahkota enamel infraction yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna
retak pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal maupun arah vertikal.
2. Fraktur enamel yang tidak kompleks uncomplicated crown fracture yaitu
fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. 3.
Fraktur enamel-dentin uncomplicated crown fracture yaitu fraktur mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks uncomplicated crown- root
fracture yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum tanpa melibatkan pulpa.
5. Fraktur mahkota yang kompleks complicated crown fracture yaitu fraktur
yang mengenai lapisan enamel, dentin dan pulpa.
Universitas Sumatera Utara
6. Fraktur mahkota-akar yang kompleks complicated crown- root fracture
yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum dan pulpa. 7.
Fraktur akar root fracture yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa.
Kerusakan pada jaringan periodontal:
18,37
1. Konkusi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi, yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi.
2. Subluksasi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi dengan
adanya kegoyangan dan tanpa perubahan posisi gigi. 3.
Luksasi ekstrusi yaitu pergerakan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi yaitu perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun lateral
yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. 5.
Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi akan terlihat lebih pendek.
6. Avulsi yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.
Kerusakan pada tulang pendukung:
18,37
1. Kerusakan soket alveolar yaitu kerusakan dari soket alveolar, pada kondisi
ini dijumpai intrusi. 2.
Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual dibatasi oleh bagian fasial
atau oral dari dinding soket. 3.
Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.
4. Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula
yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar. Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut:
18,37
1. Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut yang
biasanya disebabkan oleh benda tajam.
Universitas Sumatera Utara
2. Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan
atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah dan lecet. Setiap jenis olahraga mempunyai faktor risiko terjadinya trauma dental
meliputi:
25,38
1. Terjatuh
2. Berkontak dengan permukaan keras misalnya lapangan bermain,
3. Benturan antar pemain
4. Terkena pukulan seperti pukulan siku yang mengenai rahang, pukulan
tongkat atau bola yang mengenai gigi, pukulan stik pada olahraga hoki, dan yang lainnya.
Berlatih dan berkompetisi yang dilakukan atlet dalam waktu yang lama meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma.
39
Trauma orofasial terjadi pada 4- 18 dari keseluruhan cedera akibat olahraga dan trauma dental adalah trauma yang
paling sering di antaranya 50.
33
Trauma oral dan dental dalam jumlah yang signifikan diakibatkan oleh keikutsertaan dalam contact sport.
40
Akan tetapi, tidak hanya contact sports yang berisiko terhadap trauma, tetapi non-contact sports juga
dapat berisiko terhadap trauma dental. Andrade, dkk. dalam penelitiannya melaporkan bahwa prevalensi trauma dental pada atlet yang berpartisipasi dalam Pan
American Games adalah sebesar 49,6.
17
2.3.4 Penyakit periodontal
Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi dalam plak yang menyebabkan gingiva mengalami peradangan.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan plak adalah oral higiene, serta faktor-faktor penjamu seperti diet, komposisi dan laju aliran saliva. Ada dua tipe penyakit
periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis.
26,41
Universitas Sumatera Utara
Gingivitis merupakan lesi inflamasi pada gingiva.
41
Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, yang secara klinis ditandai dengan gingiva
berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur, kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkular.
26,41
Terjadinya gingivitis akibat adanya plak gigi yang meliputi berbagai macam bakteri dan
menginduksi perubahan patologis pada jaringan secara langsung maupun tidak langsung.
41
Periodontitis merupakan infeksi yang disebabkan inflamasi kronis yang mengenai jaringan gingiva, tulang penyangga gigi, dan jaringan ikat di sekitar gigi.
42
Secara klinis perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah pada periodontitis dijumpai adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva
yang terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligamen periodontal dan terganggunya perlekatannya ke sementum, dan resorpsi tulang alveolar.
Faktor risiko penyakit periodontal dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi biasanya berasal dari individu itu sendiri, oleh karena itu tidak mudah diubah, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi biasanya berupa lingkungan
atau perilaku.
43,44
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:
43,44
1. Respons host
Pandangan saat ini didasarkan pada banyaknya bukti bahwa penyakit periodontal adalah hasil dari respons imun yang tidak memadai terhadap infeksi
bakteri daripada efek merusak dari bakteri patogen secara langsung. Periodontitis kronis melibatkan interaksi kompleks antara faktor mikroba dan kerentanan host.
2. Osteoporosis
Banyak penelitian yang dilakukan sampai saat ini menunjukkan ada hubungan antara osteoporosis dan kehilangan tulang. Osteoporosis secara signifikan dikaitkan
dengan kehilangan tulang alveolar yang parah dan prevalensi kasus periodontitis pada wanita pasca menopause.
Universitas Sumatera Utara
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu:
34,43,44
1. Mikroorganisme
Terdapat ratusan spesies bakteri subgingival pada periodontitis dan sejumlah kecil dikaitkan dengan perkembangan penyakit dan dianggap etiologi penting.
Dari semua jenis bakteri yang berkolonisasi di mulut, ada tiga spesies yang diyakini
terlibat sebagai agen penyebab periodontitis, yaitu Porphyromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, dan Tannerella forsythia.
2. Merokok
Merokok memberikan efek merusak yang cukup besar pada jaringan periodontal dan meningkatkan laju perkembangan penyakit periodontal . Hal ini dapat
dijelaskan dengan fakta bahwa nikotin menyebabkan vasokonstriksi lokal, mengurangi aliran darah, edema, dan tanda-tanda klinis peradangan. Reseptor
asetilkolin nikotin ditemukan memainkan peran penting dalam pengembangan nikotin terhadap periodontitis.
3. Diabetes melitus
Salah satu manifestasi diabetes di rongga mulut adalah gingivitis dan periodontitis. Pasien dengan diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol
berada pada risiko tinggi untuk penyakit periodontal. Periodontitis juga berlangsung lebih cepat pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.
4. Obat-obatan
Obat dapat menjadi faktor risiko dalam penyakit periodontal. Obat-obatan seperti antikonvulsan dan calcium channel-blocker dapat menginduksi pertumbuhan
gingiva yang berlebih. 5.
Stres Pasien stres mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya penyakit
periodontal yang parah. Stres berkaitan dengan kebersihan mulut yang buruk, meningkatkan sekresi glukokortikoid yang dapat menekan fungsi kekebalan tubuh,
meningkatkan resistensi insulin, dan berpotensi meningkatkan risiko periodontitis. Respons host terhadap infeksi Porphyromonas gingivalis dapat menurun pada
individu dengan stres.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan faktor-faktor diatas, salah satu faktor yang banyak mempengaruhi atlet adalah ketidakseimbangan antara kompetisi olahraga dan kehidupan sehari-hari
yang menyebabkan banyak atlet menghadapi stres dan kecemasan yang lebih dari orang lain. Terdapat dua tipe stres yang dialami para atlet: eustress dan distress.
Eustress adalah tipe stres yang baik berasal dari tantangan aktivitas yang menyenangkan tantangan olahraga. Sebaliknya, distress adalah tipe yang buruk
dari stres yang ditimbulkan ketika harus beradaptasi dengan tuntutan yang teralu banyak. Stres berkepanjangan juga dapat dialami oleh atlet ketika mereka bertemu
dengan faktor stres secara berkesinambungan dan dalam durasi yang lama. Ketika program pelatihan diperpanjang, mereka akan dihadapkan pada stres dan kecemasan
yang berlebih. Stres yang meningkat menghasilkan perubahan dalam diet, nutrisi, dan berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut yang dapat menyebabkan penyakit
gingiva dan periodontal.
20
Berbagai studi mengindikasikan adanya korelasi antara penyakit periodontal dengan stres. Penyakit gingiva dan periodontal sangat umum terjadi pada atlet apabila
stres dan kecemasan telah melewati titik batas maksimum. Ketika tidak ada homeostasis antara jumlah stres dan mekanisme untuk mengatasi stres, hal tersebut
akan menghasilkan perubahan mekanisme pertahanan tuan rumah dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal. Ketika stres berada di luar kemampuan
untuk mengatasinya, hormon stres yang mengatur hasil inflamasi gingiva dan penyakit periodontal meningkat. Atlet dengan tingkat kecemasan tinggi pra-kompetisi
lebih rentan terhadap penyakit periodontal.
20
Penelitian yang dilakukan oleh Needleman, dkk. pada atlet yang berpartisipasi dalam 25 cabang olahraga pada Olympic Games di London pada tahun 2012,
diperoleh prevalensi gingivitis sebesar 76 dan periodontitis sebesar 15.
7
Pengamatan yang dilakukan oleh Ashley, dkk. terhadap beberapa hasil studi yang dilakukan pada atlet, melaporkan bahwa prevalensi penyakit periodontal sebesar 15-
76.
5
Beberapa indeks sederhana dan dapat dipercaya tersedia untuk membantu dokter gigi dan peneliti mengukur status periodontal seseorang. Ada beberapa indeks
Universitas Sumatera Utara
yang biasa digunakan seperti indeks plak oleh Loe dan Silness, indeks plak O’Leary, indeks oral hygiene dan oral hygiene simplified, indeks plaque formation rate, indeks
oral rating, community periodontal index and treatment needs, indeks keparahan penyakit periodontal oleh Russel dan Ramfjord, dan indeks gingivitis oleh Loe dan
Silness.
26
2.4 Pencegahan