Selain  karena  pengaruh  jenis  kayu  yang  digunakan,  lamanya  waktu pengumpanan  juga  berpengaruh  nyata,  hal  tersebut  diduga  karena  semakin
lamanya waktu pengumpanan maka lebih banyak area yang bisa dikonsumsi oleh rayap  sehingga  kehilangan  beratnya  pun  menjadi  besar.  Berdasarkan  uji  lanjut
Duncan lamanya waktu pengumpanan 3 dan 4 minggu tidak berbeda nyata begitu pun untuk lamanya waktu pengumpanan 4 dan 5 minggu, sedangkan untuk waktu
pengumpanan 3, 4 dan 5 minggu berbeda nyata dengan pengumpanan 6 minggu. Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan kehilangan berat untuk lamanya waktu
Lamanya Waktu N
Subset 1
2 3 Minggu
12 12,05
4 Minggu 12
16,40 16,40
5 Minggu 12
20,46 6 Minggu
12 25,86
Sig. 0,09
0,12 1,00
4.2.  Mortalitas Rayap
Selain  kehilangan  berat,  indikator  lain  yang  digunakan  untuk  mengukur tingkat  ketahanan  kayu  terhadap  serangan  rayap  tanah  C.curvignathus  adalah
besarnya  mortalitas  rayap.  Nilai  mortalitas  rayap  ditentukan  berdasarkan  jumlah rayap yang mati selama proses pengumpanan contoh uji. Semakin banyak jumlah
rayap yang mati maka semakin tinggi nilai mortalitasnya. Penghitungan  nilai  mortalitas  rayap  perlu  dilakukan  untuk  menduga
pengaruh  jenis  kayu  dan  lama  waktu  pengujian  terhadap  kematian  rayap.  Jenis contoh uji kayu dapat menyebabkan perbedaan mortalitas rayap karena kandungan
zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap rayap berbeda untuk setiap jenis kayu. Waktu pengujian yang terlalu lama juga dapat menyebabkan nilai mortalitas rayap
semakin  tinggi  karena  jumlah  bahan  makanan  rayap  dalam  botol  uji  sangat terbatas.  Saat  bahan  makanan  rayap  yang  ada  pada  contoh  uji  telah  habis  maka
rayap  akan  kelaparan  dan  mati.  Nilai  rata-rata  mortalitas  rayap  setelah pengumpanan selama 3 minggu, 4 minggu, 5 minggu dan 6 minggu dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Nilai rata-rata mortalitas pada masing-masing minggu. Nilai  rata-rata  mortalitas  rayap  tanah    C.  curvignathus  paling  tinggi  pada
minggu  ketiga  dan  keempat  terdapat  pada  kayu  sengon  yaitu  sebesar  83,8  dan 95,5, sedangkan untuk minggu kelima dan keenam pada kayu karet yaitu 100.
Nilai rata-rata mortalitas pada masing-masing kayu tidak terlalu berbeda jauh satu sama lain. Nilai mortalitas yang didapatkan ini cenderung tinggi. Tingginya nilai
mortalitas rayap ini diduga karena faktor lingkungan, khususnya kelembaban dan suhu.  Perubahan  kelembaban  sangat  mempengaruhi  aktivitas  rayap.  Apabila
kelembapannya  rendah  maka  akan  menyebabkan  banyak  rayap  yang  mati sehingga mortalitasnya menjadi tinggi. Suhu juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi  kehidupan  rayap,  baik  terhadap  perkembangan  maupun aktivitasnya.  Hasil  analisis  ragam  terhadap  nilai  mortalitas  rayap  dengan  faktor
jenis kayu dan lamanya waktu pengumpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengujian statistik dengan dua faktor untuk respon mortalitas
Sumber Keragaman JK
DB KT
F Sig.
Jenis Kayu 277,69
3 92,56
2,81 0,06
Lama Waktu 3639,27
3  1213,09 36,88
0,00 Jenis Kayu  Lama Waktu
644,02 9
71,56 2,18
0,05 Eror
1052,50 32
32,89
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
3 Minggu 4 Minggu
5 Minggu 6 Minggu
Sengon 83,8
95,5 98,0
100,0 Karet
66,3 95,0
100,0 100,0
Mangium
78,8 88,7
92,3 98,0
Pinus 76,3
83,3 93,2
98,3
Mortalitas
Dari  hasil  pengujian  analisis  ragam  diketahui  bahwa  jenis  kayu  tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas. Hal ini dikarenakan nilai mortalitas untuk
setiap  kayu  tidak  terlalu  berbeda  jauh  satu  sama  lainnya.  Selain  pengaruh  jenis kayu,  lamanya  waktu  pengumpanan  mempunyai  pengaruh  nyata  terhadap
mortalitas. Hal tersebut diakibatkan karena semakin lamanya waktu pengumpanan makanan  yang  bisa  dikonsumsi  pada  minggu  keempat,  kelima  dan  keenam
semakin  berkurang  sehingga  mortalitas  rayap  meningkat.  Interaksi  antara  jenis kayu  dan  lamanya  waktu  pengumpanan  pun  berpengaruh  nyata  terhadap
mortalitas  rayap.  Ini  berarti  semakin  lama  suatu  jenis  kayu  diumpankan  maka akan  mempengaruhi  nilai  mortalitasnya.  Berdasarkan  uji  lanjut  Duncan  nilai
mortalitas  pada  minggu  ketiga,  keempat,  dan  kelima  berbeda  nyata,  sedangkan nilai mortalitas pada minggu kelima dan keenam tidak berbeda nyata.
Tabel 7 Hasil uji lanjut Duncan mortalitas untuk lamanya waktu Lamanya Waktu
N Subset
1 2
3 Minggu 12
76,33 4 Minggu
12 90,63
5 Minggu 12
95,88 6 Minggu
12 99,08
Sig. 1,00
1,00 0,18
Menurut  Supriana  1983,  perilaku  makan  rayap  di  alam  berbeda  dengan di  laboratorium.  Di  alam  rayap  bebas  untuk  memilih  sendiri  lingkungan  yang
paling  sesuai  bagi  hidupnya.  Sedangkan  di  laboratorium,  rayap  dipaksa  makan forced  feeding  test.  Dalam  keadaan  terpaksa,  rayap  akan  memakan  bahan
umpan  yang  diberikan.  Pada  awalnya  rayap  tanah  C.  curvignathus  akan melakukan  penyesuaian  terhadap  lingkungan  yang  baru  di  dalam  botol  uji.
Kemudian rayap mulai mencoba makanan yang diujikan. Rayap yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru umumnya mati beberapa saat kemudian.
Bagi rayap yang lebih tahan, akan memilih untuk tidak makan, kemudian lambat laun  rayap  tersebut  akan  bertambah  lemah  dan  mati.  Selain  itu  rayap  juga
memiliki  sifat  kanibalisme  yaitu  pada  kondisi  yang  sulit  pada  saat  kekurangan
makanan  dan  air  rayap  akan  memakan  individu-individu  yang  lemah  agar keseimbangan kehidupan koloninya terjaga.
4.3  Kemampuan Makan Rayap Feeding Rate