dekat selat Makassar  yang membawa massa air yang mengandung partikel anonrganik dan organik.
Berdasarkan klasifikasi derajat pencemaran baku mutu air laut  Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 bahwa kualitas perairan ketiga pulau tersebut;
pulau Laelae, pulau Barrang Lompo dan pulau Lanyukang masih dikategorikan belum tercemar karena nilai TSS kurang dari 20 ppm mgliter.
3.2.2 Nitrat
Nitrat NO
3
adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu senyawa  yang penting dalam sintesa protein hewan dan
tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat  menyebabkan terjadinya blooming.  Ketersediaan  nutrien  dapat  menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan organisme perairan secara cepat Alaerst  Sartika 1987. Berdasarkan hasil pengukuran nitrat dari ketiga pulau yaitu; Pulau Laelae, Pulau
Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang maka konsentrasi  nitrat tertinggi adalah pulau Laelae, hal ini disebabkan karena masukan nutrien dari runoff  sungai
Jeneberang. Selain itu, letaknya yang dekat dengan  kota Makassar 2 km di mana kita ketahui bahwa sumbangan nitrat umumnya berasal dari kegiatan
aktivitas manusia di daratan, hal ini sesuai yang dikatakan Lahude 1998 bahwa peningkatan hara fosfat dan nitrat di daerah pesisir lebih disebabkan pembuangan
limbah hasil aktivitas manusia termasuk industri di darat sedangkan di  laut lepas bersumber dari hasil pengangkatan massa air upwelling dari dasar perairan.
Perbedaan  konsentrasi nitrat  antar pulau lokasi penelitian dapat dilihat  jelas dari Gambar 6.
Gambar 6. Konstrasi Nitrat di Pulau  Laelae, Pulau Barrang Lompo  dan  Pulau Lanyukang.
0,005 0,01
0,015 0,02
0,025
Laelae Barrang  Lompo
Lanyukang
K o
ns e
nt ra
si m
g l
Pulau
Konsentrasi nitrat ketiga pulau tersebut bila  dibandingkan dengan baku mutu air laut maka ketiga pulau tersebut berada diluar ambang batas Baku Mutu
Air Laut BMAL di mana  konentrasi nitrat   yang dibutuh untuk kehidupan organism laut adalah 0,008 mgliter.
3.2.3 OrtoFosfat
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik.  Berdasarkan  Baku Mutu Air Laut KLH 2004
menunjukkan bahwa konsentrasi  ortofosfat ketiga pulau ini yaitu; Pulau Laelae 0.91 mgliter,  Pulau  Barrang Lompo 0.68 mgliter dan pulau Lanyukang 1.05
mgliter berada diluar ambang batas yang ditetapkan, kondisi perairan ini berpotensi terjadinya eutrofikasi, Klasifikasi  dikemukakan  oleh Vollenweider in
Wetzel  1975  in  Erna 2008. bahwa  kadar ortofosfat  perairan    dapat dikelompokkan  menjadi tiga kategori  yaitu;  perairan oligotrofik yang memiliki
kadar ortofosfat 0.003  –  0.01 mgliter,  perairan mesotrofik yang memiliki kadar ortofosfat 0.011 –  0.03 mgliter,  dan perairan eutrofik yang memiliki kadar
ortofosfat 0.031 – 0.1 mgliter. Tingginya unsur hara di perairan pesisir kebanyakan dipengaruhi oleh runoff
dari daratan, sedangkan untuk pulau yang jauh dari daratan offshore.biasanya tingginya  unsur  hara  diperoleh dari  resuspensi dan upwelling. Kasus  ini terjadi
pada  Pulau Lanyukang,  merupakan pulau terjauh dari kota Makassar dan berhadapan langsung dengan Selat Makassar.di mana  angin bertiup cukup
kencang, sehingga mampu mengangkat sedimen dari  dasar perairan ke permukaan. Terkait hal tersebut di atas, tingginya konsentrasi ortofosfat di Pulau
Lanyukang  diduga  terjadi    resuspensi pada kedalaman 2-3 meter akibat tiupan angin cukup kuat, yang mengangkat nutrien ke permukaan,  hal ini sesuai dengan
Cristianzen  et al, 1979; Phillips et al, 2005; Dzialowsky et al, 2008 in  Prartono dan Hasena 2009 bahwa resuspensi sedimen merupakan salah satu proses yang
berpotensi memberikan masukan nutrien penting seperti ammonium, nitrat dan fosfat dari sedimen ke kolom perairan dan berdampak pada pertumbuhan alga.
Kemudian    pernyataan ini diperkuat oleh  Odum 1971 bahwa  perairan  dasar memiliki kandungan nitrat dan fosfat yang lebih besar dibandingkan permukaan.
Gambar 7.  Konsentrasi ortofosfat  di pulau Laelae,  pulau Barrang Lompo dan pulau Lanyukang.
Selain itu, tingginya unsur hara di pulau Lanyukang juga   diduga  karena akibat  mendapat limpasan  upwelling  dari selat Makassar,  hal ini sesuai dengan
berbagai  penelitian tentang pengaruh upwelling terhadap kelimpahan fitoplankton di Selat Banda  Setiadi  2004,  di  laut  Arafura, laut Banda  Wyrtki  1961,  Selat
Bali Ilahude dan Nontji 1975,  Selat Makassar Ilahude 1971,  Selatan Jawa- Sumbawa Wyrtki 1962, di Laut Flores dan Teluk Bone Birowo 1975.
3.3 Jenis dan kelimpahan fitoplankton