Tujuan dan Kriteria Tes Bahasa Arab

872 keterampilan bahasa, bukan kompetensi bahasa. Karena kompetensi berbahasa mengacu kepada kemampuan yang bersifat abstrak, berupa potensi yang dimiliki seorang pemakai bahasa. Kompetensi itu memungkinkan pemakai bahasa untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain, maupun mengungkapkan dirinya melalui bahasa. Karena sifatnya yang abstrak, kompetensi bahasa tidak dapat didengar, dilihat, atau dibaca, meskipun kompetensi berbahasa itu senantiasa terdapat di belakang penggunaan bahasa. Sebaliknya keterampilan bahasa bersifat konkret dan mengacu kepada penggunaan bahasa yang senyatanya, dalam bentuk lisan yang dapat didengar atau dalam bentuk tertulis yang dapat dibaca. Semua itu merupakan sasaran tes bahasa. 6 Tes kebahasaan merupakan sejumlah prosedur dan alat yang didesain secara sistematis, digunakan oleh tenaga pendidik atau lembaga dalam mengamati dan mengetahui performa salah satu keterampilan bahasa peserta didik atau keseluruhannya, sesuai dengan ukuran kuantitatif tertentu dengan maksud mencapai tujuan tertentu pula. Pengerjaan tes sangat tergantung pada petunjuk yang diberikan, misalnya: melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu huruf di depan pilihan jawaban, mencoret jawaban yang salah, menerangkan, mengisi titik-titik dan sebagainya.

C. Tujuan dan Kriteria Tes Bahasa Arab

6 M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa dalam Pengajaran, Bandung: Penerbit ITB, 1996, h. 2. Pendapat Djiwandono ini tampaknya dipengaruhi oleh teori Chomsky tentang kompetensi bahasa yang cenderung melihat kompetensi itu sebagai potensi bawaan innate capacity yang masih berupa struktur batindalam al-binyah al- „amiqah, dan belum terekspresikan dalam kemampuan berbahasa secara nyata yang disebut performa al-ada‟ al- lughawi. Penulis cenderung sependapat dengan konsep kompetensi al-kifayah atau al- kafa‟ah yang dikembangkan oleh ‗Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, et.al, yang menolak kompetensi itu hanya sebatas kemampuan berbahasa secara abstrak, melainkan kemampuan dan keterampilan yang bisa diukur. Oleh karena itu, ada tiga kompetensi yang perlu dikembangkan dalam pengembangan bahan ajar, pembelajaran maupun evaluasinya, yaitu: 1 kompetensi linguistik al-kifayah al-lughawiyyah, 2 kompetensi komunikatif al-kifayah al- ittishaliyyah, dan kompetensi kultural al-kifayah al-tsaqafiyyah. Kompetensi linguistik mencakup empat keterampilan berbahasa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dan kemampuan memahami 3 unsur bahasa bunyi, kosakata, dan struktur kalimat. Sedangkan kompetensi komunikatif tercermin pada kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan penutur asli native speaker secara memadai sesuai dengan konteks sosial secara berterima. Adapun kompetensi kultural terkait dengan pemahaman budaya bahasa Arab, yaitu budaya Islam, baik sistem nilai, keyakinan, orientasi maupun pola hidup masyarakat Arab. Hasil riset menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik mengetahui bahwa informasi dan pengetahuan budaya itu merupakan tujuan utama belajar bahasa asing, di samping menjadi faktor utama kesuksesan mereka dalam belajar bahasa asing itu. Lihat Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, et.al. al- „Arabiyyah Baina Yadaik: Kitab at-Thalib, Jilid I, Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyyah, 2005, Cet. III, h. ts. Lihat juga Abdurrahman bin Ibrahim al-Fauzan, Idha‟at li Mu‟allimi al-Lughah al-„Arabiyyah li Ghair an-Nathiqina biha, Riyadh: Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyyah, 2011, Cet. I, h. 55 873 Secara teoretik, tujuan tes bahasa Arab 7 adalah untuk: 1 mengukur layak tidaknya peserta didik diterima untuk belajar bahasa Arab pada program tertentu; 2 menentukan tingkat kesiapannya untuk mengikuti pelajaran tertentu; 3 menjelaskan tingkat pemerolehan kebahasaan peserta didik; 4 mengetahui tingkat kemampuan penggunaan bahasa Arab; 5 mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan peserta didik, sehingga dapat diberikan solusi kebahasaan yang tepat; 6 menentukan jenis materi kebahasaaraban yang relevan dengan tingkat kemampuan peserta didik; 7 memberikan orientasi dan motivasi belajar yang dapat menyemangati pemerolehan bahasa peserta didik; 8 membandingkan tingkat prestasi kebahasaaraban peserta didik, sehingga dapat dilakukan pengelompokan dan penempatan kelas yang tepat; dan 9 mengambil kebijakan yang tepat mengenai para peserta didik yang akan belajar bahasa Arab, seperti kebijakan: diterima atau ditolak, ditempatkan pada kelas tertentu, diberikan program remedial atau matrikulasi, dan lain sebagainya. 8 Tes bahasa bahasa Arab standar disyaratkan memenuhi beberapa kriteria berikut. Pertama, validitas al-shidq; sebuah tes dinyatakan valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Tes nahwu, misalnya, dapat dikatakan valid atau memiliki validitas yang tinggi apabila berisi pertanyaan-pertanyaan yang berorientasi nahwu, bukan berisi kata-kata yang sulit dipahami peserta didik, sehingga tes lebih berorientasi mengetahui penguasaan peserta didik terhadap kosakata. Kedua, reliabilitas as-tsabât atau dapat dipercaya karena memiliki keajegan yang konsisten. Tes dapat disebut reliabel jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Dengan kata lain, sebuah tes dinilai reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan, meskipun diteskan kepada peserta didik berbeda dan dalam waktu yang berlainan. Ketiga, obyektivitas al- mawdhû„iyyah, dalam arti bahwa tes dikatakan memiliki obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi, terutama pada sistem skoring atau pemberian nilai dari sang penilai korektor. Jika obyektivitas menekankan ketetapan consistency pada sistem scoring, maka reliabilitas menekankan ketetapan pada hasil tes. Keempat, praktikabilitas al- „amaliyyah atau suhûlah al-tathbîq. Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas kepraktisan yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis: mudah 7 Menurut Muhammad ‗Ali al-Khuli, tujuan tes bahasa Arab itu ada 11, yaitu: 1 mengukur prestasi qiyas at- tahsil, 2 evaluasi diri tenaga pendidik at-taqyîm ad-dzâti, 3 eksperimen kependidikan at-tajrib at-tarbawi, 4 kenaikan dan kelulusan at- tarfi‟, 5 memberi informasi kepada orang tua peserta didik I‟lam al-walidain, 6 identifikasi dan diagnosa kekurangan peserta didik at-tasykhis, 7 pengelompokan kelas atau rombongan belajar at- tajmi‟, 8 motivasi untuk belajar bagi peserta didik al-hafiz, at-tasyji‟, 9 prediksi untuk konsultasi dan orientasi peserta didik ke depan at- tanabbu‟ li al-irsyad, 10 penerimaan peserta didik baru al-qabul, dan 11 pengklasifikasian program pembelajaran bahasa Arab at-tashnif . Lihat Muhammad ‗Ali al-Khuli, al-Ikhtibarat al- Lughawiyyahh , ‗Amman: Dar al-Falah, 2000, Cet. I, h. 2-4 8 Thu‘aimah dan Mannâ‘, op.cit., h. 90. 874 pengadministrasiannya, mudah pelaksanaannya, mudah pemeriksaannya, dilengkapi dengan petunjuk yang jelas, dan mudah penentuan nilai atau skor akhirnya. Kelima, ekonomis al-iqtishâdiyyah, dalam arti bahwa pelaksanaan tes itu tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama. Jadi, tes harus dirancang murah-meriah, tetapi bermutu dan sesuai dengan standar yang berlaku. Keenam, diskriminatif al-tamyîz, atau daya beda, dalam arti bahwa tes yang baik adalah tes yang dapat membedakan antara kelompok peserta didik yang pintar dan yang bodoh, yang menonjol dan yang lemah. Karena itu, distribusi soal tes yang mudah, sedang dan sulit harus proporsional, sehingga dapat diketahui mana saja soal yang dapat dijawab dengan benar oleh peserta didik dan mana saja yang hanya dapat dijawab dengan oleh sebagian peserta didik. 9

D. Macam-macam dan Bentuk Tes Bahasa Arab