Pengukuran dan Klasifikasi Obesitas

Visceral fat merupakan jaringan yang aktif mensekresi active secretory tissue sitokin proinflamasi, adipokin, modulator biokimiawi dan faktor proinflamatori lainnya seperti IL-6, IL- 1β, PAI-1, TNFα, angiotensinogen, vascular endothelial growth factor VEGF dan serum amyloid A Wang et al., 2011. Semua faktor tersebut memberikan kontribusi terjadinya inflamasi dan disfungsi dari vaskuler sistemik maupun perifer Reilly et al., 2004. FFA mengaktifasi nuclear factor- κB pathways selanjutnya dihasilkan TNFα. TNFα mengaktivasi lipolisis diikuti dengan meningkatnya sintesis IL-6 dan macrophage chemoattractant protein-1 MCP-1 yang akan meningkatkan mobilisasi makrofag dan modulasi sensitivitas insulin. Peningkatan TNFα juga meningkatkan ekspresi molekul adesi pada endotelium dan sel otot polos vaskuler. IL-6 menstimulasi sintesis C-reactive protein oleh hepatosit. Aromatase merupakan enzim yang merubah testosteron menjadi estradiol terutama di jaringan adipose. Testosteron terbukti dapat mempengaruhi sensitivitas insulin, artinya testosteron dapat memodulasi secara langsung sensitivitas insulin Reilly et al., 2004 ; Wang et al., 2011. Kadar testosteron pada penderita Sindrom Metabolik dan kaitannya dengan komponen Sindrom Metabolik dapat dilihat pada gambar 2.5 Wang et al., 2011

2.1.4 Pengukuran dan Klasifikasi Obesitas

Standar pengukuran dan cara paling sederhana untuk menentukan obesitas adalah dengan menghitung indeks masa tubuh IMT yang ditetapkan berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter [berattinggi badan kgm 2 ] WHO, 2006. Pada umumnya IMT berkorelasi dengan adipositas di dalam tubuh, meskipun kadangkala dapat memberikan informasi yang kurang tepat tentang klasifikasi variasi kandungan lemak tubuh dan masa lemak intra abdominal Frayn et al., 2005. Dewasa ini masa jaringan adiposa dapat diukur dengan berbagai cara, akan tetapi kebanyakan memerlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga jauh dari jangkauan untuk diterapkan secara klinis Villareal et al., 2005. Dibandingkan pemeriksaan lainnya, untuk memperkirakan kandungan total lemak tubuh mempergunakan IMT mempunyai spesifisitas yang tinggi yaitu 98-99 persen, dengan nilai prediksi positif sebesar 97 persen. Selain itu IMT mudah dihitung dan telah direkomendasikan sebagai cara pengukuran obesitas untuk orang dewasa WHO, 2006. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa IMT berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas dari berbagai penyakit. Untuk penduduk di wilayah Asia-Pasifik, WHO menganjurkan pemakaian kriteria yang berbeda berdasarkan faktor risiko dan morbiditas. Pada orang Asia, cut-off untuk overweight  23.0 kgm2 dan obesitas  25.0 kgm2 lebih rendah dibandingkan dengan kriteria WHO WHO, 2014. Usulan sementara ini berdasarkan dari hasil penelitian pada penduduk Cina di Hongkong dan Singapura, dan keturunan India di Mauritius. Tetapi pada penduduk asli kepulauan Pasifik diperlukan cut-off yang lebih tinggi yaitu untuk overweight IMT 26 kgm2 dan untuk obesitas IMT  32 kgm2 WHO, 2014. Tabel 2.1 Klasifikasi kelebihan berat badan pada orang Asia dewasa berdasar IMT WHO, 2014 2.1.5 Pengukuran Distribusi Lemak Tubuh Distribusi lemak di dalam tubuh sangat menentukan resiko dari obesitas yang dapat ditimbulkannya yakni morbiditas dan mortalitas Depres et al., 2006. Terdapat berbagai cara untuk menentukan secara tepat distribusi lemak tubuh manusia. a. Computed tomography CT dan magnetic resonance imaging MRI Beberapa tahun belakangan alat ini telah dapat digunakan sebagai alat untuk menjelaskan tempat berkumpulnya jaringan lemak yang kemungkinan suatu lemak intra abdominal dan nantinya dapat memberikan informasi tentang dampak yang dapat ditimbulkannya Frayn, 2005. CT Scan atau MRI jaringan adiposa intra abdominal dan subkutan dikerjakan setinggi L3L4 dengan potongan multipel slices merupakan gold standard untuk pengukuran jaringan lemak viseral Wajchenberg, 2000. Pada ras Kaukasus luas lemak viseral 130 cm 2 berhubungan dengan sindroma metabolik sedangkan apabila 110 cm 2 merupakan risiko rendah. Kedua cara ini memiliki ketepatan yang tinggi yang juga dapat membedakan antara lemak viseral dengan lemak subkutan WHO, 2006; Despres et al., 2006. b. Dual-energy X-ray scanning Penginderaan secara longitudinal dapat diperoleh dengan cara dual-energy X-ray scanning DEXA. Cara ini tidak akan menghasilkan data yang tepat mengenai distribusi lemak tubuh seperti daerah intraabdominal, dan hanya memberikan informasi tentang distribusi dan perubahan yang terjadi pada lemak tubuh Hao Wang et al., 2012. Metode ini memerlukan peralatan yang mahal dan banyak menghabiskan waktu, cara penggunaan tidak praktis sehingga masih diperlukan metode yang sederhana terutama untuk penelitian di lapangan dengan jumlah sampel yang banyak Heymsfield et al., 2001. c. Pengukuran subcutan fat Mengukur subcutan fat atau lapisan lemak di bawah kulit memberikan estimasi yang baik tentang total lemak tubuh pada orang dewasa dan anak-anak dengan berat badan normal, namun ini hanya merupakan cara tambahan untuk mengukur total lemak tubuh. Jangka lengkung lipatan kulit memuat ukuran lemak yang berada persis dibawah kulit yang berasal dari beberapa bagian tubuh WHO, 2006. Pengukuran dilakukan pada 4 lokasi bisep, trisep, subskapula dan supra- iliaka. Seseorang dikatakan obesitas jika pada laki-laki yang memiliki total lemak tubuh lebih dari 25 dan perempuan jika memiliki total lemak tubuh lebih dari 30 WHO, 2006. Cara pengukuran ini tidak cocok dilakukan pada subjek yang sangat gemuk karena tidak dapat mengukur komponen lemak intra abdominal yang sangat penting Baum, 2004. d. Pengukuran lingkar pinggang Lp dan rasio pinggang pinggul RPP Kedua cara ini sangat praktis, sederhana dan murah untuk menentukan adanya timbunan lemak berlebih di daerah abdominal. Pengukuran obesitas ini ditujukan untuk dapat mengidentifikasi adanya berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas tersebut. Dari berbagai penelitian terbukti bahwa Lp dapat dipergunakan untuk menentukan lemak intra abdominal Despress et al., 2006. Rasio pinggang pinggul RPP atau waist to hip ratio WHR juga dapat dipergunakan untuk mengukur obesitas abdominal, dimana PP 0,9 pada pria dan 0,80 untuk wanita dipergunakan untuk menentukan adanya obesitas abdominal WHO, 2006. Pengukuran Lp saja ternyata terbukti merupakan cara yang baik untuk mengukur lemak intra abdominal. Pengukuran Lp sangat kecil dipengaruhi oleh tinggi badan atau umur dan menurunnya Lp berhubungan dengan perbaikan faktor risiko kardiovaskuler Hwang et al., 2012. Penelitian longitudinal selama kurun waktu 7 tahun menunjukkan bahwa perubahan Lp lebih berkorelasi dengan perubahan pada jaringan lemak viseral bila dibandingkan dengan perubahan pada RPP Despres et al., 2008. Pengukuran Lp dapat mengidentifikasi individu yang memiliki distribusi lemak abdominal dan memiliki berbagai risiko untuk penyakit kardiovaskuler. Pengukuran Lp sangat berkorelasi dengan pengukuran IMT dan RPP Lean et al., 1995. Individu dengan Lp 94-101 cm pada pria dan 80-87 cm pada wanita 1½-2 kali memiliki satu atau lebih faktor risiko penyakit kardiovaskular dan individu dengan Lp 102 pada pria dan 88 cm untuk wanita memiliki 2½-4½ kali faktor risiko. Dianjurkan apabila Lp 94 cm pada pria atau Lp 80 cm pada wanita tidak lagi boleh mengalami peningkatan berat badan. Penurunan berat badan diperlukan apabila Lp 102 cm untuk pria dan 88 cm untuk wanita Lean et al., 1995.

2.2 Fungsi Jaringan Adiposa