Tinjauan Teori Pendapatan Asli Daerah PAD Pendapatan Perkapita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

Penelitian mengenai akuntansi publik di Indonesia sampai saat ini masih terbatas. Dimana salah satu penyebabnya masih terjadinya perubahan-perubahan dalam peraturan perundang-undangan pada sektor publik.

2.2. Pendapatan Asli Daerah PAD

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah BUD yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut pasal 6 ayat 2 Undang- Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan Universitas Sumatera Utara atau jasa oleh daerah. Saragih 2006 dalam Harianto dan Adi 2007 menyatakan bahwa peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Peningkatan PAD menunjukkan adanya peningkatan partisipasi publik terhadap jalannya pemerintahan di daerah itu BAPPENAS 2003 seperti yang dikutip Adi 2006 melakukan analisis elastisitas PAD terhadap PDRB menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan PDRB akan memberikan dampak yang positip dan signifikan terhadap perubahan PAD.

2.9. Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan ini meliputi : Dana Alokasi Umum DAU, Dana Bagi Hasil DBH dan Dana Alokasi Khusus DAK.

2.9.1. Dana Alokasi Umum DAU

Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan antara perimerintah Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Alokasi Umum DAU yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi Universitas Sumatera Utara daerah dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum DAU ini sekurang-kurangnya 26 dari pendapatan dalam negeri PDN Netto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan proporsi DAU untuk daerah Propinsi dan KabupatenKota sesuai dengan kebutuhan dan kewenangan antara propinsi dan Kabupatenkota formula DAU menggunakan pendekatan celah fiskal fiskal gap yaitu selisih antara kebutuhan. Penyaluran DAU,DAK dan DBH disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah Darwanto dan Yustikasari, 2007 lebih lanjut menurut Darwanto dan Yustikasari 2007 hal tersebut menunjukkan terjadinya transper yang cukup signifikan di dalam APBN dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat dipergunakan untuk pelaksanaan desentralisasi.

2.9.2. Dana Alokasi Khusus DAK

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus DAK ádalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah. Kegiatan khusus ini sulit untuk diperkirakan dengan rumus alokasi khusus. DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang Universitas Sumatera Utara didistribusikan oleh pernerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang psrnerintah pusat untuk tujuan nasional Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi : 1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak rnempunyai akses yang memadai ke daerah lain. 2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung tiansrnigrasi. 3. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang rnemadai. 4. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan. 5. Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai adiministrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus DAK ini bisa disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana publik Ndadari dan Adi, 2008. Menurut Abdullah dan Halim 2006 aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah. Menurut Abimayu 2005 yang dikutip oleh Arianto dan Adi 2007 infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Jika sarana prasana yang memadai di Universitas Sumatera Utara daerah itu maka masyarakat akan dapat melaksanakan aktifitas pekerjaan sehinga akan berdampak positip terhadap roda perekonomian sehingga akan berpengaruh pada produktifitas yang semakin meningkat. 2.9.3. Dana Bagi Hasil DBH Dana Bagi Hasil DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam SDA. Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan prosentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil. Penerimaan DBH pajak bersumber dari: 1. Pajak Bumi dan Bangunan PBB, 2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB 3. Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri PPh WPOPDN dan Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh 21. 4. Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi Universitas Sumatera Utara Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Demikian halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA. Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal vertical imbalance pusat- daerah. Namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal horizontalimbalance yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil. horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di Potensi Indonesia sangat beraneka ragam. Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah seperti di Riau, Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi dan gas alam migas, pertambangan, dan kehutanan. Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya. Astuti dan Joko, 2005 Hal tersebut sejalan dengan Cristyanto 2005 yang menyatakan bahwa potensi penerimaan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru UU Nomor 17 Tahun 2000, mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan PPh orang pribadi personal income tax, yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 2529 Orang Pribadi.Ditetapkannya PPh Perorangan Universitas Sumatera Utara sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara APBN. Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

2.10. Pendapatan Perkapita

PDRB Perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. Data statistik ini merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah atau daerah. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PDRB perkapita. PDRB Perkapita diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan penduduk pertengahan tahun yang bersangkutan. Jadi besarnya PDRB Perkapita tersebut sangat dipengaruhi oleh kedua variabel di atas. Dengan disajikannya PDRB Perkapita seluruh daerah kabupatenkota, diharapkan dapat membantu para pemakai data dalam melakukan perbandingan, baik antara kabupatenkota maupun antara satu tahun dengan tahun berikutnya. Daerah yang Universitas Sumatera Utara memiliki PDRB Perkapita tinggi, masih berasal dari daerah-daerah potensial yang memiliki lahan perkebunan besar dan juga daerah konsentrasi industri. Tingginya peningkatan PDRB perkapita ternyata belum menunjukkan membaiknya kesejahteraan masyarakat, angka ini masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain tingkat laju inflasi atau naiknya harga barang dan jasa yang sangat tinggi sehingga kurang menggambarkan kenaikan tingkat kesejahteraan secara riil. Salah satu manfaat dari data PDRB untuk mengetahui tingkat produk yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode di suatu daerah tertentu. PDRB atas dasar konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar perhitungannya. Selanjutnya menurut Kuncoro 2004, Gaspersz dan Feony 2003 dalam Harianto dan Adi 2007 Indikator pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan Produk Domestik Bruto PDRB dianggap tidak selalu tepat karena tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa indikator pendapatan perkapita lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan kemampuan daerah untuk meningkatkan PDRB karena secara simultan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk. Hukum Wagner merupakan teori mengenai perkembangan persentase pengeluaran Pemerintah yang semakin besar terhadap Gross National Product GNP. Wagner mengatakan dalam satu perekonomian apabila pendapatan perkapita Universitas Sumatera Utara meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat Mangkoesoebroto, 2001 1 2 1 2 ..... n n GpCt GpCt GpCt GpCt YpCt YpCt YpCt YpCt − − − − − − 〉 〉 〉 〉 …………………………......2.1 Keterangan : Gp C = Pengeluaran Pemerintah YP C = Produk atau pendapatan Nasional Perkapita t = indeks waktu tahun Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidak efisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah Dumairy, 1997. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita, dalam hal ini berkaitan output total Gross Domestic Product dan jumlah penduduk jadi prosese kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak dan jumlah penduduk di pihak lain Musgrave 1989 mengatakan bahwa pendekatan alternatif penyebab semakin meningkatnya jumlah anggaran pemerintah antara lain adalah : a. Pertumbuhan pendapatan perkapita; oleh karena proporsi antara barang pribadi dan barang sosial selalu berubah sesuai dengan kenaikan pendapatan perkapita dan bahwa porsi barang-barang sosial selalu mengalami peningkatan hal ini membawa implikasi bahwa kebijakan anggaran yang efesien menghendaki adanya Universitas Sumatera Utara peningkatan rasio pembelanjaan pemerintah terhadap Gross National Product GNP b. Perubahan populasi penduduk; perubahan populasi bisa merupakan suatu penentu utama porsi pengeluaran pemerintah. Perubahan tingkat pertumbuhan penduduk menyebabkan perubahan distribusi umur dan kecenderungan ini direfleksikan dalam perubahan pengeluaran seperti kebutuhan pendidikan, fasilitas perumahan, dan sebagainya. Oleh karena itu kebutuhan akan pelayanan umum dipengaruhi pula oleh kaktor-faktor seperti mobilitas penduduk yang dapat mendorong pertumbuhan kota-kota baru dan berakibat peningkatan permintaan fasilitas publik. Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah. Menurut Jones 1996, sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah. Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu secara optimal difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktifitas dari berbagai unit kerja. Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal Universitas Sumatera Utara lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang tidak terlepas dari kebijakan anggaran dengan titik berat pada kebijakan penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi kebijakan penerimaan misalnya, selain upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengelola seluruh pendapatan dan pengeluaran atau belanja daerahnya. Hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu prestasi dan merupakan salah satu ukuran kinerja pemerintah daerah tersebut. Ukuran kinerja dari sisi ini dilihat dengan membandingkan antara rencana atau target pendapatan maupun pengeluaran atau belanja daerah untuk berbagai kegiatan dan program dengan realisasinya.

2.11. Hubungan Realisasi Pendapatan Daerah Dengan Pertumbuhan Ekonomi